evapro revisi

77
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. (IDAI, 2008) Tindakan preventif merupakan prioritas dalam upaya pelayanan kesehatan. Sistem kesehatan nasional imunisasi adalah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. (Depkes, 2014). Imunisasi merupakan program upaya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Berdasarkan Permenkes no. 42 mengenai penyelenggaraan imunisasi, imunisasi dasar adalah imunisasi rutin yang diberikan pada bayi sebelum usia 1 tahun yang terdiri atas imunisasi BCG, hepatitis, polio, DPT, Hib dan campak. (Permenkes, 2013) Pada tahun 1974, cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah dilaksanakan imunisasi global yang disebut dengan expanded program imunisasi on immunization (EPI) 1

Upload: atrioventrikular-milanisti

Post on 27-Sep-2015

79 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangImunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. (IDAI, 2008) Tindakan preventif merupakan prioritas dalam upaya pelayanan kesehatan. Sistem kesehatan nasional imunisasi adalah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. (Depkes, 2014). Imunisasi merupakan program upaya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Berdasarkan Permenkes no. 42 mengenai penyelenggaraan imunisasi, imunisasi dasar adalah imunisasi rutin yang diberikan pada bayi sebelum usia 1 tahun yang terdiri atas imunisasi BCG, hepatitis, polio, DPT, Hib dan campak. (Permenkes, 2013)Pada tahun 1974, cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah dilaksanakan imunisasi global yang disebut dengan expanded program imunisasi on immunization (EPI) cakupan terus meningkat dan hampir setiap tahun minimal sekitar 3 juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan. (Beford et al, 2000) Namun demikan, masih ada satu dari empat orang anak yang belum mendapatkan vaksinasi dan dua juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi. (Andre et al, 2008)Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan. Namun dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa pada dua tahun terakhir cakupan imunisasia kualitas vaksinasi tampak menurun. Penurunan cakupan imunisasi sangat dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria di Indonesia. (SKDI , 2006) Pada periode mei 2005 sampai februari 2006 ditemukan 306 orang anak yang menderita poliomielitis,1036 kasus diteria pada tahun 2000 dan 174 kasus difteria pada tahun 2007 yang disebabkan penurunan cakupan imunisasi.(IDAI, 2014)Untuk mengetahui keberhasilan program imunisasi, pemerintah telah menetapkan target nasional untuk imunisasi yang harus dicapai yakni cakupan DPT minimal sebesar 90% dan cakupan imunisasi dasar untuk bayi di bawah 1 tahun sebesar 80%. Pemantauan keberhasilan imunisasi melalui standar UCI (Universal Child Immunization). UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana 80% dari bayi 0-11 bulan yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. (Depkes, 2014)Meskipun standar pencapaian UCI telah ditentukan pada kenyataannya masih banyak desa atau wilayah dengan cakupan imunusasi lengkap dan UCI yang dibawah standar. Pada tahun 2014 capaian UCI rata-rata di Indonesia adalah sebesar 80,23% dan di Kalimantan Barat hanya mencapai 69.65%. (Depkes, 2014)Kelengkapan imunisasi di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat pada tahun 2013 hanya sebesar 60%. Dengan UCI 17,2%. (Profil Puskesmas, 2013). Angka tersebut masih berada jauh di bawah target capaian imunisasi dasar nasional yakni sebesar 90% dan target capaian UCI sebesar 95% pada tahun 2013 dan 100% pada tahun 2014.

1.2. Rumusan MasalahMengapa indikator pencapaian UCI pada tahun 2014 di wilayah Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tidak mencapai target1.3. Tujuana. Tujuan umumMemahami program puskesmas khususnya program pemberantasan penyakit menular (P2M)b. Tujuan khusus1. Memahami permasalahan permasalahan program pemberantasan penyakit menular (P2M) secara umum di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 20132. Mengetahui prioritas masalah program UCI di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat3. Menyusun penyebab masalah program UCI di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat4. Menyusun alternatif penyelesaian masalah program UCI di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat5. Memilih dan merumuskan upaya penyelesaian masalah program UCI di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

5.1. Manfaata. Bagi mahasiswa1. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi program pada fasilitas kesehatan dan memberikan masukan untuk perbaikan program2. Mahasiswa dapat mengetahui perencanaan serta pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular (P2M) di puskesmasb. Bagi institusi Penelitian1. Merealisasikan tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggaraka pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat2. Memberikan sarana pembelajaran bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang telah didapat tentang evaluasi program dengan pendekatan sistemc. Bagi Puskesmas1. Bahan masukan dalam melaksanakan program pemberantasan penyakit menular untuk meningkatkan keberhaslan program tersebut di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat2. Mendapat gambaran kemungkinan penyebab masalah pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat3. Mendapatkan alternatif pemecahan masalah program pemberantasan penyakit menular di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1.1. Imunisasi1.1.1. DefinisiImunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. (PERMENKES, 2013)

1.1.2. Manfaat imunisasiManfaat imunisasi tidak terlihat dalam bentuk materi dan tidak bisalangsung dirasakan. Manfaat imunisasi yang utama adalah menurunkan angkakejadian penyakit, kecacatan, maupun kematian akibat penyakit-penyakit infeksiyang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi tidak hanya memberikanperlindungan pada individu namun juga memberikan perlindungan kepada kelompok atau populasi (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi). Vaksin merupakan sebagai alat pencegahan yang paling cost effective Imunisasi juga merupakan investasi kesehatan masa depan karena penceahan penyakit melalui imunisasi merupakan perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit (Achmadi, 2006).1.1.3. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiPenyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu:1. imunisasi wajib, antara lain: TBC, difteri, batuk rejan, tetanus, polio,campak, dan hepatitis B.2. imunisasi yang dianjurkan, antara lain: gondong dan campak Jerman(rubela) dalam bentuk vaksin MMR, tifus, radang selaput otak akibat Haemophilus influenzae tipe B (Hib), hepatitis A, dan cacar air. Alasan pemberian imunisasi terhadap penyakit tersebut karena kejadiannya di Indonesia masih cukup tinggi, atau diperkirakan masih menjadi masalahdalam beberapa tahun mendatang.3. imunisasi lain, yaitu disesuaikan terhadap kondisi suatu negara tertentu.

1.1.4. Program Imunisasi Dasar LengkapImunisasi dikelompokkan menjadi dua berdasarkan sifat penyelenggaraan-nya menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan. Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari pemyakit menular tertentu. Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu.(PERMENKES, 2013).Imunisasi wajib terdiri dari imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi dasar dan lanjutan. Jenis imunisasi dasar trerdiri dari: (PERMENKES, 2013) Bacillus Calmette Guerin (BCG) Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatititis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-HiB) Hepatitis B pada bayi baru lahir Polio Campak.Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau memperpanjang masa perlindungan dan diberikan pada anak dibawah usia tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur. Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak batita adalah Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatititis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-HiB) dan campak. Pada anak usia sekolah dasar adalah Diptheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphtheria (Td). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur berupa Tetanus Toxoid (TT).(PERMENKES, 2013).Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi DasarUmurJenis

0 bulanHepatitis B 0

1 bulanBCG, Polio 1

2 bulanDPT-HB-HiB 1, Polio 2

3 bulanDPT-HB-HiB 2, Polio 3

4 bulan DPT-HB-HiB 3, Polio 4

9 bulanCampak

(Sumber: PERMENKES, 2013)Tabel 2.2 Jadwal Imunisasi Lanjutan Pada Anak Bawah Tiga Tahun.UmurJenis Imunisasi

18 bulanDPT-HB-Hib

24 bulanCampak

(Sumber: PERMENKES, 2013)

