lapsus ckr+edh sari

41
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera kepala merupakan serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dalam kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer Arif ,dkk ,2000) Insiden cidera kepala di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari psien yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang dan 10% sedang, dan 10 % termasuk cedera kepala berat. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat penting

Upload: yuanitafaradiba

Post on 05-Dec-2014

87 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

tugas saraf

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Ckr+Edh Sari

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala merupakan serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi

setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan

otak atau kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian

dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dalam kecelakaan lalu lintas.

(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

Insiden cidera kepala di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan mencapai

500.000 kasus. Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di

rumah sakit. Dari psien yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokan sebagai

cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang dan 10% sedang, dan 10 %

termasuk cedera kepala berat.

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para

dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama

pada penderita. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan

tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya

cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat penting

untuk keberhasilan kesembuhan penderita. Sebagai tindakan selanjutnya yang

penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi masa yang

memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan

CT Scan kepala.

Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang

memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara

konservatif. Pragnosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan

dilakukan secara tepat dan cepat.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana etiologi, klasifikasi, patogenesis, dan penatalaksanaan Cedera

Kepala Ringan dan Epidural Hematome?

Page 2: Lapsus Ckr+Edh Sari

2

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui etiologi, klasifikasi, patogenesis, dan penatalaksanaan Cedera

Kepala Ringan dan Epidural Hematome.

1.4 Manfaat

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah saraf khususnya

penatalaksanaan Cedera Kepala Ringan dan Epidural Hematome.

1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah saraf.

Page 3: Lapsus Ckr+Edh Sari

3

BAB II

STATUS PENDERITA

2.1 Identitas Penderita

Nama : Nn. S

Umur : 19 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Islam

Alamat : Sumber Agung

Status perkawinan : Belum menikah

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 04-01-2013

Tanggal periksa : 04-01-2013

2.2 Anamnesa

1. Keluhan Utama:

Nyeri kepala setelah kecelakaan lalu lintas

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan (4/01/2013), pukul 06.00)

diantar oleh keluarga dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini terjadi setelah

pasien mengalami jatuh dari sepeda (3/01/2013, pada pukul 17.00). Pasien

mengalami jatuh sendiri dari sepeda ketika pasien mau pergi ke pasar untuk

membeli sayur. Saat itu pasien dibonceng adiknya. Rok pasien menyangkut

roda pada sepeda motor, sehingga pasien terjatuh. Saat jatuh pasien jatuh ke

posisi belakang, dan kepala bagian kanan pasien membentur aspal. Pasien

mengaku kepala bagian kanannya mengeluarkan darah. Pasien tidak

mengalami mual ataupun muntah, dan juga tidak mengalami kejang. Pasien

juga tidak mengeluarkan darah dari lubang telinga atau lubang hidung.

Page 4: Lapsus Ckr+Edh Sari

4

Terdapat luka robek di kepala sebelah kanan dan luka babras di lengan bawah

kanan dan kiri.

Setelah kejadian pasien dibawa ke puskesmas Sumber Manjing Wetan,

pukul 15.20. Pasien dirawat, luka dijahit dan diinfus. Setelah di observasi

pasien mengalami muntah sebanyak 3 kali dan kepala terasa sakit. Sehingga

pasien dirujuk ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat trauma sebelumnya tidak didapatkan

Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya

Alergi : disangkal

4. Riwayat Pengobatan :

Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat–obatan apapun sebelumnya.

5. Riwayat Penyakit Keluarga :

Trauma : disangkal

Operasi : disangkal

Diabetes Mellitus : disangkal

Hipertensi : disangkal

Asma : disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik (04-01-2013)

1) Vital sign

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

R.R : 22 x/menit

Suhu : 36, 70 C

2) Status Neurologik

Kesadaran : compos mentis GCS 456

Reflek fisiologis

Reflek Bisep : dbn

Reflek Trisep :dbn

Page 5: Lapsus Ckr+Edh Sari

5

Reflek Pattella :dbn

Reflek Achilles :dbn

Refleks Patologis

Babinski :(-)

Chaddock :(-)

Oppenheim :(-)

3) Status Generalis

Kepala

Bentuk mesocephal, simetris, terdapat luka sudah dijahit sepanjang 3

cm.

Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema (-/-) eritema palpebra

(-/-).

Telinga

Bentuk normotia, otorhoe (-/-), battle sign (-/-), sekret (-/-),

pendengaran berkurang (-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-),

Mulut dan Tenggorokan

Bibir atas luka (-), perdarahan (-).

Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

kelenjar getah bening tidak teraba membesar, tidak teraba adanya

benjolan.

Thorax

Paru-paru

• Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, luka dan

benjolan tidak tampak.

• Palpasi : Stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri

• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Page 6: Lapsus Ckr+Edh Sari

6

• Auskultasi : Suara nafas vesikuler + / +, ronkhi - / -, wheezing - / -

Jantung

• Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

• Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V MCLS

• Perkusi : Redup

Batas atas : ICS III parasternal line sinistra

Batas kiri : ICS V MCLS

Batas kanan : ICS V midsternal line

• Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, Murmur -/-, Gallop -/-

Abdomen

• Inspeksi : datar, tidak tampak adanya kelainan

• Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan

epigastrium (-)

• Perkusi : timpani

• Auskultasi: bising usus (+) normal

Kulit

• Warna sawo matang, turgor kulit baik.

Ekstremitas

• Ekstremitas superior: vulnus abrasio di regio dorsal antebrakii

dekstra selebar 4x3 cm dan di regio dorsal antebrakii sinistra

selebar 3x2 cm.

• Ekstremitas inferior tidak tampak kelainan

4) Status Lokalis

• Pada regio temporal dextra terdapat vulnus laceratum sudah dijahit

dengan panjang 3 cm.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT Scan Skull:

Page 7: Lapsus Ckr+Edh Sari

7

Gambar 1. Kesan : epidural hematoma temporal dekstra

2.5 Resume

Perempuan usia 19 tahun datang ke UGD RSUD Kanjuruhan dengan keluhan

nyeri kepala, setelah mengalami jatuh dari sepeda. Pasien sadar, dan terdapat luka

di kepala sebelah kanan dan babras di lengan bawah kanan dan kiri. Pasien

dirawat di Puskesmas, tetapi setelah di observasi selama semalam, pasien muntah

sebanyak 3 kali dan kepala masih terasa sakit, sehingga dirujuk ke RSUD.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum GCS 456, TD: 110/70, N:84x/mnt,

RR: 22x/mnt, S: 36, 70 C. Pada regio temporal dextra terdapat vulnus laseratum

yang sudah dijahit dengan panjang 3 cm. Selain itu juga pada region dorsal

antebrakii dekstra selebar 4x3 cm dan di regio dorsal antebrakii sinistra selebar

3x2 cm.

Pada pemeriksaan penunjang yaitu Pemeriksaan CT scan kepala kesan

epidural hematoma temporal dekstra.

Page 8: Lapsus Ckr+Edh Sari

8

2.6 Working Diagnosa

Cedera kepala ringan dengan epidural hematoma temporal dekstra

2.7 Penatalaksanaan

PLANNING TERAPI Medikamentosa

O2 2-4 liter/menit

NS 20 tetes/menit

Cefotaxim 2x1 gram

Antrain 3x500 mg

Non Medikamentosa

• observasi

Page 9: Lapsus Ckr+Edh Sari

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Kepala

Anatomi kepala terdiri dari :

1. Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

a. Skin atau kulit

b. Subcutaneous tissue

c. Aponeurosis atau galea aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e. Perikranium.

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari

perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal).

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan

akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah,

terutama pada bayi dan anak-anak.

Gambar 2. Anatomi Kulit Kepala

Page 10: Lapsus Ckr+Edh Sari

10

2. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria

khususnya di bagian temporal tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal.

Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh

tulang berongga. Tulang tengkorak terdiri dari 8 tulang cranial membentuk

tempurung otak dan 14 tulang wajah yang menyusun wajah. Diantara tulang

terdapat sendi yang tidak dapat digerakkan disebut sutura. Dinding luar disebut

tabula eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur

demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan

bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan

arteri meningea anterior, media dan posterior. Basis kranii berbentuk tidak rata

sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi

dan deselerasi.

Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior, fosa media,

dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media

adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang bagian bawah

batang otak dan serebelum.

Gambar 3. Anatomi Tulang Tengkorak

Page 11: Lapsus Ckr+Edh Sari

11

3. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput

yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan

dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya,

maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara

duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan

otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging

Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus

sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus

sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan

hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari

kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat

menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan

epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media

yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan

tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang

melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi

dalam ruang sub araknoid.

4. Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum

terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu

lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer

serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung

pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.

Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi

dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan

Page 12: Lapsus Ckr+Edh Sari

12

dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi

memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.

Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula

oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular

yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata

terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla

spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat

menyebabkan defisit neurologis yang berat.

Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,

terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang

otak, dan juga kedua hemisfer serebri.

5. Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan

kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral

melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus

sylvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan

masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak

dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui

vili araknoid.

6. Tentorium

Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra

tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang

infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

3.2 Cidera Kepala

3.2.1 Definisi

Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu

kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi

disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau

Page 13: Lapsus Ckr+Edh Sari

13

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif

dan fungsi fisik.

3.2.2 Etiologi

Penyebab cedera kepala antara lain :

Kecelakaan Lalu lintas

Kecelakaan Olahraga

Penganiayaan

Luka tembakan.

3.2.3 Klasifikasi

Secara umum cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga hal,

yaitu:

1. Berdasarkan morfologi

Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan

dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.

Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan

untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur

dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan

pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain :

- Ekimosis periorbital (Raccoon eye sign)

- Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )

- Kebocoran CSS (rhonorrea, ottorhea) dan

- Parese nervus facialis (N VII )

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke

dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memerlukan tindakan

pembedahan.

Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun

kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Yang termasuk lesi lesi local

yaitu;

Page 14: Lapsus Ckr+Edh Sari

14

- Perdarahan Epidural

- Perdarahan Subdural

- Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan

yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk

bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma

dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut

kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus (CAD).

2.Berdasarkan tingkat keparahan

Tingkat kesadaran yang diukur dengan Glasgow Coma Scale (GCS) telah

digunakan untuk mengklasifikasikan derajat keparahan cedera kepala yang

tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Cidera Kepala Berdasarkan Tingkat Keparahan

Tingkat keparahan cedera kepala GCS score

Ringan 13-15

Sedang 9-12

Berat 8 atau kurang

3. Berdasarkan mekanismenya terbagi atas 2:

• Static loading

• Dynamic loading:

a. Lesi impact dan

b. Lesi akselerasi-deselerasi

Static loading

Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja

lambat, lebih dari 200 milidetik, mekanisme static loading ini jarang

terjadi, tetapi kerusakan yang dihasilkan sangat berat mulai dari cidera

pada kulit kepala sampai kerusakan tulang kepala, jaringan otak dan

pembuluh darah otak.

Dynamic loading

Page 15: Lapsus Ckr+Edh Sari

15

Gaya mengenai kepala terjadi secara cepat (kurang dari 50

milidetik), gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung

(Impact injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung

(Accelerated-decelerated injury), mekanisme cidera kepala dynamic

loading ini paling sering terjadi.

a. Impact injury

Gaya langsung bekerja pada kepala, gaya yang terjadi akan

diteruskan kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap

sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan sedangkan jika

mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Gaya

impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat

dari impact injury akan menimbulkan lesi:

- Cidera pada kulit kepala (SCALP): Vulnus apertum, Excoriasi,

Hematom

- Cidera pada tulang atap kepala: Fraktur linier, Fraktur diastase,

Fraktur steallete, Fraktur depresi

- Fraktur basis kranii.

