laporan kasus edh

26
LAPORAN KASUS EPIDURAL HEMORAGE I. IDENTITAS PASIEN Nama pasien : Sdr. Roso Umur : 18 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Pelajar Alamat : Babadan II, Rt 002/007, Paten, Dukun, Magelang Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam Tanggal masuk RS : 07 Agustus 2014 Tanggal pemeriksaan : 09 Agustus 2014 Bangsal : ICU II. ANAMNESIS Anamnesis didapatkan secara alloanamnesis pada tanggal 02 Agustus 2014, pukul 06.45 WIB di bangsal Seruni A. Keluhan utama Pasien post KLL, tidak sadar B. Riwayat penyakit sekarang Kronologis :

Upload: irene-regina-ardis

Post on 26-Dec-2015

490 views

Category:

Documents


57 download

DESCRIPTION

Tugas Ilmu BedahLaporan Kasus EDH

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus EDH

LAPORAN KASUS

EPIDURAL HEMORAGE

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Sdr. Roso

Umur : 18 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Babadan II, Rt 002/007, Paten, Dukun, Magelang

Status perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Tanggal masuk RS : 07 Agustus 2014

Tanggal pemeriksaan : 09 Agustus 2014

Bangsal : ICU

II. ANAMNESIS

Anamnesis didapatkan secara alloanamnesis pada tanggal 02 Agustus 2014,

pukul 06.45 WIB di bangsal Seruni

A. Keluhan utama

Pasien post KLL, tidak sadar

B. Riwayat penyakit sekarang

Kronologis :

5 hari SMRS, pasien kecelakaan sepeda motor tunggal, dibawa ke RS.

Muntilan, dan saat ini pasien merupakan rujukan dari RS. Muntilan dengan

diagnose CKS, keluhaan saat tiba : kejang-kejang kurang lebih selama 2 menit,

dan sebelumnya muntah kurang lebih 3x, pada saat dibawa pasien dalam keadaan

tidak sadar

Page 2: Laporan Kasus EDH

C. RiwayatPenyakitDahulu

− Riwayat hipertensi : disangkal

− Riwayat DM : disangkal

− Riwayat alergi : disangkal

− Riwayat operasi : disangkal

− Riwayat trauma : disangkal

D. Riwayat Keluarga

− Riwayat hipertensi : disangkal

− Riwayat DM : disangkal

− Riwayat alergi : disangkal

− Riwayatasma : disangkal

III.PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

2. Kesadaran : koma GCS : E1M3V1

3. Vital sign

Tekanandarah :120/90 mmHg

Nadi : 64x/menit, isi cukup, reguler

Respirasi : 28 x/menit

Suhu : 37,7oC

4. Pemeriksaan Fisik

Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

Isokor 1mm/1mm

Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)

Thoraks :jejas (-)

Paru

− Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-/-)

− Palpasi : pengembangan paru yang tertinggal (-), fremitus

raba (normal/normal)

Page 3: Laporan Kasus EDH

− Perkusi : sonor

− Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (+/-+), wheezing (-/-)

Jantung

− Inspeksi : iktus cordis tampak

− Palpasi : iktus cordis kuat angkat

− Perkusi :tidak ada pelebaran batas jantung

− Auskultasi :bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

− Inspeksi : jejas (-), simetris,massa (-), sikatrik (-)

− Auskultasi : peristaltik (normal)

− Perkusi : timpani

− Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar, lien, dan ginjal tidak

teraba

Ekstremitas

Superior Inferior

Akral dingin (-/-) (-/-)

Akral sianosis (-/-) (-/-)

Oedem (-/-) (-/-)

Capillary Refill < 2” < 2”

IV. Assesment

CKR

Page 4: Laporan Kasus EDH

V. Planning Diagnosis

Laboratoriom Darah Lengkap,CT/BT

CT Scan

Hasil laboratorium darah (9 Maret 2014)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

WBC 14,7 /mm3 (H) 3,5-10

RBC 5,47 103/mm3 3,80-5,80

HGB 14,3 g/dl 11.0-16.5

HCT 42,2 % 35,0-50,0

PLT 311 103/mm3 150-390

PCT 245 % 100-500

MCV 77 um3 (L) 80-97

MCH 26,2 pg (L) 26,5-33,5

MCHC 34,0 g/dl 31,5-35,0

RDW 14,9 % 10,0-15,0

MPV 7,9 um3 6,5-11,0

PDW 13,7 % 10,0-18,0

% LYM 11,8 % (L) 17,0-48,0

%MON 2,7% (L) 4,0-10,0

%GRA 85,5 % (H) 43,0-76,0

# LYM 2,0 103/mm3 1,2-3,2

#MON 0,4 103/mm3 0,3-0,8

#GRA 15,3 103/mm3 (H) 1,2-6,8

Page 5: Laporan Kasus EDH

Ct scan

Kesan :

- EDH di region temporoparietalis dextra yang

menyempitkan ventrikel lateralis dextra ( voulume

LK 64cc)

