intoksikasi solven kronik akibat kerja

13
Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja Tesa Iswa Rahman 102012179/C1 Fakultas Kedoktera Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] Pendahuluan Seiring dengan meningkatnya populasi di Indonesia bahkan dunia, kebutuhan hidup seseorangpun semakin meningkat. Dengan seiringnya waktu terjadi peningkatan dari segi ekonomi, sehingga seseorang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu. Pekerjaan yang dilakukan dapat berupa pekerja sebagai buruh kasar, hingga dibalik meja. Setiap pekerjaan yang dikerjakan mempunyai resiko terkena penyakit. Dilihat dari keadaan lingkungan kerja yang beraneka ragam seperti kebisingan, panas, uap, debu, gelombang mikro, infeksi, stress emosional, zat-zat berbahaya dan lain-lain yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Industri sepatu yang termasuk usaha kecil merupakan pekerjaan tertua yang pernah ada. Sejak dahulu, sepatu telah dibuat dari bahan, seperti : kulit, kayu, kain, dan bahan sintetik seperti karet dan plastic. Risiko terbesar terhadap keracunan akibat kerja terdapat dalam proses pengeleman karenan pajanan pelarut organic. Sebagian bahan pelarut yang digunakan dalam industri, termasuk industri sepatu, adalah 1

Upload: tesaiswarahman

Post on 12-Apr-2016

34 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

UkridaMakalah PBL Blok 28

TRANSCRIPT

Page 1: Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

Tesa Iswa Rahman

102012179/C1

Fakultas Kedoktera Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

[email protected]

Pendahuluan

Seiring dengan meningkatnya populasi di Indonesia bahkan dunia, kebutuhan hidup

seseorangpun semakin meningkat. Dengan seiringnya waktu terjadi peningkatan dari segi

ekonomi, sehingga seseorang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan masing-masing

individu. Pekerjaan yang dilakukan dapat berupa pekerja sebagai buruh kasar, hingga dibalik

meja. Setiap pekerjaan yang dikerjakan mempunyai resiko terkena penyakit. Dilihat dari

keadaan lingkungan kerja yang beraneka ragam seperti kebisingan, panas, uap, debu,

gelombang mikro, infeksi, stress emosional, zat-zat berbahaya dan lain-lain yang dapat

menyebabkan penyakit akibat kerja.

Industri sepatu yang termasuk usaha kecil merupakan pekerjaan tertua yang pernah

ada. Sejak dahulu, sepatu telah dibuat dari bahan, seperti : kulit, kayu, kain, dan bahan

sintetik seperti karet dan plastic. Risiko terbesar terhadap keracunan akibat kerja terdapat

dalam proses pengeleman karenan pajanan pelarut organic. Sebagian bahan pelarut yang

digunakan dalam industri, termasuk industri sepatu, adalah pelarut organic. Pelarut organik

pada umumnya mudah menguap. Lem berbasis cairan pelarut, pencair lem(primer), cairan

pembersih, dan bahan-bahan kimia lainnya kemungkinan berbahaya bagi orang dewasa dan

anak-anak yang bekerja. Lem yang dipakai mengandung bahan pelarut yang beracun seperti :

benzene, toluene, metil etil keton, dan aseton yang dapat menimbulkan ketagihan dan

masalah kesehatan.1

1

Page 2: Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

Pembahasan

1. Diagnosis Klinis : Intoksikasi Solven

Anamnesis

Identitas dan Riwayat Penyakit:

- seorang laki-laki, usia (30thn), mengalami pusing

- Sejak kapan gejala-gejala mulai timbul?

- Apakah sering mengalami hal seperti ini? Apakah yang menyebabkan gejala?

- Sudah berobat atau minum obat? Apa jenis obat dan sudah berapa banyak?

Riwayat Pekerjaan

- Sudah berapa lama bekerja?

- Riwayat kerja sebelumnya? Apakah ada pekerjaan lain?

- Alat, bahan dan proses yang digunakan dalam pekerjaan?

- Berapa lama waktu kerja dalam sehari?

- Kemungkinan pajanan yang dialami?

- APD yang digunakan saat bekerja?

