tinjauan pustaka mix ske 2.10

45
BAB II TIJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Penurunan Kesadaran Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System) , suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996). Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang- cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhnya, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga (Mardiati, 1996). Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004). Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS → diproyeksikan kembali ke korteks cerebri → terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).

Upload: zahid

Post on 12-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

BAB IITIJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Penurunan KesadaranPusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis

dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996).

Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhnya, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga (Mardiati, 1996).

Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).

Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS → diproyeksikan kembali ke korteks cerebri → terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).

Tingkat Kesadaran Manusia: (Price, 2006) Sadar → sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat mengingat

angka yang diberitahukan beberapa menit sebelumnya. Otomatisme → tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitan mengingat, bertindak otomatis tanpa tahu

apa yang baru saja dilakukan. Konfusi → canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurang kooperatif, sulit dibangunkan, bingung. Somnolen penderita mudah dibangunkan, dapat bereaksi secara motorik atau verbal yang layak tetapi

setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsangan dihentikan. Delirium → disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, sulit dibangunkan

dari tidurnya. Stupor → diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras dan cahaya, berespo baik terhadap

rangsang sakit. Stupor dalam → bisu, sulit dibangunkan, masih berespon terhadap nyeri. Koma → tidak sadar, tidak berespon, refleks masi ada. Koma ireversibel/mati → refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak ada denyut jantung dan nafas.

FISIOLOGI LISTRIK OTAK

Di permukaan dendrit dan soma neuron motorik terdapat tombo-tombol sinaps kecil yang disebut ujung presinaps. Membran sel ujung presinaps disebut membran presinaps yang mengandung banyak sekali kanal

Page 2: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

kalsium bergerbang voltase. Bila ada potensial aksi yang mendepolarisasi membranmembuka kanal kalsiumion kalsium mengalir masuklepasnya transmiter ke dalam celah sinaps (sebanding dengan jumlah ion kalsium yang dilepaskan).

Beberapa reseptor postsinaps, bila diaktivasi menyebabkan eksitasi dan inhibisi neuron. Eksitasi, kanal natrium membukamelepas banyak muatan positifmenekan hantaran melalui kanal klorida, kalium, atau keduanyamenyebabkan perubahan metabolisme internal neuron postsinaps. Inhibisi, kanal ion klorida membukameningkatkan hantaran ion kalium yang keluar dari neuronmengaktivasi enzim reseptor (Guyton,2007).

KEJANGKejang adalah suatu gerakan anggota tubuh yang tidak disadari, dan ditimbulkan oleh kontraksi

sebagian atau seluruh otot-otot tubuh. Kontraksi otot-otot secara spontan ini tidak dikendalikan dan biasanya disebabkan suatu rangsangan terhadap susunan syaraf.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.

Berbagai faktor pencetus dari kejang antara lain rangsangan emosi yang hebat, alkalosis akibat pernafasan berlebihan, obat-obatan perangsang neuron, demam, suara bising dan cahaya yang menyilaukan. kejang dapat berhenti karena neuron kelelahan dan inhibisi aktif oleh neuron-neuron inhibitor yang juga diaktifasi oleh serangan.

EPILEPSIDefinisi

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.

Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan. Sedangkan manifestasi laboratorik berupa kelainan gambaran EEG. Namun demikian seringkali ditemukan kesulitan dalam menetapkan diagnosis epilepsi, misalnya pada anak dengan serangan kejang demam yang berulang.Manifestasi KlinisEpilepsi umum :1.     Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder. Epilepsi grand mal

ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik. Kejang tonik-klonik berlangsung 2-3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali.

2.      Minor : Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik. Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan mioklonus, bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik, bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena

Page 3: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantile, timbul pada bayi 3-6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.

Epilepsi parsial: Bangkitan motorik, fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau

sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Bangkitan sensorik, bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang. Epilepsi lobus temporalis, jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali (Komang, 1984).Status Epileptikus

Status epileptikus menggambarkan suatu keadaan epilepsi yang berlangsung cukup lama atau serangan berlangsung berulang-ulang dengan interval yang sangat pendek sehingga memperlihatkan keadaan yang tetap.Pemeriksaan Penunjang

Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi. Ada 4 macam frekuensi gelombang EEG yaitu gelombang alfa, beta, theta, dan delta. Sedangkan gelombang patologis ada 5 yaitu gelombang runcing, tajam, runcing lambat, runcing multipel, dan hipsaritmia.

Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto polos kepala yang berguna untuk mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak; CT-Scan, dan pemeriksaan laboratorium memastikan adanya kelainan sistemik seperti hipoglikemia,hiponatremia,uremia, dan lain-lain.Diagnosis Banding

Narkolepsi, serangan hipersomnia yang bisa beberapa hari. Di antara periode hipersomnia penderita memperlihatkan kesadaran normal (Mardjono & Sidharta, 2003). Kejang demam, kejang demam terbagi dua, yaitu kejang demam yang sederhana dan kejang demam yang akibat penyakit lain atau gangguan dalam tengkorak kepala. Histeria, suatu keadaan dimana penderita (biasanya wanita) mengalihkan penderitaan jiwanya ke penderitaan jasmani. Ciri-cirinya ialah setiap kali serangan tak pernah sendirian, selalu ada orang lain di sekitarnya, terutama yang ada hubungannya dengan konflik emosionalnya. Sinkope, Pada sinkope kesadaran menghilang karena iskemi otak. Bila hipoksia/iskemi otak berlangsung lama dapat terjadi kejang. Tiga penyebab utama sinkope ialah refleks vaskular yang abnormal, terganggunya refleks sipatik, kelainan jantung yang menyebabkan aritmia/asistol.Penatalaksanaan

Tujuan penanggulangan ialah mengatasi/mengendalikan serangan dengan atau tanpa obat, serta mengurangi/meniadakan dampak psikososial. Pengobatan epilepsi diberikan berdasarkan jenis epilepsi yang diderita. Beberapa obat epilepsi yang dapat digunakan antara lain:1. Grand mal : Phenobarbital, dlantin, mysolin, tegretol, mephenytoin (mesantoin), mephobarbital, bromide, Na-valproat.2. Petit mal : Ethosuximide, Na-valproat, clonazepam, trimethadione, paramethadione, acetazolamide.3. Lob. Temporalis : Tegretol, diantin, primidon, phenobarbital, mephobarbital, phenacemid.4. Minor motor : Clonazepam, diazepam, mysoline, Na-valproat, ketogenik diet.5. Fokal : Dilantin, mysoline, luminal.6. Spasme infantil : ACTH, mogadon, kotikosteroid1. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejang

Page 4: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

Kejang adalah suatu bentuk manifestasi klinik akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang tergangu akibat suatu keadaan patologik. Jenis-jenis kejang (klasifikasi kejang) didasarkan oleh pemeriksaan EEG (elektroensefalografik), MRI, penilaian klinis, dan juga anamnesis. Dari hal tersebut, kejang diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu kejang parsial dan kejang generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. (Lombardo, 2007)

Kejang parsial adalah kejang dengan kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain. Kejang parsial masih dibagi menjadi 2 macam, yaitu kejang parsial sederhana (kesadaran utuh) dan kejang parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang). Kejang parsial, diklasifikasikan menjadi berikut: (Lombardo, 2007)

- Kejang parsial sederhana; karakteristik kejang ini adalah dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral), sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik (takikardia, bradikardia, takipneu, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia, gangguan daya ingat). Kejang ini biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.

- Kejang parsial kompleks; merupakan jenis kejang yang dimulai sebagai kejang parsial sederhana dan berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh gejala motorik , gejala sensorik otomatisme (mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-narik baju). Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang menjadi kejang generalisata. Kejan ini biasanya berlangsung 1-3 menit.

Kejang generalisata adalah kejang yang melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Kejang ini memiliki karakteristik tertentu, seperti hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan simetrik, serta tidak ada aura. Kejang generalisata, diklasifikasikan menjadi berikut: (Lombardo, 2007)

- Kejang tonik-klonik, kejang ini memiliki karakteristik spasme tonik-klonik otot, inkontinensia urin dan alvi, menggigit lidah, dan fase pascaiktus.

- Kejang absence, kejang ini sering salah didiagnosis sebagai melamun. Kejang ini memiliki karakteristik khusus, seperti menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat, tonus postural juga tidak hilang. Kejang absence berlangsung dalam beberapa detik.

- Kejang mioklonik, kejang ini memiliki karakteristik seperti kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai dan durasinya cenderung singkat.

- Kejang atonik, adalah bentuk kejang generalisata yang hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh (drop attacks).

