lp edh dan apcd

Upload: ermawati-erma

Post on 02-Jun-2018

464 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    1/24

    EDH

    A.

    Definisi

    Epiduralhematoma adalah akumulasi dari darah dan gumpalan darah antara lapisan

    dura mater dan tulang tengkorak. Sumber perdarahan dari epidural hematoma adalah arteri

    meningea (seringkali arteri meningea media) atau terkadang sinus venosus dura. Perdarahan

    ini memiliki bentuk yang bikonveks atau lentikuler. Pasien dengan epidural hematom akan

    mengalami kesadaran menurun yang berlangsung singkat pada awalnya, diikuti dengan lucid

    interval. Interval ini kemudian diikuti dengan kemunduran klinis yang cepat. Semua pasien

    dengan perdarahan epidural membutuhkan intervensi yang cepat dari spesialis bedah saraf.

    Epidural hematom akan menempati ruang dalam otak, olehnya itu, perluasan yang cepat dari

    lesi ini, dapat menimbulkan penekanan pada otak (Snell, 2007).

    Epidural hematoma atau perdarahan ekstradura diartikan sebagai adannya

    penumpukan darah diantara dura dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak (Japardi, 2004).

    Lebih sering terjadi pada lobus temporal dan parietal (Smeltzher & Bare, 2001).

    B.

    Etiologi

    Epidural hematom terjadi karena laserasi pembuluh darah yang ada di antara

    tengkorak dan durameter akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti

    kecelakaan kendaraan, atau tertimpa sesuatu. Sumber perdarahan biasanya dari laserasi

    cabang arteri meningen, sinus duramatis, dan diploe (Japardi, 2004).

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    2/24

    C. Patofisiologi/WOC

    Fraktur tengkorak karena benturan mengakibatkan laserasi (rusak) atau robeknya

    arteri meningeal tangah, arteri ini berada diantara durameter dan tengkorak daerah inferior

    menuju bagian tipis tulang temporal. Rusaknya pembuluh darah ini mengakibatkan darah

    memenuhi ruangan epidural yang menyebabkan hematom epidural. Apabila perdarahan ini

    terus berlangsung menimbulkan desakan durameter yang akan menjauhkan duramater dari

    tulang tengkorak hal ini akan memperluas hematom. Perluasan hematom ini akan

    menekan lobus temporal ke dalam dan kebawah. Tekanan ini menyebabkan isi otak

    mengalami herniasi. Adanya herniasi ini akan mengakibatkan penekanan saraf yang ada

    dibawahnya seperti penekanan pada medulla oblongata menyebabkan hilangnya

    kesadaran. Pada bagian juga terdapat nervus okulomotor, yang mana penekanan pada saraf

    ini meyebabkan dilatasi pupil dan ptosis. Perluasan atau membesarnya hematom akan

    mengakibatkan seluruh isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang mengakibatkan

    terjadinya peningkatan tekanan intracranial (TIK) sehingga terjadi penekanan saraf-saraf

    yang ada diotak

    WOCBenturan atau kecelakaan

    pada kepala

    Laserasi/robeknya arteri

    meningeal

    Darah memenuhi epidural

    (epidural hematom)

    TIK

    herniasi

    Penekanan nervus pada

    batang otak

    kesadaran dan

    gangguan motorik

    Gg mobilitas fisik

    Gg pemenuhan nutrisi

    kuran dari kebutuhan

    Hipoksia

    iskemik

    Gg perfusi jaringan

    Metabolisme anaerob

    asam laktat

    Asidosis metabolik

    Darah keluar dari vaskuler

    Syok hipovolemik

    Gg rasa nyaman:nyeri

    Gg integritas kulit

    Udem otak

    Resiko infeksi

    Cemas

    Kurang pengetahuan

    Gg fungsi

    menelan

    Darah membeku

    di epiduralvolume

    intrakranial

    aliran darah

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    3/24

    D.Manifestasi klinis

    - Penurunan kesadaran sampai koma

    - Keluarnya darah yang bercampur CSS/cairan serebrospinal dari hidung (rinorea) dan

    telinga (othorea)

    -

    Nyeri kepala yang berat

    - Susah bicara

    - Dilatasi pupil dan ptosis

    -

    Mual

    - Hemiparesis

    - Pernafasan dalam dan cepat kemudian dangkal irregular

    -

    Battle sign

    -

    Peningkatan suhu

    - Lucid interval (mula-mula tidak sadar lalu sadar dan kemudian tidak sadar)

    E.Pemeriksaan penunjang (Doenges, 2000)

    - CT scan: Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,

    pergeseran otak.

