4 lapsus edh

28
BAB I PENDAHULUAN Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury (cedera otak traumatik) umumnya didefinisikan sebagai kelainan non- degeneratif dan non-kongenital yang terjadi pada otak sebagai akibat adanya kekuatan mekanik dari luar yang berisiko menyebabkan gangguan temporer atau permanen dalam hal fungsi kognitif, fisik dan fungsi psikososial dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran. Dari berbagai sumber hampir selalu menunjukkan bahwa cedera merupakan penyebab utama kematian pada pasien berusia kurang dari 45 tahun. Dari beberapa kasus cedera ini, hampir 50% nya merupakan kasus cedera kepala atau cedera bagian tubuh lainnya yang disertai pula oleh cedera kepala. Cedera kepala adalah suatu kejadian yang sampai saat ini merupakan pembunuh nomor satu didunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Angka kematian yang tinggi ini adalah merupakan akumulasi kematian 1

Upload: nurrahma-putrie-hapsari

Post on 16-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: 4 Lapsus Edh

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala atau Traumatic Brain Injury (cedera otak traumatik)

umumnya didefinisikan sebagai kelainan non-degeneratif dan non-kongenital

yang terjadi pada otak sebagai akibat adanya kekuatan mekanik dari luar yang

berisiko menyebabkan gangguan temporer atau permanen dalam hal fungsi

kognitif, fisik dan fungsi psikososial dengan disertai penurunan atau hilangnya

kesadaran.

Dari berbagai sumber hampir selalu menunjukkan bahwa cedera

merupakan penyebab utama kematian pada pasien berusia kurang dari 45 tahun.

Dari beberapa kasus cedera ini, hampir 50% nya merupakan kasus cedera kepala

atau cedera bagian tubuh lainnya yang disertai pula oleh cedera kepala.

Cedera kepala adalah suatu kejadian yang sampai saat ini merupakan

pembunuh nomor satu didunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang.

Angka kematian yang tinggi ini adalah merupakan akumulasi kematian oleh sebab

cedera primer (dampak langsung dari cedera kepala) atau oleh sebab cedera

skunder (dampak runtutan mekanisme perburukan karena cedera primer). Sekitar

40% dari angka kematian tersebut adalah angka yang “avoidable” atau yang

seharusnya kematian dapat dicegah bila tindakan pertolongan yang cepat dan tepat

dengan sarana yang memadai.

Berdasarkan kelompok umur, beberapa sumber menunjukkan bahwa usia

yang paling banyak mengalami cedera kepala adalah 15-24 tahun. Cedera kepala

1

Page 2: 4 Lapsus Edh

pada kelompok usia ini umumnya karena kecelakaan lalu lintas. Sedangkan untuk

kelompok usia diatas 65 tahun, penyebab utama terjadinya cedera adalah jatuh.

Untuk anak usia kurang dari 2 tahun, cedera terutama disebabkan karena jatuh

dari kursi, meja dan sebagainya. Cedera pada kelompok ini umumnya tidak

sampai mengakibatkan cedera otak yang berat. Anak usia 10-15 tahun umumnya

mengalami cedera kepala akibat kecelakaan olahraga atau kegiatan permainan

sehari-hari.

Pada cedera kepala dapat terjadi perlukaan dan perdarahan ekstrakranial

maupun perdarahan intrakranial. Termasuk dalam perlukaan dan perdarahan

ekstrakranial yaitu laserasi kulit kepala, subgaleal hematom, sefalhematoma, dan

cedera pada wajah. Pada perdarahan intrakranial meliputi hematoma epidural,

hematoma subdural, hematoma subaraknoid, hematoma intraserebri, higroma, dan

hematoma intraventrikuler.

Di Negara-negara berkembang berkisar antara 200-

300/100.000 populasi per tahun2,3,4. Data dari Traumatic Coma Data

Bank (TCDB) didapatkan bahwa kematian akibat cedera kepala lebih

kurang 17 per 100.000 orang pada pasien yang tidak dirawat di

rumah sakit, dan lebih kurang 6 per 100.000 orang pada pasien

yang dirawat di rumah sakit 2. Cedera primer otak berupa Intracranial

Space Occupying Lession yaitu hematoma, baik hematoma epidural

(EDH) maupun hematoma subdural sekitar 20-40%.

