anestesi - edh

Upload: billy-nein-dee

Post on 19-Jul-2015

239 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.(1,2,3 )

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.(15)

Cedera kepala adalah kondisi yang umum secara neurologi dan bedah saraf dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas

1

yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar, rujukan yang terlambat. Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan mobil dan motor. Di Amerika Serikat pada tahun 1990 dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000 penduduk pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% - 5% yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif.1,2

1.2 TUJUAN Makalah yang berjudul Epidural Hematoma ini dibuat untuk membahas etiologi, gejala klinis, diagnosis, serta prognosis dari penyakit ini. Dengan itu dapat lebih baik untuk menangani penyakit ini dengan tepat.

2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.1,3 Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di dekat lokasi fraktur. 15 Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama 8,15,16

3

4

2.2 INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9) 60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1. (9) Tipe- tipe : (6) 1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri 2. Subacute hematoma ( 31 % ) 3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

2.3 ANATOMI OTAK Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.(1)

5

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak. (1) Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah dura mater, arachnoid, dan pia mater (1) 1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:

Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria

6

Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura mater spinalis yang membungkus medulla spinalis

2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang labalaba 3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh darah.

2.4 PATOFISIOLOGI Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8) Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8) Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.(1) Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini

7

mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.(1) Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1) Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. (8) Sumber perdarahan : (8)

Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam ) Sinus duramatis Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala8

yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)

Arteri meningea media

2.5 ETIOLOGI Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.(2,9) Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek

9

tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma menjadi massa yang mengisi ruang. Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat, herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.1,4,5,6

2.6 GEJALA KLINIS Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran. Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif. Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai prognosis yang lebih buruk.1 Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralaterak juga akan

mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.3

10

Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7 1. Lucid interval (+) 2. Kesadaran makin menurun 3. Late hemiparese kontralateral lesi 4. Pupil anisokor 5. Babinsky (+) kontralateral lesi 6. Fraktur daerah temporal Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :7 1. Lucid interval tidak jelas 2. Fraktir kranii oksipital 3. Kehilangan kesadaran cepat 4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan 5. Pupil isokor

2.7 DIAGNOSIS Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi hematoma.3 Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah temporal dan tampak bikonveks.

11

2.8 DIAGNOSIS BANDING 1. Subdural Hematoma Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena jembatan. Gejala klinisnya adalah : sakit kepala kesadaran menurun + / -

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan sabit.7 2. Subarakhnoid hematoma Gejala klinisnya yaitu : kaku kuduk nyeri kepala bisa didapati gangguan kesadaran

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang subarakhnoid.

12

2.9 PENATALAKSANAAN Penanganan darurat :

Dekompresi dengan trepanasi sederhana Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi medikamentosa Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan meningkakan drainase vena.(9) Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan

dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.(8)

13

Terapi Operatif Operasi di lakukan bila terdapat : (15)

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml) Keadaan pasien memburuk Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.(8) Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

> 25 cc desak ruang supra tentorial > 10 cc desak ruang infratentorial > 5 cc desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

Penurunan klinis Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif. Penatalaksaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara

trepanasi dengan tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan perdarahan.3

14

2.10 PROGNOSIS Prognosis tergantung pada : (8)

Lokasinya ( infratentorial lebih jelek ) Besarnya Kesadaran saat masuk kamar operasi. Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,

karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi. (2,14) Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma hematoma intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari pasien. Resiko terjadinya epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma diperkirakan sekitar 2%.9

15

BAB 3 LAPORAN KASUSAnamnesa peribadi: Laki-laki, 15 tahun, 40 kg KU Telaah : Sakit kepala : Hal ini sudah dialami pasien sejak 10 hari SMRS dan semakin memberat dalam 5 hari ini, dimana sebelumnya os mengalami KLL, os ketika sedang mengendarai sepeda motor bertabrakan dengan sepeda motor dengan arah berlawanan. Mekanisme jatuh tidak jelas, os tidak menggunakan helm. Riw. pingsan (+), muntah (+), kejang (-). Kemudian os dirawat di RS luar didaerah tempat tinggal os selama 5 hari, kemudian dirawat di RS Pirngadi selama 5 hari dengan nyeri kepala ditambah gangguan penglihatan mata kanan sebelum dirujuk ke RSUPHAM dengan diagnosa HI GCS 15 RPT RPO :: Tidak jelas