1. Bacillus Calmette Guerin (BCG)Vaksin Bacillus Calmette Guerin BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit Tuberkulosis (TB). Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang disebarkan melalui udara. Transmisi penyakit dalam bentuk droplet nuclei yang berukuran diameter 1-5 micron saat pasien yang terinfeksi batuk, bersin, teriak, atau bernyanyi (CDC, 2013).Transmisi penyakit TB dari udara akan terhisap masuk ke dalam paru (alveoli) dan bakteri tersebut akan berreplikasi dan dapat terlepas apabila sistem imunitas melemah. Gejala klinis yang dapat muncul seperti batuk lama +3 minggu berdahak dengan bercampur darah atau tidak, demam lebih dari dua minggu, keringat malam, dan penurunan berat badan yang signifikan (CDC, 2013).Vaksin BCG dibuat dari bakteri Mycobacterium bovis yang dilemahkan dan diberikan pada anak yang memiliki uji tuberkulin negatif dengan jadwal pemberian yaitu usia satu bulan (PERMENKES, 2013). 2. Polio Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf dan menyebar melalui kontak dari manusia ke manusia. Polio juga dpaat menyebar melalui air atau minuman lain atau memakan makanan mentah atau kurang masak yang terkontaminasi oleh feses orang yang terinfeksi polio. Orang yang terinfeksi polio pada umumnya tidak merasa sakit, beberapa gejala umum seperti demam, rasa lelah yang berlebih, mual, pusing, hidung tersumbat, radang tenggorokan dan kaku otot leher dan punggung, serta nyeri pada tangan dan kaki. Umumnya penyakit polio dapat sembuh sendiri, namun beberapa kasus infeksi polio menyebabkan hilangnya kemampuan otot-otot tangan dan kaki secara permanen atau hilangnya fungsi otot-otot pernafasan, infeksi otak yang dapat menyebabkan kematian (CDC, 2014).Virus polio masuk melalui mulut dan berreplikasi di faring dan saluran cerna. Virus dapat ditemukan pada tenggorokan dan fesessebelum muncul gejala-gejala infeksi polio. Virus akan lebih sedikit ditemukan pada tenggorokan setelah satu minggu terinfeksi polio, namun virus akan terus dikeluarkan melalui feses selama beberapa minggu ke depan. Virus akan menyerang jaringan limfoid dan masuk ke pembuluh darah, yang kemudian akan menginfeksi sistem saraf pusat. Replikasi virus polio pada motor neuron di bagian tanduk anterior dan batang otak menyebabkan destruksi sel dan menimbulkan manifestasi klinis dari poliomyelitis (CDC, 2014). Salah satu pencegahan infeksi polio yaitu dengan memberikan vaksin polio. Imunisasi Polio yang dilakukan empat kali dengan jarak antar pemberian vaksin polio selama empat minggu, dimulai sejak bayi berumur satu bulan hingga bayi berumur empat bulan. Imunisasi ini dilakukan untuk mencegah penyakit polio. Polio adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio type 1, 2 atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah Anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis=AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani (PTIDP, 2005).3. Diphteria, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, dan Hemophilus influenza. Imunisasi DPT-HiB-HB, diberikan tiga kali untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis (batuk rejan), Tetanus, Haemophillus influenzae tipe B dan Hepatitis B. Imunisasi ini pertama kali diberikan pada saat bayi berumur dua bulan. Imunisasi berikutnya diberikan dengan jarak waktu empat minggu. a. Diphteria Diphteria adalah suatu penyakit akut yang dimediasi oleh toksin yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Corynebacterium diphteriae adalah bakteri aerob gram positif. Produksi toksin muncul saat basilus terinfeksi virus spesifik yang membawa informasi genetik toksin (CDC, 2012).Basil diphtheria toksigenik dapat ditemukan di nasofaring. Organisme tersebut menghambat sintesis protein selular dan menyebabkan kerusakan jaringan lokal dan pembentukan membran. Produksi toksin pada membrane kemudian diabsorbsi melalui pembuluh darah dan didistribusikan ke jaringan-jaringan lain dalam tubuh (CDC, 2012).Gejala yang timbul tergantung lokasi infeksi. Gejala infeksi pada nasal anterior sulit dibedakan dengan gejala flu dan memiliki karakter produksi mucupurulen, membrane putih biasanya ditemukan pada septum nasal. Gejala yang muncul ringan dan dapat diterminasi dengan cepat dengan menggunakan antitoksin dan terapi antibiotik. Gejala infeksi pada faring dan tonsil merupakan lokasi infeksi paling sering pada penyakit diphtheria. Infeksi pada lokasi ini berhubungan dengan absorbsi toksin substansial. Gejala awal yang dapat muncul yaitu lemah, radang tenggorokan, anoreksia, dan subfebris. Pembentukan membran putih muncul pada 2-3 hari pasca infeksi. Formasi pembentukan membran yang berkepanjangan dapat menyebabkan obstruksi pada saluran pernafasan. Infeksi pada laring merupakan infeksi lanjutan yang berasal dari faring. Gejala yang muncul dapat berupa demam, hoarseness, dan batuk yang nyaring seperti anjing menggonggong. Lokasi infeksi pada kulit atau cutaneus dengan manifestasi berupa ruam yang luas dan pembentukan ulcer dengan batas tegas. Gejala yang timbul memiliki tingkat keparahan yang rendah dibandingkan lokasi-lokasi lainnya (CDC, 2012). Pencegahan penyakit diphtheria dengan menggunakan vaksin yang digabungkan dengan pencegahan penyakit lainnya disebut dengan Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatititis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-HiB). Jadwal imunisasi dasar diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan dan imunisasi lanjutan pada usia usia 18 bulan (PERMENKES, 2013). b. PertusisPenyakit pertusis disebabkan oleh infeksi bakteri Gram-negatif Bordetella pertussis pada saluran nafas sehingga menimbulkan batuk hebat yang khas. Infeksi pertusis memiliki tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium paroksismal, dan stadium konvalesens. Masa stadium kataral sampai konvalesens dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Penularan penyakit melalui droplets pasien pertusis atau individu yang belum diimunisasi atau imnisasi tidak adekuat (PPM IDAI, 2011). Berikut adalah gejala klinis yang timbul pada tiap stadium pada infeksi pertusis:1. Stadium kataral : gejala klinis minimal dengan atau tanpa demam, rinorea, anoreksia, frekuensi batuk bertambah;2. Stadium paroksismal : batuk paroksismal yang dicetuskan oleh pemberian makan bayi dan aktifitas, fase inspiratori batuk atau batuk rejan (inspiratory whooping), post-tussive vomiting, dapat juga dijumpai muka merah atau sianosis, mata menonjol, lidah menjulur lakrimasi, hipersalivasi, distensi vena leher selama serangan, apatis, dan penurunan berat badan;3. Stadium konvalesens : gejala akan berkurang dalam beberapa minggu sampai dengan beberapa bulan; dapat terjadi petekia pada kepala atau leher, perdarahan konjungtivadan terdengar crackles difus (PPM IDAI, 2011). Pencegahan penyakit pertusis dengan menggunakan vaksin yang digabungkan dengan pencegahan penyakit lainnya disebut dengan Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatititis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-HiB). Jadwal imunisasi dasar diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan dan imunisasi lanjutan pada usia usia 18 bulan (PERMENKES, 2013).c. Tetanus Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Bakteri tetanus dapat ditemukan di lingkungan sekitar seperti pada tanah dan debu. Bakteri dapat memasuki tubuh melalui luka kulit dan umumnya luka tertusuk oleh benda yang telah terkontaminasi bakteri tetanus. Gejala tetanus berupa pusing, kram pada rahang mulut, reaksi kontraksi otot yang bersifat involunter, badan terasa kaku, susah menelan, jerking atau kejang, demam dan berkeringat (CDC, 2013). Mekanisme patofisiologi tetanus, toksin masuk ke dalam terminal saraf motorik bagian bawah dan mengaktivasi otot volunter yang menyebabkan gejala inisial lokal paralisis flaccid karena adanya gangguan pada pelepasan asetilkolin pada sambungan neuromuskuler. Toksin kemudian masuk lebih dalam melalui akson transportasi retrograde pada saraf motorik bagian bawah kemudian masuk ke corda spinal dan naik ke batang otak (Hassel, 2013). Pada bayi terdapat juga gejata berhenti menetek (sucking) antara 3 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian (CDC, 2013)4. Hepatitis B Hepatitis B adalah suatu penyakit yang disebabkan virus hepatitis tipe B, yang memiliki DNA berpilin ganda, berukuran 42nm. Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan tergantung dari usia pasien saat terinfeksi dan status imun. Masa inkubasi (6-24 minggu) gejala yang dapat timbul yaitu mual, muntah, diare, amoreksia, dan sakit kepala. Pasien dapat menjadi kuning (jaundice) dengan subfebris dan penurunan nafsu makan. Infeksi virus hepatitis B dibagi menjadi fase akut dan kronik. Fase akut pada umumnya dapat sembuh sendiri setelah 4-8 minggu. Anak yang berusia muda yang terkena infeksi jarang mengalami fase akut, namun apabila terinfeksi sebelum usia tujuh tahun maka dapt menjadi pembawa (carrier) kronik. Fase kronik dapat berkembang menjadi kanker hati dan menimbulkan kematian (WHO, 2002). Pencegahan penyakit hepatitis B dengan memberkan vaksin. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan deoxyribonucleic acid (DNA), diberikan melalui imunisasi sejak usia 0, 2, 3, dan 4 bulan dan imunisasi lanjutan pada usia 18 bulan (PERMENKES, 2013).5. Haemophilus influenzae tipe BHaemophilus influenzae tipe B (HiB) adalah suatu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius dan paling sering mengenai bayi dan anak-anak berusia kurang dari lma tahun. Infeksi ini dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup dan kematian. Infeksi telinga tengah hingga sepsis dapat terjadi apabila terkena HiB, Pneumonia merupakan kasus paling sering terjadi pada infeksi HiB. Jenis bakteri Haemophilus influenzae ada enam jenis yaitu A F, namun hanya tipe B yang dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Transmisi HiB melalui manusia ke manusia dengan kontak langsung atau droplet yang keluar dari saluran pernafasan melalui batuk atau bersin. Gejala yang timbul akibat infeksi HiB dapat bermacam-macam tergantung organ tubuh mana yang terkena, Infeksi paling berat dari HiB adalah pneumonia, bakteremia, meningitis (CDC, 2012). Gejala pada pneumonia adalah demam, batuk, nafas yang pendek-pendek, menggigil, berkeringat, sakit dada yang hilang timbul seiring dengan bernafas, pusing, nyeri otot, dan merasa lemah tidak bertenaga. Gejala pada bakteremia adalah demam, menggigil, rasa lelah yang berlebih, nyeri perut, mual, muntah, diare, cemas, nafas susah dan pendek-pendek, penurunan status kesadaran. Gejala pada meningitis adalah demam, pusing,leher yang kaku, mual, muntah, sensitif terhadap cahaya, dan penurunan kesadaran (CDC,2012). Gejala meningitis pada bayi dapat berupa lethargi, rewel, muntah dan sulit diberi makan. Pengobatan HiB yaitu menggunakan antibiotik yang diberikan selama 10 hari, namun 3-6% kasus HiB yang menyerang area tubuh yang bebas dari kuman dan memerlukan rawat inap meskipun sudah diberikan pengobatan antibiotik, hampir semua anak dengan infeksi meningitis HiB meninggal (CDC, 2012).6. Imunisasi Campak Campak adalah suatu infeksi virus akut pada saluran pernafasan yang memiliki gejala khas prodromal seperti demam tinggi, lemah, dan tiga C (cough, coryza, dan conjunctivitis). Campak adalah suatu infeksi virus akut pada saluran pernafasan yang memiliki gejala khas prodromal seperti demam tinggi, lemah, dan tiga C (cough, coryza, dan conjunctivitis). Pasien dikategorikan sangat menular pada empat hari sebelum dan empat hari sesudah ruam-ruam muncul. Campak merupakan salah satu penyakit yang paling mudah menular, Sembilan diantara sepuluh orang yang melakukan kontak atau tinggal dekat dengan pasien yang menderita campak akan tertular campak.Transmisi virus melalui kontak langsung dengan droplet infeksi atau melalui udara saat orang yeng terinfeksi campak bernafas, bersin, atau batuk. Virus akan bertahan di udara lebih dari dua jam meskipun orang yang terinfeksi sudah meninggalkan area tersebut (CDC, 2014). Infeksi campak dapat meneyebabkan penyakit defisiensi vitamin A dan xeropthalmia. World Health Organization menyarankan pemberian dosis vitamin A pada semua kasus akut campak. Vitamin A dosis tinggi diberikan langsung apabila diagnosis campak sudah terbukti dan diberikan kembali pada keesokan harinya. Dosis rekomendasi vitamin A diberikan berdasarkan usia. Bayi dengan usia kurang dari 6 bulan diberikan sebanyak 50.000 IU, usia 6-12 bulan diberikan sebanyak 100.000 IU, dan anak usia lebih sama dengan 12 bulan sebesar 200.000 IU. Pada anak yang memiliki gejala Bitots spots, dilanjutkan pemberian dosis tinggi vitamin A yang ke tiga pada minggu ke 4-6 pasca infeksi (WHO, 2009). Pengobatan untuk campak hingga saat ini belum ditemukan, pengobatan diberikan hanya terapi suportif, mengurangi gejala-gejala, dan menghindari munculnya infeksi bakteri. Pencegahan penyakit campak dengan memberikan vaksin campak. Vaksin campak dilakukan satu kali pada saat bayi berumur sembilan bulan. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas atau pneumonia (PDG3I).