2

Page 3: 4 Lapsus Edh

3

Page 4: 4 Lapsus Edh

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. Mashuri

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Swasta

Umur : 43 tahun

Status : Menikah

Alamat : Sukorejo-Pasuruan

MRS Tanggal : 19-01-2015

4

Page 5: 4 Lapsus Edh

II. KELUHAN UTAMA

ANAMNESIS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Ketika jalan kaki pasien ditabrak pick-up kejadian hari minggu, jam 17.30

WIB pasien dibawa ke Puskesmas dan sempat pingsan, sadar ketika subuh. Pasien

dibawa ke IGD RSUD Bangil jam 10.30, dalam keadaan pasien sadar, mual

muntah (+), nyeri kepala (+), pingsan (-), amnesia (-), keluar darah dari hidung (-),

keluar darah dari telinga (-), kejang (-).

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan alergi disangkal

Riwayat operasi sebelumnya (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey

Airway : Bebas Paten

Breathing : Sesak (-), retraksi (-), deviasi trakea (-), gerak dada

simetris +/+

Circulation : TD110/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 24x/menit, akral

hangat (+), perdarahan (-)

Disability : GCS 15 (E4M6V5), PBI 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)

Eksposure : Hematom di regio parietal

Secondary survey

Keadaan sakit : Tampak lemah

Kesadaran : Composmentis, GCS : 4-5-6

Tanda vital : TD : 110/80 mmHg

Nadi : 80 kali/ menit(reguler)

Respirasi : 24 kali/ menit

Suhu : 37,1oC

5

Page 6: 4 Lapsus Edh

Kepala/ Leher

Kepala : Vulnus appertum (-), hematom et regio

parietal.

Leher : peningkatan JVP (-) pembesaran KGB (-).

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

palpebrae tidak edem kanan dan kiri, refleks

cahaya (+/+), PBI (3mm/3mm)

Telinga : simetris, serumen minimal, sekret tidak ada,

perdarahan (-)

Hidung : simetris, sekret tidak ada, perdarahan (-)

Mulut : mukosa bibir kering, tidak anemis, tidak

sianosis, perdarahan (-)

Toraks

Paru-paru

Inspeksi : bentuk normal simetris, gerak napas

normal, retraksi tidak ada, jejas (-)

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, krepitasi (-)

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Thrill tidak teraba

Perkusi : batas jantung kanan terdesak ke kiri dan kiri

normal

Auskultasi : S1 S2 tunggal, bising (-), murmur (-), gallop(-)

Abdomen

Inspeksi : cembung, distensi (-), jejas (-)

Palpasi : turgor cepat kembali, hepar/lien/massa tidak

teraba

Perkusi : timpani (+),

Auskultasi : bising usus (+) normal.

6

Page 7: 4 Lapsus Edh

Inguinal, genital, anus : tidak ada kelainan

Ekstremitas

Superior Inferior

Akral hangat +/+ +/+

Sianosis -/- -/-

Edema -/- -/-

Capp.Refill ≤2”/ ≤2” ≤2”/ ≤2”

Neurologis : superior inferior

Motorik 5 / 5 5 / 5

Sensorik

Raba + / + + / +

Nyeri + / + + / +

Tulang Belakang

Tidak ada deformitas, kifosis, lordosis, dan skoliosis

RESUME

Nama : Tn. M

Subjektif

Keluhan Utama : Muntah

Uraian : Ketika jalan kaki pasien ditabrak pick-up kejadian

hari minggu, jam 17.30 WIB pasien dibawa ke

Puskesmas dan sempat pingsan, sadar ketika subuh.

Pasien dibawa ke IGD RSUD Bangil jam 10.30,

dalam keadaan pasien sadar, mual muntah (+), nyeri

kepala (+), pingsan (-),amnesia (-), keluar darah dari

hidung (-), keluar darah dari telinga (-), kejang (-).

Objektif

Kepala : Hematom et regio parietal.