- Kejang klonik, merupakan suatu bentuk kejang generalisata dengan gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau multiple di lengan, tungkai, atau torso.

- Kejang tonik, merupakan peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai. Karakteristik lain, misalnya mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi, serta kejang ini mungkin dapat menyebabkan henti napas.

Kejang memiliki efek-efek berdasarkan atas lamanya mengalami kejang. Berikut jenis-jenis efek kejang: (Lombardo, 2007)

- Awal (kurang dari 15 menit), efek-efeknya: meningkatnya kecepatan denyut jantung, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya kadar glukosa, meningkatnya suhu pusat tubuh, dan meningkatnya sel darah putih.

- Lanjut (antara 15-30 menit), efek-efeknya: menurunnya tekanan darah, menurunnya gula darah, disritmia, dan edema paru nonjantung.

- Berkepanjangan (lebih dari 1 jam), efek-efeknya: hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum, gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema serebrum.

B. EpilepsiMenurut Hughlings Jackson, seorang pakar penyakit saraf London (1835-1911), memberikan suatu

penjelasan yang rasional mengenai pathogenesis dari bangkitan tersebut. Menurutnya, bangkitan epilepsi dapat dikatakan sebagai suatu lepas muatan (discharge) dari suatu bagian substansia grisea tertentu dari

Page 5: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

korteks serebri yang berlangsung secara tiba-tiba, berlebihan, cepat, tidak teratur, dan untuk waktu yang sementara. Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi sautu sindrom, suatu reaksi dari otak yang timbul secara paroksismal, karena adanya suatu rangsang patologikyang menghinggapi korteks serebri secara lokal atau difus. Dalam keadaan normal, suatu lepas muatan tidaklah akan mudah dapt terjadi, berhubung adanya mekanisme penghambat di dalam susunan saraf pusat itu sendiri. Ada beberapa mekanisme inhibisi yang didapat dalam susunan saraf pusat (SSP), yaitu: (Ngoerah, 1990)

- Sel RenshawSetiap sel ganglion motorik memiliki suatu akson yang sebelum meninggalkan SSP telah melepaskan suatu kolateral rekurrens, yang dapat merangsang suatu sel Renshaw. Sel Renshaw ini adalah suatu sel penghambat. Dengan mempergunakan GABA sebagai neurotransmitter, maka sel Renshaw itu akan dapat melakukan inhibisi terhadap sel ganglion motorik itu sendiri.

- Area 4S dari korteks serebriSel-sel ganglia dari daerah ini memiliki akson-akson yang dapat menghambat bagian-bagian lain dari susunan saraf pusat/SSP. Pada daerah ini terdapa sabut-sabut menuju ke nucleus funikulus grasilis dank e nucleus funiklus kuneati. Sabut-sabut ini berfungsi sebagai penghambat, sehingg tidaklah semua impuls yang sampai pada nuclei tersebut lalu begitu saja dan dilanjutkan ke korteks serebri. Mekanisme tersebut dapat menghalangi timbulnya lepas muatan yang berlebihan. Selain itu pompa Natrium (Na-K-ATP-ase) yang oleh karena tidak dapat berfungsi dengan baik, akan dapat mempermudah timbulnya suatu lepas muatan.

Bangkitan epilepsi dapat dibagi menjadi beberapa jenis menurut International Leagua (1981), yaitu: (Ngoerah, 1991)

Bangkitan parsial (fokal, lokal), dibagi menjadi:a. Bangkitan parsial sederhana (kesadaran tidak terganggu), karakteristiknya adalah gejala

motorik (fokal motorik tidak menjalar, fokal mototrik menjalar/epilepsi Jackson, versify, postural, dan disertai gangguan fonasi), gejala somatosensoris/sensoris spesial/halusinasi sederhana (halusinasi bisa dalam bentuk somatosensoris, visual, auditoris, olfaktoris, gustatoris, dan juga terdpat vertigo), gejala gangguan saraf autonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dan dilatasi pupil), gejala psikik/gejala fungsi luhur (disfasia, dismnesia, kognitif, afektif, ilusi, halusinasi kompleks/berstruktur).

b. Bangkitan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran), karakteristiknya adalah awal saat bangkitan parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran dengan gejala parsial sederhana dan dengan automatisme.

c. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik), pembagiannya adalah bangkitan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan parsial umum, bangkitan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum, dan bangkitan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.

