referat edh,sdh,sah (radiologi)

36
BAB 1 PENDAHULUAN Duramater normal terdiri dari dua lapisan, yang pertama terdiri atas dura endosteal luar dan dura meningeal dalam. Kedua lapisan tersebut menyatu dalam bentuk sinus-sinus dural, calvaria, tentorium, fisura- fisura interhemisfer. Gambaran karakteristik dari perdarahan ekstra aksial secara langsung berhubungan dengan anatomi dura, arachnoid, dan piamater yang berfungsi melindungi otak bagian keras (skull) dari periosteum. Dasar lokasi perdarahan dapat dikenali kedalam emp at tipe: 1. Epidural Hematom 2. Subdural Hematom 3. Subarachnoid Hemoragik Epidural hematom (EDH) adalah suatu akumulasi atau penumpukan darah akibat trauma yang berada diantara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan membrane duramater, keadaan tersebut biasanya sering mendorong 1

Upload: aga-haris

Post on 30-Nov-2015

1.212 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

radio

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

Duramater normal terdiri dari dua lapisan, yang pertama terdiri atas dura

endosteal luar dan dura meningeal dalam. Kedua lapisan tersebut menyatu dalam

bentuk sinus-sinus dural, calvaria, tentorium, fisura-fisura interhemisfer.

Gambaran karakteristik dari perdarahan ekstra aksial secara langsung

berhubungan dengan anatomi dura, arachnoid, dan piamater yang berfungsi

melindungi otak bagian keras (skull) dari periosteum.

Dasar  lokasi perdarahan dapat dikenali kedalam empat tipe: 

1. Epidural Hematom 

2. Subdural Hematom 

3. Subarachnoid Hemoragik 

Epidural hematom (EDH) adalah suatu akumulasi atau penumpukan darah

akibat trauma yang berada diantara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan

membrane duramater, keadaan tersebut biasanya sering mendorong atau

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang akibatnya kepala seperti

dipukul palu atau alat pemukul baseball. Pada 85 – 95% pasien, trauma terjadi

akibat adanya fraktur yang hebat. Pembuluh – pembuluh darah otak yang berada

didaerah fraktur atau dekat dengan daerah fraktur akan mengalami perdarahan.

Prognosanya biasanya baik apabila diterapi secara agresiv. Epidural hematom

biasanya terjadi akibat tekanan yang keras terhadap pembuluh darah yang terletak

diluar duramater, apakah itu terjadi pada tulang tengkorak atau pada kolumna

spinalis. Pada tulang tengkorak, tekanan yang berlebihan pada arteri meningeal

akan menyebabkan epidural hematom. Hematoma yang terbentuk secara luas akan

1

menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan akhirnya akan merusak otak,

hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas dan batang otak

akan mengalami herniasi. Gejala epidural hematom dapat berupa sakit kepala

hebat yang biasanya segera timbul, akan tetapi dapat juga baru muncul beberapa

jam kemudian. Kemudian sakit kepala tersebut akan menghilang dan akan muncul

lagi setelah beberapa jam kemudian dengan nyeri yang lebih hebat dari

sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk,

kelumpuhan, pingsan, sampai koma.

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga

diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subarachnoid

merupakan penemuan yang sering pada trauma kepala akibat dari yang paling

sering adalah robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex di mana

terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat

rupturnya pembuluh darah serebral major. Pasien yang mampu bertahan dari

pendarahan subarachoid kadang mengalami adhessi anachnoid, obstruksi aliran

cairan cerebrospinal dan  hidrocepalus. Cedera intrkarnial yang lain kadang juga

dapat terjadi

BAB 2

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Meningen Otak

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya

adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi

menjadi arachnoidea dan piamater.

1.Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat

dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal).

Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di

tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang

bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara

lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk

sekat di antara bagian-bagian otak . Duramater lapisan luar melekat pada

permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan

mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri;

lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal

darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii.

Di antara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx

cerebri. falx cerebri melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis

ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana

duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi.

3

Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa

sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri.

Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi

cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di

sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan

processus clinoideus. Di sebelah meninggalkan lobus besar yaitu incisura

tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus

dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

2.Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan

hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium

subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor

cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater

oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat

yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. Dari

arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam

sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni

(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat

di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa

liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang

lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares)

dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater

yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer

4

cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-

daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea,

seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini

berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga

sub arachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-

pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan

hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga

subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral

dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah

cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis.

Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum,

cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna

interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus

frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis

(cisterna sylvi).

3.Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang

menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan

sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke

dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia

membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan

bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus

untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan

5

ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela

choroidea di tempat itu.

Gambar 1. Anatomi meninges

2.2 Sinus Venosus Duramater

Sinus – sinus venosus dalam rongga kranialis terletak diantara lapisan –

lapisan duramater. Fungsi utamanya adalah menerima darah dari otak melalui

vena – vena serebralis dan cairan serebrospinal dari ruang – ruang subarachnoidea

melalui villi arachnoidalis. Darah dalam sinus – sinus duramater akhirnya

mengalir kedalam vena – vena jugularis interna dileher. Vena emissaria

menghubungkan sinus venosus duramater dengan vena – vena diploika kranium

dan vena – vena kulit kepala.

6

Sinus Sagitalis Superior menduduki batas atas falx serebri yang terfiksasi,

mulai di anterior pada foramen caecum, berjalan ke posterior dalam sulkus di

bawah lengkungan kranium, dan pada protuberantia occipitalis interna berbelok

dan berlanjut dengan sinus transverses. Dalam perjalanannya sinus sagitallis

superior menerima vena serebralis superior. Pada protuberantia occipitalis interna,

sinus sagitallis berdilatasi membentuk sinus konfluens. Dari sini biasanya

berlanjut dengan sinus transverses kanan, berhubungan dengan sinus transverses

yang berlawanan dan menerima sinus occipitalis.

Sinus sagitalis inferior menduduki tepi bawah yang bebas dari falx serebri,

berjalan kebelakang dan bersatu dengan vena serebri magna pada tepi bebas

tentorium cerebelli membentuk sinus rektus.

Sinus rektus menempati garis persambungan falx serebri dengan tentorium

serebelli, terbentuk dari persatuan sinus sagitalis inferior dengan vena serebri

magna, berakhir membelok kekiri membentuk sinus transfersus.

Sinus transverses merupakan struktur berpasangan dan mereka mulai pada

protuberantia occipitalis interna. Sinus kanan biasanya berlanjut dengan sinus

sagitalis superior, dan bagian kiri berlanjut dengan sinus rektus. Setiap sinus

menempati tepi yang melekat pada tentorium serebelli, membentuk sulkus pada os

occipitalis dan angulus posterior os parietale. Mereka menerima sinus petrosus

superior, vena – vena serebralis inferior, vena – vena serebellaris dan vena – vena

diploika. Mereka berakhir dengan membelok ke bawah sebagai sinus sigmoideus.

Sinus sigmoideus merupakan lanjutan langsung dari sinus tranversus yang

akan melanjutkan diri ke bulbus superior vena jugularis interna.

7

Sinus occipitalis merupakan suatu sinus kecil yang menempati tepi falx

serebelli yang melekat, ia berhubungan dengan vena – vena vertebralis dan

bermuara kedalam sinus konfluens. Sinus kavernosus terletak dalam fossa

kranialis media pada setiap sisi corpus os sphenoidalis. Arteri karotis interna,

dikelilingi oleh pleksus saraf simpatis, berjalan kedepan melalui sinus. Nervus

abdusen juga melintasi sinus dan dipisahkan dari darah oleh suatu pembungkus

endothelial. Sinus petrosus superior dan inferior merupakan sinus –sinus kecil

pada batas – batas superior dan inferior pars petrosus os temporale pada setiap sisi

kranium. Setiap sinus kavernosus kedalam sinus transverses dan setiap sinus

inferior mendrainase sinus cavernosus kedalam vena jugularis interna.