- Struktur mediana relative di tengah tak tampak jelas

garis fraktur

- Cairan minimal di sinus sphenoidalis

I. Diagnosis Klinis

Epidural Hemorhage

II. Planning Terapi

InfusRL 20 tpm

Manitol 125cc

Inj.Ceftriaxone 1 gr 2x1

Inj Ketorolac 3x1 amp

Inj. Fenitoin 3x1 amp

Balance cairan seimbang

RIWAYAT RAWAT INAP

Follow up pre-operatif (11 Agustus 2014)

Subjektif : Nyeri kepala (+) kelemahan ekstremitas kiri (+)

Objektif

Vital sign:

Tekanandarah : 118/73 mmHg

Nadi : 64 x/menit reguler

Suhu : 36,5 oC

Respirasi : 20 x/menit

Status General

Page 6: Laporan Kasus EDH

Keadaanumum: baik, GCS: E4V4M5

Kepala/Leher : pupil isokor, 3-3 mm

Thorax : dbn

Abdomen : dbn

Kekuatan motorik reflex patologis

Assessment

EDH

Planning

InfusRL 20 tpm

Manitol 4x125cc

Inj.Ceftriaxone 1 gr 2x1

Inj Ketorolac 3x1 amp

Inj. Fenitoin 3x1 amp

Balance cairan seimbang

Rencana op

Laporan Operasi (10 Maret 2014)

Pasien terlentang di meja oprasi dalam anestesi umum, kepala

menghadap ke kiri, a dan antisepsi di daerah oprasi dan sekitarnya, insisi

kulit bentuk tapal kuda diatas telinga kanan dari otot dan fasa medial dari

inti bulat,tampak fraktur lilin di parietal lalu dilakukan kraniotomi

tampak EDH meluas kea rah cranial. Dilakukan kraniotomi kurang lebih

5cm ditemukan darah hematoma. Dilakukan suction, tulang

dikembalikan, luka dijahit kembali.

5 3

5 3

- -

+ -

Page 7: Laporan Kasus EDH

.

Dokumentasi Saat Operasi (10 Maret 2014)

Monitoring dan Evaluasi

Monitoring

• Keadaan umum, tanda vital, dan kesadaran

• Puasa sampai bising usus normal

• Inful Nacl : RL 2:2 24 jam

• Manitol 4x125cc, ceftriaxon 2x1, ketolorac 3x1,

fenitoin 3x1 amp

• Cek DL post Op, transfusi bila HB <10

Page 8: Laporan Kasus EDH

VIII. PROGNOSIS

• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad sanam : dubia ad bonam

• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Follow up post - o peratif hari ke 1 ( 12 agustus 2014)

Subjektif : gelisah

Objektif

Vital sign:

Tekanandarah : 130/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit reguler

Suhu : 36,5 oC

Respirasi : 20 x/menit

Status General

Keadaanumum: baik, GCS: E4V4M5

Kepala/Leher : pupil isokor 3-3 mm

Thorax : dbn

Abdomen : dbn

Status neurologi : parese sinistra membaik

Assessment

Post Op Craniotomi H+1 e.c. SDH Kronik

Terapi

- Pindah ruangan

- Aff infuse

- Boleh duduk

Obat :

- Manitol 3x125 cc

- Inj. Ketorolac 3x30 mg

- Ceftriaxone 2x1 g

- Inj. Fenitoin 3x1 amp

Page 9: Laporan Kasus EDH

Follow up p ost-operatif hari ke 2 (1 3 Agustus 201 4)

Subjektif : Gelisah, bicara meracau

Objektif

Vital sign:

Tekanandarah : 100/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit reguler

Suhu : 36,2 oC

Respirasi : 20 x/menit

Status General

Keadaanumum: baik, GCS: E4V4M6

Kepala/Leher : pupil isokor 3-3 mm

Thorax : dbn

Abdomen : dbn

Status Neurologi

Tangan Kaki

Kekuatan Motorik 5555/4444 5555/4444

Tonus Dbn dbn

Klonus - -

R. fisiologi +/+ +/+

R. patologis -/- -/-

Assessment

Post OP Craniotomi e.c EDH

Terapi

- RL 20 tpm

- Inj. Manitol 1x125 cc

- Inj. Ketorolac 3x30 mg

- Ceftriaxone 2x1 g

- Fenitoin 3x1 caps

- Haloperidol 3x1/2 tab

- Aff DC

Page 10: Laporan Kasus EDH

- Diet bebas

- Boleh duduk

Follow up p ost-operatif hari ke 3 (1 4 Agustus 201 4)

Subjektif : Gelisah, bicara meracau

Objektif

Vital sign:

Tekanandarah : 100/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit reguler

Suhu : 36,2 oC

Respirasi : 20 x/menit

Status General

Keadaanumum: baik, GCS: E4V4M6

Kepala/Leher : pupil isokor 3-3 mm

Thorax : dbn

Abdomen : dbn

Status Neurologi

Tangan Kaki

Kekuatan Motorik 5555/4444 5555/4444

Tonus Dbn dbn

Klonus - -

R. fisiologi +/+ +/+

R. patologis -/- -/-

Assessment

Post OP Craniotomi e.c EDH H+3

Terapi

- RL 20 tpm

- Inj. Manitol stop

- Cefadroxil 3x1 tab

- Haloperidol 3x1/2 tab

- Tramat 3x1 tab

Page 11: Laporan Kasus EDH

- Aff infuse

Follow up p ost-operatif hari ke 4 (1 5 Agustus 201 4)