Bangkitan umum (konvulsif atau nonkonvulsif), dibagi menjadi:a. Bangkitan lena (absence), pembagiannya antara lain hanya penurunan kesadaran, dengan

komponen klonik ringan, dengan komponen atonik, dengan komponen tonik, dengan automatisme, dan dengan komponen autonom. Komponen klonik ringan hingga komponen autonom dapat tersendiri atau dalam kombinasi. Ada juga bentukan lena tak khas (atypical absence), dapat disertai gangguan tonus yang lebih jelas, awitan dan handekan yang tidak mendadak.

b. Bangkitan mioklonik, bisa terjadi sekali atau berulang-ulang.c. Bangkitan klonikd. Bangkitan tonike. Bangkitan tonik-klonikf. Bangkitan atonik

Bangkitan taktergolongkan, dalam bangkitan ini epilepsi bisa timbul karena:a. Tak terduga (tak tentu waktunya)b. Siklus, timbul pada waktu-waktu tertentu (berhubung dengan siklus haid, bangun tidur)

Page 6: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

c. Setelah mendapat rangsangan: nonsensoris (lelah, alcohol, emosi) dan sensoris (misalnya cahaya yang berkedip)

Kelompok penderita epilepsi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: (Ngoerah, 1990)a. Kelompok I: Epilepsi Primer

Mereka yang tidak dapat kita ketahui penyebab dari bangkitan epilepsinya. Kelompok I dinamai epilepsi primer atau genuine (epilepsy idiopatik, epilepsy esensiil, epilepsy genetik).

b. Kelompok II: Epilepsi SekunderMereka yang dapat diketahui penyebab dari bangkitan epilepsinya. Kelompok II dinamai epilepsi sekunder atau simtomatik. Lepas muatan sudah barang tentu mulai di sautu tempat di korteks serebri. Tetapi yang menyebabkan timbulnya lepasan muatan itu tidak selalu berada dalam ruang tengkorak itu sendiri. Penyebab bangitan epilepsi dapat berasal intrakaranial, tetapi dapat pula berada di ekstrakranial.

- Penyebab yang terletak intrakranial. Misalnya: kerusakan pada SSP bayi (sewaktu persalinan, seperti misalnya karena anoksi, perdarahan, imaturitas, dan lain-lain), anomali kongenital, sisa ccat bekas meningitis atau ensefalitis, atrofia korteks serebri bekas ensefalomalasi, sisa cacat bekas trauma kapitis, tumor serebri, arterio-venous malformasi.

- Penyebab yang terletak ekstrakranial. Misalnya: anoksia, uremia, eklampsi, gangguan endokrin seperti misalnya hipoglikemi dan hipokalsemi, keracunan seperti misalnya karena alcohol, dieldrin, dan anti-depressan.

Epilepsi dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: (Guyton, 2007)- Epilepsi Grand Mal

Merupakan suatu bentuk epilepsi yang ditandai dengan pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron di seluruh area otak-dalam korteks serebri, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak. Juga, muatan listrik yang dijalarkan melalui semua jaras ke medulla spinalis kadang-kadang menimbulkan kejang tonik umum di seluruh tubuh, serta menjelang akhir serangan yang diikuti oleh kontraksi otot-otot tonik dan kemudian spasmodik secara bergantian, yang disebut kejang tonik klonik. Seringkali pasien menggiggit atau “mengunyah” lidahnya dan dapat mengalami kesulitan dalam bernapas, yang terkadang menimbulkan sianosis. Sinyal yang dijalarkan dari otak ke visera juga seringkali menimbulkan proses miksi dan defekasi.

Kejang grand mal biasanya berlangsung selama beberapa detik sampai 3-4 menit. Kejang ini juga ditandai dengan keadaan depresi pascakejang di seluruh sistem saraf; pasien tetap dalam keadaan stupor selama 1 sampai beberapa menit sesudah serangan kejang berakhir dan kemudian seringkali tetap lelah dan tertidur selama berjam-jam sesudahnya.

Tampak rekaman EEG yang khas pada hampir semua regio korteks selama fase tonik serangan grandmal. Adanya gambar EEG dapat menjelaskan adanya pelepasan impuls bervoltase dan berfrekuensi tinggi yang terjadi di seluruh korteks. Selanjutnya, pada saat yang bersamaan juga timbul pelepasan impuls yang sama di kedua sisi otak, yang menggambarkan adanya sirkuit neuron abnormal yang bertanggung jawab atas timbulnya serangan hebat yang melibatkan region basal otak yang mengendalikan kedua sisi serebrum secara bersamaan.