1.1.5. Masalah pemberian imunisasiManfaat dan keuntungan dari imunisasi yang tidak dapat langsung irasakan ini merupakan salah satu hambatan terlaksananya imunisasi. Masalah lain dalam pelaksanaan status imunisasi dasar lengkap antara lain: pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos yangs alah tentang imunisasi, dan keterlambatan jadwal imunisasi. Keadaan geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau juga menyebabkan sulitnya pelayanan kesehatan untuk menjangkau anak-anak di pulau-pulau maupun akan-anak yang tinggal di daerah terisolir (IDAI, 2010). Pemahaman mengenai imunisasi yaitu bahwa imunisasi dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya atau biasa disebut Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), seperti demam, menggigil, nyeri, lesu,dan pembengkakan lokal, menyebabkan orang tua tidak membawa anaknya ke pelayanan kesehatan untuk memberikan imunisasi karena takut risiko (Achmadi,2006). Tantangan imunisasi di Indonesia yang dihadapi antara lain SDM yang sering berganti, rantai dingin, sistem distribusi dan kampanye negatif imunisasi serta kemungkinan pengembangan vaksin baru di masa datang (Aditama, 2012).

1.1.6. Universal Child Immunization (UCI)Universal Child Immunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur 1 tahun) dan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Pemerintah berkomitmen untuk mencapai target 100% desa mencapai UCI pada tahun 2014. Pencapaian target 100% UCI pada tahun 2014 dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization (GAIN UCI 2010-2014). Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization merupakan upaya percepatan pencapaian UCI di seluruh desa atau kelurahan pada tahun 2014 melalui suatu gerakan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat dan berbagai pihak terkait secara terpadu di semua tingkat administrasi.(PERMENKES, 2010). Program Imunisasi berhasil menekan morbiditas dan mortalitas tujuh penyakit di Indonesia, yaitu : Tuberkulosis, Polio, Difteri, Tetanus, Pertusis, Campak, dan Hepatitis B. Program Imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, kita telah mencapai status Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih. Tetapi kita masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014, yang berarti cakupan imunisasi di seluruh desa dan kelurahan di Indonesia telah mencapai 80% atau lebih. Indikator keberhasilan GAIN UCI mengacu pada RPJMN Tahun 2010- 2014 dengan target tahun 2010 mencapai UCI desa/kelurahan 80% dan 80% bayi usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2011 mencapai UCI 85%, dan 82% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2012 mencapai UCI 90% dan 85% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2013 mencapai UCI 95% dan 88% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2014 mencapai UCI 100% dan 90% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Target pada tahun 2014 seluruh desa/ kelurahan mencapai 100% UCI atau 90% dari seluruh bayi di desa/ kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campa. Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child of Immunization (GAIN UCI) akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2010 2014, dengan sasaran seluruh bayi usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap yaitu BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Guna mecapai target 100% UCI desa/ kelurahan pada tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya percepatan melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai UCI (;GAIN UCI). Indonesia bersama seluruh negara anggota WHO di Regional Asia Tenggara telah menyepakati tahun 2012 sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of Routine Immunization (IRI). Hal ini sejalan dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional atau GAIN UCI yang bertujuan meningkatkan cakupan dan pemerataan pelayanan imunisasi sampai ke seluruh desa di Indonesia. Permasalahan yang mempengaruhi penurunan cakupan maupun kualitas pelayanan imunisasi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:a.Konsekuensi dari penerapan desentralisasi yang belum berjalan sebagaimana mestinya,b. Kurangnya dana operasional imunisasi rutin di tingkat kabupaten atau kota,c. Banyaknya pemekaran daerah yang tidak didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana,d. Kurangnya koordinasi lintas sektor (Unit Pelayanan Kesehatan Swasta) terutama mengenai pencatatan dan pelaporan,e. Masih adanya keterlambatan dalam pendistribusian vaksin, baik dari pusat ke provinsi, provinsi ke kabupaten atau kota, kabupaten atau kota ke puskesmas,f. Kekurangan jumlah kualitas dan distribusi sumber daya manusia (SDM) misalnya karena mutasi (turn over) yang tinggi dari pegawai, terutama untuk tingkat kabupaten atau kota dan puskesmas, sehingga banyak petugas yang belum mendapatkan pelatihan program imunisasi,g. Kurangnya informasi yang lengkap dan akurat mengenai pentingnya program imunisasi. Seringkali kegiatan untuk penyusunan materi informasi ataupun pelaksanaan advokasi dikesampingkan sebagai cara untuk meningkatkan cakupan imunisasi, dan kegiatan ini pada umumnya tidak mendapatkan anggaran yang cukup dari pemerintah. Kegiatan ini sering ditempatkan dalam biaya lainnya sehingga dalam pembahasan anggaran sering dicoret.Berikut adalah jadwal pemberian imunisasi:Berikut adalah tabel alasan anak yang tidak lengkap atau tidak mendapatkan imunisasi:Tabel 2.3 Alasan Anak Tidak Atau Tidak Lengkap Mendapatkan ImunisasiAlasanInformasi% Respon Ibu