16

Time Sequence

Primary Survey A : Airway clear, snoring (-), gurgling (-), crowing (-), maxillofacial injury (-), C-spine stabil B : Spontan, RR : 22 x/i, retraksi iga (-), pernafasan cuping hidung (-), hematopneumothorax (-) C : Akral H/M/K, HR : 94 x/i, TD : 120/70 mmHg D : GCS 15 E4V5M6 E : Mata kanan tidak bisa dibuka

17

Pemeriksaan Fisik ( 23-03-2011, jam 20.00 WIB ) B1 : Airway : Clear, RR : 22 x/i, SP : Vesikuler, ST : -, Bloody Rinorhoe (-), Bloody Otorrhoe (-), SpO2 99% Racoon eye (-), Battle sign (-) Riwayat sesak (-)/asma (-)/batuk (-)/alergi (-) B2 : Akral : H/M/K, TD : 120/70 mmHg, HR : 94 x/i, Reguler T/V kuat/cukup, Temp : 36,60 C B3 : Sens : GCS 15 (E4V5M6), pupil anisokor, ka>ki, : 7 mm/3 mm, RC -/+, Ptosis kanan (+) B4 : UOP (+), vol : 300 cc/5 jam, warna : kuning jernih B5 : Abdomen soepel, peristaltik (+), MMT 11.00 WIB B6 : Oedem (-). Closed Temporal Fx

Penanganan di IGD O2 nasal canul 2 L/i IV Line 18 G terpasang dan lancar Ambil sampel darah, crossmatch, sedia PRC Cek darah labotarorium Foley Catether sudah terpasang Inj. Ceftriaxon 1 gr Inj. Ketorolac 30 mg

18

Pemeriksaan Fisik ( 23-03-2011, jam 21.15 WIB ) B1 : Airway : Clear, RR : 20 x/i, SP : Vesikuler, ST : -, Bloody Rinorhoe (-), Bloody Otorrhoe (-), SpO2 99% Racoon eye (-), Battle sign (-) Riwayat sesak (-)/asma (-)/batuk (-)/alergi (-) B2 : Akral : H/M/K, TD : 130/70 mmHg, HR : 92 x/i, Reguler T/V kuat/cukup, Temp : 36,60 C B3 : Sens : GCS 15 (E4V5M6), pupil anisokor, ka>ki, : 7 mm/3 mm, RC -/+, Ptosis kanan (+) B4 : UOP (+), vol : 50 cc/jam, warna : kuning jernih B5 : Abdomen soepel, peristaltik (+), MMT 11.00 WIB B6 : Oedem (-), Closed Temporal Fx

19

LABORATORIUM (23-03-2011) Hb Ht Leuko Trombo : 14,6 gr/dl : 44,5 % : 8.700 gr/dl : 161.000/ul

PT/APTT/TT/INR : 14.80(12,5)/27.9(29,8)/ 13.0(12.0)/ 1.5 Na/K/Cl KGDad : 126 / 3,6 / 109 : 118,5 mg/dl

AGDA FiO2 28% pH pCO2 pO2 HCO3 Tot CO2 BE SaO2 :7,594 :20,8 :181,1 :19,7 :27,3 :0,5 :99,7

20

Head CT Scan EDH o/t Frontotemporoparietal Dextra

Ro Thorax Dalam batas normal

21

Diagnosa : Head Injury GCS 15 + EDH Frontotemporoparietal Dex + Closed Fx Temporal Tindakan : Craniotomy evakuasi EDH : 2E : GA-ETT : Supine

PS ASA Anestesi Posisi

Problem List Head Injury : Cegah secondary brain injury Pertahankan normovolemik, cegah hipoksia, hiperkarbia, cegah nyeri, anestesi cukup, head up 30 Observasi terhadap vital sign dan GCS Operasi daerah kepala, ETT tertutup doek : fiksasi kuat, pasang prekordial, perhatikan pressure manometer dan SpO2. Potensial perdarahan pastikan IV line 2 jalur dan lancar, Potensial terjadi infeksi antibiotik yang adekuat Nyeri Peri Operative pemberian analgetik kuat

Durante operasi : Menurunkan TIK Posisi head up 40 derajat, ETT bebas, posisi leher netral tdk hiperflexy.