    - MRI: sama dengan CT scan dengan/tanpa menggunakan kontras

    -

    Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergerseran jaringan

    otak akibat edema, perdarahan/trauma

    - EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis

    - Sina X: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari

    garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang

    - BAER (Brain auditory Evoked Respons): menentukan fungsi korteks dan batang otak

    - PET (Positron Emission Tomogrhapy): menunjukkan metabolisme pada otak

    -

    Fungsi lumbal: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid

    hiperventilasi

    pola nafas

    tidak efektif

    Gg pusat pernafasan

    (medulla oblongata dan

    Akumulasi salivasi

    Bersihan jln nafas tdk efektif

    apneu

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    4/24

    - AGD: mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat

    meningkatkan TIK

    F.Analisa kebutuhan (Doenges, 2000)

    Aktivitas/Istirahat

    -

    Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan

    -Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparase, tetraplegia, kehilangan tonus otot

    Sirkulasi

    -Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi,

    takikardi yang diselengi bradikardi)

    Integritas ego

    -

    Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian

    -Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, bingung, depresi

    Eliminasi

    -

    Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus

    Neurosensosir

    -Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkop

    kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas, gangguan penglihatan, gangguan

    pengecapan dan penciuman

    -Tanda : perubahan kesadaran, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,

    kosentrasi, tingkah laku dan memori), perubahan pupil (respon terhadap cahaya,

    simetris), wajah tidak simetris, genggaman lemah, refleks tendon dalam lemah atau tidak

    ada, postur (dekortikasi, deserebrasi), kehilangan sensasi sebagian tubuh

    Makanan/cairan

    -Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera

    -

    Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan

    Nyeri

    -Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama

    -Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah

    tidak bisa istirahat, merintih

    -Pernafasan

    Tanda: perubahan pola nafas, nafas berbunyi ronki, mengi positif

    Interaksi sosial

    Gejala: afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    5/24

    G.Diagnosa keperawatan (Doenges, 2000)

    Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah

    akibat SOL (hematoma, hemoragi), edema serebral.

    Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi salivasi di jalan

    napas, obstruksi jalan napas.

    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskular (cedera pada

    pusat pernapasan otak), obstruksi trakeobronkial.

    Perubahan persepsi sensori: penciuman, pendengaran, pengecapan berhubungan

    dengan defisit neurologis, trauma.

    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan, kerusakan

    persepsi, terapi imobilisasi.

    Risiko ringgi infeksi berhubungan dengan kebocoran CSS, trauma jaringan, kulit

    rusak.

    Risiko gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

    dengan penuruan kesadaran, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, kelemahan

    otot untuk mengunyah dan menelan.

    RENCANA INTEVENSI/TINDAKAN

    Diagnosa

    keperawatan

    Tujuan dan kriteria

    hasil

    Intervensi rasional

    Gangguan

    perfusi

    jaringan

    serebral

    berhubungan

    dengan

    penghentian

    aliran darahakibat SOL

    (hematoma,

    hemoragi),

    edema

    serebral

    Setelah dilakukan

    tindakan selama

    224 jam perfusi

    jaringan serebral

    adekuat, ditandai

    dengan kriteria hasil:

    - Tingkat kesadaran

    compus mentis.- TTV dalam

    rentang normal.

    - Respon motorik

    baik.

    -

    GCS normal 13-

    15

    -

    Suhu tubuh

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    6/24

    tidak lebih dari

    200 ml/kg/jam

    -

    Kaji respon

    motorik terhadap

    perintah

    sederhana,gerakan yang

    bertujuan dan

    gerakan yang

    tidak bertujuan.

    Catat gerakan

    anggota tubuh

    dan catat sisi kiri

    dan kanan secara

    terpisah.

    -

    Pantau TD. Catat

    adanya

    hipertensi

    sistolik yang

    terus menerus

    dan tekanan nadi

    yang semakin

    berat.

    -Pantau frekuensi

    jantung, catat

    adanya

    bradikardia,

    takikardia, atau

    bentuk disritmialainnya

    -Pantau

    pernapasan

    meliputi pola

    dan iramanya,

    seperti adanya

    apnea setelah

    hiperventilasi

    (pernapaanCheyne-Stokes).

    untuk berespons pada

    rangsangan eksternal

    dan merupakan

    petunjuk keadaan

    kesadaran terbaik

    pada pasien denganmata tertutup akibat

    dari trauma/afasia.

    -

    Normalnya

    autoregulasi

    mempertahankan

    aliran darah otak

    yang konstan pada

    saat ada fluktuasi

    tekanan darah

    sistemik. Penurunantekanan sistolik (nadi

    yang membesar)

    merupakan tanda

    terjadinya

    peningkatan TIK

    -Perubahan pada

    ritme (paling sering

    bradikardia) dan

    disritmia

    menandakan adanya

    depresi/trauma

    batang otak.

    -Napas yang tidak

    teratur dapat

    menunjukkan lokasi

    gangguan

    serebral/peningkatan

    TIK.

    -Reaksi pupil diatur

    oleh saraf kranial III

    dan berguna untuk

    menentukan apakah

    batang otak masih

    baik.

