bab 3 tinjauan pustaka edh

Upload: abdullah-shidqul-azmi

Post on 13-Jan-2016

143 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA3.1 Sinonim dan Definisi Trauma KapitisSinonim: Trauma Kapitis, Cedera Kepala, Head Injury, Trauma Kranioserebral, Traumatic Brain Injury. Banyak definisi mengenai trauma kapitis, adapun beberapa definisi tersebut yaitu trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Pasien trauma kapitis atau cedera kepala adalah pasien dengan riwayat pukulan/benturan (blow) pada kepala atau terdapatnya luka pada kulit kepala atau adanya bukti perubahan kesadaran setelah trauma (Jennett and McMillan)3.2 Anatomi KepalaKulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.

Gambar 1 : Anatomi kulit kepala ((Hartwig, Walter C. 2008)Tulang tengkorakTerdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.MeningenSelaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu:a. DuramaterDura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Epitel gepeng selapis melapisi permukaan dalam dan luar dura meter pada medulla spinalisPada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).b. Selaput ArakhnoidDiambil dari bahasa Yunani arachnoeides, seperti jaring laba-laba. Ia memiliki dua komponen: lapisan yang berkontak dengan dura meter dan sebuah system trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan pia meter. Rongga diantara trabekel disebut rongga subaraknoid, yang terisi cairan cerebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini membentuk bantalan hidrolik yang melindungi SSP dari trauma. Ruang subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak.Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

c. PiamaterPiamater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh darah. tidak kontak dengan sel atau serat saraf meskipun terletak cukup dekat dengan jaringan saraf. Di antara piamater dan elemen neural terdapat lapisan tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada pia meter dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari SSP yang memisahkan SSP dari cairan serebrospinal. Piamater menyusuri semua lekuk permukaan SSP dan menyusup ke dalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. Pia meter dilapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus SSP melalui terowongan, ruang perivaskular, yang dilapisi oleh piamater. Piamater lenyap sebelum pembuluh darah ditransformasi menjadi kapiler. Dalam SSP kapiler darah seluruhnya dilapisi oleh perluasan cabang sel neuroglia.Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.

OtakOtak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Cerebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

Gambar.3 Anatomi OtakCairan serebrospinalCairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus choroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.TentoriumTentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).Vaskularisasi otakOtak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.Fisiologi KepalaTekanan IntrakranialBerbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan perubahan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap penderita. Tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan gangguan fungsi otak dan mempengaruhi kesembuhan penderita. Jadi kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak, tetapi justru merupakan masalah utamanya. TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136mmH2O). TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40mmHg termasuk ke dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala semakin buruk prognosisnya.Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat di rekomendasikan untuk meningkatkan ADO. Doktrin Monro-KellieKonsep utama doktrin Monro-Kellie adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin terekspansi. TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi massa intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume.Tekanan perfusi otak (TPO)Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama penting dengan TIK. TPO mempunyai formula sebagai berikut:TPO = MAP TIKMaka dari itu, mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera kepala adalah sangat penting, terutama pada keadaan TIK yang tinggi. TPO kurang dari 70mmHg umunya berkaitan dengan prognosis yang buruk pada penderita cedera kepala. Aliran darah ke otak (ADO)Aliran darah ke otak normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak/menit. Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit, aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit, sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita trauma, fenomena autoregulasi akan mempertahankan ADO pada tingkat konstan apabila MAP 50-160 mmHg. Bila MAP < 50mmHg ADO menurun curam, dan bila MAP >160mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemi sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba.Bila mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Maka dari itu, bila terdapat TTIK, harus dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus dipertahankan.3.3 Klasifikasi Trauma KapitisKlasifikasi Trauma Kapitis berdasarkan:a. Patologi Komosio serebriKomosio cerebri adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia. Kontusio serebriPada kontusio serebri terjadi kerusakan jaringan otak berupa terputusnya kontinuitas jaringan. Kriteria untuk mendiagnosis kontusio serebri adalah adanya riwayat benturan kepala diserta pingsan yang cukup lama (> dari 10 menit), selain itu dapat ditemukan adanya defisit neurologis, dapat pula terjadi kejang dan penurunan kesadaran. Laserasio serebriGangguan fungsi neurologicdisertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak terbuka.b. Lokasi lesi Lesi difusTerjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkim otak, disertai edema. Keadaan pasien umumnya parah. Lesi kerusakan vaskuler otak Lesi fokal Kontusio dan laserasi serebri Hematoma intrakranial Hematoma epiduralEpidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal dari arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Penderita dengan pendarahan epidural dapat menunjukan adanya lucid interval yang klasik dimana penderita yang semula mampu bicara lalu tiba-tiba meninggal (talk and die).Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogeny, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space occupying lesion).