2.3 Vaskularisasi Duramater

Banyak arteri mensuplai duramater, yaitu; arteri karotis interna, arteri

maxillaries, arteri paringeal asenden, arteri occipitalis dan arteri vertebralis. Dari

segi klinis, yang paling penting adalah arteri meningea media, yang umumnya

mengalami kerusakan pada cedera kepala.

Arteri meningea media berasal dari arteri maxillaries dalam fossa

temporalis, memasuki rongga kranialis melalui foramen spinosum dan kemudian

terletak antara lapisan meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini kemudian

terletak antara lapisan meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini kemudian

berjalan ke depan dan ke lateral dalam suatu sulkus pada permukaan atas

squamosa bagian os temporale. Cabang anterior (frontal) secara mendalam berada

dalam sulkus atau saluran angulus antero – inferior os parietale, perjalanannya

secara kasar berhubungan dengan garis gyrus presentralis otak di bawahnya.

8

Cabang posterior melengkung kearah belakang dan mensuplai bagian posterior

duramater.

Vena –vena meningea terletak dalam lapisan endosteal duramater. Vena

meningea media mengikuti cabang – cabang arteri meningea media dan mengalir

kedalam pleksus venosus pterygoideus atau sinus sphenoparietalis. Vena terletak

di lateral arteri.

Gambar 2. Vaskularisasi Duramater

2.4 Inervasi Duramater

Persarafan ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga saraf

servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus. resptor –

reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls melalui

n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri

yang timbul dari bawah tentorium dalam fossa kranialis posterior berjalan melalui

9

tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk ke belakang kepala dan

leher.

2.5 Ventrikel Cerebri

Terdiri atas dua ventrikulus lateralis, ventrikulus tertius, dan ventrikulus

quartus. Ventrikulus lateralis berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui

foramina interventrikularis sedangkan ventrikulus tertius berhubungan dengan

ventrikulus quartus melalui aqueductus cerebri. Ventrikulus-ventrikulus tersebut

berisi liquor cerebrospinalis, yang dihasilkan oleh plexus choroidalis kedua

ventrikulus lateralis, ventrikulus tertius, dan ventrikulus quartus. Liquor

cerebrospinalis keluar dari sistem ventrikel masuk kedalam spatium subarachnoid

kemudian cairan ini mengalir ke atas, di atas permukaan hemispherium cerebri

dan ke bawah disekitar medulla spinalis. Spatium subarachnoid spinalis meluas

kebawah sampai setinggi vertebra sacralis ke dua. Akhirnya liquor masuk

kedalam aliran darah melalui villi arachnoideales dengan berdifusi melalui

dindingnya.

Selain membawa sisa-sisa yang berhubungan dengan aktivitas neuron,

liquor juga merupakan cairan yang efektif sebagai pelindung otak terhadap

trauma.

2.6 CT Scan

Computed Tomography adalah pemeriksaan pencitraan untuk mendapatkan

potongan melintang densitas dan citra terkomputerisasi dari pancaran sinar-X atau

system detector. CT Scan adalah pemeriksaan Gold Standard dalam membedakan

infark dengan perdarahan.

10

 Gambaran dari potongan Ct scan kepala dapat memperlihatkan dengan

jelas kelainan-kelainan organ kepala dan ekstensinya. Beberapa Garis Penting

yang harus diketahui adalah :

Orbitomeatal Line (OM Line)

Antrophological Line (German Plane)

Reid Base Line (infraorbito meatal Line)

Supraorbitomeatal Line (SM Line)

Potongan lain yang dipergunakan adalah coronal section yang sejajar

dengan submentovertex line. Pemberian kontras untuk melihat adanya

enhancement dipergunakan untuk menilai pembuluh darah, meningen dan

parenkim otak.

Gambar 3. Perangkat CT Scan

11

Protokol CT Scan Kepala :

Orientasi Pasien : Head first, Supine, Orbita meatal pararel terhadap scan

Topogram : lateral dari base skull ke vertex

Axial base line diambil dari garis inferoorbital floor ke EAM angle

disesuaikan.