Selain itu untuk pasien yang dicurigai mengalami intoksikasi solven kronik dapat

dilakukan skrining kuisioner yang dikenal dengan sweddish q16 yang didalamnya berisi 16

pertanyaan lalu untuk pasien yang memiliki 6 atau lebih jawaban positif maka dianjurkan

melakukan pemeriksaan lanjutan.2 Dari anamnesis (alloanamesis) didapati pasien adalah

seorang karyawan pabrik sepatu bagian produksi bertugas merekatkan bagian bawah sepatu

yang memakai solveen yang berpengaruh terhadap jaringan saraf pusat.3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan neurologi menyeluruh adalah pemeriksaan yang paling penting.

Pemeriksaan motorik dan sensorik saraf pusat maupun perifer dilakukan. Hasil yang dapat di

temukan seperti kelemahan otot, inkordinasi, gangguan keseimbangan, penurunan sensasi

sentuh atau nyeri. Hasil pemeriksaan biasanya hanaya menunjukkan kelainan yang ringan dan

tidak bersifat diagnostik, namun dapat menambah bukti terhadap kasus.4

Gejala Klinis

Pajanan mendadak terhadap bahan neurotoksik kadar tinggi umumnya memberikan

efek narkotik yang tidak spesifik. Bahan toksik mudah diidentifikasikan karena awitannya

mendadak. Pajanan kronis dengan kadar rendah lebih sukar dihubungkan dengan gangguan

sistem saraf pusat karena kurangnya gejala spesifik, kurangnya metode objektif untuk

2

Page 3: Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

melakukan pengkajian.5 Keluhan terbanyak berupa kesulitan berkonsentrasi dan mengingat,

sakit kepala, pusing, kelelahan, insomnia.6 Menjawab secara lisan, mengingat kejadian jangka

lampau dan yang baru saja terjadi, perumusan konsep yang kompleks, dankecekatan juga

mungkin terkena. Selain itu, pasien dapat melaporkan sakit kepala, kepala terasa ringan,

vertigo, pandangan buram, koordinasi buruk,tremor dan kelemahan ekstremitas. Pada kasus

yang lebih berat, keluhan yang disampaikan berupa kesulitan memperhatikan dan

mengorganisasi kemampuan disertai depresi secara umum, cepat tersinggung, dan rasa lelah.

Pemeriksaan Penunjang

CT scan datau MRI dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan atrofi di

lobus frontal dan cerebellum atau lesi yang terdapat pada white matter yang telah karena

pajanan terhadap solven. Pemeriksaan seperti EMG dapat membantu mengkonfirmasi

kecurigaan terhadap neurupsti perifer yang disebabkan oleh solven.

Pemeriksaan neuropsikologi juga dapat membantu jika ada perubahan intelektual

ataupun perilaku akibat paparan solven. Perubahan yang dapat terjadi pada toksisitas kronik

solven meliputi penurunan fungsi kognitif, penurunan fokus, kemampuan visuospatial,

memori, dan mood.4

Pemeriksaan Pajanan

Pemeriksaan terhadap pajanan, dalam kasus ini solven sangat penting untuk

mendiagnosis intoksikasi solven namun cukup sulit untuk menghitung paparan tersebut.

Pengukuran pajanan solven di dunia berbeda beda. ada yang menggunakan wawancara,

pengukuran di tempat kerja, pemeriksaan biologi, dll.

Untuk melihat banyaknya paparan solven kita dapat menggunakan pemeriksaan

biologi dengan mengukur kadar solven itu sendiri, atau hasil metabolitnya di darah atau urin.

Pada penerapannya pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang paling banyak digunakan.

Contoh dari metabolit urin solven seperti: mandelic acid untuk styrene dan hippuric acid

untuk toluene serta fenol untuk benzene.2

2.Pajanan yang Dialami: Solven

Banyak pelarut yang digunakan dalam industri untuk berbagai tujuan, antara lain

proses ekstraksi: minyak makan, minyak wangi, bahan farmasi, pigmen dan produk-produk

lainnya dari sumber alam. Menghilangkan lemak merupakan satu contoh penggunaan solven

untuk menghilangkan bahan-bahan yang tidak diinginkan. Solven ditambahkan untuk

3

Page 4: Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

memudahkan pemakaian penyalut (coating) pada adhesive, tinta, cat, vernis, dan penyegel

(sealer). Solven-solven ini mudah menguap, oleh karena itu, mereka dengan sengaja

dilepaskan ke atmosfer setelah penggunaan. Kebanyakan solven adalah depresan Susunan

Syaraf Pusat. Mereka terakumulasi di dalam material lemak pada dinding syaraf dan

menghambat transmisi impuls.