Kurangnya pengetahuan ibu akan kebutuhan imunisasi20

Kurangnya pengetahuan tentang kelengkapan imunisasi 13

Kurangnya pengetahuan tentang jadwal imunisasi8

Ketakutan akan efek samping 13

Persepsi yang salah akan kontraindikasi 3

Motivasi

Penundaan imunisasi12

Kurangnya kepercayaan terhadap manfaat imunisasi4

Adanya rumor yang buruk tentang imunisasi3

Situasi

Tempat pelayanan imunisasi terlalu jauh6

Jadwal pemberian imunisasi yang tidak tepat4

Ketidakhadiran petugas 3

Kurangnya vaksin9

Orangtua anak terlalu sibuk13

Adanya maslah dalam keluarga, missal ibu sedang sakit3

Anak tidak hadir karena sakit30

Anak hadir, tetapi dalam keadaan sakit9

Terlalu lama menunggu2

Biaya tidak terjangkau6

(PERMENKES, 2013)

1.2. Analisis Sistem1.2.1. Pengertian sistemTerdapat beberapa macam pengertian dari sistem yang dikemukan oleh berbagai ahli, antara lain sebagai berikut:a. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkanb. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien.c. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula1.2.2. Unsur sistemSistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan. Elemen tersebut adalah:a. MasukanMasukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen dalam sistem yang diperlukan untuk berfungsinya sistem tersebut. Masukan yang termasuk dalam sistem pelayanan kesehatan adalah tenaga, dana, metode, sarana dan prasarana.b. ProsesProses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen dalam sistem yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Proses yang termasuk dalam sistem pelayanan kesehatan antara lain perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaianc. KeluaranKeluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yan dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistemd. Umpan balikUmpan balik (feed back) adalah kumpulan dari bagian atau elemen yang merupakan keluaran dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebute. DampakDampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistemf. LingkunganLingkungan (enviroment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem

Keenam unsur sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi, secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikutINPUTPROSESOUTPUTDAMPAKUMPAN BALIK

Gambar 2.1. Hubungan unsur sistem

1.2.3. Pendekatan SistemSuatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan atau disepakati bersama. Untuk terbentuknya sistem tersebut, perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan terbentuk kesatuan yang berfungsi untuk mencapai tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan ketika menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (System approach).Beberapa batasan tentang pendekatan sistem adalah:a. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah ditetapkanb. Pendekatan sistem adalah suatu strategi menggunakan metode analisa, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisienc. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas serta mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapiDiperlukan penilaian dari tiap elemen untuk menjamin berjalan baiknya sistem. Pengkajian terhadap setiap elemen sistem disebut analisis sistem. Dilakukan penguraian elemen dengan analisis sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi masala serta mengupayakan pencegahannya. Adapun langkah-langkah dari analisis sistem adalah sebagai berikut:a. Menguraikan sistemb. Merumuskan masalah tiap bagian dan sistem secara keseluruhanc. Mengumpulkan data untuk meperjelas masalah dan kemungkinan pemecahannyad. Mengembangkan model sistem barue. Uji coba dicatat setiap hasil yang diperoleh, lalu dipilih model yan paling menguntungkanf. Penerapan dan melakukan pemantauan berkala

BAB IIIMETODE EVALUASI

Metode evaluasi yang digunakan dalam laporan evaluasi program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013 terbagi dalam beberapa tahap. Berikut ini adalah uraian dari tahap-tahap dalam evaluasi program tersebut

3.1. Penetapan Tolak Ukur dari KeluaranPenetapan tolak ukur dalam evaluasi program Pemberantasan Penyakit Menular di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat 2013 berdasarkan sumber rujukan laporan pelaksana program Pemberantasan Penyakit Menular di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013

3.2. Pengumpulan DataData-data yag digunakan terdiri dari:a. Data primer, yaitu data yang didapatkan melalui:Wawancara dengan pelaksana program Pemberantasan Penyakit Menular di Puskesmas Kecamatan Pontianak Baratb. Data sekunder, mencakup data yang didapatkan dari:Penelusuran laporan pelaksana program Pemberantasan Penyakit Menular di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013

3.3. Identifikasi MasalahIdentifikasi masalah dilakukan dengan membandingkan data variabel program Pemberantasan Penyakit Menular di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat 2014 dengan tolak ukur unsur-unsur program untuk mencari adanya kesenjangan Untuk memilih prioritas masalah dapat digunakan teknik kriteria matriks, yaitu melihat pentingnya masalah(I), ditinjau dari besarnya masalah(Prevalence/P), akibat yang ditimbulkan(Severity/S) dan kenaikan besarnya masalah(Rate of Increase/RI) dan sebagainya. Selain itu juga dilihat kelayakan teknologi (T) dan ketersediaan sumber daya (R) untuk menetapkan prioritas masalah

3.4. Pembuatan Kerangka Konsep dari Masalah yang DiprioritaskanTujuan pembuatan kerangka konsep adalah mencari faktor-faktor yang kemungkinan menjadi penyebab dari masalah yang diprioritaskan. Diharapkan dengan menggunakan kerangka konsep maka semua faktor penyebab dapat diidentifikasi tanpa ada yang terlewat, untuk kemudian dicari alternatif jalan keluar yang terbaik.

3.5. Identifikasi Penyebab MasalahKemungkinan penyebab masalah diidentifikasi dengan membandingkan data atau hasil masukan, proses dan umpan balik program dengan tolak ukurnya masing-masing.

3.6. Perencanan Penyelesaian MasalahPerencanaan penyelesaian masalah disusun berupa rancangan program yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah di masa yang akan datang

3.7. Penentuan Prioritas Penyelesaian MasalahPenentuan prioritas masalah dilakukan untuk memilih alternatif penyelesaian masalah yang paling menjanjikaan. Sebelum melakukan pemilihan sebaiknya dicoba memadukan berbagai alternatif penyelesaian masalah terlebih dahulu. Bila tidak dapat dilaksanakan barulah dilakukan pemilihan. Cara pemilihan yang dianjurkan adalah dengan menggunakan teknik kriteria matriks. Kriteria yang dimaksud adalah:a. Efektifitas penyelesaian masalah1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan/M(magnitude)2. Pentingnya penyelesaian masalah, yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya masalah/I(Importance)3. Sensitivitas, yang dikaitkan dengan kecepatan dalam menyelsaikan masalah/V(vulnerability)b. Efisiensi penyelesaian masalahNilai efiiensi dikaitkan dengan biaya/C(cost) yang diperluan untuk melaksanakan penyelesaian masalah. Semakin besar biaya diangga semakin tidak efisien (dinilai sampai dengan 5), sedangkan semakin kecil biaya dianggap semakin efisien (diberi nilai 1).c. Penyelesaian masalah dengan nilai P tertinggi adalah prioritas penyelesaian masalah yang dipilihTabel 3.1. Penentuan Prioritas Cara Menyelesaikan MasalahCara Pemecahan MasalahEfektivitasEfisiesiJumlah(MxIxV/C)