    -Gangguan

    penglihatan dapat

    diakibatkan olehkerusakan

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    7/24

    -Evaluasi keadaan

    pupil, catat

    ukuran,

    ketajaman,

    kesamaan kiridan kanan, dan

    reaksinya

    terhadap cahaya.

    -Kaji perubahan

    pada

    penglihatan,

    seperti adanya

    penglihatan yang

    kabur, ganda,

    lapang pandangmenyempit dan

    kedalaman

    persepsi.

    -Kaji letak dan

    gerakan mata,

    apakah ada

    deviasi pada

    salah satu sisi

    mata.

    -

    Turunkan

    stimulasi

    eksternal dan

    berikankenyamanan,

    seperti masase

    punggung,

    lingkungan yang

    tenang.

    -Observasi

    adanya aktivitaskejang dan

    mikroskopik.

    -Posisi dan gerakan

    mata membantu

    menemukan lokasiotak yang terlibat.

    Tanda awal

    peningkatan TIK

    adalah kegagalan

    dalam abduksi pada

    mata,

    mengindikasikan

    penekanan/trauma

    pada saraf kranial V.

    -

    Memberikan efekketenangan,

    menurunkan reaksi

    fisiologis tubuh dan

    meningkatkan

    istirahat untuk

    mempertahankan

    atau menurunkan

    TIK.

    -Kejang dapat terjadi

    akibat iritasi serebral,

    hipoksia atau

    peningkatan TIK dan

    kejang dapat

    meningkatkan

    kerusakan jaringan.

    -

    Meningkatkan aliran

    balik vena dari

    kepala, sehingga

    akan mengurangikongesti dan edema

    atau risiko terjadinya

    peningkatan TIK.

    -Merupakan indikasi

    dari iritasi meningeal

    yang dapat terjadi

    sehubungan dengan

    kerusakan durameter

    atau perkembangan

    infeksi selamaperiode akut

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    8/24

    lindungi pasien

    dari cedera.

    -Letakkan kepala

    pada posisi yang

    lebih tinggi

    sesuai toleransi.

    -Kaji adanya

    peningkatan

    rigiditas,regangan,

    meningkatnya

    kegelisahan,

    peka rangsang,

    serangan kejang.

    Kolaborasi

    -

    Batasi pemberian

    cairan sesuai

    indikasi. Berikan

    cairan melalui

    vena melalui alat

    kontrol.

    -

    Berikan oksigen

    tambahan sesuai

    indikasi

    Kolaborasi

    -

    Pembatasan cairan

    mungkin diperlukan

    untuk menurunkan

    edema serebral,meminimalkan

    fluaktuasi aliran

    vaskuler, tekanan

    darah dan TIK.

    -

    Mernurunkan

    hipoksemia yang

    dapat meningkatkan

    vasodilatasi dan

    volume darah

    serebral yangberujung pada

    peningkatan TIK

    Gangguanmobilitas

    fisik

    berhubungan

    dengan

    penurunan

    kekuatan,

    kerusakan

    persepsi,

    terapi

    imobilisasi

    Setekah dilakukantindakan 2 X 24 jam

    klien tidak

    mengalami gangguan

    mobilitas fisik

    dengan kriteria hasil:

    -Skala

    ketergantungan

    klien 0

    -Tidak terjadi

    dekubitus

    -

    Dapat melakukanRPS tanpa bantuan.

    Mandiri-Periksa kembali

    kemampuan dan

    keadaan secara

    fungsional pada

    kerusakan yang

    terjadi

    -

    Kaji derajat

    imobilisasi kliendengan

    Mandiri-Mengidentifikasikan

    kemungkinan

    kerusakan secara

    fungsional dan

    mempengaruhi

    pilihan intervensi

    yang akan dilakukan

    -Pasien mampu

    mandiri (nilai 0) atau

    memerlukanbantuan/peralatan

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    9/24

    -

    Mendemostrasikan

    prilaku yang

    memungkinkan

    dilakukannya

    kembali aktivitas

    menggunakan

    skala

    ketergantungan

    (0-4)

    -Ubah posisi klien

    setiap 2 jam

    sekali

    -Berikan atau

    bantu untuk

    melakukanlatihan rentang

    gerak

    -

    Berikan

    perawatan kulit

    dengan cermat,

    masase dengan

    pelembab, dang

    antilinen/pakaian

    yang minimal (nilai

    1), memerlukan

    bantuan

    sedang/dengan

    pengawasan/diajarka

    n (nilai 2),memerlukan

    bantuan/peralatan

    yang terus menerus

    dan alat khusus (nilai

    3), atau tergantung

    secara total pada

    pemberi asuhan (nilai

    4). Seseorang dalam

    semua kategori

    sama-sama

    mempunyai resikokecelakaan namun

    kategori dengan nilai

    2-4 mempunyai

    resiko terbesar untuk

    terjadinya bahaya

    tersebut sehubungan

    dengan immobilisasi

    -

    Perubahan posisi

    yang teratur

    menyebabkan

    penyebaran terhadap

    berat badan dan

    meningkatkan

    sirkulasi pada

    seluruh bagian tubuh.