Alternatif pilihan irisan (2/10 mm. 5/10 mm, 5/5 mm, 7/7 mm)

KV 120-36

Densitas dari Lesi dibagi atas (pada window level normal) :

High Density (Hiperdens)

Bila densitas lebih tinggi dari jaringan normal sekitarnya

Isodensity (Isodens)

Bila densitas lesi sama dengan jaringan sekitarnya

Low Density (Hipodens)

Memperlihatkan gambaran CT Scan dengan nilai absorpsi yang rendah

seperti pada infark.

2.7. Perdarahan Epidural

2.7.1. Definisi Perdarahan Epidural

Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak

diantara meningen (membran duramter) dan tulang tengkorak yang terjadi

akibat trauma. Duramater merupakan suatu jaringan fibrosa atau membran

yang melapisi otak dan medulla spinalis. Epidural dimaksudkan untuk

organ yang berada disisi luar duramater dan hematoma dimaksudkan

sebagai masa dari darah.

2.7.2. Etiologi Epidural Hematom

12

Epidural hematom terjadi akibat suatu trauma kepala, biasanya

disertai dengan fraktur pada tulang tengkorak dan adanya laserasi arteri.

Epidural hematom juga bisa disebabkan akibat pemakaian obat – obatan

antikoagulan,  hemophilia, penyakit liver, penggunaan aspirin, sistemik

lupus erimatosus, fungsi lumbal. Spinal epidural hematom disebabkan

akibat adanya kompresi pada medulla spinalis. Gejala klinisnya tergantung

pada dimana letak terjadinya penekanan.

2.7.3. Patofisiologi Epidural Hematom

Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau

menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di

sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau

pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan

(edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan

massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas,

maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan

otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung

mendorong otak ke bawah, otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam

lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut

dengan herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan

batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum)

kedalam medulla spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang

otak mengendalikan fungsi fital (denyut jantung dan pernafasan).

Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan

kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi

13

antikoagulan, sangat peka terhadap terjadinya perdarahan di sekeliling

otak.

Perdarahan epidural timbul akibat cedera terhadap arteri atau vena

meningeal. Arteri yang paling sering mengalami kerusakan adalah cabang

anterior arteri meningea media. Suatu pukulan yang menimbulkan fraktur

kranium pada daerah anterior inferior os parietal, dapat merusak arteri.

Cidera arteri dan venosa terutama mudah terjadi jika pembuluh memasuki

saluran tulang pada daerah ini. Perdarahan yang terjadi melepaskan lapisan

meningeal duramater dari permukaan dalam kranium. Tekanan ntracranial

meningkat, dan bekuan darah yang membesar menimbulkan tekanan ntra

pada daerah motorik gyrus presentralis dibawahnya. Darah juga melintas

kelateral melalui garis fraktur, membentuk suatu pembengkakan di bawah

m.temporalis.

Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah bisa pecah juga,

akibat daya kompresinya. Perdarahan epidural akan cepat menimbulkan

gejala – gejala, sesuai dengan sifat dari tengkorak yang merupakan kotak

tertutup, maka perdarahan epidural tanpa fraktur, menyebabkan tekanan

intrakranial yang akan cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah bisa

keluar dan membentuk hematom subperiostal (sefalhematom), juga

tergantung pada arteri atau vena yang pecah maka penimbunan darah

ekstravasal bisa terjadi secara cepat atau perlahan – lahan. Pada

perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur linear

14

ataupun stelata, manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam setelah

trauma kapitis.

2.7.4. Manifestasi Klinis Epidural Hematom

Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa

– apa Tapi kemudian pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan

dan bangun bangun dalam kondisi kebingungan

Beberapa penderita epidural hematom mengeluh sakit kepala

Muntah – muntah

Kejang – kejang

Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa posterior

akan menyebabkan keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang

drastis. Penderita akan merasa kebingungan dan berbicara kacau,

lalu beberapa saat kemudian menjadi apneu, koma, kemudian

meninggal.

Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya

peningkatan tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa :

Hipertensi

Bradikardi

bradipneu

kontusio, laserasi atau tulang yang retak

dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau ipsilateral

kearah lesi, adanya gejala – gejala peningkatan tekanan intrakranial,

atau herniasi.

15

Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang

menetap, yaitu:

Coma

Fixasi dan dilatasi pupil

Deserebrasi

Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus

dicurigai adanya epidural hematom.

2.7.5. Gambaran CT_Scan Epidural Hematom

Pada Ct-scan tampak area yang tidak selalu homogen, bentuknya

bikonveks sampai planokonveks, melekat pada tabula interna dan

mendesak ventrikel ke sisi kontra lateral (tanda space occupying lesion,

Batas dengan korteks licin, Densitas duramater biasanya jelas.

Gambar 4. CT Scan Perdarahan Epidural

16

2.8. Perdarahan Subdural

2.8.1. Definisi perdarahan Subdural

Subdural Hematoma atau Perdarahan subdural adalah salah satu

bentuk cedera otak dimana perdarahannya terjadi diantara duramater

( lapisan pelindung terluar dari otak) dan arachnoid (lapisan tengah

meningens) yang terjadi akibat dari trauma.

2.8.2. Etiologi Perdarahan Subdural

Hematom subdural disebabkan robekan vena – vena di korteks

cerebri atau bridging vein oleh suatu trauma. kebanyakan perdarahan

subdural disebabkan karena trauma kepala yang merusakkan vena-vena

kecil didalam lapis meninges.

2.8.3. Patofisiologi Perdarahan Subdural

Meningen terdiri dari duramater, arachnoid, dan piamater. Daerah

yang terdapat diantara arachnoid dan duramater disebut daerah subdural.

Bridging veins melintasi daerah ini, berjalan dari permukaan kortikal

menuju sinus dural.

Perdarahan pada vena-vena ini dapat terjadi akibat dari mekanisme

sobekan di sepanjang permukaan subdural dan peregangan traumatic dari

vena-vena, yang dapat terjadi dengan cepat akibat dekompresi ventrikular.

Karena Permukaan subdural yang tidak dibatasi oleh sutura cranialis,

darah dapat menyebar di seleuruh hemisper dan masuk ke dalam fisura

hemisfer.

Mekanisme yang bisa menyebabkan munculnya hematom subdural

akut adalah benturan yang cepat dan kuat pada tengkorak. Subdural

17

Hematom akut biasanya ada hubungannya dengan trauma yang jelas dan

seringkali disertai dengan laserasi atau kontusi otak.

2.8.4. Manifestasi Klinis Perdarahan Subdural

Subdural Hematom diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

Subdural Hematom Akut (Hiperdens)

Bila perdarahan terjadi kurang dari bebrapa hari atau dalam 24 – 48 jam

setelah trauma.

Subdural HEmatom SubAkut (Isodens)

Bila perdarahan berlangsung antara 2-3 minggu setelah trauma

Subdural Hematom Kronik

Bila perdarahan lebih dari 3 minggu setelah trauma

Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari ukuran

hematom dan derajat kerusakan parenkim otak. Subdural hematom

biasanya bersifat unilateral. Gejala neurologis yang sering muncul adalah :

1. Perubahan  tingkat  kesadaran,  terjadi  penurunan kesadaran 

2. Dilatasi pupil ipsilateral hematom 

3. Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya

4. Hemiparesis kontralateral 

5. Papiledema 

Pada penderita subdural hematom subakut, terdapat trauma kepala

yang menyebabkan penurunan kesadaran, selanjutnya diikuti perbaikan

status neurologic yang perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu

tertentu pasien memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang

memburuk.

18

Manifestasi klinis dari subdural hematom kronik biasanya

tersembunyi dengan gejala-gejala berupa penurunan kesadaran, gangguan

keseimbangan, disfungsi kognitif dan gangguan memori, hemiparesis,

sakit kepala dan afasia.