Pada permulaan seseorang terpapar, maka fikiran dan tubuhnya akan melemah. Pada

konsentrasi yang sudah cukup tinggi, akan menyebabkan orang tidak sadarkan diri. Senyawa-

senyawa yang kurang polar dan senyawa-senyawa yang mengandung klorin, alkohol, dan

ikatan rangkap memiliki sifat depresan yang lebih besar. Solven adalah irritan. Di dalam

paru-paru, irritasi menyebabkan cairan terkumpul. lrritasi kulit digambarkan sebagai hasil

primer dari larutnya lemak kulit dari kulit. Sel-sel keratin dari epidermis terlepas. Diikuti

hilangnya air dari lapisan lebih bawah. Kerusakan dinding sel juga merupakan suatu faktor.

Memerahnya kulit dan timbul tanda-tanda lain seperti inflammasi. Kulit pada akhirnya sangat

mudah terinfeksi oleh bakteri, menghasilkan roam dan bisul pemanah. Pemaparan kronik

menyebabkan retak-retak dan mengelupasnya kulit dan juga dapat menyebabkan

terbentuknya calluses dan kanker. Solven-solven bervariasi tingkatannya untuk dapat

menyebabkan iritasi.2

Pajanan yang dinilai haruslah meliputi pajanan yang dialami saat ini dan juga pajanan

yang dialami sebelumnya. Informasi mengenai pajanan yang dialami oleh pasien boleh

didapatkan melalui Anamnesis.7 Dimana berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien

pasien bekerja di pabrik pembuatan sepatu, dibagian pengeleman sepatu. Lem yang

digunakan pada proses penyatuan bagian atas, tengah atau atas sandal. Proses pengeleman

biasanya 15-30 menit untuk 1 sepatu atau sendal. Tingginya kadar pajanan terhadapa zat

pelarut seperti benzena sangat tergantung dibagian apa seorang pekerja tersebut bekerja.

Misalnya pekerja dibagian pengeleman kemungkinan terpapar lebih tinggi dibandingkan

dengan pekerja yang berkerja dibagian pemasangan tali sepatu.7

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit

Langkah ini dimulai dengan identifikasi pajanan yang ada, lalu dicari apakah ada

hubungan antara pajanan dengan penyakit yang dialami pasien tersebut. Hubungan antara

pajanan dan penyakit ini haruslah didukung oleh bahan ilmiah seperti literature atau

penelitian. Seandainya belum ada bahan ilmiah yang mampu membuktikan hubungan antara

pajanan dan penyakit, seorang dokter boleh menggunakan pengalaman yang ada padanya

untuk menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit.

4

Page 5: Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

Pada kasus laki-laki tersebut berkerja dibagian pengeleman sepatu. Secara umum lem

atau perekat (glue/adhesive) mengandung berbagai campuran antara lain terdapat benzena

dan toluen yang berfungsi sebagai pelarut. Benzena sudah dikenal sebagai pelarut organik

yang baik untuk berbagai proses di industri seperti industri rubber, sepatu, pelarut cat,

komponen dalam bahan bakar motor. Benzene dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui

pernafasan, jalur gastrointestinal dan dapat melalui kulit. Ketika seseorang menghirup

benzene dalam konsentrasi yang tinggi, maka kira-kira setengah dari konsentrasi tersebut

akan masuk ke dalam saluran pernafasan yang kemudian masuk ke dalam aliran darah.