MIVC

1

2

3,dst

BAB IVPENYAJIAN DATA

4.1. Data Umum Wilayah Kerja Puskesmas4.1.1 Keadaan GeografisUPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat yang semula menjadi Puskesmas Perumnas 1 dibangun tahun 1989, merupakan pelaksana teknis daerah, yang dalam hal ini adalah pemberi pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Kecamatan Pontianak Barat Kelurahan Sungai Jawi Luar yang terdiri dari 29 RW dan 156 RT.Adapun jarak tempuh wilayah kerja UPTD Puskesms Kecamatan Pontianak Barat Kelurahan Sungai Jawi Luar adalah sebagai berikut:a. Jarak ke ibu kota sejauh 5kmb. Lama jarak tempuh ibu kota ke kecamatan dengan kendaraan bermotor 10menitc. Lama jarak tempuh ibu kota ke kecamatan dengan berjalan kaki 45menitd. Lama jarak ke ibukota ke kabupaten 3kme. Lama jarak tempuh ibu kota ke kabupaten dengan kendaraan bermotor 10menitf. Lama jarak tempuh ibu kota ke kabupaten dengan berjalan kaki 30menitUPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat berlokasi di wilayah Sungai Jawi Luar dengan luas wilayah 30,1 km2 yang terdiri atas:a. Luas wilayah pemukiman= 15,9km2b. Luas wilayah perkuburan= 0,5km2c. Luas wilayah pekarangan= 11,8km2d. Luas wilayah taman= 0,3km2e. Luas wilayah perkantoran= 0,4km2f. Luas wilaya sarana umum dan lainnya= 1,2km2Wilayah Kelurahan Sungai Jawi Luar yang terletak di Kecamatan Pontianak Barat secara keseluruhan berbatasan dengan:a. Bagian utara berbatasan dengan Sungai Kapuasb. Bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Sungai Jawi Dalamc. Bagian barat berbatasan dengan Kelurahan Sungai Belitungd. Bagian timur berbatasan dengan Kelurahan Mariana4.1.2 Keadaan DemografisBerdasarkan data dari Kelurahan Sungai Jawi Luar tahun 2013 penduduk yang ada di wilayah bina UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat adalah sebesar 43.980 jiwa dengan kepadatan penduduk 146 per km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat Tahun 2013NoKeluaranLuas Wilayah (Ha)Jumlah RT/RWJumlah Penduduk

RTRWLKPRLK+PR

1.Sei Jawi Luar3011562922.34521.63543.980

2.Puskesmas Perumnas 13011562922.34521.63543.980

Sumber: Data UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

Dapat dilihat bahwa Wilayah UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat mencakup wilayah seluas 301 ha dengan jumlah penduduk sebesar 43.980 jiwa, terdiri dari 22.345(50,81%) jiwa laki-laki dan 21.635(4919%) jiwa perempuan.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat Tahun 2013NoKelompok umurJumlah Penduduk

Laki-lakiPerempuanLaki-LakiPerempuan

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.0-45-910-1415-1920-2425-2930-3435-3940-4445-4950-5455-5960-6465-6970-74751.9201.9831.9591.7101.8432.1602.4042.0601.6221.1759918326454773222421.7111.8261.8841.6251.7622.1472.3061.8701.4981.1481.0889256864763373463.6313.8093.8433.3353.6054.3074.7103.9303.1202.3232.0791.7571.331953659588

Jumlah22.34521.63543.980

Sumber: Data UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

Tabel 4.3 Gambaran Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wilayah UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013NoTingkat PendidikanLaki-LakiPerempuanJumlah

1.Buta huruf303858

2.Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK8016861.487

3.Usia 3-6 tahun yang sedang TK/play group8097111.520

4.Usia 7 tahun yang sedang sekolah4.5724.3228.894

5.Tamat SMP/sederajat13.98113.47527.456

6.Tamat SLTA/sederajat12.93111.55424.485

7.Tamat D22.2142.2004.414

8.Tamat D35126101.122

9.Tamat S15005071.007

10.Tamat S25059109

Sumber: Data UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat Tabel 4.3 menunjukan bahwa tingkat pendidikan terbesar di wilayah Kelurahan Sungai Jawi Luar adalah berpendidikan tamant SLTP dengan jumlah yaitu 27,456 dan terkecil berpendidikan S2 dengan jumlah yaitu 109 dan sangat disayangkan penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamata Pontianak Barat masih terdapa penduduk buta huruf dengan jumlah yaitu 58orang.Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat dapat dilihat pada tabel berikutTabel 4.4 Jumlah Penduduk yang Menganut Agama di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat Tahun 2013NoJenis Agama yang dianutLaki-lakiPerempuanJumlah

1.Islam14.36514.33428.699

2.Kristen1.4561.4752.932

3.Katolik5.5605.11110.671

4.Hindu282280562

5.Budha5455491.094

Sumber: Data Kelurahan Sungai Jawi Luar Tahun 2013Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikutTabel 4.5 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di wilayah UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013No.PekerjaanLaki-lakiPerempuanJumlah

1.Pedagang keliling18826

2.Montir20020

3.TNI76076

4.Pensiunan TNI/POLRI330266596

5.Pengusaha76155231

6.Pengacara505

7.Notaris202

8.Dukun kampung terlatih404

9.Dosen swasta251237

10.Seniman/artis426

11.Karyawan swasta3.4153.2176.633

12Karyawan pemerintah583997

13.Pensiun PNS220250470

Sumber: Data Kelurahan Sungai Jawi Luar Tahun 2013

4.1.3 Program KesehatanSesuai dengan visi Kementrian Kesehatan RI, maka program kesehata di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat lebih dititikberatkan pada upaya preventif namun tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Untuk itu UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat melaksanakan 6 program pokok yang meliputi:1. Promosi Kesehatan2. Kesehatan Ibu dan Anak/Keluarga Berencana3. Gizi Masyarakat4. Pencegahan Penyakit Menular5. Kesehatan Lingkungan6. Pengobatan4.1.4 Sarana PuskesmasUPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat adalah Puskesmas Rawat Jalan, mempunyai sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang sudah memadai, yaitu:a. Lantai 1 Ruang IGD Loket Poli umum: 2 ruangan Ruang imunisasi Ruang konsultasi gizi Ruang KB/IMS Ruang Laboratorium Apotek Ruang Gudang Obat Poli gigi Poli KIA Garasi Dapur WCb. Lantai 2 Ruang administrasi Ruang aula Ruang Kasubag TU Ruang kepala puskesmas WC Ruang Musholac. Sarana transportasi Ambulance 1 buah Kendaraan roda dua 2 buahd. Alat elektronik Komputer SIK 6 buah Komputer Poli II 1 (komputer Ruang obat digunakan untuk SIK) Komputer TU 3 buah Komputer Gizi 2 buah Sound Sistem 3 set4.1.5 Sumber Daya Manusia PuskesmasJumlah pegawai di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat sampai dengan 31 Desember 2013 seluruhnya berjumlah 30 orang yang terdiri dari Kepala UPTD, Ka subag TU, tenaga Staf fungsional dan Tenaga Staf UmumTabel 4.6 Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Pendidikan di Wilayah Kerja di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat 2013No.Jenis PendidikanJumlah (orang)

1.Dokter2

2.Sarjana Kesehatan Masyarakat2

3.Bidan1

4.AKBID4

5.Apoteker1

6.Akademi Farmasi1

7.Nutrisionist2

8.SMF1

9.D3 Kesling1

10.SPRG2

11.D3 AK1

12.SMAK1

13.Perawat2

14.SMA2

15.SMEA1

16.Pekarya3

17.AMD Kep3

18.AKG1

Jumlah30

Sumber: Data UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

4.1.6 Dana PuskesmasPembiayaan kesehatan merupakan input penting dalam pembangungan kesehatan. Pembiayaan kesehatan ini makin penting dengan makin terbatasnya sumber daya yang ada. Pembiayaan kesehatan sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Makin tinggi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, makin besar belanja untuk kesehatan. Pembiayaan kesehatan dapat berasal dari sektor pemerintah.Sebelum era otonomi daerah peranan pemerintah pusat sangat besar sehingga anggaran kesehatan pemerintah sebagian besar bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan sangat sedikit berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota. Setelah otonomi daerah yaitu tahun 2001, anggaran kesehatan sebagian besar berasal dari APBD Kota Pontianak dan sebagian lainnya dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan lain-lainnya. Adapun total anggaran untuk bidang kesehatan mulai tahun 2013 berasal dari APBD Kota pada tabel berikut ini:Tabel 4.7 Alokasi dan Realisasi Dana UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat Tahun 2013NoSumber Daya APBD KotaAlokasi (Rp.)Realisasi (Rp.)% Realisasi