    Jika ada paralisis

    atau keterbatasan

    kognitif, klien harus

    diubah posisinya

    secara teratur danposisi daerah yang

    sakit hanya dalam

    jangka waktu yang

    terbatas

    -

    Mempertahankan

    mobilisasi dan fungsi

    sendi/posisi normal

    ekstremitas dan

    menurunkan

    terjadinya vena yangstatis

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    10/24

    yang basah dan

    pertahankan

    linen tersebut

    tetap bersih dan

    bebas dari

    kerutan

    -Berikan

    perawatan mata,

    air mata buatan;

    tutup mata sesuai

    kebutuhan

    -Berikan cairan

    dalam batas-

    batas yang dapat

    ditoleransi

    (contoh toleransi

    oleh neurologis

    dan janung)

    -Berikan matras

    udara/air, terapi

    kinetic sesuai

    kebutuhan

    -Meningkatkan

    sirkulasi dan

    elastisitas kulit dan

    menurunkan resiko

    terjadinya ekskoriasikulit

    -

    Melindungi jaringan

    lunak dari peristiwa

    kekeringan. Klien

    perlu menutup mata

    selama tidur untuk

    melindungi mata dari

    trauma jika tidak

    dapat menjaga matatetap tertutup

    -Sesaat setelah fase

    akut cedera kepala

    dan jika klien tidak

    memiliki

    kontraindikasi yang

    lain, pemberian

    cairan yang memadai

    akan menurunkan

    resiko terjadinya

    infeksi saluran kemih

    dan berpengaruh

    cukup baik terhadap

    konsistensi feses

    yang normal dan

    turgor kulit menjadi

    optimal

    -

    Menyeimbangkan

    tekanan jaringan,meningkatkan

    sirkulasi, dan

    membantu

    meningkatkan arus

    balik vena untuk

    menurunkan resiko

    terjadinya trauma

    jaringan

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    11/24

    APCD

    1. Definisi APCD

    Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai Hemorrhagic

    Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal denganAcquired Prothrombin Complex

    Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan

    karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX,

    dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit,

    masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K. 1

    Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun 1894 sebagai

    perdarahan dar berbagai tempat pada bayi sehat tanpa trauma,asfiksia, ataupun infeksi pada

    hari pertama sampai kelima kehidupan. Hubungan antara defisiensi vitamin K dengan adanya

    perdarahan spontan diperhatikan pertama kali oleh Dam pada tahun 1929, sedangkan

    hubungan antara defisiensi vitamin K dengan HDN dikemukakan pertama kali oleh

    Brinkhous dkk pada tahun 1937.

    2. Etiologi

    Secara umum gangguan pembekuan darah masa anak disebabkan oleh beberapa

    keadaan seperti pada tabel 1.

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    12/24

    Keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada

    vitamin K adalah :

    a.

    Prematuritas

    b. Kadar faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K pada waktu lahir

    berbanding lurus dengan umur kehamilan dan berat pada waktu lahir. Pada bayi

    premature fungsi hati masih belum matang dan respon terhadap vitamin K subnormal.

    c. Asupan makanan yang tidak adekuat

    d.

    Terlambatnya kolonisasi kuman

    e.

    Komplikasi obstetrik dan perinatal

    f. Kekurangan vitamin K pada ibu

    Suatu keadaan khusus yang dikenal sebagaiHemorragic Disease of the Newborn (HDN),

    merupakan suatu keadaaan akibat kekurangan vitamin K pada masa neonatus. Terdapat

    penurunan kadar faktor II, VII, IX, dan X yang merupakan faktor pembekuan darah yang

    tergantung kepada vitamin K dalam derajat sedang pada semua neonatus yang berumur 48-72

    jam dan kadar faktor-faktor tersebut secara berangsur-angsur akan kembali normal pada umur

    7-10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan karena kurangnya vitamin K pada ibu

    dan tidak adanya flora normal usus yang bertanggung jawab terhadap sintesis vitamin K.

    Pada keadaan obstruksi biliaris baik intrahepatik maupun ekstrahepatik akan terjadi

    kekurangan vitamin K karena tidak adanya garam empedu pada usus yang diperlukan untuk

    absorpsi vitamin K, terutama vitamin K1 dan K2. Obstruksi yang komplit akan mengakibatkan

    gangguan proses pembekuan dan perdarahan setelah 2-4 minggu. Sindrom malabsorpsi serta

    gangguan saluran cerna kronis dapat menyebabkan kekurangan vitamin K akibat

    berkurangnya absorpsi vitamin K.