Hematoma subduralHematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining.

Hematoma intraparenkimalHematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.

c. Derajat kesadaran berdasarkan GCS

KategoriGCSGambaran KlinikCT Scan otak

Minimal15Pingsan (-), defisit neurologik (-)Normal

Ringan13-15Pingsan < 10 menit, defisit neurologik (-)Normal

Sedang9-12Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologik (+)Abnormal

Berat3-8Pingsan > 6 jam, defisit neurologik (+)Abnormal

3.4 Mekanisme dan Patologi a. Mekanisme Cedera Otak (umar kasan, 2002)1.Secara Statis (Static Loading)Cedera otak timbul secara lambat, lebih lambat dari 200 milidetik. Tekanan pada kepala terjadi secara lambat namun terus menerus sehingga timbul kerusakan berturut-turut mulai kulit, tengkorak dan jaringan otak. Keadaan seperti ini sangat jarang terjadi.2.Secara Dinamik (Dynamic Loading)Cedera kepala timbul secara cepat, lebih cepat dari 200 milidetik, berbentuk impulsif dan / atau impaka. Impulsif (Impulsif Loading)Trauma tidak langsung membentur kepala, tetapi terjadi pada waktu kepala mendadak bergerak atau gerakan kepala berhenti mendadak, contoh : pukulan pada tengkuk atau punggung akan menimbulkan gerakan fleksi dan ekstensi dari leher yang bisa menyebabkan cedera otak.b.Impak (Impact Loading)Trauma yang langsung membentur kepala dan dapat menimbulkan 2 bentuk impak:i. Kontak / benturan langsung (contact injury) Trauma yang langsung mengenai kepala dapat menimbulkan kelainan : Lokal, seperti fraktur tulang kepala, perdarahan ekstradura dan coup kontusio Jauh (remote effect), seperti fraktur dasar tengkorak dan fraktur di luar tempat trauma Memar otak contra coup dan memar otak intermediate disebabkan oleh gelombang kejut (shock wave), dimana gelombang atau getaran yang ditimbulkan oleh pukulan akan diteruskan di dalam jaringan otak

ii. Inersial (inertial = acceleration dan deceleration) Karena perbedaan koefisien (massa) antara jaringan otak dengan tulang, maka akan terjadi perbedaan gerak dari kedua jaringan (akselerasi dan deselerasi) yang dapat menyebabkan gegar otak, cedera akson difus (difus axonal injury), perdarahan subdural, memar otak yang berbentuk coup, contra coup dan intermediate.b. Patofisiologi Cedera Otak (umar kasan, 2002)Mekanisme kerusakan otak pada cedera otak dapat dijelaskan sebagai berikut :a.Kerusakan jaringan otak langsung oleh impresi atau depresi tulang tengkorak sehingga timbul lesi coup (cedera di tempat benturan)b.Perbedaan massa dari jaringan otak dan dari tulang kepala menyebabkan perbedaan percepatan getaran berupa akselerasi, deselerasi dan rotasi. Kekuatan gerak ini dapat menimbulkan cedera otak berupa kompresi, peregangan dan pemotongan. Benturan dari arah samping akan mengakibatkan terjadinya gerakan atau gesekan antara massa jaringan otak dengan bagian tulang kepala yang menonjol atau bagian-bagian yang keras seperti falk dengan tentoriumnya maupun dasar tengkorak dan dapat timbul lesi baik coup maupun contra coup. Lesi contra coup berupa kerusakan berseberangan atau jauh dari tempat benturan misalnya di dasar tengkorak. Benturan pada bagian depan (frontal), otak akan bergerak dari arah antero-posterior, sebaliknya pada pukulan dari belakang (occipital), otak bergerak dari arah postero-anterior sedangkan pukulan di daerah puncak kepala (vertex), otak bergerak secara vertikal. Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan terjadinya coup dan contra coupc.Bila terjadi benturan, akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang akan diteruskan melalui massa jaringan otak dan tulang. Gelombang tersebut menimbulkan tekanan pada jaringan, dan bila tekanan cukup besar akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak melalui proses pemotongan dan robekan. Kerusakan yang ditimbulkan dapat berupa : Intermediate coup, contra coup, cedera akson yang difus disertai perdarahan intraserebrald.Perbedaan percepatan akan menimbulkan tekanan positif di tempat benturan dan tekanan negatif di tempat yang berlawanan pada saat terjadi benturan. Kemudian disusul dengan proses kebalikannya, yakni terjadi tekanan negatif di tempat benturan dan tekanan positif di tempat yang berlawanan dengan akibat timbulnya gelembung (kavitasi) yang menimbulkan kerusakan pada jaringan otak (lesi coup dan contra coup).1. Impak (Impact Loading)

