edh pada anak

51
BAB I PENDAHULUAN Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. 1 Di Indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga 1992 trauma merupakan penyebab kematian nomor satu untuk usia 15-24 tahun, dengan perkiraan sebagian besar kematian tersebut berhubungan dengan cedera kepala, 70% penderita yang meninggal akibat trauma belum sempat mendapatkan perawatan rumah sakit. 1,2 Penyebab cedera kepala terbanyak ialah akibat kecelakaan lalu lintas, yang kemudian disusul dengan jatuh (terutama pada anak- anak). Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak. 3 Cedera kepala merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat darurat rumah sakit. Suatu rumah sakit yang melayani daerah yang berpenduduk sekitar 250.000 orang bisa menerima sampai 5.000 kasus cedera kepala tiap tahun, ini merupakan 10% dari semua kasus yang datang. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala 1

Upload: billy-untu

Post on 16-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

NS

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUANCedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma.1 Di Indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga 1992 trauma merupakan penyebab kematian nomor satu untuk usia 15-24 tahun, dengan perkiraan sebagian besar kematian tersebut berhubungan dengan cedera kepala, 70% penderita yang meninggal akibat trauma belum sempat mendapatkan perawatan rumah sakit.1,2 Penyebab cedera kepala terbanyak ialah akibat kecelakaan lalu lintas, yang kemudian disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak). Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak.3 Cedera kepala merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat darurat rumah sakit. Suatu rumah sakit yang melayani daerah yang berpenduduk sekitar 250.000 orang bisa menerima sampai 5.000 kasus cedera kepala tiap tahun, ini merupakan 10% dari semua kasus yang datang. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut. Sebanyak 80% dari penderita yang sampai di rumah sakit dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan, 10% cedera kepala sedang, dan 10% sisanya merupakan cedera kepala berat. Lebih dari 100.000 penderita setiap tahunnya menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala.4,5Suatu cedera kepala dapat mengakibatkan patah tulang tengkorak, kontusio, gegar otak, perdarahan intrakranial, seperti epidural hematoma (EDH), subdural hematoma (SDH), perdarahan subaraknoid (SAH), dan perdarahan intraserebral (ICH). Umumnya, yang merupakan gejala perdarahan intrakranial yaitu gejala peningkatan tekanan intrakranial, berupa nyeri kepala, muntah disertai dengan gejala lateralisasi, seperti pupil anisokor, dan hemiparesis. Perdarahan ini segera menimbulkan kematian apabila terjadi herniasi otak.4Salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi ialah EDH. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan bisa terjadi fraktur tulang tengkorak, pergerakan dari otak yang mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura. Pembuluh darah yang mengalami robekan dapat menyebabkan darah terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang dikenal dengan istilah EDH.6,7EDH merupakan keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan fraktur linear yang memutuskan arteri besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada arteri meningea media yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematoma akan cepat terjadi.8

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Anatomi KepalaOtak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi.Otak dilindungi oleh:9,10,111. SCALPSCALP terdiri atas 5 lapisan, 3 lapisan pertama saling melekat dan bergerak sebagai satu unit. SCALP terdiri dari: Skin atau kulit, tebal, berambut dan mengandung banyak kelenjar sebacea. Connective tissue atau jaringan penyambung, merupakan jaringan lemak fibrosa yang menghubungkan kulit dengan aponeurosis dari m. occipitofrontalis di bawahnya. Banyak mengandung pembuluh darah besar terutama dari lima arteri utama, yaitu cabang supratrokhlear dan supraorbital dari arteri oftalmik di sebelah depan, dan tiga cabang dari karotid eksternal-temporal superfisial, aurikuler posterior, dan oksipital di sebelah posterior dan lateral. Pembuluh darah ini melekat erat dengan septa fibrosa jaringan subkutis sehingga sukar berkontraksi atau mengerut. Apabila pembuluh darah ini robek, maka pembuluh darah ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang bermakna pada penderita laserasi kulit kepala. Perdarahan sukar dijepit dengan forcep arteri. Perdarahan diatasi dengan menekannya dengan jari atau dengan menjahit laserasi. Aponeurosis atau galea aponeurotika, merupakan suatu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakkan dengan bebas, membantu menyerap kekuatan trauma eksternal, menghubungkan otot frontalis dan otot occipitalis. Spatium subaponeuroticum adalah ruang potensial dibawah aponeurosis epicranial. Dibatasi di depan dan di belakang oleh origo m. occipito frontalis, dan meluas ke lateral sampai ke tempat perlekatan aponeurosis pada fascia temporalis. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar, menghubungkan aponeurosis galea dengan periosteum cranium (pericranium). Mengandung beberapa arteri kecil dan beberapa v.emmisaria yang menghubungkan v.diploica tulang tengkorak dan sinus venosus intrakranial. Pembuluh-pembuluh darah ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, sehingga pembersihan dan debridement kulit kepala harus dilakukan secara seksama bila galea terkoyak. Darah atau pus yang terkumpul di daerah ini tidak bisa mengalir ke regio occipital atau subtemporal karena adanya perlekatan occipitofrontalis. Cairan bisa masuk ke orbita dan menyebabkan hematoma yang bisa jadi terbentuk dalam beberapa waktu setelah trauma kapitis berat atau operasi kranium. Pericranium merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang tengkorak. Sutura diantara tulang-tulang tengkorak dan periosteum pada permukaan luar tulang berlanjut dengan periosteum pada permukaan dalam tulang-tulang tengkorak.