1.Belanja Pegawai284.304.000284.304.000100

2.Belanja Barang dan Jasa82.895.60082.895.600100

Sumber: Data UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

Tabel 4.8 Alokasi dan Realisasi Jamkesmas, Jamkesko dan Askes Tahun 2013NoSumber DanaAlokasi (Rp)Realisasi (Rp)Realisasi %Pajak (Rp)

1.Jamkesmas11.615.50011.615.500100202.650

2.Jampersal15.540.00015.540.000100374.625

3.Jamkesko17.413.75017.413.750100852.685

4.Askes85.235.20085.235.20010045.852.320

Sumber: Data UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

BAB VHASIL PENILAIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Indikator dan Tolak Ukur Keluara ProgramProgram yang akan dievaluasi adalah program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Program ini dipilih sebagai sasaran evaluasi karena penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu upaya pencegahan penyakit menular adalah melalui penyelenggaraan program imunisasi dasar. Ruang lingkup program P2M di Indonesia terdiri dari imunisasi, survelaince epidemiologi, tuberkulosis (TB), malaria, kusta, demam berdarah Dengue (DBD), penanggulangan infeksi saluran pernapasan atas(ISPA)/ Pneumonia, filariasis, diare, rabies/gigitan hewan penular rabies (HPR), kesehatan matra (haji dan penanggulangan bencana), frambusia, leptospirosis dan HIV-AIDS.Indikator dan tolak ukur yang digunakan dalam evaluasi program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013 disusun berdasarkan sumber rujukan yang berasal dari laporan pelaksana program tersebut. Berikut adalah indikator keluaran dan tolak ukur program P2M di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013:Tabel 5.1. Tolak Ukur Program dari Unsur SistemNoIndikatorTolak Ukur/Target (%)

1.Kesembuhan penderita baru TB paru BTA+>85

2.Skrining darah donor terhadap HIV/AIDS100

3.Klien yang mendapatkan penanganan HIV/AIDS100

4.Infeksi menular seksual (IMS) yang diobati100

5.Balita dengan diare yang ditangani100

6.Penderita malaria yang diobati100

7.Penderita kusta yang selesai berobat (RFT) Rate100

8.Penderita filariasis yang ditangani100

9.Desa/Kelurahan Universal Child (UCI)100

10Cakupan bayi dengan pneumonia yang ditemukan dan ditangani100

11Penderita DBD yang ditangani100

Sumber: Data UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

5.2 Identifikasi MasalahIdentifikasi masalah dilakukan dengan mencari adanya kesenjangan antara pencapaian program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013 dengan tolak ukur yang telah ditetapkan. Berdasarkan data diatas, hanya 1 indikator program yang tidak tercapai yaitu pencapaian Desa/Kelurahan dengan Universal Child Immunization (UCI).

Tabel 5.2 Tabel Identifikasi MasalahNoIndikatorTolak Ukur(%)Capaian (%)Masalah

1.Kesembuhan penderita baru TB paru BTA+>8595Tercapai

2.Skrining darah donor terhadap HIV/AIDS100Tidak ada kasusTidak dapat dinilai

3.

Klien yang mendapatkan penanganan HIV/AIDS100Tidak ada kasusTidak dapat dinilai

4.Infeksi menular seksual (IMS) yang diobati100100Tercapai

5.Balita dengan diare yang ditangani100100Tercapai

6.Penderita malaria yang diobati100Tidak ada kasusTidak dapat dinilai

7.Penderita kusta yang selesai berobat (RFT) Rate1001 kasusTidak dapat dinilai

8.Penderita filariasis yang ditangani100Tidak ada kasusTidak dapat dinilai

9.Desa/Kelurahan Universal Child Immunization(UCI)10017.4Tidak tercapai

10.Cakupan bayi dengan pneumonia yang ditemukan dan ditangani100100Tercapai

11.Penderita DBD yang ditangani100100Tercapai

Sumber: Data UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat

5.3 Penentuan Prioritas MasalahTidak tercapainya indikator menyebabkan kurang optimalnya keberhasilan program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013. Untuk mencapai hasil maksimal, semua permasalahan seharusnya dicari alternatif pemecahannya. Akan tetapi, karena keterbatasan sumber daya yang ada maka harus dipilih prioritas masalah yang harus diselesaikan terlebi dahulu.Penentuan prioritas masalah dilakukan dengan teknik kriteria matriks sederhana (Criteria Matrix Technique). Pada teknik ini terdapat beberapa variabel, yaitu:a. Pentingnya masalah (Importancy) = I yang diukur berdasarkan Besarnya masalah (Prevalence) = P Akibat yang ditimbulkan masalah (Severity) = S Kenaikan besarnya masalah (Rate of Increase) =RI Keinginan masyarakat tidak terpenuhi (Degree of Unmeet Need) = DU Keuntungan sosial karena selesainny masalah (Social benefit) = SB Keprihatinan masyarakat (Public Concern) =PB Suasana politik (Political Climate) = PCb. Kelayakan teknologi (Technical Feasibility) =TMakin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.c. Ketersediaan sumber daya (Resources availability) =RSumber daya terdiri atas tenaga (man), dana (money) dan sarana (material). Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut.Sumber variabel diberi nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting). Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan cara mengalikan I, T dan R. Sedangkan nilai I dihitung dengan menambahkan semua variabelnya. Lebih jelas rumus untuk menghitung prioritas masalah dapat dilihat di bawah ini:P (Priority)= I x T x R

Karena hanya terdapat satu indikator yang tidak tercapai pada Program P2M dan setelah dilakukan perhitungan di atas maka ditetapkan prioritas masalah yakni % Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI).

5.4 Kerangka Konsep Masalah Untuk membantu menetapkan penyebab dari masalah di atas, maka dibuat kerangka konsep. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang berasal dari unsur sistem lainnya. Kerangka konsep disusun berdasarkan diskusi dengan penanggung jawab program imunisasi di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat serta hasil pemikiran dan observasi penulis. Kerangka konsep tersebut tertera di bawah ini:

Pendanaan Sarana dan prasaranaPromosikesehatan

pendataanpelatihanpenyuluhan

Biaya operasionalTenagaPetugas

Akses informasi

Bayi usia 0-12 bulan

KIPI

waktu Akses lokasiUsia

Kelengkapan imunisasi dasarSuku, agamapendidikan

kaderDukungan suami dan keluarga

Akses imunisasi swastaMitos vaksin

Persentase(%) desa/kelurahan UCITingkat pengetahuan, sikap dan perilakuAkses imunisasi

Gambar 5.1. Diagram fishboneDari diagram fishbone diatas, masih diperlukan penyebab-penyebab masalah yang paling memiliki peranan dalam mencapai keberhasilan program.