Gambar 4. Trauma Impak yang langsung membentur kepala 2. Inert = ImpulsifGambar 5. Trauma Impulsif yaitu trauma yang tidak langsung membentur kepala

Gambar 6. Mekanisme trauma dan lokasi cedera yang ditimbulkan3. Gelombang kejut (Shock wave injury)

Gambar 7. Trauma oleh gelombang kejutFungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, otak menerima 20% dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80 % dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansia nigra. (De Jong W., 2006)Cedera otak yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel, yaitu oksigen dan nutrient, terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran darah otak menurun, misalnya akibat syok. Oleh karena itu, pada cedera otak harus dijamin bebasnya jalan napas, gerakan napas yang adekuat, dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenasi tubuh cukup. (De Jong W., 2006)Gangguan metabolisme jaringan otak akan menyebabkan edema yang dapat mengakibatkan hernia melalui foramen tentorium, foramen magnum atau herniasi dibawah falks serebrum. Jika terjadi hernia, jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemia sehingga dapat menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian. (De Jong W., 2006)c. Aliran Darah Otak (ADO) (umar kasan, 2002)ADO normal : 50 160 ml/menit. Otak manusia mendapat aliran darah dari pembuluh darah utama, yakni dari arteri karotis komunis kanan dan kiri, dan arteri vertebralis. Kedua pembuluh darah tersebut berhubungan dengan satu dengan yang lainnya sehingga merupakan satu kesatuan. Bila terdapat gangguan pada salah satu pembuluh darah, fungsinya dapat diganti atau diambil alih oleh pembuluh darah yang lain sehingga kebutuhan darah otak dapat dipenuhi, tetapi bila gangguan sangat berat, kompensasi aliran darah tidak mencukupi sehingga terjadi gangguan fungsi dan kerusakan anatomi otak.Dalam jaringan otak normal terdapat suatu sistem yang mengatur aliran darah dengan mengubah besar kecilnya diameter pembuluh darah sehingga kebutuhan darah, oksigen dan glukose untuk otak dapat dipenuhi. Sistem ini disebut autoregulasi pembuluh darah otak.d. Autoregulasi Pembuluh Darah (umar kasan, 2002)Dengan autoregulasi dimaksud adanya kemampuan pembuluh darah serebral untuk menyesuaikan lumennya pada ruang lingkup sedemikian rupa, sehingga aliran darah ke otak tidak banyak berubah, walaupun tekanan darah arteriil sistemik mengalami fluktuasi. Penurunan tekanan darah sistemik sampai mencapai 50 mmHg masih dapat diatasi oleh fungsi autoregulasi serebral ini, tanpa menimbulkan gangguan aliran darah regioal.Beberapa teori tentang dasar dari mekanisme autoregulasi adalah :a.Teori MiogenikKenaikan tekanan darah arteriil sistemik akan mendorong pembuluh darah untuk berkontraksi sehingga terjadi kenaikan resistensi vaskuler, dan lebih lanjut mengakibatkan penurunan alirah darah sampai ke batasa normal. Demikian pula sebaliknya, penurunan tekanan darah arteriil sistemik akan mengakibatkan relaksasi dinding pembuluh darah serebral, sehingga terjadi penurunan resistensi vaskuler.b.Teori Neurogenikteori ini didasarkan adanya serabut-serabut saraf perivaskuler yang menyertai pemuluh darah serebral. Pusat yang sensitif terhadap CO2 terdapat di batang otak dan pengaturan resistensi pembuluh darah serebral melalui mekanisme neurogenik.c.Teori MetabolikDasar hipotesa adalah arteri mempunyai kemampuan sebagai elektroda terhadap tekanan CO2 (PCO2).Disamping itu : CO2 dapat berdifusi secara bebas melalui membran pembuluh darah, sedangkan ion Hidrogen dan Bikarbonat tidak. pH di sekitar dan di dalam sel otot polos dipengaruhi oleh ion Bikarbonat ekstravaskuler dan Karbondioksida intravaskuler.Perubahan akut dari PCO2 arteri akan mengakibatkan perubahan pH secara mencolok dan selanjutnya memacu penyesuaian dari aliran darah otak. Apabila kondisi PCO2 ini tetap, pH cairan ekstravaskuler lambat laun akan berubah ke arah normal melalui proses transport aktif dari sel glia, sampai pH terkoreksi sesuai kondisi reseptor pH pembuluh darah dan resistensi pembuluh serebral kembali normal.Apabila PCO2 kemudian kembali ke nilai normal, aliran darah akan berubah ke arah yang berlawanan sedemikian rupa sampai koreksi ke arah kebalikan di atas selesai.e. Gangguan autoregulasiPada cedera otak terdapat perbedaan mengenai waktu terjadinya berat atau besarnya gangguan autoregulasi. Banyaknya percobaan-percobaan yang telah dilakukan tetapi hasilnya tidak sama, seperti terurai di bawah ini :-Waktu terjadinya gangguan autoregulasi dapat berlangsung dalam beberapa detik, beberapa menit dan beberapa jam.