konsep kolestasis neonatus
TRANSCRIPT
Konsep Kolestasis Neonatus
KONSEP MATERI
1. Pengertian
Mitchel (2008:529) menjelaskan kolestasis neonatal merupakan istilah nonspesifik untuk kelainan hati dengan banyak etiologi yang mungkin terdapat pada neonatus. Pada 50% kasus tidak terdapat penyebab yang bisa diidentifikasi. Pasien penyakit ini ditemukan dengan hiperbilirubinemin terkonjugasi yang lama (kolestasis neonatal), hepatomegali dan disfungsi hati dengan derajat yang bervariasi (misalnya hipoprotrombinemia).
Behrman (1999:1392) mendefinisikan kolestasis neonatus adalah sebagai peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi yang berkepanjangan dalam serum sesudah umur 14 hari pertama. Kolestasis pada bayi baru lahir mungkin karena infeksi, genetik, metabolik, atau kelainan yang tidak ditegaskan yang meningkat karena obstruksi mekanik aliran empedu atau gangguan fungsional dari fungsi ekskresi hati dan sekresi empedu.
2. Epidemiologi
Arief (2012), Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).
3. Tanda dan gejala
Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal adalah ikterus, tinja akolok dan urin yang berwarna gelap, namun tidak ada satupun gejala atau tanda klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi biasanya baik. Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3 s/d 5. Kolestasis ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik. Berkurangnya empedu dalam usus juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahanbahan yang diperlukan untuk pembekuan darah.Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal
(disertai penggarukan dan kerusakan kulit). Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut,hilangnya nafsu makan, muntah atau demam.
4. Etiologi
Arief (2012) menyatakan untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Berasal dari hati
a. Hepatitisb. Penyakit hati alkoholikc. Sirosis bilier primerd. Akibat obat-obatane. Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada kehamilan)
2. Berasal dari luar hati
a. Batu di saluran empedub. Penyempitan saluran empeduc. Kanker saluran empedud. Kanker pankrease. Peradangan pankreas
4 Kriteria Kolestasis
Kriteria Ekstrahepatik Intrahepatik
Warna tinja
pucat
kuning
79 %
21%
26%
74%
Berat lahir (g) 3226 ± 45 2678 ± 65
Usia saat tinja dempul 16 ± 1,5 30 ± 2
(hari) ± 2 minggu ± 1 bulan
Gambaran hati
Normal
Hepatomegali
Konsistensi normal
Konsistensi padat
Konsistensi keras
13 %
12
63
24
47 %
35
47
6
Sumber: Behrman (1999).
5. Patofisiologi
Mekanisme patogenesis yang paling penting adaah jejas hati akibat virus atau penyakit hati metabolik. Ada contoh model untuk masing-masing kemungkinan mekanisme ini. Sebagai contoh penyakit hati metabolik yang disebabkan oleh kesalahan bawaan (inborn error) metabolisme asam empedu yang disertai dengan akumulasi asam empedu primitif toksik dan kegagalan membuat asam empedu koleretik dan asam empedu trofik normal. Manifestasi klinis dan histologis tidak spesifik dan sama dengan manifestasi yang terdapat pada jejas hepatobiliaris neonatus yang lain. Mekanisme autoimun dapat menimbulkan beberapa bentuk jejas hati neonatus (Behrman, 1999:1392).
6. Komplikasi dan Prognosisa. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari kolestasis neonatus ini adalah hiperlipidemia/xantelasma dan gagal hati.
b. PrognosisKeberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34-43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami
operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.
7. Pencegahan
Kolestasis neonatus dapat dicegah dan dihentikan dengan :
1. pengawasan antenatal yang baik2. menghindari obat yang dapat meningkatan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan
kelahiran, misalnya sulfafurazole,novobiosin,oksitosin dan lan-lain3. pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus4. penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus5. imunisasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir6. pemberian makanan yang dini7. pencegahan infeksi
8. Pengobatan
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke
dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal
yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar
Adapun juga pengobatan laiinya yaitu:1. Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam
litokolat), dengan memberikan ½ Fenobarbital 5 mg/kg/BB/hari dibagi 2 dosis per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Kolestiramin 1 gr/kg/BB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan ½ asam unsodeoksikolat, 3 ½ 10 mg/kg/BB/hari dibagi 3 dosis per oral. Asam unsedeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain tri-glycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpi lemak.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.3. Terapi bedah
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai berikut : Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direct > 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah dilakukan uji prednison selama 5 hari.