Gambar 1. Anatomi Kepala2. Tulang tengkorak11Tulang tengkorak terdiri dari calvarium (kubah) dan basis cranii (bagian terbawah). Pada kalvaria di regio temporal tipis, tetapi di daerah ini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii terbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselarasi. Pada orang dewasa, tulang tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi intrakanial. Tulang tengkorak mempunyai 3 lapisan, yaitu: 1. Tabula interna (lapisan tengkorak bagian dalam)2. Diploe (rongga di antara tabula), dan 3. Tabula eksterna (lapisan tengkorak bagian luar)Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan rupturnya salah satu dari arteri-arteri ini, maka darah akan tertimbun dalam ruang epidural dan dapat berakibat fatal.Rongga basis cranii dibagi atas 3 fossa, yaitu fossa anterior yang merupakan tempat lobus frontalis, fossa media yang merupakan tempat lobus temporalis, fossa posterior yang merupakan tempat bagian bawah batang otak dan cerebellum.3. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu: Duramater adalah selaput keras yang terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam kranium. Duramater terdiri dari dua lapisan, yaitu: Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar, dibentuk oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura mater spinalis yang membungkus medulla spinalis. Selaput arakhnoid adalah membran fibrosa halus, tipis, elastis, dan tembus pandang. Di bawah lapisan ini terdapat ruang yang dikenal sebagai subarakhnoid, yang merupakan tempat sirkulasi cairan serebrospinalis. Piamater adalah membran halus yang melekat erat pada permukaan korteks serebri, memiliki banyak pembuluh darah halus, dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua girus.Terdapat perbedaan mendasar anatomi kepala pada orang dewasa dan anak-anak. Kepala merupakan 18% dari total luas permukaan tubuh pada bayi. Pada anak-anak, tulang tengkorak lebih tipis, dan fontanel mayor dan minornya masih terbuka. Kondisi ini menyebabkan efek kerusakan yang terjadi lebih kecil sehingga kerusakan korteks dan perdarahan lebih jarang terjadi. Tulang tengkoraknya juga lebih lentur, sehingga perdarahan yang terjadi bisa tanpa adanya fraktur. Depresi tengkorak lebih umum terjadi. Hematoma intrakranial dan kulit kepala yang terjadi pada anak-anak dapat menunjukkan kehilangan darah yang signifikan.12

B. Epidural Hematoma (EDH)Epidural hematoma adalah penumpukan darah di ruang epidural (dibatasi tabula interna dan duramater) dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung akibat trauma kapitis sering terjadi di area temporal atau temporoparietal. EDH dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital dan biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi biasanya berasal dari pembuluh arteri, namun dapat juga terjadi akibat robekan dari vena besar.4,13Ada banyak alasan mengapa hematoma ekstradural relatif jarang pada neonatus. Dura melekat erat pada periosteum sehingga mencegah pembentukan koleksi cairan epidural. Alur arteri meningea media juga masih dangkal dan arteri tidak terbungkus dalam tulang, oleh karena itu, kurang rentan terobek ketika fraktur di kranium yang masih lunak. Fossa posterior adalah lokasi umum untuk hematoma ekstradural pada neonatus karena adanya sinus vena dural.14 Dua puluh lima hingga empat puluh persen dari semua lesi massa setelah cedera kepala pada anak di fossa posterior telah didokumentasikan sebagai EDH. Hematoma ekstradural serebelar ini biasanya berhubungan dengan fraktur. Ketika usia muda, anak-anak menjadi lebih rentan terhadap hematoma ekstradural klasik sekunder dari perdarahan arteri meningea. Lokasi yang paling umum adalah daerah temporoparietal, tapi dapat juga ditemukan di fossa posterior.14

Gambar 2. Epidural hematoma akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan lamina interna tulang pelipis.