-Beratnya gangguan autoregulasi tergantung dari beratnya cedera otak. Pada cedera otak sedang terjadi kerusakan autoregulasi yang tidak seberapa sedangkan pada cedera otak berat (GCS < 8), besarnya kerusakan pada autoregulasi dapat mencapai 31%.f. Vasokonstriksi atau vasospasmePada keadaan normal terdapat keseimbangan antara vasodilatasi dan vasospasme. Pada cedera otak terjadi gangguan autoregulasi di mana keseimbangan ini terganggu. Dikatakan bahwa pada fase awal terjadi spasme dan kemudian disusul dengan vasodilatasi. Karena aktifitas saraf simpatis yang membungkus pembuluh darah tidak mampu lagi mengambil adrenalin dan konsekuensinya adalah terjadinya edema otak.Bila terjadi hipoksemia maka produksi energi (ATP) berkurang dengan akibat kenaikan ion Ca2+ dari luar sel atau dari simpanan Ca2+ didalam mitokhondria dan retikulo endoplasmik Ca2+ dalam sel meningkat menyebabkan aktivasi enzim miosin kinase sehingga miosin yang pasif menjadi aktif (Myosin phosphate activation) dan miosin yang aktif akan mengikat aktin sehingga timbul ikatan aktin-miosin (actin-myosin complex) yang mengakibatkan pembuluh darah menyempit (vasospasme) kalau hipoksia hilang dan aliran darah normal maka ATP kembali normal dan ikatan aktin-miosin dibuka maka pembuluh darah akan melebar (vasodilatasi).3.5 Pemeriksaan Penunjanga. Foto Polos Kepalab. CT Scan Kepala.CT scan kepala meruakan standar baku untuk mendeteksi perdarahan intracranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT scan, sedangkan pada pasien dengn GCS = 15, CT scan dilakukan hanya dengan indikasi tertentu seperti: Nyeri kepala hebat Adanya tanda- tanda fraktur basis kranii Adanya riwayat cedera yang berat Muntah lebih dari kali Penderita lansia (usia >65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau amnesia. Kejang Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat- obat antikoagulan Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis. Rasa baal pada tubuh. Gangguan keseimbangan atau berjalan.c. MRI KepalaMRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitive dibandingkan dengan CT scan. Dibutuhkan waktu lebih lama dibandingkan CT Scan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat darurat.d. PET dan SPECTPositron Emission Tomogrphy (SPECT) dapat memperlihatka abnormalitas pada fase akut dan kronis meskipun CT Scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan kerusakan. 3.6 PenatalaksanaanSurvei Primer (Primary Survey) Jalan Napas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilsi. Daerah tulang servikal harus dimobilisasi dalam posisi netral menggunakan stiffneck collar pada kecurigaan fraktur servikal. Pernapasan Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat atau Normal Salin (20 ml/kgBB) jika pasien syok, transfusi darah 10-15 ml/kgBB harus dipertimbangkan. Defisit Neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tingkat kesadaan dapat diklasifikasikan menggunakan GCS. Anak dengan kelainan neurologis yang berat, seperti anak dengan nilai GCS< 8 harus diintubasi. Kontrol pemaparan/lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga semua luka dapat terlihat. Anak- anak sering datang dengan keadaan hipotermi ringan karena permukaan tubuh mereka lebih luasSurvei SekunderObservasi ketat penting pada jam- jam pertama sejak kejadian cedera. Bila telah dipastikan penderit CKR tidak memiliki masal dengan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang dialami akibat cedera disertai obervasi tanda vital dan defisit neurologis.Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa: Penurunan kesadaran dari observasi awal Gangguan daya ingat Nyeri kepala hebat Mual dan muntah Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor; refleks patologis) Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan Abnormalitas anatomi Maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan perawatannya di rumah. Namun, bila tanda- tanda di atas ditemukan pada observasi 24 jam pertama, penderita harus dirawat di rumah sakit dan observasi ketat.Tujuan yang paling utama dari tata laksana trauma kapitis tertutup harus maksimal terhadap proses fisiologis dari perbaikan otak itu sendiri.A. Kritikal- GCS 3-4Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU)/ICU.