Pada percobaan/eksperimen, serangan grand mal dapat ditimbulkan oleh pemberian zat perangasang neuron, seperti obat pentilentetrazol, atau dengan menimbulkan keadaan hipoglikemia akibat insulin, atau dengan cara mengalirkan listrik langsung melalui otak. Perekaman listrik pada thalamus serta pada formasio retikularis batang otak selama serangan grand mal, menunjukkan gambaran aktivitas bervoltase tinggi yang khas di kedua area tersebut, yang serupa dengan gambaran korteks serebri. Oleh karena itu, mungkin, serangan grand mal ini tidak hanya disebabkan oleh aktivasi yang abnormal pada thalamus dan korteks serebri tetapi juga disebabkan oleh aktivasi yang abnormal di bagian batang otak pada sistem aktivasi otak itu sendiri yang terletak di bawah thalamus.- Epilepsi Petit Mal

Epilepsi petit mal hampir selalu melibatkan sistem aktivasi talamokortikal otak. Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar (atau penurunan kesadaran) selama 3 sampai 30 detik, dan selama waktu serangan, pasien merasakan kontraksi otot seperti kedutan

Page 7: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

(twitch-like), yang biasanyanya terjadi di daerah kepala, terutama pengedipan mata; keadaan ini selanjutnya diikuti dengan kembalinya kesadaran dan timbulnya kembali aktivitas sebelumnya. Rangkaian kejadian keseluruhan ini disebut dengan absence syndrome atau absence epilepsy. Pasien mengalami serangan ini satu kali dalam beberapa bulan atau pada kasus yang jarang, dapat mengalami serangkaian serangan yang cepat, yaitu satu serangan diikuti oleh serangan lainnya. Serangan petit mal biasanya terjadi pertama kali pada anak-anak masa akil balik dan menghilang pada umur 30 tahun. Kadangkala, serangan epilepsy petit mal dapat memicu timbulnya serangan grand mal.

Pola gelombang otak pada epilepsi petit mal yang ditunjukkan pada EEG ditandai dengan adanya pola kubah dan paku (spike and dome pattern). Gambaran kubah dan paku ini dapat direkam di sebagian besar atau seluruh bagian korteks serebri, dan menunjukkan bahwa kejang yng timbul melibatkan sebagian besar sistem aktivasi talamokortikal otak. Dan eksperimen pada hewan, menunjukkan bahwa hal ini dihasilkan dari gerakan osilasi dari neuron retikular thalamus inhibitor (yang merupakan neuron penghasil gamma-aminobutirat acid/GABA inhibitor) dan neuron talamokortikal dan kortikotalamik eksitator.- Epilepsi Fokal

Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik region setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal sering disebabkan oleh lesi organik setempat atau karena adanya kelainan fungsional, seperti adanya jaringan parut di otak yang mendorong jaringan neuron di dekatnya, adanya tumor yang menekan daerah otak, rusaknya suatu area pada jaringan otak, atau kelainan sirkuit setempat yang diperoleh secara kongenital.

Lesi semacam ini dapat menyebabkan pelepasan impuls yang sangat cepat pada neuron setempat; bila kecepatan pelepasan impuls ini mlebihi beberapa ratus per detik, gelombang sinkron akan mulai menyebar di seluruh region kortikal di dekatnya. Gelombang ini mungkin berasal dari sirkuit setempat yang secara bertahap membuat area korteks di dekatnya menjadi zona lepas-muatan epileptik. Proses ini menyebar ke daerah di dekatnya dengan kecepatan paling lambat beberapa millimeter per menit dan paling cepat beberapa sentimeter per detik. Bila gelombang eksitasi semacam ini menyebar ke seluruh korteks motorik, gelombang ini menyebabkan “deretan” kontraksi otot yang progresif di seluruh sisi tubuh yang berlawanan. Keadaan ini disebut epilepsy Jackson. Serangan epilepsi fokal dapat terbatas hanya di suatu area otak, namun pada sebagian besar kasus, sinyal yang kuat dari daerah korteks yang mengalami kejang dapat merangsang bagian mesensefalik sistem aktivasi otak sedemikian kuatnya sehingga serangan epilepsi grand mal juga terjadi.