- Hematom intrakranial: Hematom epidural, Hematom subdural,

Hematom intraserebral, Hematom intraventrikular

- Kontusio serebri: Contra coup kontusio, Coup kontusio

- Laserasi serebri

- Lesi diffuse: Komosio serebri, Diffuse axonal injury.(DAI)

b. Lesi akselerasi – deselerasi

Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian

tubuh yang lain tetapi kepala tetap ikut terkena gaya. Oleh karena

adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas

yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah,

maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan

bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap

berhenti, sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka

Page 16: Lapsus Ckr+Edh Sari

16

jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak

terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan

otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi

intrakranial berupa:

Hematom subdural

Hematom intraserebral

Hematom intraventrikel

Contra coup kontusio

Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya

tarikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa:

Komosio serebri

Diffuse axonal injury

3.2.4 Patofisiologi

1. Cedera primer

Luka primer termasuk transfer eksternal dari energi kinetik ke berbagai

komponen stukrtur otak (misal neuron, sinaps saraf, sel glial, akson, dan

pembuluh darah cerebral). Desakan zat biokimia bertanggung jawab

terhadap luka otak primer dapat diklasifikasikan secara umum sebagai

concussive/compressive (misal pukulan benda tumpul, luka penetrasi

peluru) dan akselerasi/deselerasi (misal pergerakan otak akibat kecelakaan

bermotor). Luka primer terkategori selanjutnya sebagai fokal (misal luka

memar, hematoma) atau difusse.

2. Cedera sekunder

Suatu rangkaian patofisiologi yang kompleks dipercepat oleh cedera

otak primer dapat mengganggu secara serius terhadap keseimbangan antara

kebutuhan dan supply oksigen di CNS. Hipotensi selama periode awal pasca

trauma merupakan penyumbang utama terhadap ketidakseimbangan yang

terjadi dan faktor yang menentukan outcome. Hasil akhir dari

ketidakseimbangan ini dapat menimbulkan iskemia cerebral, yang

merupakan kunci patofisiologi pemicu luka sekunder. Bagan berikut

Page 17: Lapsus Ckr+Edh Sari

17

merupakan skema sederhana dari proses luka sekunder dan hubungan timbal

baliknya.

3.2.5 Gambaran Klinis

Secara Umum yaitu derajat kesadaran dalam rentang bangun sampai tidak

berespon sama sekali. Gejala berupa amnesia pasca trauma (lebih dari 1 jam),

pusing yang bertambah, sakit kepala sedang sampai berat, kelemahan anggota

badan, atau paresthesia mungkin mengindikasikan cedera yang lebih berat.

Tanda yaitu CSF otorrhea atau rhinorhea dan kejang mungkin

mengindikasikan cedera yang lebih berat. Kemunduran status mental yang

cepat sangat menandakan adanya lesi yang meluas dalam tengkorak. Tes

laboratorium: Arterial Blood Gas mengindikasikan hipoksia (penurunan PaO2)

atau hypercapnia yang menandakan gangguan ventilasi/pernafasan. Tes

diagnosa lain: CT scan kepala merupakan alat diagnosa yang penting untuk

mendeteksi adanya massa lesi.

Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:

a.Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os

mastoid)

b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)

e.Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat

kemudian sembuh.

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;

Page 18: Lapsus Ckr+Edh Sari

18

a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan

peningkatan di otak menurun atau meningkat.

b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi

pernafasan).

d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat

pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.