B. Trauma Kapitis Sedang dan Berat GCS 5-121. Lanjutkan penanganan ABC2. Pantau tanda vital ( suhu, pernafasan, tekanan darah), pupil, GCS, gerakan ekstremitas3. Cegah kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, dengan cara: Posisi kepala ditinggikan 30 derajat Bila perlu dapat diberikan Manitol 20%. Dosis awal 1 gr/kgBB, berikan dalam waktu -1 jam, drip cepat, dilanjutkan pemberian dengan dosis 0,5 gr/kgBB drip cepat, -1 jam, setelah 6 jam dari pemberian pertama dan 0,25 gr/kgBB drip cepat, -1 jam setelah 12 jam dan 24 jam pemberian pertama Berikan analgetika, dan bila perlu dapat diberikan sedasi jangka pendek4. Atasi komplikasi Kejang: profilaksis OAE selama 7 hari untuk mencegah immediate dan early seizure pada kasus resiko tinggi Infeksi akibat fraktur basis kranii/fraktur terbuka: profilaksis antibiotik selama 10-14 hari Demam5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat6. Neuroprotektan (citicolin)C. Trauma Kapitis Ringan (Komosio Serebri)1. Rawat 2 x 24 jam2. Tidur dengan posisi kepala ditinggikan 30 derajat3. Obat- obat simptomatis seperti analgesik, antiemetic sesuai indikasi dan kebutuhan.

2.5 Indikasi Operasi Penderita Trauma Kapitis1. Epidural Hematoma. Lebih dari 40 cc dengan midline shifting pada daerah temporal/ frontal/ parietal dengan fungsi batang otak masih baikb. Lebih dari 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda- tanda penekanan batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baikc. Epidural hematom progresif2. Subdural Hematom (SDH)a. SDH luas (>40 cc/ 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik.b. SDH dengan edema serebri/ kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi batang otak masih baik.3. Perdarahan intraserebral pasca traumaa. Penurunan kesadaran progresifb. Hipertensi dan bradikardi dan tanda- tanda gangguan nafasc. Perburukan defisit neurologi fokal4. Fraktur impresi melebihi 1 diploe5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri6. Fraktur kranii terbuka7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK.3.7 Perdarahan Epidural 3.7.1 DefinisiEpidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yaitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan duramater.3.7.2 EpidemiologiEDH meyumbang sekitar 1 % dari keseluruhan kasus trauma. Insiden lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 4:1 dengan rata-rata usia dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun karena pada usia tersebut duramater lebih menempel di tabula interna.

3.7.3 EtiologiDelapan puluh lima persen (85 %) EDH disebabkan oleh putusnya arteri meningea media diantara tabula interna dan duramater. Perdarahan lain dapat disebabkan oleh pecahnya vena meningeal media atau sinus dural. Penyebab lain adalah fraktur tulang yang menyebabkan perdarahan dari diploeica. Predileksi EDH antara lain di hemisfer sisi lateral (70 %) dan regio frontal, oksipital dan fossa posterior (5-10%).3.7.4 Gejala dan tanda klinisEpidural hematom dapat menimbulkan gejala penurunan kesadaran , adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neurologis berupa hemiparese kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang, dan hemi-hiperrefleks.3.7.5 Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:a. Foto polos kepala (skull x ray). Dari foto polos kepala dapat ditemukan fraktur, dan umumnya fraktur ditemukan pada usia 1 cmc. EDH pada pasien anakTujuan dilakukan operasi adalah untuk menghilangkan bekuan darah sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial, hemostasis dan mencegah reakumulasi darah di ruang epidural.