1. EtiologiPenyebab EDH terbanyak ialah akibat kecelakaan lalu lintas, yang kemudian disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak).3 Penyebab paling umum dari EDH pada neonatus adalah perdarahan akibat trauma lahir.14 Pada anak-anak, kebanyakan kasus EDH terjadi akibat jatuh, meskipun sebagian kecil kasus terjadi akibat tabrakan kendaraan bermotor, pelecehan anak, atau mekanisme lainnya. Sekitar satu setengah dari kasus EDH pada anak terjadi akibat jatuh dari ketinggian < 6 kaki (1,8 meter). Mekanisme lainnya seperti terlihat dalam kasus-kasus kekerasan terhadap anak, cenderung dikaitkan dengan EDH karena tidak menyebabkan deformasi tengkorak. Sekitar 90% dari kasus EDH tidak terkait dengan cedera parenkim, karena benturan lemah saja ketika jatuh dapat menyebabkan EDH sehingga jarang melibatkan energi tinggi yang diterapkan pada otak itu sendiri.12

2. PatofisiologiFraktur tulang tengkorak dapat merobek pembuluh darah terutama arteri meningea media yang masuk ke dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan berjalan di antara durameter dan tulang temporal. Perdarahan yang terjadi menimbulkan EDH. Desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematoma bertambah besar.15,16 Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian lobus medial (unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.15,16Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteri yang mengurus formasi retikularis (ARAS) di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf kranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda Babinski positif.15,16Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong ke arah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intrakranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut adanya peningkatan tekanan intrakranial, antara lain kekakuan deserebrasi, dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.15Sumber perdarahan :13,16 Arteri meningea (lucid interval : 2 3 jam) Sinus duramatis Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi arteri diploica dan vena diploica

3. Gambaran Klinis17EDH tanpa cedera lain biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media. Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Setelah hematoma bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual dan muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting yaitu pupil anisokor, terutama pupil ipsilateral yang melebar. Pada perjalanannya pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.Ciri khas EDH murni adalah terdapatnya lucid interval antara saat terjadinya trauma dan tanda pertama yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Jika EDH disertai dengan cedera otak seperti kontusio serebri, lucid interval tidak akan tampak, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur. Riwayat klasik pada EDH, yaitu setelah mengalami trauma kapitis, penderita pingsan sebentar, lalu ia sadar kembali. Dalam masa beberapa puluhan menit sampai beberapa hari tidak ada manifestasi yang mengejutkan.16Lucid interval merupakan adanya fase sadar diantara dua fase tidak sadar karena bertambahnya volume darah. Pingsan I pada lucid interval disebabkan karena benturan langsung, sedangkan pingsan II karena EDH. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada EDH, sedangkan pada SDH dan ICH cedera primernya hampir selalu berat. EDH dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval, pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.11,13Hilang kesadaran pada saat benturan, lucid interval, dan kerusakan neurologis akibat pendesakan dari hematoma yang membesar merupakan gejala klasik dari EDH. Pasien anak dengan EDH jarang menunjukkan gejala klasik ini. Dalam salah satu penelitian dari pasien anak dengan EDH, hanya 20% yang kehilangan kesadaran dan 38% alert dengan pemeriksaan neurologis normal pada saat diagnosis. Gejala yang paling umum dari EDH pada anak, yaitu sakit kepala, muntah, dan lesu. Selain itu, ataksia dapat ditemukan dalam kasus-kasus EDH pada fossa posterior. Kejang relatif jarang, terjadi hanya pada 100 mmHg dan PCO2 di antara 25-30 mmHg. c. Cairan hiperosmoler Umumnya digunakan cairan manitol 10-15% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular yang kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang diinginkan, manitol harus diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan 0,51 gram/kgBB dalam 10-30 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya. d. Kortikosteroid Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi. Deksametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu, metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg. e. Barbiturat Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksia, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat. f. Cara lain Pada 24-48 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000 mL/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala yang diangkat 30 akan menurunkan tekanan intrakranial. Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah: - kepala dan leher diangkat 30. - sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150. - telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90 dengan tungkai bawah3. Obat-obat neurotropik Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma. a. Piritinol Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam sehingga mengiritasi vena. b. Piracetam Piracetam merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/hari intravena. c. Citicholine Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam dosis 100-500 mg/hari intravena.4. Terapi operatifOperasi dilakukan bila terdapat:13 Volume hematoma >30 ml (kepustakaan lain > 44 ml) Keadaan pasien memburuk dimana terjadi depresi tingkat kesadaran, ditemukan gangguan neurologis fokal, abnormalitas pupil, dan ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Pendorongan garis tengah >3 mmPenanganan darurat ialah dekompresi dengan trepanasi sederhana (boor hole). Dilakukan craniotomy untuk mengevakuasi hematoma. Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergency. Biasanya keadaan emergency ini disebabkan oleh lesi desak ruang.13Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume : >25 cc desak ruang supratentorial >10 cc desak ruang infratentorial >5 cc desak ruang thalamusSedangkan indikasi evakuasi life saving ialah efek masa yang signifikan : Penurunan klinis Efek massa dengan volume >20 cc, midline shift >5 mm, dan penurunan klinis yang progresif. Tebal EDH >1 cm dengan midline shift >5 mm dan penurunan klinis yang progresif.Manajemen konservatif biasanya dianggap dapat diterima hanya untuk pasien dengan EDH kecil (umumnya volume perdarahan