9. Pathway
Berat bayi lahir rendah, riwayat keluarga, tinja kuning
Terjadi inflamasi, obstruksi, gangguan
metabolik, dan iskemia pada hati
penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi
Kelebihan bilirubin dalam darah
kulit dan selaput lendir
tampak kekuning-kuningan
penurunan aliran
empedu ke usus
hepar tidak mampu mengubah
bilirubin tak terkonjugasi
menjadi bilirubin
terkonjugasi
konsentrasi asam empedu
intraluminal turun
peningkatan bilirubin
diare dan kalsium turun
kulit sangat gatal (pruritus)
Kekurangan Volume Cairan
defisiensi vitamin
larut lemak
Kerusakan Integritas Kulit
malnutrisi hambatan pertumbuhan
Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan Tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
1. Anamnesaa) Data biologis meliputi:- Identitas klien, biodata umur, pekerjaan, pendidikan, alamatb) Identitas penanggungc) Data subjektif- bagaimana nafsu makan klien- berapa kali makan dalam sehari- banyaknya makan dalam satu kali makan- apakah ada mual muntah- bagaimana pola eliminasinya- apakah ada anoreksia- apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar- apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)- bagaimanakah warna fesesnya- bagaimanakah warna urinnyad) Data Objektif- bagaimana nafsu makan klien- berapa kali makan dalam sehari- banyaknya makan dalam satu kali makan- apakah ada mual muntah- bagaimana pola eliminasinya- apakah ada anoreksia- apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar- apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)- bagaimanakah warna fesesnya- bagaimanakah warna urinnyae) Riwayat kesehatan- Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu pada ibu, apakah ibu pernah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi.
f) Riwayat kesehatan sekarangPada umumnya bayi masuk rumah sakit dengan keluhan tubuh bayi berwarna kuning dan ada rasa gatal-gatal dari tubuh bayi.
g) Riwayat keluargaAdanya riwayat keluarga yang menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik.
2. Pengkajian fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, eksteremitas, dan genita-urinaria.Pemeriksaan fisik abdomen antaralain:
a) Inspeksi- lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau kaki- lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut- mata cekung dan pucat- lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tidak- lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena gatal-gatal atau tidakb) Auskultasi- dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3 serta S4- dengarkan bunyi peristaltik usus- bunyi paru – paru terutama weezing dan ronchic) Perkusi- perut apakah terdengar adanya shitting duilnees- bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusid)Palpasi- Hati
bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada permukaannya, berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
- limpa : apakah terjadi pembesaran limpa- tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai
2. Diagnosa keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan kondisi metabolik dan perubahan pigmentasi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi inadequat
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (diare)
3. Perencanaan keperawatan
a. Diagnosa 1Intervensi:
- Kaji adanya rasa gatal pada pasien- Kaji warna kulit pasien- Kaji status nutrisi pasien
- Pantau status nutrisi pasien- Kaji faktor perkembangan pasien- Kaji suhu tubuh pasienb. Diagnosa 2
Intervensi:- Kaji berat badan pasien- Kaji suara usus pasien- Pantau suara usus pasien- Pantau berat badan pasien- Pantau masukan nutrisi pasien
c. Diagnosa 3Intervensi:
- Kaji keluaran urine pasien- Kaji keluaran feses pasien- Kaji warna urine pasien- Kaji warna feses pasien- Pantau suhu tubuh pasien- Pantau turgor kulit pasien- Pantau tanda-tanda vital pasien- Pantau berat badan pasien
4. Evaluasi keperawatan
a. Diagnosa 1S : Ibu Pasien Mengatakan “Sus, Warna Kulit anak saya masih kuninh”O : Terlihat warna kulit pasien kuningA : Masalah belum teratasiP : Lanjutkan Intervensi
b. Diagnosa 2S : Ibu Pasien Mengatakan “Sus, berat badan anak saya menurun”O : berat badan pasien turun dari 600 gram menjadi 500 gramA : Masalah belum teratasiP : Lanjutkan Intervensi
c. Diagnosa 3S : Ibu Pasien Mengatakan “Sus, Kencing anak saya keluarnya sedikit”O : kencing pasien 0,1 mlA : Masalah belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2012. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. [Serial Online]. Surabaya: FK UNAIR. Tanggal akses 20 Mei 2012.
Baradero, Mary. 2000. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC.
Behrman, Richard E, et al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi 15. Jakarta: EGC.
Mitchel, Richard N, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Edisi 7. Jakarta: EGC.