Subjektif : semalam gelisah, teriak-teriak, bicara meracau sendirian, diajak

bicara tidak nyambung

Objektif

Vital sign:

Tekanandarah : 100/60 mmHg

Nadi : 84 x/menit reguler

Suhu : 36,6 oC

Respirasi : 20 x/menit

Status General

Keadaanumum: baik, GCS: E4V4M6

Kepala/Leher : pupil isokor 3-3 mm

Thorax : dbn

Abdomen : dbn

Status Neurologi

Tangan Kaki

Kekuatan Motorik 5555/5555 5555/5555

Tonus Dbn Dbn

Klonus - -

R. fisiologi +/+ +/+

R. patologis -/- -/-

Assessment

Post OP Craniotomi e.c EDH H+4

Terapi

- RL 20 tpm

- Meiact 2x1

- Haloperidol 3x1

Page 12: Laporan Kasus EDH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

A. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,

connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea

aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan

pericranium.

B. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang

tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan

oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi

oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapatmelukai

bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga

tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobusfrontalis, fosa

media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak

dan serebelum.

C. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu :

1. Duramater

Page 13: Laporan Kasus EDH

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan

endosteal dan lapisan meningeal.4 Duramater merupakan selaput yang keras,

terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari

kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka

terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan

arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,

pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus

sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami

robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior

mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari

sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak

antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya

fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan

menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah

arteri meningea media yang terletak pada fosatemporalis (fosa media).

2. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.

Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah

luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang

potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid

yang terisi oleh liquor serebrospinalis.4 Perdarahan sub arakhnoid umumnya

disebabkan akibat cedera kepala.

3. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.3. Pia mater adarah

membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk

kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan

menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak

juga diliputi oleh pia mater.

D. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat padaorangdewasa

sekitar 14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan)

Page 14: Laporan Kasus EDH

terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan

rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan

serebellum

retikular yang berfungsi

dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat

kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan

keseimbangan.

E. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan

kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral

melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju

ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio

arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS

dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS

dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.3 Angka rata-rata pada kelompok

populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS

per hari.

F. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang

infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

G. Perdarahan Otak

Page 15: Laporan Kasus EDH

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.

Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk

sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam

dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar

dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis

2.2 ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA

a. Hukum Monroe-Kellie

Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang

tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume

komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan

serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).

Vic = V br+ V csf + V bl

b. Tekanan Perfusi Serebral

Adalah selisih antara mean arterial pressure (MAP) dan tekanan intarkranial

(ICP). Pada seseorang yang dalam kondisi normal, aliran darah otak akan bersifat

konstan selama MAP berkisar 50-150mmhg. Hal ini dapat terjadi akibat adannya

autoregulasi dari arteriol yang akan mengalami vasokonstriksi atau vasodilatasi

dalam upaya menjaga agar aliran darah ke otak berlangsung konstan.

PATOFISIOLOGI

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu

cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala

sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan

langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses

akselarasideselarasi gerakan kepala.Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi

peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya

benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada

daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut

contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti

secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang

tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan

Page 16: Laporan Kasus EDH

tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi

dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada

tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses

patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa

perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan

tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

Fraktur tengkorakFraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur

kalvaria ditentukan apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan setelan jendela-tulang untuk memperlihatkanlokasinya. Sebagai pegangan umum, depressed fragmen lebih dari ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera.

Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.15Lesi Intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam. Basis selular cedera otak difusa menjadi lebih jelas pada tahun-tahun terakhir ini.Hematoma Epidural

Page 17: Laporan Kasus EDH

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak diregio temporal atau temporalparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.12,14Hematoma Subdural

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif.

Kontusi dan hematoma intraserebral.Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak

hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.

Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan

Page 18: Laporan Kasus EDH

temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.

KLASIFIKASICedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale

adalah sebagai berikut :1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 dan,3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.

PENATALAKSANAANPenatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili

tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.16 Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak. Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit.Indikasi rawat antara lain:1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)3. Penurunan tingkat kesadaran4. Nyeri kepala sedang hingga berat

Page 19: Laporan Kasus EDH

5. Intoksikasi alkohol atau obat6. Fraktura tengkorak7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea8. Cedera penyerta yang jelas9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan10. CT scan abnormal

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut:1. volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau

lebih

2. dari 20 cc di daerah infratentorial

3. kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala

dan

4. tanda fokal neurologis semakin berat

5. terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat

6. pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm

7. terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.

8. terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan

9. terjadi gejala akan terjadi herniasi otak

10. terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima. Jakarta : PT Dian Rakyat. 87-95. 1999

Page 20: Laporan Kasus EDH

2. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. Jakarta : PT Dian Rakyat. 182-212.

3. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi

4. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid kedua, cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius. 54-59. 2004