7

Page 8: 4 Lapsus Edh

Mata : PBI (3mm/3mm), reflek cahaya +/+

Thorax : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas

Atas : Pitting edem (-/-), hangat

Bawah : Pitting edem (-/-), hangat

Neurologis superior inferior

Motorik 5 5 / 5 5 5 5 / 5 5

Sensorik + / + + / +

Pemeriksaan Penunjang :

1. Laboratorium

Pemeriksaan 19 Januari 2015 23 Januari 2015 27 Januari 2015

HEMATOLOGI

Hemoglobin (g/dl) 15.2 14.5 13.4

Lekosit (/ul) 8,400 7,800 7,400

Eritrosit (juta/ul) 5.54 4.87 4.83

Hematokrit (vol%) 44,7 37,2 39,1

Trombosit (/ul) 277,000 290,000 356,000

RDW-CV (%) 12,6 12.7 12.6

MCV,MCH,MCHC

MCV (fl) 80.7 80.7 80.9

MCH (pg) 27.4 27.3 27.7

MCHC (%) 34.0 35.6 34.3

HITUNG JENIS

Neutrofil (%) 78.7 77.0 62.1

Limfosit (%) 12.5 24.5 26.1

MID (%) 8.8 9.5 11.8

Neutrofil # (ribu/ul) 6.60 5.80 4.60

Limfosit # (ribu/ul) 1.10 1.50 1.90

MID # (ribu/ul) 0.70 0.50 0.90

KIMIA DARAH

SGOT (U/I) 33,8 33,8 33,8

SGPT (U/I) 60 60,3 60,3

8

Page 9: 4 Lapsus Edh

BUN (mg/dL) 13 13 13

Creatinin (mg/dL) 1.0 1.0 1.0

Natrium (mmol/I) 144,6 142,7 143,7

Kalium (mmol/I) 3.7 3.4 3.533

Clorida (mmol/I) 104,2 104,7 102,7

Calsium 1,1 1,1 1,213

GDA (mg/dL) 131 134 129

2. CT Scan

9

Page 10: 4 Lapsus Edh

DIAGNOSIS KERJA

CKR + ICH EDH fronto parietal (S) + Fraktur linier fronto parietal (S) +

Scalp Hematoma + Contusio Fraktur (S)

PROGNOSIS

Dubia ad Vitam : Dubia ad bonam

10

Page 11: 4 Lapsus Edh

Dubia ad Sanactionam : Dubia ad bonam

Dubia ad Functionam : Dubia ad bonam

PENATALAKSANAAN

19 Januari 2015 20 Januari 2015 21 Januari 2015IVFD RD5 1500cc / jam Head up 30° Alih rawat HCUInj Ceftriaxon 2x1g iv O2 nasal 8lpm Tx lanjut Inj Ketorolac 3x30mg IVFD RD5 1500cc / jam Inj Penitoin 500mg dalam PZ 100cc

maintenance 3x100mgInj Ranitidi n 2x1ampul Diet cair O2 masker 8lpmInj Piracetam 3x 1ampul Inj Ketorolac 3x30mg Inj Omeprazole 1x40mg Inj Ondansentron 3x4mg Inj Ranitidin 2x50mg iv WB 1 kolfMasuk Ruangan Bedah Inj Ondansentron 3x4mg Loading manitol 200cc maintenance 4x100 cc

Bila TD >100mmHgInj citicolin 2x500mg

22 Januari2015 23-25 Januari 2015

KIE keluarga untuk operasi Tx lanjut

Instruksi post Op :

- - Cek DL, SE, GDA

- - Tx Lanjut

- -Obs.VS, GCS, tanda2 peningkatan TIK, Luka op,

produksi drain

26 Januari 2015 27 Januari 2015 28 Januari 2015

Head up 30° Tx lanjut Diet Lunak

O2 nasal 4lpm Antasida 3x1 sendok

Tx lanjut Bladder training : kateter

evaluasi BAK

Diet cair Mobilisasi duduk

Inj Santagesik 3x1g Obs. VS, GCS, Tanda2

11

Page 12: 4 Lapsus Edh

peningkatan TIK

Balance cairan

Obs. VS, GCS, Tanda2

peningkatan TIK

Nama/ Macam Operasi 22 Januari 2015 : Craniotomy evakuasi EDH +

dekompresi

Follow up

Pemeriksaan Post Op Day (POD)

I II III IV V VI

Subyektif

Nyeri kepala + + + + < <

Mual / Muntah +/+ +/- -/- +/- -/- +/-

Obyektif

TD (mmHg) 130/90 130/90 145/88 117/67 130/90 120/80

N (x/menit) 65 75 71 78 85 80

RR (x/menit) 21 22 23 20 20 20

T (Celcius) 36,6 37 36,8 36,6 36,7 36,7

GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6

Pupil Isokor isokor Isokor isokor isokor isokor

Reflek cahaya +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Drain + + + - - -