    Obat yang bersifat antagonis terhadap vitamin K seperti coumarin, menghambat kerja

    vitamin K secara kompetitif, yaitu dengan cara menghambat siklus vitamin K antara bentuk

    teroksidasi dan tereduksi sehingga terjadi akumulasi dari vitamin K2,3 epokside dan pelepasan

    g-karboksilasi yang hasil akhirnya akan menghambat pembentukan faktor pembekuan.

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    13/24

    Pemberian antibiotik yang lama menyebabkan penurunan produksi vitamin K dengan cara

    menghambat sintesis vitamin K2 oleh bakteri atau dapat juga secara langsung mempengaruhi

    reaksi karboksilase. Kekurangan vitamin K dapat juga disebabkan penggunaan obat

    kolestiramin yang efek kerjanya mengikat garam empedu sehingga akan mengurangu

    absorpsi vitamin K yang memerlukan garam empedu pada proses absorpsinya

    3. Patofisiologi

    Semua neonatus dalam 48-72 jam setelah kelahiran secara fisiologis mengalami

    penurunan kadar faktor koagulasi yang bergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X)

    sekitar 50%, kadar-kadar faktor tersebut secara berangsur akan kembali normal dalam usia 7-

    10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya vitamin K ibu dan tidak

    adanya flora normal usus yang bertanggungjawab terhadap sintesis vitamin K sehingga

    cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah.

    Diantara neonatus (lebih sering pada bayi premature dibanding yang cukup bula) ada

    yang mengalami defisiensi ini lebih berat dan lebih lama sehingga mekanisme hemostasis

    fase plasma terganggu dan timbul perdarahan spontan.

    4.

    Proses Koagulasi

    Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik dan jalur

    ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan

    jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor (Faktor III) pada tempat terjadinya

    luka.

    Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu

    dengan protein prekalikrein, high-molecular weight kininogen (HMWK), ion kalsium dan

    fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor

    XII bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak.

    Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein,

    yang kemudian mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses

    pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan (Gambar

    1).

    Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca,faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    14/24

    proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktifasi faktor VIII

    menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar

    trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif.

    Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor

    (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak

    dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor

    VIIa akan mempercepat aktifasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur

    intrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan

    TF ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur

    ekstrinsik dan intrinsik.

    5. Faktor Resiko

    Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-obatan

    yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama kehamilan, seperti

    antikonvulsan (karbamasepin, fenitoin, fenobarbital), antibiotika (sefalosporin),

    antituberkulostatik (INH, rifampicin) dan antikoagulan (warfarin).

    Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus karena

    pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan

    vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat

    kelainan usus maupun akibat diare.2

    Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu

    formula yaitu sekitar 50 - 60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang mendapat susu formula,

    mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu memproduksi vitamin K. Sedangkan

    pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya mengandung bakteri Lactobacillus yang tidak dapat

    memproduksi vitamin K.

    6.

    Perkembangan Hemostasis Selama Masa Anak

    Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir kadar protein

    koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti protein prekalikrein, HMWK,

    faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) padabayi cukup bulan lebih rendah 15 20% dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    15/24

    bayi kurang bulan. Kadar inhibitor koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih

    rendah 50% dari normal. Sedangkan kadar faktor VIII, faktor von Willebrand dan fibrinogen

    setara dengan dewasa.

    Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan dapat mencapai

    kadar yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor koagulasi\ yang tergantung

    vitamin K berangsur kembali ke normal pada usia 7-10 hari. Cadangan vitamin K pada bayi

    baru lahir rendah mungkin disebabkan oleh kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya

    cadangan flora normal usus yang mampu mensintesis vitamin K.

    Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga meningkat dalam 3 6 bulan pertama

    kehidupan kecuali protein C yang masih rendah sampai usia belasan tahun.2Meskipun kadar

    beberapa protein koagulasi lebih rendah, pemeriksaan prothrombin time (PT) dan activated

    partial thromboplastin time (aPTT) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan anak dan

    dewasa. Namun didapatkan pemanjangan pemeriksaan bleeding time terutama pada usia < 10

    tahun, sehingga interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara hati-hati.

    7. Manifestasi Klinis Dan Laboratorium

    Manifestasi perdarahan karena defisiensi vitamin K tidak spesifik dan bervariasi

    mulai dari memar ringan sampai ekimosis generalisata, pucat, perdarahan kulit,

    gastrointestinal, vagina sampai perdarahan intracranial yang dapat mengancam jiwa.

    Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat terutama trauma lahir seperti hematoma sefal.

    Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi dikulit, mata, hidung, dan saluran cerna.

    Perdarahan dikulit sering berupa purpura, ekimosis, atau perdarahan melalui bekas tusukan

    jarum suntik. Tempat perdarahan lain yaitu umbilicus, sirkumsisi. Manifestasi perdarahan

    pada neonatus sedikit berbeda dari anak yang lebih besar dan dewasa. Pada neonatus

    perdarahan dapat timbul dalam bentuk perdarahan discalp, hematoma sefal yang besar,

    perdarahan intracranial, perdarahan tali pusat, perdarahan pada bekas sirkumsisi, oozing pada

    bekas suntikan dan kadang-kadang perdarahan gastrointestinal.