22

Pertahankan MAP > 60 mmHg Monitoring ventilasi dgn pulse oximetri dan AGDA. Perdarahan hindari hemodilusi, hipovolemi, sedia darah

Post operasi: Infeksi Antibiotik Adequat Nyeri Analgetik Adekuat

Persiapan Obat dan Alat

23

Pemeriksaan Fisik ( 23-03-2011, jam 23.30 WIB ) B1 : Airway : Clear, RR : 22 x/i, SP : Vesikuler, ST : -, Bloody Rinorhoe (-), Bloody Otorrhoe (-), SpO2 100% Racoon eye (-), Battle sign (-) Riwayat sesak (-)/asma (-)/batuk (-)/alergi (-) B2 : Akral : H/M/K, TD : 138/82 mmHg, HR : 98 x/i, Reguler T/V kuat/cukup, Temp : 36,60 C B3 : Sens : GCS 15 (E4V5M6), pupil anisokor, ka>ki, : 7 mm/3 mm, RC -/+, Ptosis kanan (+) B4 : UOP (+), vol : 200 cc/3 jam, warna : kuning jernih B5 : Abdomen soepel, peristaltik (+), MMT 11.00 WIB B6 : Oedem (-), Closed Temporal Fx

Teknik Anestesi Head up 40o Inj. Midazolam 5 mg Inj. Fentanyl 100 ug Lidocain 60 mg Oksigenasi 8 l/i Inj. Propofol 100 mg Sleep non apnoe Inj. Roculax 40 mg Sleep apnoe

24

Intubasi ETT no 7,5 cuff (+) SP ka = ki Fiksasi Inhalasi Anestesi Sevofluran 1 %, O2 : Air = 2 L/I : 2 L/i Roculax 10 mg/20 menit ( maintenance ) Inj Fentanyl 50 ug/30 45 menit (maintenance)

25

Durante Operasi Operasi berlangsung 1 jam TD HR SpO2 : 99 100 % Perdarahan : 300 ml Penguapan+ maintenance : 160 ml UOP = 100 cc/1 jam Cairan : Pre Op : R Sol 500 cc : 118 142 / 56 92 mmHg : 72 108 x/menit

Durante op : R Sol 1000 cc

26

Post Op di Pasca Bedah B1 : Airway : Clear, RR : 18 x/i, SP : Vesikuler, ST (-), SpO2 100 % B2 : Akral : H/M/K, TD 123/87 mmHg, HR 83 x/i,reguler, T/V kuat/cukup B3 : Sens : GCS 15 ( E4V5M6 ), pupil anisokor ka>ki, diameter 6 mm/3 mm, RC + lemah/+, Ptosis kanan (+) B4 : UOP (+), vol : 100 ml/jam, warna kuning jernih B5 : Abdomen soepel, peristaltik (+) lemah B6 : Edema (-), Luka operasi tertutup verban di kepala. Drain (+) seroushemorrhage vol 20 cc kesan tidak produktif

Koreksi Natrium Maintenance : ( 2 4 ) x 40 kg = 80 160 mEq Koreksi : 10 mEq x 40 kg x 0,6 = 240 mEq Kebutuhan : 320 400 mEq / hari Diberikan R.Sol 1500 cc ( Durante Op ) R. Sol 1000 cc 15 gtt/i

Terapi Post op di Pasca Bedah Bed rest , Head up 40 o O2 nasal canul 2 L/i

27

IVFD R Sol 15 gtt/menit Diet MB Inj. Fentanyl 200 ug + NaCl 0,9% 50 cc 3 cc /jam via syringe pump Inj. Ketorolac 30 mg/8jam (IV) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (IV) Cek Darah Rutin, AGDA, Elektrolit, KGD ad random

28

BAB 4 KESIMPULAN

Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7 1. Lucid interval (+) 2. Kesadaran makin menurun 3. Late hemiparese kontralateral lesi 4. Pupil anisokor 5. Babinsky (+) kontralateral lesi 6. Fraktur daerah temporal Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%.

29

DAFTAR PUSTAKA1. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5 2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited 20 Mei 2008]. Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi61.pdf 3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. p. 818-9 4. Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange Medical Books, 2000. p. 183-5 5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGC, 1994. p. 329-30 6. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial Pressure. Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial online] 2003. [cited 20 Mei 2008]. Didapat dari : http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural. html 7. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11 8. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. p. 359-65, 382-87 9. Evans RW. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1996. p. 144-5

30