NGT + + - - - -

DC/ Produksi Urine +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Mobilisasi + + + + + +

Assesment

Post op Craniotomy evakuasi EDH + dekompresi a/I CKR + ICH EDH

fronto parietal (S) + Fraktur linier fronto parietal (S) + Scalp Hematoma +

Contusio Fraktur (S)

Planning

Head up 30 + + + + + +

12

Page 13: 4 Lapsus Edh

IVFD RD5 2000 cc/24 jam + + + + + +

Inj Ceftriaxon 2x1g + + + + + +

Inj Ketorolac 3x30mg + + + + + +

Inj Omeprazole 1x40mg + + + + + +

Inj Penitoin 3x100 mg + + + + + +

Inj Citicolin 2x500mg + + + + + +

Inj Manitol 4x100cc bila TD

>100mmHg

+ + + + + +

Diet cair - - - + + +

Antasida 3x1sendok - - - - - +

13

Page 14: 4 Lapsus Edh

BAB III

PEMBAHASAN

A. Cedera Kepala

Dalam mengklasifikasikan cedera kepala dapat dibagi berdasarkan

keadaan klinis dan kelainan patologis. Klasifikasi keadaan klinis yaitu kesadaran

pasien yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu :

1. Cedera kepala ringan (CKR) jumlah score 14-15

2. Cedera kepala sedang (CKS) jumlah score 9-13

3. Cedera kepala berat (CKB) jumlah score 3-8

Pengklasifikasian kedua yaitu berdasarkan kelainan atau kerusakan

patologis yang terbagi dalam kerusakan primer dan kerusakan skunder.

1. Cedera kepala primer

Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu

terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan dapat mengenai jaringan kulit

sampai otak, dalam bentuk laserasi kulit kepala, perdarahan, fraktur, dan

kerusakan jaringan otak. Kerusakan primer ini dapat bersifat lokal maupun

difus.

Kerusakan Fokal : yaitu kerusakan jaringan yang bersifat fokal, yang

terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian lainya relatif

14

Page 15: 4 Lapsus Edh

tidak terganggu. Kelainan ini umumnya bersifat makroskopis. Kerusakan

yang terjadi dapat berupa :

- Perlukaan dan perdarahan ekstrakranial

- Fraktur tulang kepala

- Perdarahan intrakranial

- Kontusio dan laserasi serebri

Kerusakan difus : yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi

menyeluruh dari otak, dan umumnya bersifat mikroskopis.

- Cedera aksonal difusa (diffuse axonal injury)

- Diffuse vascular injury

2. Cedera kepala sekunder

Cedera kepala sekunder adalah kelainan atau kerusakan yang terjadi

setelah terjadinya trauma/benturan dan merupakan akibat dari peristiwa yang

terjadi pada kerusakan primer. Penyebab terjadinya cedera kepala skunder ini

dapat bersifat intrakranial atau bisa juga sistemik. Kelainan ini dapat muncul

dalam hitungan menit namun dapat pula baru muncul dalam beberapa hari

kemudian. Beberapa literatur memasukkan kelainan yang terjadi sebagai

rangkian dari kelainan patologis yang terjadi, sedangkan beberapa literatur

lain menyebutnya sebagai komplikasi. Kelainan yang terjadi anatara lain :

- Gangguan sistemik akibat hipoksia dan hipotensi

- Edema serebral

- Herniasi jaringan otak

- Peningkatan tekanan intrakranial/ hipertensi intrakranial

- Infeksi

15

Page 16: 4 Lapsus Edh

- Emboli lemak

- Hidrosefalus

- Fistula cairan serebrospinalis

B. Subgaleal Hematoma

Pada cedera yang tidak merobek lapisan kulit, namun menyebabkan

pembuluh darah pada lapisan jaringan ikat longgar di bawah kulit kepala pecah

akan menyebabkan terkumpulnya darah, yang disebut sebagai subgaleal

hematoma. Dalam keadaan ini darah terkumpul diantara lapisan galea dan tulang

tengkorak, dan menyebabkan adanya penonjolan keluar pada kepala. Keadaan ini

merupakan hematoma yang paling sering dijumpai pada kasus cedera kepala

sehari-harinya. Perlu diwaspadai terhadap kemungkinan terjadinya fraktur

depressed yang tertutup, yang kadang tidak mudah dibedakan tanpa pemeriksaan

penunjang.