Benzene larutan dalam cairan tubuh dalam konsentrasi rendah dan secara cepat dapat

terakumulasi dalam jaringan lemak karena kelarutannya yang tinggi dalam lemak.7

4. Pajanan Cukup Besar?

Patofisiologi penyakit

Solven merupakan zat kimia yang neurotoksik. Solven dapa mengganggu secara

neuroanatomi.Mielin, dengan kandungan lemak sekitar 70% rentan terhadap efek zat yang

lipofilik dan menjadi target toksik dari solven. Pada subjek dengan toluene abuse,

pemeriksaan patologi saraf memperlihatkan terjadinya atrofi otak, penipisan korpus kalosum

dan kerusakan mielin. Selain itu solven juga menyebabkan toksisitas secara neurokimia

karena gangguan terhadap membran lipid sel dan menggangu proses transport dan

menggangu kominikasi intrasel.6

Bukti Epidemiologi

167 (28%) dari 588 zat kimia diindentifikasi oleh American Conference of

Government Industrial Hygienes ditemukan memiliki efek terhadap saraf. Sedikitnya 25%

dari zat kimia tersebut merupakan solven.4

Bukti Kualitatif

Buki kualitatif meliputi beberapa hal seperti cara dan proses kerja, lama kerja dan

lingkungan kerjanya.

- Lingkungan Kerja

Pasien bekerja di pabrik pembuatan sepatu dibagian pengeleman, dimana

didalam lem yang digunakan mengandung berbagai macam pelarut misalnya benzene.

- Pemakaian APD.

Berdasarkan kasus diketahui bahwa pasien selama bekerja tidak menggunakan

alat pelindung diri.

- Jumlah pajanan

5

Page 6: Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

Pasien sudah bekerja selama 8 jam perhari selama 10 tahun dibagian

pengeleman. Untuk jumlah pajanan diperlukan pengukuran langsung besarnya

pajanan di tempat kerja pasien.

5. Faktor Individu

Faktor individu mencakup status kesehatan fisik pasien, faktor kesehatan mental

pasien dan higinis perorangan pasien. Faktor higiene perorangan menunjukan kebiasaan

rerponden dalam hal menjaga kebersihan berkaitan dengan proses pemajanan benzena dalam

lem yang digunakan dalam bekerja. Hasil identifikasi praktek personal higiene didapatkan

informasi sebagian beser pekerja memakai alat bantu berupa kuas dalam menggunakan lem.

Sebagian pekerja biasnya membiarkan saja tubuhnya terkena lem atau menunggu hingga

perkajaan selesai baru membersihkannya. Atau ada pula pekerja yang langsung

membersihkan bekas lem yang menempel pada tubuhnya dengan menggunakan minyak tanah

agar cepat hilang. Membersihkan dengan menggunakan minyak tanah atau bensin hal ini

diperkirakan akan menambah jumlah paparan yang masuk ke dalam tubuh. Pada anamnesis

ditanyakan pula, apakah dalam bekerja pasien dan karyawan yang lain sambil membawa

makanan atau minum ketempat kerja, apakah sambil merokok dan tidak membersihkan

tangan atau bagian tubuh lain yang terkena lem.7

Faktor pendidikan juga berpengaruh faktor pendidikan yang umumnya rendah

sehingga tidak jarang pekerja tidak membaca petunjuk pengunaan solvent. Selain itu kurang

disosialisasikan penggunaan solvent yang benar, sehingga tingkat kesadaran masyarakat

terhadap dampak solvent masih sangat rendah.

6. Pajanan faktor lain di luar pekerjaan.

Bila pasien mengalami pajanan lain diluar pekerjaan perlu ditanyakan untuk dapat

mengetahui hubungan dengan penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak

selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. Pada kasus ini, bisa

tanyakan kepada pekerja apakah hobinya sehari-hari. Tanyakan kepadanya apakah dia

mempunyai kerja sambilan yang lain. Bila ada, apakah pekerjaan itu mebuatnya terpapar

bahan yang dapat menumbulkan keluhan seperti yang dia alami. Dalam kasus ini tidak

dijelaskan Pajanan faktor lain di luar pekerjaan.

6

Page 7: Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

7.Diagnosis Okupasi

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan

berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki bukti dan referensi. Maka akan hasil

yang didapat berupa empat pilihan yaitu pertama penyakit akibat kerja atau penyakit akibat

hubungan kerja, kedua penyakit yang dperberat pajanan di tempat kerja, ketiga belum dapat

ditegakkan dan masih membutuhkan informasi tambahan, kemudian yang terakhir bukan

penyakit akibat kerja.

Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan

dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa

adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.

Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau

timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya

memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

Hasil pendekatan klinis terhadap laki-laki berusia 30 tahun yang didasari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan penunjang, serta langkah diagnosis okupasi mengalami intoksikasi

terhadap solven (zat pelarut) akibat kerja.2

Penatalaksanaan

Diagnosis Intoksikasi solven dapat ditegakkan ketika ada gejala, tanda, dan bukti

penunjang dan bukti pajanan solven dapat dikonfirmasi. Intoksikasi solven sdapat

dibedakanaa menjadi akut dan kronik. Pada intoksikasi akut gejala kinis yang terjadi seperti,

kejang, delirium, koma. Sedangka pada intoksikasi kronik seperti pada kasus, pasien telah

bekerja selama 10 tahun, gejala yang timbul adalah gangguan mood, kelelahan, gangguan

kognitif, atensi, memori.4,8

Jika diagnosis telah diteggakkan bahwa terjadi intoksikasi solven penatalaksaan yang

perrtama adalah menghindarkan pasien dari pajanan sampai gejalanya hilang, hal ini dapat

dilakukan dengan memindahkan tempat pasien bekerja. Jiaka gejala telah hilang harus

dipertimbangkan dengan baik apakah pasien masih dapat bekerja dengan adanya paparan

solven untuk selanjutnya. Keputusan itu dilakukan dengan pemeriksaan follow up terhadap

pasien. Pengobatan untuk pasien yang mengalami intoksikasi solven terbatas, pengobatan

lebih berfokus terhadap gejala yang dialami pasien seperti sakit kepala atau pusing. Pada

pasien yang mengalami depresi dapat diberikan antidepresan. Dukungan dari teman dan

keluarga juga hal yang penting.4,8

7

Page 8: Intoksikasi Solven Kronik Akibat Kerja

Pencegahan

Pencegahan kasus seperti ini sangat penting. Hal utama yang perlu dikontrol adalah

pajanan terhadap solven di tempat kerja. Kadar paparan di tempat kerja tidak boleh lebih dari

nilai ambang batas. Praktek higiene dapat mengurangi paparan, mengganti bahan yang

digunakan dengan bahan lain jika bisa, kontrol bangunan yang baik seperti ventilasi yang

baik, kontrol administratif seperti supervisor meyakinkan tempat penyimpanan solven

tertutup dengan baik saat tidak digunakan), edukasi terhadapa pekerja, dan terakhir adalah

penggunaan alat pelindung diri. Untuk tambahan pada pekerja datang ke fasilitas kesehatan

ketika mengalami gejala dini intoksikasi solven.2,4,8

Kesimpulan

Pada Pasien tersebut yang mengalami pusing dan penurunan fokus setelah dilakukan

langkah diagnosis okupasi secara menyeluruh ditemukan bahwa pasien mengalami

intoksikasi solven kronik akibat pekerjaan. Pekerjaan pasien merupakan seorang perekat

sepatu yang sudah lama bekerja sehingga kemungkinan besar mendapatkan paparan terhadap

solven. Solven merupakan zat pelarut yang bersifat neurotoksik sehingga dapat menumbilkan

gejala gejala seperti yang dialami oleh pasien.

Daftar Pustaka

1. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC. 2013. h. 48-128.

2. Dryson E. Chronic organic solvent neurotoxic: diagnostic criteria. Wellington:

Occupational Safety & Health Service. 2006. h. 5-12.

3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Surabaya: Erlangga;

2007.h.7-23.

4. White RF, Proctor SP. Solvent and toxicity. The lancet. April 1998; 349: 1239-42.

5. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2009.h.2-7.

6. Santii PK. Occupational chronic solvent encephalopathy. Helsinki: Finnish institute of

Occupational Health. 2007.

7. Maywati Sri. Kajian faktor individu terhadapa kadar fenol urin pekerja bagian

pengeleman sandal. Jurnal Kesehatan mayarakat. 2012:2: 142-8.

8. Dick FD. Solvent neurotoxicity. Occup environ med. 2006; 63: 221-6.

8