    Perdarahan intracranial merupakan komplikasi tersering 63%, 80-100% berupa

    perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intracranial didapatkan gejala

    peningkatan tekanan intracranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala

    ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, ubun-ubun

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    16/24

    besar menonjol, pucat dan kejang. Gejala lain yang ditemukan adalah fotofobia, edema papil,

    penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.

    Pada HDN terdapat 3 macam bentuk klinis yaitu : bentuk dini, klasik, lambat.

    Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kekurangan

    vitamin K, meliputi pemeriksaan : waktu perdarahan, waktu pembekuan, PTT, PT, TT

    (thrombin time), jumlah trombosit, kadar hemoglobin, morfologi darah tepi. Pemeriksaan

    faktor-faktor pembekuan darah bergantung kepada vitamin K, fibrinogen, faktor V dan VII

    dapat pula dilakukan.

    8.

    Gangguan Koagulasi Pada Penyakit Hati

    Meskipun kelainan hati yang mendasari berbeda, patofisiologi terjadinya abnormalitas

    hemostasis pada penyakit hati hampir sama baik pada neonatus, anak maupun dewasa. Hati

    adalah organ yang penting untuk sintesis faktor-faktor koagulasi (fibrinogen, prekalikrein,

    HMWK, II, V, VII, IX,X, XI, XII dan XIII), sintesis plasminogen, regulator koagulasi

    (antitrombin III, protein C dan S) dan inhibitor fibrinolisis. Hati juga berperan dalam

    pemecahan faktorfaktor koagulasi maupun fibrinolisis yang aktif dari sirkulasi.

    Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan gangguan sintesis protein faktor koagulasi.Selain itu hati merupakan tempat reaksi karboksilasi post ribosom dari protein yang

    tergantung vitamin K sehingga pada gangguan fungsi hepar penggunaan vitamin K akan

    terganggu pula.

    Gangguan fungsi hati dapat disebabkan oleh imaturitas, infeksi, hipoksia, sindrom

    Reye, sirosis dan lain-lain.

    Manifestasi perdarahan dan gambaran laboratorium tergantung pada berat ringannya

    kerusakan hati. Perdarahan spontan jarang terjadi, pada umumnya terjadi perdarahan di

    bawah kulit yang timbul akibat prosedur yang invasif. Pada sirosis hepatis dapat terjadi

    perdarahan dari gaster dan varises esofagus yang dapat mengancam jiwa Pemeriksaan PT

    memanjang pertama kali dikarenakan kadar faktor VII menurun paling awal, jika kerusakan

    hepar terus berlanjut akan diikuti dengan pemanjangan PTT.

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    17/24

    Penatalaksanaan utama adalah untuk penyakit primer yang mendasarinya.

    Penanganan abnormalitas koagulasi pada penyakit hati tergantung pada gejala klinis yang

    terjadi serta tempat timbulnya perdarahan (misalnya perdarahan GIT, perdarahan tempat

    bekas biopsi). FFP dapat diberikan dengan dosis 10 15 ml/kg berat badan karena

    mengandung semua faktor - faktor koagulasi yang dibutuhkan. Kriopresipitat 1 kantung / 5

    kg berat badan diberikan untuk mengatasi hipofibrinogenemia. Pemberian konsentrat

    kompleks protrombin yang mengandung faktor II, VII, IX dan X dengan konsentrasi tinggi,

    dapat dipertimbangkan pada kondisi tertentu misalnya untuk persiapan biopsi hati atau pada

    keadaan dimana perdarahan sudah tidak dapat diatasi dengan terapi di atas.

    Pada penyakit hati juga terjadi defisiensi faktor faktor koagulasi tergantung vitamin

    K, maka pemberian vitamin K mampu mengoreksi koagulopati yang terjadi. Vitamin K1

    diberikan secara oral, subkutan atau intravena (tidak secara intramuskular) dengan dosis 1 mg

    (untuk bayi), 2 3 mg (untuk anak) dan 510 mg (untuk dewasa).

    Prognosis kelainan ini tergantung pada penyakit primer yang mendasarinya dan

    pemberian terapi yang adekuat dalam mengatasi perdarahannya.

    9. Klasifikasi

    Tabel 2 menunjukkan klasifikasi VKDB pada anak berdasarkan etiologi dan onset

    terjadinya menjadi 4 kelompok yaitu VKDB dini, VKDB klasik, VKDB lambat atau acquired

    prothrombin complex deficiency (APCD) dan Secondary prothrombin complex (PC)

    deficiency

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    18/24

    10. Diagnosis

    Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

    Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset perdarahan, lokasi perdarahan,

    pola pemberian makanan (ASI atau susu formula), serta riwayat pemberian obat-obatan

    antikoagulan pada ibu selama kehamilan. Anamnesis untuk menyingkirkan kemungkinan lain

    dengan pemeriksaan atas keadaan umum dan lokasi fisik perdarahan pada tempat-tempat

    tertentu seperti saluran cerna berupa hematemesis atau melena, dari hidung, kulit kepala, tali

    pusat atau bekas sirkumsisi.

    Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan keadaan umum baik

    tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau feses berdarah maka harus dibedakan apakah itu

    darah ibu yang tertelan pada saat persalinan atau memang perdarahan saluran cerna. Cara

    membedakannya dengan melakukan uji Apt, warna merah muda menunjukkan darah bayi

    sedangkan warna kuning kecoklatan menunjukkan darah ibu.

    Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi, lokasi dan bentuk

    perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan

    lain sebagainya. Pada bayi/anak yang menderita kekurangan vitamin K biasanya keadaan

    umum penderita baik, tidak tampak sakit.

    Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan pembekuan darah karena kekurangan

    vitamin K menunjukkan :

    a. Penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X

    b. Waktu pembekuan memanjang

    c. Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang

    d. (TT) dan masa perdarahan normal

    e. Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, faktor V dan VIII, fragilitas kapiler

    serta retraksi bekuan normal

    f. Faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    19/24

    Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi

    perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial. Selain itu respon yang

    baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis VKDB.

    VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat maupun

    yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat menyebabkan

    gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga memberikan manifestasi klinis

    perdarahan.

    11. Pencegahan Vkdb

    Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis. Ada tiga bentuk vitamin K,

    yaitu :

    1. Vitamin K1 (phylloquinone), terdapat dalam sayuran hijau

    2. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal

    3.

    Vitamin K3 (menadione), vitamin K sintetis yang sekarang jarang diberikan karena

    dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.

    Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian intramuskular

    dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif dalam mencegah timbulnyaVKDB lambat.2 Amerika Serikat merekomendasikan penggunaan phytonadione, suatu

    sintesis analog vitamin K1 yang larut dalam lemak, diberikan secara i.m.13

    Thailand sejak tahun 1988 merekomendasikan pemberian vitamin K 2 mg per oral

    untuk bayi normal dan 0,5 1 mg i.m untuk bayi prematur atau tidak sehat. Ternyata mampu

    menurunkan angka kejadian VKDB dari 30 70 menjadi 4 7 per 100.000 kelahiran. Sejak

    tahun 1999 Vitamin K 1 mg i.m harus diberikan pada semua bayi baru lahir dan diberikan

    bersama imunisasi rutin.11

    Kanada sejak tahun 1997 merekomendasikan pemberian vitamin K1 intramuskular

    0,5 mg (untuk bayi < 1500 g) dan 1 mg (untuk bayi > 1500 g) diberikan dalam waktu 6 jam

    setelah lahir. Untuk orang tua yang menolak pemberian secara i.m, vitamin K1 diberikan per

    oral dengan dosis 2 mg segera setelah minum, diulang pada usia 2 4 minggu dan 6-8

    minggu.

    AAP pada tahun 2003 merekomendasikan pemberian vitamin K pada semua bayi barulahir dengan dosis tunggal 0,5 1 mg i.m.15 Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    20/24

    mengajukan rekomendasi untuk pemberian vitamin K1 pada semua bayi baru lahir dengan

    dosis 1 mg i.m (dosis tunggal) atau secara per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir,

    umur 3 7 hari dan umur 1 2 tahun.

    Untuk ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat

    profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg i.m pada 24 jam sebelum

    melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg i.m dan diulang 24 jam kemudian.

    Meskipun ada penelitian yang melaporkan hubungan antara pemberian vitamin K i.m

    dengan meningkatnya angka kejadian kanker pada anak, namun penelitian terbaru yang

    dilakukan oleh McKinney pada tahun 1998 tidak membuktikan adanya peningkatan resiko

    terjadinya kanker pada anak yang mendapatkan profilaksis vitamin K i.m.

    12.

    Penatalaksanaan

    Secara garis besar penatalaksanaan VKDB dibagi atas penatalaksanaan antenatal

    untuk mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah bayi lahir untuk

    mencegah dan mengobati bila terjadi perdarahan.

    A. Pemberian vitamin K profilaksis

    Hasil penelitian terakhir menunjukkan, bahwa dalam mencegah terjadinya VKDB

    bentuk klasik pemberian vitamin K peroral sama efektif, lebih murah dan lebih aman

    daripada pemberian secara intramuscular (IM), namun untuk mencegah VKDB bentuk

    lambat pemberian vitamin K oral tidak seefektif IM. Efikasi profilaksis oral meningkat

    dengan pemberian berulang 3 kali dibanding dengan dosis 2 mg daripada dosis 1 mg,

    pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektifnya dengan

    profilaksis vitamin K IM.