Dalam penanganan kasus subgaleal hematoma, dianjurkan untuk segera

memberikan kompres dingin pada lokasi benjolan. Hal ini dilakukan dengan

asumsi tindakan tersebut dapat membantu terjadinya vasokontriksi pembuluh

darah yang pecah, sehingga perdarahan akan berhenti. Selain itu, untuk subgaleal

hematoma yang relatif kecil, tidak dianjurkan untuk melakukan intervensi apa-apa

secara invansif, karena kelainan akan hilang sendiri dalam beberapa hari.

Untuk hematoma yang besar, ada pendapat yang menganjurkan untuk

dilakukan insisi atau aspirasi untuk mengeluarkan cairan darah dan selanjutnya

dipasang pembalut yang menekan untuk mencegah penumpukan darah kembali.

16

Page 17: 4 Lapsus Edh

Namun banyak juga ahli yang tidak menganjurkan cara ini, dengan pertimbangan

tindakan tersebut justru akan memberika resiko terjadinya resiko infeksi.

C. Hematoma Epidural

Epidural hematom atau dapat disebut juga ekstradural hematom adalah

keadaan dimana terjadi penumpukkan darah diantara durameter dan tabula interna

tulang tengkorak. Keadaan ini dapat terjadi karena trauma tumpul pada kepala

yang mengakibatkan terjadinya fraktur linier. Lokasi yang paling sering adalah di

bagian temporal atau temporoparietal (70%) dan sisanya di bagian frontal,

oksipital dan fossa serebri posterior.

Sumber perdarahan yang paling lazim adalah dari cabang arteri meningea

media akibat fraktur yang terjadi di bagian temporal tengkorak. Namun

kadangkala dapat pula dari arteri atau vena lain, atau bahkan keduanya.

Hematoma yang sumber perdarahannya dari vena, umumnya tidak besar sebab

tekanan yang ditimbulkan tidak besar. Hal ini berbeda dengan sumber perdarahan

dari arteri yang bertekanan kuat, yang bahkan mampu mendesak perlekatan

durameter pada tulang tengkorak.

Walaupun umumnya tulang tengkorak mangalami fraktur (80%), namun

dapat pula kasus dimana tidak didapatkan fraktur, terutama pada kelompok

penderita anak-anak. Pada keadaan ini benturan yang terjadi tidak cukup kuat

unutk menyebabkan robeknya pembuluh darah di permukaan dalam saat tulang

melekuk ke dalam. Hematoma epidural yang tidak disertai fraktur tulang

17

Page 18: 4 Lapsus Edh

tengkorak akan memiliki kecenderungan lebih berat, karena peningkatan tekanan

intrakranial akan lebih cepat terjadi.

Perdarahan ini jarang pada pasien usia diatas 60 tahun, kemungkinan

karena duramater melekat lebih kuat ke tabula interna. Hal ini pula menerangkan

mengapa kebanyakan hematoma epidural terjadi di bagian temporal karena pada

lokasi tersebut perlekatan duramater pada tulang tengkorak lebih lemah dibanding

pada lokasi lainnya. Sedangkan pada anak dan bayi lebih sering terjadi hematoma

epidural bifrontal yang berasal dari vena. Beberapa literatur mengatakan

hematoma epidural relatif jarang terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan

tampaknya hal ini disebabkan karena pada usia tersebut tulang tengkorak relatif

lebih lentur dari orang dewasa.

Secara klinis, bisa terjadi beberapa macam perjalanan manifestasi klinis.

Pasien dapat saja tetap sadar; atau tetap tidak sadar; atau sadar lalu menjadi tidak

sadar; atau tidak sadar lalu menjadi sadar; atau tidak sadar beberapa waktu

(periode lucid interval) tetapi kemudian tidak sadar lagi.