5.5 Identifikasi Penyebab MasalahSesuai dengan pendekatan sistem, ketidakberhasilan pencapaian desa/kelurahan UCI merupakan suatu output/hasil yang tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Untuk mengatasinya, dengan pendekatan sistem harus diperhatikan kemungkinan adanya masalah pada komponen lain pada sistem, mengingat suatu sistem merupakan keadaan yang berkesinambungan dan sakung mempengaruhi. Berdasarkan kerangka konsep dari masalah yang diprioritas, ditemukan beberapa kemungkinan penyebab masalah, yaitu dari unsur money, man dan process. Untuk mengidentifikasi penyebab masalah dilakukan observasi di lapangan dan wawancara dengan penanggung jawab programTerdapat dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan program yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain:a. Promosi kesehatanb. Pendanaan kegiatanc. Petugas/pelaksana program dan kaderd. Sarana-prasaranaFaktor eksternal antara lain:a. Pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) ibu mengenai imunisasib. Akses tempat pelayanan kesehatan yang melayani imunisasic. Pendataan dan pencatatan kelengkapan imunisasi dasarTabel 5.4. Identifikasi Penyebab Masalah, Variabel Masukan, Proses,Lingkungan dan Umpan BalikNoIndikatorTolak UkurPencapaianMasalah

1.Ketersediaan petugas program imunisasi Pelaksana program terfokus pada program imunisasiHanya terdapat 1 orang petugas puskesmas pelaksana program imunisasiTerdapat 1 kader untuk setiap wilayah posyandu(+)

2.Pengetahuan pelaksana program dan kader mengenai imunisasiPelaksana program dan kader memiliki pengetahuan yang baik mengenai imunisasiPelaksana program dan kader telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai imunisasi(-)

3Ketersediaan vaksin, alat suntik, media transport dan penyimpananvaksin, alat suntik, media transport dan penyimpanan tersedia mencukupi kebutuhanPuskesmas memiliki vaksin, alat suntik, media transport dan penyimpanan yang mencukupi(-)

4Promosi kesehatan mengenai imunisasiPenyuluhan imunisasi dilakukan secara rutin dan mencakup target ibu yang lebih luasPenyuluhan hanya dilakukan secara personal pada ibu yang membawa bayinya untuk imunisasi atau berobatTidak ada jadwal rutin untuk penyuluhan(+)

5.Pelatihan petugas dan kaderPetugas dan kader diberikan pelatihan mengenai imunisasiPetugas dan kader rutin mengikuti pelatihan mengenai imunisasi dari dinas kesehatan(-)

6.Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai imunisasiIbu memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang baiktingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai imunisasi masih rendah(+)

7Akses imunisasiAkses imunisasi mudah dijangkauAkses imunisasi di wilayah puskesmas mudah dijangkau baik di puskesmas, posyandu bahkan layanan swasta (-)

8.Pendataan dan pencatatan kelengkapan imunisasiPuskesemas memiliki pendataan dan pencatatan kelengkapan imunisasi yang baikPuskesemas memiliki pendataan dan pencatatan kelengkapan imunisasi yang terbatas karena kurangnya tenaga petugas dan kader serta kurangnya partisipasi layanan swasta(+)

Berdasarkan data diatas, terdapat tiga masalah yang menjadi faktor penyebab masih rendahnya persentase(%) cakupan desa/kelurahan Universal Child Imunization (UCI) yaitu faktor :1. Ketersediaan petugas program imunisasi 2. Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai imunisasi3. Pendataan dan pencatatan kelengkapan imunisasiDengan menggunakan model teknik matriks penilaian prioritas dapat dipilih masalah yang paling dominan.

5.6 Penetapan Prioritas Penyebab Masalah Untuk menyelesaikan masalah tersebut di atas, perlu dicari penyebab masalah dari komponen sistem, terutama dari masukan, proses, lingkungan dan umpan balik. Berikut adalah teknik kriteria matriks untuk menentukan prioritas masalah yang dipilih dalam halnya kurangnya persentase(%) cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization(UCI):Tabel 5.5. Tabel Matriks Prioritas Penyebab MasalahNoDaftar MasalahJumlah (IxTxR)

PSRIDUSBPCPBTR

1.Ketersediaan petugas program imunisasi

433444344400

2.Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai imunisasi

553454244448

3.Pendataan dan pencatatan kelengkapan imunisasi

333254233198

Setelah dilakukan pemilihan prioritas masalah, didapatkan penyebab masalah yang ada yakni masalah dari segi pengetahun, sikap dan perilaku ibu mengenai imunisasi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahun dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. (Notoatmodjo,2003). Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, lingkungan, pengalaman dan sumber informasi. Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. (P=5)Menurut penelitian Rizami (2009) Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku. Perilaku dapat diubah degan mengubah pengetahuan dan sikap. Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi sikap dan terjadinya perubahan perilaku. Pengetahuan yang rendah menjadi salah satu faktor penyebab perilaku mengenai imunisasi masyarakat yang rendah. Pengetahuan masyarakat yang rendah mempengaruhi sikap masyarakat. Kurang baiknya pengetahuan, sikap dan perilaku ibu menyebabkan ibu tidak membawa anak untuk imunisasi.(S=5) Intervensi yang tidak optimal menyebabkan masalah kesehatan tersebut menjadi tidak terselesaikan dan menyebabkan rendahnya cakupan UCI (RS=5). Masyarakat tentunya sangat mengharapakn anak-anaknya terhindar dari penyakit menular (DU=4). Jika hal ini terpenuhi maka masyarakat tentunya dapat dapat mencapai kondisi sehat dan bebas dari penyakit menular yang berbahaya dan dapat dicegah dengan imunisasi (SB=5). Namun keprihatinan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat terhadap masalah ini masih rendah karena masyarakat belum menyadari pentingnya imunisasi, tidak hanya untuk keluarganya tetapi sebagai fungsi proteksi komunitas terhadap penyakit menular (PB=2). Dukungan dinas kesehatan dan pemerintah setempat dalam upaya meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif ibu terhadap imunisasi sangat berpengaruh terutama dari segi pendanaan kepada petugas dan kader untuk pelaksanaan promosi kesehatan dan pelatihan (PC=4)Ketersediaan teknologi untuk kebutuhan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat khususnya ibu mengenai imunisasi sudah baik, karena teknologi yang dibutuhkan mudah didapat dan sudah tersedia. Untuk meningkatkannya, tenaga pelaksana dapat bekerja sama dengan dinas kesehatan, mengakses teknologi informasi lewat internet maupun melalui pelatihan. Hal ini juga didukung oleh ketersediaan sumber daya berupa dana, tenaga dan sarana yang cukup memadai (R=4)

5.7 Perencanaan Penyelesaian Masalah, Alternatif, dan Penentuan Prioritas Penyelesaian MasalahBeberapa alternatif penyelesaian masalah dapat diajukan untuk menyelsaikan permasalahan mengenai rendahnya persentase(%) cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization. Prioritas penyebab masalah yang dipilih adalah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang masih kurang mengenai imunisasi dasar. Alternatif penyelesaian masalah dapat diajukan untuk menyelesaikan permasalahan adalah sebagai berikut:1. Peningkatan motivasi petugas pelaksana program imunisasia. Tujuan: Meningkatkan motivasi petugas pelaksana yang telah ada, sehingga walaupun bekerja rangkap tugas dan hanya sendiri, petugas tersebut dapat bekerja lebih optimal, terutama dalam rangkapembentukan dan pembinaan kader. Selain itu, petugas diharapkan dapat memberikan promosi kesehatan terkait dengan imunisasib. Sasaran: tenagapelaksana program imunisasic. Bentuk kegiatan:1) Pemberian Reward kepada petugas pelaksana program, jika persentase kelengkapan imunisasi dasar meningkat setiap tahunnya. Reward yang diberikan dapat berupa: Bonus Pelatihan Kenaikan pangkat atau jabatan Penghargaan sebagai petugas puskesmas teladan2) Pemberian Punishment kepada petugas pelaksana program, jika persentase kelengkapan imunisasi dasar semakin turun setiap tahunnya. Punishment yang diberikan dapat berupa: Pemotongan bonus uang jasa Penggantian pemegang program Waktu kegiatan: Sepanjang masa kerja Dana dan peralatan: Dana operasional puskesmas, bantuan pemerintah daerah atau dinas kesehatan2. Promosi Kesehatan Rutin mengenai Imunisasia. Tujuan : memberikan edukasi mengenai imunisasib. Sasaran : masyarakat umum, khususnya ibu-ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan c. Bentuk kegiatan : penyuluhan kesehatan mengenai imunisasi poster, spanduk, pamflet mengenai imunisasi informasi berupa iklan imunisasi di stasiun TV dan radio lokal Edukasi langsung kepada ibu mengenai imunisasi setiap pelaksanaan posyandu Edukasi pada suami dan keluarga ibu mengenai imunisasi Penyuluhan kepada siswa-siswi SMA yang akan menjadi orangtua mengenai imunisasid. Waktu kegiatan: Setiap 3 bulane. Data dan peralatan : dana operasional puskesmas, bantuan pemerintah daerah atau dinas kesehatan