3.2.6 Diagnosa

Kriteria diagnosa:

Riwayat trauma kapitis

Sakit kepala/pusing, muntah, tidak sadar, amnesia, kesadaran menurun

Defisit neurologis fokal:

o Lateralisasi: pupil anisokor, refleks cahaya

menurun/hemiparesis/plegi, dll

o Kejang

Gradasi cedera kepala:

o Tingkat I : sadar penuh (dapat disertai sakit kepala, muntah, atau

amnesia)

o Tingkat II : tidak sadar tetapi masih dapat melaksanakan perintah

sederhana, atau sadar penuh tetapi terdapat defisit neurologis

o Tingkat III: tidak sadar dan tidak dapat melaksanakan perintah

sederhana

o Tingkat IV: mati otak

Pemeriksaan penunjang: Rontgen tengkorak; CT scan; MRI; EEG

3.2.7 Penatalaksanaan

1. Melancarkan jalan nafas (airway), menjaga pernafasan dan ventilasi

(breathing) dan peredaran darah (circulation) selama periode awal

resusitasi dan evaluasi

2. Menjaga keseimbangan antara CD O2 (cerebral oxygen delivery)

dan CM O2 (cerebral oxygen consumption)

Page 19: Lapsus Ckr+Edh Sari

19

3. Mencegah kejadian cedera neuronal sekunder

4. Mencegah dan atau mengobati komplikasi medis yang berhubungan

Penatalaksanaan terapi

Penatalaksanaan terapi untuk pasien yang tidak sadar (Standar Pelayanan

Medik, 2009):

1. Suportif ABC

a. A airway (jalan nafas)

b. B breathing (pernafasan)

c. C circulation (sirkulasi/peredaran darah)

i. Mengatasi syok hipovolemik

ii. Infus dengan cairan kristaloid :

Ringer laktat

NaCl 0,9%; D5%; 0,45 saline

Infus dengan cairan koloid

Transfusi darah

2. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial

a. Manitol 0,5-1 gr/kgBB, diberikan dalam waktu 20 menit diulangi

tiap 4-6 jam

b. Furosemid 1-2 mg/kgBB

c. Hiperventilasi dengan mempertahankan PaCO2 25-30 mmHg

3. Koreksi gangguan elektrolit asam basa

4. Antikonvulsan bila perlu

5. Antibiotik profilaksis

6. Nutrisi

7. Operasi Cedera Kepala

Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran

garis tengah, kembalinya tekanan intrakranial ke dalam batas normal, kontrol

pendarahan dan mencegah perdarahan ulang.

lndikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah

ini :

Page 20: Lapsus Ckr+Edh Sari

20

1. Status neurologis

2. Status radiologis

3. Pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :

Massa hematoma kira-kira 40 cc

Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan

GCS 8 atau kurang.

Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau

pergeseran garis tengat lebih dari 5 mm.

Pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai

berkembangnya tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih

dari 25 mm Hg.

lndikasi Burr hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak

memungkinkan dan didapat :

• Dilatasi pupil ipsilateral

• Hemiparese kontralateral

• Lucid interval/penurunan GCS tiba-tiba

Operasi Cedera Kepala segera yang ingin dicapai dari operasi adalah

kembalinya pergeseran garis tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam

batas normal, kontrol pendarahan dan mencegah pendarahan ulang.

3.3 Epidural Hematoma

3.3.1 Definisi

Epidural hematoma (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang

potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek

atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau

temporoparietal dan sering terjadi akibat robeknya pembuluh darah meningeal

media. Perdarahan biasanya dianggap berasal dari arterial, namun mungkin dari

Page 21: Lapsus Ckr+Edh Sari

21

vena hanya pada sepertiga kasus. Kadang epidural hematoae terjadi akibat

robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior.

3.3.2 Etiologi

Epidural hematoma dapat terjadi pada siapa saja  dan umur berapa saja.

Beberapa keadaan yang bisa menyebabkan EDH misalnya benturan kepala pada

kecelakaan motor. Epidural hematoma terjadi akibat trauma kepala, yang

biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh

darah. Epidural hematoma juga bisa disebabkan akibat pemakaian obat – obatan

antikoagulan,  hemophilia, penyakit liver, penggunaan aspirin, sistemik lupus

erimatosus, fungsi lumbal.

3.3.3 Gejala Klinis

Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan

kesadaran. Pada kurang lebih 50 % kasus kesadaran pasien membaik dan

adanya lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan

sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak

dijumpai, dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif.

Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa

kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat

kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan

mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya

akan mempunyai prognosis yang lebih buruk.

Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil

ipsilateral melebar.

Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :

1. Lucid interval (+)

2. Kesadaran makin menurun

3. Late hemiparese kontralateral lesi

4. Pupil anisokor

5. Babinsky (+) kontralateral lesi

6. Fraktur daerah temporal

Page 22: Lapsus Ckr+Edh Sari

22

Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :

1. Lucid interval tidak jelas

2. Fraktir kranii oksipital

3. Kehilangan kesadaran cepat

4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan

5. Pupil isokor

3.3.4 Patofisiologi

Pada epidural hematome, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan

dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu

cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur

tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah

frontal atau oksipital.

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen

spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os

temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan

oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala

sehingga hematom bertambah besar.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada

lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan

bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium.

Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik.

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formasi

retikularis di medulla oblongata yang menyebabkan hilangnya kesadaran. Di

tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada

saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada

lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan

kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat,

dan tanda babinski positif.

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan

terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang

Page 23: Lapsus Ckr+Edh Sari

23

besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain

kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus

keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur

mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu

beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif

memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua

penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di

sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang

ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera

primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer

berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan

tidak pernah mengalami fase sadar.

Sumber perdarahan :

Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a.

diploica dan vena   diploica

3.3.5 Diagnosis

Diagnosis EDH didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang

seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang

menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral

dengan pupil yang melebar, garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi

hematoma.

Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran hiperdens

(perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah temporal dan

tampak bikonveks.

Page 24: Lapsus Ckr+Edh Sari

24

Gambar 4. Computed tomografi scan otak

3.3.6 Terapi

Penanganan darurat :

Dekompresi dengan trepanasi sederhana

Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang

dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa

naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk

membuka jalur intravena : guna-kan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline.

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera

spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan

intracranial dan meningkakan drainase vena.

Pengobatan yang lazim  diberikan pada cedera kepala adalah golongan

dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),

mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema

cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana

yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin

sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus

epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan

karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu

Page 25: Lapsus Ckr+Edh Sari

25

buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih

superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan

intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang

meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik

dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit

dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1

mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.

Terapi Operatif

Operasi di lakukan bila terdapat :

Volume hamatom > 30 ml

Ketebalan > 2 cm

Midline shifting > 4 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk

fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya

menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh

lesi desak ruang

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

> 25 cc à desak ruang supra tentorial

> 10 cc à desak ruang infratentorial

> 5 cc à desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving  adalah efek masa yang signifikan:

Penurunan klinis

Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm

dengan penurunan klinis yang progresif.

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm

dengan penurunan klinis yang progresif.

3.3.7 Prognosa

Prognosis tergantung pada :

Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

Besarnya

Page 26: Lapsus Ckr+Edh Sari

26

Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,

karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian

berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk

pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi. Skor GCS penting untuk

menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis.

Page 27: Lapsus Ckr+Edh Sari

27

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada pasien yang mengalami Cedera Kepala Ringan perlu dilakukan

penanganan yang cepat dan tepat, baik dalam upaya untuk tindakan life saving

dan untuk mencegah terjadinya kecacatan fisik maupum mental, sehingga setelah

semua kegawatan telah diatasi perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang tepat

untuk mendapatkan diagnosa pasti, sehingga terapi Operatif ataupun Non-operatif

(medikamentosa dan non-medikamentosa) yang diberikan dapat adekuat dan

tepat.

Page 28: Lapsus Ckr+Edh Sari

28

DAFTAR PUSTAKA

Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah

P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html

Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGC,

1994. p. 329-30

Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah Fakultas

Kedokteran USU. 2004.. Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-

iskandar%20japardi61.pdf

Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah

Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis

Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com

Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. p.

818-9

Wedro B C, Stoppler MC. Head Injury Overview. on emedicine health. Available at

http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?

articlekey=59402&page=1#overview