Gangguan kesadaran yang terjadi langsung setelah cedera umumnya bukan

karena terjadinya hematoma epidural melainkan karena teregangnya serat-serat

formatio retikularis didalam batang otak. Mekanisme ini merupakan mekanisme

yang sama terjadi pada hilangnya kesadaran saat terjadi komosio cerebri. Setelah

beberapa saat, dimana hematoma yang terjadi telah mencapai sekitar 50cc barulah

gejala neurologis akibat hematoma bermanifestasi. Gejala neurologis ini muncul

tgerutama karena efek penekanan massa terhadap jaringan otak bukan efek

terjadinya iskemik jaringan otak. Penekanan hematoma menyebabkan

pendorongan otak dan menimbulkan herniasi yang menekan batang otak.

18

Page 19: 4 Lapsus Edh

Hematoma yang terjadi didaerah temporal akan menyebabkan gejala

neurologis yang cukup progresif. Pasien akan semakin menurun kesadarannya,

seperti hendak tidur terus tetapi tidak dapat dibangunkan. Hematoma yang

semakin besar akan mendorong jaringan otak ke bawah, ke arah insisura tentotii

sehingga terjadi herniasi jaringan otak yang menekan nervus okulomotorius pada

sisi yang sama. Sebagai dampaknya, akan terjadi penyempitan pupil beberapa saat

yang kemudian pelebaran pupil, pada mata yang ipsilateral dengan hematoma

yang tidak lagi berespon terhadap cahaya, dan terjadilah anisokoria. Defisit

neurologis lainnya yang dapat dijumpai dapat berupa hemiparesis, kejang muntah,

dan pada pemeriksaan fisik dapat pula dijumpai refleks babinsky kontralateral

yang positif.

Hematoma yang terjadi di daerah frontal selain menimbulkan keluhan

nyeri, juga kerap disertai gangguan mental. Jika hematoma terjadi pada fossa

posterior, manifestasi sakit kepala dan kaku kuduk akan dijumpai. Selain itu,

dapat pula terjadi gangguan fungsi serebelum. Pada benturan yang mengenai

bagian oksipital, perlu diwaspadai terjadinya hematoma epidural infratentorial

akibat robeknya sinus vena pada dura. Dalam keadaan ini tanda fokal dapat tidak

dijumpai, namun pasien akan mengalami penurunan kesadaran.

Diagnosa hematoma epidural didasarkan pada tanda klinis dan hasil CT-

Scan kepala, yang merupakan pemeriksaan terpilih untuk memastikan diagnosa.

Pada pemeriksaan dengan CT Scan kepala, hematoma epidural akan tampak

gambaran massa hiperdensa dengan bentuk bikonveks (double convex sign) atau

adapula yang menyebutnya gambaran foorball shaped yang secara tipikal terletak

dibagian temporal tengkorak.

19

Page 20: 4 Lapsus Edh

Hematoma epidural yang progresif membesar perlu penanganan operatif

untuk mengeluarkan hematoma dan menghentikan perdarahan secepatnya. Bila

tidak dilakukan, dapat berakibat fatal karena tekanan intrakranial yang semakin

tiunggi, yang dapat menyebabkan herniasi jaringan otak dan aliran darah ke otak

terhenti. Bila tindakan operatif dapat dilakukan segera, sebelum berbagai defisit

neurologis terjadi, maka kesembuhan total dapat diharapkan untuk diperoleh.

Namun bila volume hematoma kurang dari 30cc dan tidak bertambah

besar, operasi tidak mutlak dilakukan. Bekuan darah yang ada dapat diharapakan

mencair dan sedikit demi sedikit diserap. Sel-sel makrofag akan memfagositosis

dan membawanya masuk ke dalam pembuluh darah. Namun tentunya dalam

melakukan perawatan konservatif ini harus dilakukan pemantauan secara ketat,

termasuk dengan menggunakan pemeriksaan ulang CT scan kepala.

20

Page 21: 4 Lapsus Edh

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahjoepramono EJ. Cedera Kepala. 2005. Jakarta : FKUI

2. Salinas P. Closed head trauma. In: Penar PL, Talavera F

editors. Traumatic brain injury. May 2006. Available from:URL:

http://www.emedicine.com/med/to p ic3403.htm

3. Hidayat S., 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi ketiga, Jong W.D. Jakarta:

penerbit buku kedokteran EGC 

4. Bernath David, 2009, Head Injury, www.e-medicine.com

5. Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah.

Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta

21