Penentuan prioritas penyelesaian masalah dilakukan untuk memilih alternatif penyelesaian masalah yang paling menjanjikan. Sebelum melakukan pemilihan sebaiknya dicoba memadukan berbagai alternatif penyelesaian masalah terlebih dahulu. Bila tidak dapat dilaksanakan barulah dilakukan pemilihan. Cara pemilihan yang dianjurkan adalah dengan menggunakan teknik kriteria matriks. Kriteria yang dimaksud adalah:a. Efektivitas penyelesaian masalahCara ini dilakukan dengan memberikan nilai 1 untuk alternatif penyelesaian masalah yang paling tidak efektif sampai nili 5 untuk yang paling efektif. Untuk menentukan efektivitas ini digunakan kriteria tambahan sebagai berikut: Besarnya masalah yang dapat diselesaikan/M (magnitude) Pentingnya penyelesaian masalah yang dikaitkan dengan kelaneggengan selesainya masalah/I (importance) Sensitivitas, yang dikaitkan dengan kecepatan dalam menyelesaikan masalah/V (vulnerability) b. Efisiensi penyelesaian masalah Nilai efisiensi dikaitkan dengan biaya/C (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan penyelesaian masalah. Semakin besar biaya dianggap semakin tidak efisien (dinilai sampai dengan 5), sedangkan makin kecil biaya dianggap semakin efisien (diberi nilai 1). Prioritas didapatkan dengan membai hasil perkalian nilai M x I x V dengan nilai C. Penyelesaian masalah dengan nilai P tertinggi adalah prioritas penyelesaian masalah yang dipilih.Setelah dijelaskan mengenai alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas alternatif penyelesaian masalah dengan menggunaan tabel matriks berikutTabel 5.6. Penentuan Prioritas Alternatif Penyelesaian MasalahAlternatif Pemecahan MasalahEfektivitasEfisiensi (C)Jumlah(MxIxV/C)

MIV

1.Peningkatan motivasi petugas pelaksana program imunisasi444321.3

2.Promosi Kesehatan Rutin mengenai Imunisasi

554425

Untuk nilai magnitude/efektivitas (M) diberikan nilai nilai 4 pada alternatif pertama. Nilai tertinggi yakni 5 diberikan pada alternatif keempat yakni promosi kesehatan. Angka ini diberikan atas pertimbangan bahwa alternatif ini akan dapat menyelesaikan masalah lebih baik daripada alternatif pertama. Diharapkan dengan rutinya promosi kesehatan dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan ibu agar membawa anaknya untuk imunisasi. Untuk nilai importance(I) angka diberikan nilai 4 pada alternatif pertama, dan nilai 5 pada alternatif kedua. Hal ini sejalan dengan prioritas masalah yang ditemui yakni rendahnya pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai imunisasi sehingga menyebabkan rendahnya kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas. Kurangnya akses informasi dan motivasi diduga meyebabkan masalah tersebut sehingga edukasi dan promosi kesehatan mengenai imunisasi menjadi penting untuk menyelesaikan masalah.Untuk nilai sensitivitas (V) angka 4 diberikan pada alternatif pertama dan nilai 5 untuk alternatif kedua karena dianggap lebih cepat menyelesaikan masalah daripada alternatif pertama. Untuk efisiensi/Cost(C) diberikan nilai 3 untuk alternatif pertama dan nilai 4 untuk alternatif kedua karena pengadaan media promosi tertentu seperti iklan TV/radia atau spanduk tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Promosi sederhana dapat dijalankan bersamaan dengan program posyandu atau pelayanan kesehatan yang sudah berlangsung sehingga. Kader atau petugas kesehatan dapat memberikan edukasi secara langsung kepada target ibu yang memiliki bayi usia imunisasi.Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa promosi kesehatan rutin merupakan prioritas penyelesaian masalah yang diharapkan dapat meningkatkan capaian UCI di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat.

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan1. Terdapat satu indikator program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat tahun 2013 yang tidak tercapai yaitu persentase(%) desa/kelurahan Universal Child Immunization(UCI) 2. Karena hanya satu indikator program P2M yang tidak tercapai maka didapatkan bahwa prioritas masalah program P2M adalah persentase(%) desa/kelurahan Universal Child Immunization(UCI) 3. Penyebab masalah yang mungkin antara lain masalah: Ketersediaan petugas program imunisasi; Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai imunisasi; serta Pendataan dan pencatatan kelengkapan imunisasi4. Prioritas penyebab masalah pada indikator persentase(%) desa/kelurahan Universal Child Immunization(UCI) adalah pengetahuan , sikap dan perilaku masyarakat mengenai imunisasi5. Alternatif pemecahan masalah yang dapat diajukan adalah peningkatan motivasi petugas pelaksana program imunisasi dan promosi kesehatan rutin mengenai imunisasi6. Berdasarkan perhitungan dengan teknik kriteria matriks sederhana maka didapat bahwa promosi kesehatan rutin mengenai imunisasi lebih efektif dan efisien guna menyelesaikan masalah tersebut6.2 Saran6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Pontianak1. Menambah media promosi lain mengenai imunisasi dasar lengkap melalui leaflet dan brosur atau melalui media cetak dan elektronik lokal2. Melakukan penyuluhan rutin kepada masyarakat khususnya ibu tertutama mengenai imunisasi dasar lengkap3. Menjalin kerja sama dengan pemerintah setempat dalam rangka mensukseskan program imunisasi6.2.2 Bagi Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat1. Melakukan penyuluhan rutin kepada masyarakat khususnya ibu tertutama mengenai imunisasi dasar lengkap2. Menambah petugas pelaksana program dan menambah rekrutmen kader imunisasi

6.2.3 Bagi Masyarakat1. Berperan aktif dalam mencari informasi mengenai imunisasi2. Terutama kepada tokoh masyarakat setempat dapat membantu dan berperan aktif mengajak dan memberikan informasi mengenai imunisasi dasar lengkap kepada masyarakat

DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Fachmi, U., 2006, Imunisasi Mengapa Perlu, Penerbit Buku Kompas, JakartaBedford H, Elliman D. Concerns about immunization. BMJ 2000; 320:240-3Centers for Disease Control and Prevention., 2012, About Haemophilus Influeanzae Disease, National Center for Immunization and Respiratory Diseases, Divisions of Bacterial Diseases.Centers for Disease Control and Prevention., 2012, Diphtheria Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Disease, 12th Edition, National Center for Immunization and Respiratory Disease.Centers for Disease Control and Prevention., 2013, Core Curriculum on Tuberculosis: What the Clinicians Should Know, 6th Edition, National Center for HIV/AIDS, Viral Hepatitis, STD, and TB Prevention, Divisions of Tuberculosis Elimination. Centers for Disease Control and Prevention., 2013, Diphtheria Photos, National Center for Immunization and Respiratory Diseases, Divisions of Bacterial Diseases.Centers for Disease Control and Prevention., 2013, Tetanus, National Center for Immunization and Respiratory Diseases, Divisions of Bacterial Diseases.Centers for Disease Control and Prevention., 2014, Poliomyelitis, National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases.Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Kementerian Kesehatan RI 2014.FE Andre, R Booy, HL Bock, J Clemens, SK Datta, TJ John, dkk. Vaccination greatly reduces disease, disability, death and inequity worldwide. WHO 2008;86:81-160Hassel, B., 2013, Tetanus: Pathophysiology, Treatment, and the Possibility of Using Botulinum Toxin Against Tetanus-Induced Rigidity and Spasms, Toxin, 5: 73 83.Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010, Imunisasi, Investasi Kesehatan Masa Depan, Pengurus Pusat Ikatand Dokter Anak Indonesia.Ikatan Dokter Anak Indonesia., 2011, Pedoman Pelayanan Medis: Pertusis, Jilid 2, Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.Menteri Kesehatan Republik Indonesia., 2010, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 482 Tahun 2010 Tentang Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014).Menteri Kesehatan Republik Indonesia., 2013, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi.Mulyanti, Yanti. Skripsi. Faktor-Faktor Internal yang Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Balita Usia 1-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Situ Gintung Ciputat tahun 2013. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Imunisasi di Indonesia, Ed.5. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.Soane, MC., Jackson, A., Maskell, D., Allen, A., Keig, P., Dewar, A., Dougan, G., Wilson, R., Interaction of Bordetella Pertussis with Human Respiratory Mucosa in Vitro, Respiratory Medicine, 94: 791 799.Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) 2006. Subdit Surveillans Epidemiologi Dit. Sepim Ditjen PP&PL. Departemen Kesehatan RI 2007World Health Organization., 2002, Hepatitis B, Department of Communicable Disease Surveillance and Response.World Health Organization., 2009, Measles, Weekly Epidemiological Record, 35: 349 360.

46