    AAP mengatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efikasi, keamanan,

    bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin K oral sediaan baru untuk mencegah VKDB

    lambat. Cara pemberian oral merupakan alternative pada kasus-kasus bila orangtua pasien

    menolak cara pemberian IM untuk melindungi bayi mereka karena injeksi. Disamping itu

    untuk keamanan, bayi yang ditolong oleh dukun bayi sebaiknya diberikan secara oral.

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    21/24

    Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alas an sebagai berikut:

    a.

    Absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi diare

    b. Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu, sebagai

    konsekuensinya tingkat kepatuhan orangtua pasien dapat merupakan masalah

    c. Kemungkinan terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena absorpsinya

    atau ada regurgitasi

    d.

    Efektifitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh

    Sampai saat ini tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K

    dengan insidens kanker pada anak dikemudian hari.

    Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan RI (2003) mengajukan

    rekomendasi sebagai berikut:

    a.

    Semua bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis vitamin K1

    b. Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1

    c. Cara pemberian vitamin K1 adalah secara IM atau oral

    d. Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah:

    - IM, 1 mg dosis tunggal atau

    - Oral, 3 kali @ 2 mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari, dan

    pada saat bayi berumur 1-2 tahun

    e.

    Untuk bayi baru lahir yang ditolong oleh dukun bayi maka diwajib pemberian

    profilaksis vitamin K1 secara oral

    f.

    Kebijakan ini harus dikoordinasikan bersama Direktorat Pelayanan Farmasi dan

    Peralatan dalam penyediaan vitamin K1 dosis 2 mg/tablet yang dikemas dalam bentuk

    strip 3 tablet atau kelipatannya.

    g. Profilaksis vitamin K1pada bayi baru lahir dijadikan sebagai program nasional

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    22/24

    B. Pengobatan defisiensi vitamin K

    Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan vitamin

    K1 dengan dosis 1 2 mg/hari selama 1 3 hari.Vitamin K1 tidak boleh diberikan secara

    intramuskular karena akan membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian

    dilakukan secara subkutan karena absorbsinya cepat, dan efeknya hanya sedikit lebih lambat

    duibanding dengan cara pemberian sistemik. Pemberian secara intravena harus

    diperti.mbangkan dengan seksama karena dapat memberikan reaksi anafilaksis, meskipun

    jarang terjadi.

    Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi

    dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10 15 ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor

    koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1 0,2 unit/ml. Respon pengobatan diharapkan

    terjadi dalam waktu 4 6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal

    hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24

    jam maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati.

    13.

    Prognosis

    Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin K1 akan

    membaik dalam waktu 24 jam. Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi perdarahan

    berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal sangat tinggi. Pada perdarahan

    intrakranial angka kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 50

    65%.

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    23/24

    Definisi

    Kraniotomi adalah suatu tindakan pembedahan tulang kepala untuk mendapatkan

    jalan masuk ke bagian intracranial guna:

    a. mengangkat tumor

    b. menghilangkan/mengurangi peningkatan TIK

    c.

    mengevaluasi bekuan darah

    d. menghentikan pendarahan

    Kraniotomi adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan pertumbuhan

    atauabnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang

    tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur intracranial.

    Post craniotomy yaitu suatu keadaan yang terjadi setelah pembedahan kraniotomi/

    postcraniotomy (Dorlan, 1998 : 1479).

    Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post craniotomyyaitu suatu keadaan

    individu yang terjadi setelah proses pembedahan untuk mengetahui dan/ atau

    memperbaiki abnormalitas di dalam kranium untuk mengetahui kerusakan otak.

    Indikasi

    Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :

    a.

    Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.

    b.

    Mengurangi tekanan intrakranial.

    c. Mengevakuasi bekuan darah .

    d.

    Mengontrol bekuan darah,

    e. Pembenahan organ-organ intrakranial,

    f. Tumor otak,

    g.

    Perdarahan (hemorrage),

    h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)

    i.

    Peradangan dalam otak

    j.

    Trauma pada tengkorak

  • 8/10/2019 LP EDH dan APCD

    24/24

    DAFTAR PUSTAKA

    Prof. DR. dr. Sudigdo Sastroasmoro Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K, Buku Panduan

    Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak 2007: 279-281

    Respati H, Reniarti L, Susanah S. Gangguan Pembekuan Darah. Didapat: Defisiensi Vitamin

    K. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,

    Eds. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,

    2005:182-96.

    Respati H, Reniarti L, Susanah S. Hemorrhagic Disease of the Newborn Dalam: Permono B,

    Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Eds. Buku Ajar

    Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2005:197-206

    Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan

    pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

    Japardi, I. (2004). Cedera kepala. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

    Leksomono, Hafid, & Sajid. Cedera otak dan dasar-dasar pengelolaannya. Diperoleh tanggal

    27 Maret 2010 dari http//:www.kalbefarina.com

    Smeltzher & Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol 3. Jakarta: EGC