2.8.5. Gambaran CT Scan Perdarahan Subdural

Subdural Hematom Akut

Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit)

didekat tabula interna, kadang sulit dibedakan dengan epidural hematom.

Batas medial hematom seperti bergerigi. adanya hematom di daerah

fissura interhemisfer dan tentorium juga menunjukkan adanya hematom

subdural.

Gambar 5. CT Scan kepala Polos : Subdural hematom akut

Subdural Hematom Kronik

Pada CT Scan tampak area hipodens, isodens dan sedikit hiperdens,

berbentuk bikonveks, berbatas tegas, melekat pada tabula.

Ada 4 macam tampilan CT Scan untuk subdural hematom kronik, yaitu:

1. Tipe I : Hypodens Chronic Subdural Hematom

19

2. Tipe II : Chronic Subdural Hematom densitas inhomogen

3. Tipe III : isodens Chronic Subdural Hematom

4. Tipe IV : Sligthly hyperdens chronic subdural hematom

Gambar 6. CT Scan Subdural hematom Kronik

Gambar 7. CT Scan Subdural hematom kronik

20

2.9. Perdarahan Subarachnoid

2.9.1. Definisi Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan Subarakhnoid merupakan gangguan mekanikal system

vaskuler pada intracranial yang menyebabkan masuknya darah ke dalam

ruang subarachnoid.

2.9.2. Etiologi Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan

pecahnya aneurisma (85%). kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam

banyak kasus PSA merupakan kaitan dari  pendarahan aneurisma.

2.9.3. Patofisiologi Perdarahan Subarachnoid

Aneurisma merupakan luka yang  yang disebabkan karena tekanan

hemodinamic pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular

atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena

dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung

faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian

tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.

Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam

arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi

dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun John Hopkins mempelajari otopsi 

terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya aneurisma dihubungkan

dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada lingkaran

wilis, sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan

obat pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki

hubungan dengan bentuk aneurisma sakular.

21

Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah

ruang subarachnoid. Pia mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang

subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma perdarahan subarachnoid adalah

kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung yang menembus

ruang itu, yang biasanya sma pada perdarahan subdural. Meskipun trauma

adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan

denga pecahnya saraf serebral atau kerusakan arterivenous.

2.9.4. Manifestasi Klinis

Gejala prodromal   : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90%

tanpa keluhan sakit kepala.

Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar

sebentar, sedikit delirium sampai koma.

Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.

Fundus okuli    :  10% penderita mengalami edema papil beberapa

jam setelah pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid

karena pecahnya  aneurisma pada arteri komunikans anterior, atau

arteri karotis interna

Gejala-gejala neurologik fokal   :  bergantung pada lokasi lesi.

Gangguan fungsi saraf otonom  : demam setelah 24 jam, demam

ringan karena rangsangan meningen, dan demam tinggi bila pada

hipotalamus. Begitu pun muntah,berkeringat,menggigil, dan takikardi,

adanya hubungan dengan hipotalamus

22

2.9.5. Gambaran CT Scan Perdarahan Subarakhnoid

Pemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa

intracranial. Pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah

(densitas tinggi) dalam ventrikel atau dalam ruang subarachnoid.

Gambar 8. Perdarahan subarachnoid

23

2.9 Perdarahan Intraventrikuler

2.9.1 Definisi

Merupakan rupturnya dinding ventrikel pada tepi ependymal dan

vaskuler sub ependymal, perdarahan/petechie di sekitar ganglia basalis

yang disebabkan Akselerasi traumatik dan distorsi otak.

2.9.2 Patofisiologi

Akselerasi traumatik dan distorsi otak menyebabkan dinding

ventrikel pada tepi ependymal dan vaskuler sub ependymal,

perdarahan/petechie di sekitar ganglia basalis kemudian darah

menghambat aliran CSF à ventrikel melebar.

2.9.3 Gambaran CT Scan perdarahan intraventrikuler

Daerah berbatas tegas dengan densitas meningkat pada sistem ventrikel

dan tampak pelebaran ventrikel.

24

Gambar 9. Perdarahan Intraventrikel

25