Ada tipe lain epilepsi fokal yang disebut kejang psikomotor, yang dapat menyebabkan timbulnya periode amnesia singkat, serangan kemarahan yang abnormal, adanya ansietas, rasa tak nyaman, atau rasa takut yang timbul mendadak, dan bicara inkoheren yang singkat atau bergumam dari ungkapan yang bertele-tele (trite-phrase). Kadangkala pasien tidak dapat mengingat aktivitas yang telah dilakukannya selama serangan, namun pada saat lain, ia menyadari segala sesuatu yang telah dilakukan tetapi tidak mampu mengendalikannya. Serangan kejang tipe ini seringkali melibatkan bagian limbik otak, seperti hipokampus, amigdala, septum, dan bagian korteks temporalis.

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI-FISIOLOGI KESADARAN DAN PENURUNAN KESADARANPusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis

dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain

Page 8: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996).

Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga (Mardiati, 1996).

Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS → diproyeksikan kembali ke korteks cerebri → terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).Tingkat Kesadaran Manusia: (Price, 2006) Sadar → sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat mengingat

angka yang diberitahukan beberapa menit sebelumnya. Otomatisme → tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitan mengingat, bertindak otomatis tanpa tahu

apa yang baru saja dilakukan. Konfusi → canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurang kooperatif, sulit dibangunkan, bingung. Delirium → disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, sulit dibangunkan

dari tidurnya. Stupor → diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras dan cahaya, berespo baik terhadap

rangsang sakit. Stupor dalam → bisu, sulit dibangunkan, masih berespon terhadap nyeri. Koma → tidak sadar, tidak berespon, refleks masi ada. Koma ireversibel/mati → refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak ada denyut jantung dan nafas.Penurunan Kesadaran, disebabkan oleh: (Tjokronegoro, 2004)1. Lesi masa supra (infra tentorium) ditandai dengan peningkatan TIK dan disertai kelainan fokal. Kelainan

ini dapat berupa neoplasma, hematoma, infark cerebri dengan oedema, abses, fokal ensefalitis, venus sinus trombosis.

2. Lesi destruktif pada subtentorial (lokal efek toksik) biasanya merupakan kerusakan langsung dari ARAS, yang dapat berupa infark batang otak, rhombensefalitis, demyelinasi batang otak, keracuana obat sedatif.

3. Lesi difus pada korteks cerebri yang merupakan lesi bilateral umumnya karena hipoksia, iskemia, hipoglikemia, ketoasidosis, kelainan elektrolit, meningitis, ensefalitis, ensefalomielitis, subarachnoid hemorrhage.

B. FISIOLOGI NEUROMUSCULER (FISIOLOGI LISTRIK SSP)C. KEJANG

Definisi Kejang

D. EPILEPSYDefinisi Epilepsi

Page 9: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

Klasifikasi EpilepsiE. ANATOMI-FISIOLOGI KESADARAN DAN PENURUNAN KESADARAN

Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996).

Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga (Mardiati, 1996).

Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS → diproyeksikan kembali ke korteks cerebri → terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).Tingkat Kesadaran Manusia: (Price, 2006) Sadar → sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat mengingat

angka yang diberitahukan beberapa menit sebelumnya. Otomatisme → tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitan mengingat, bertindak otomatis tanpa tahu

apa yang baru saja dilakukan. Konfusi → canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurang kooperatif, sulit dibangunkan, bingung. Delirium → disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, sulit dibangunkan

dari tidurnya. Stupor → diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras dan cahaya, berespo baik terhadap

rangsang sakit. Stupor dalam → bisu, sulit dibangunkan, masih berespon terhadap nyeri. Koma → tidak sadar, tidak berespon, refleks masi ada. Koma ireversibel/mati → refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak ada denyut jantung dan nafas.Penurunan Kesadaran, disebabkan oleh: (Tjokronegoro, 2004)1. Lesi masa supra (infra tentorium) ditandai dengan peningkatan TIK dan disertai kelainan fokal. Kelainan

ini dapat berupa neoplasma, hematoma, infark cerebri dengan oedema, abses, fokal ensefalitis, venus sinus trombosis.

2. Lesi destruktif pada subtentorial (lokal efek toksik) biasanya merupakan kerusakan langsung dari ARAS, yang dapat berupa infark batang otak, rhombensefalitis, demyelinasi batang otak, keracuana obat sedatif.

Page 10: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

3. Lesi difus pada korteks cerebri yang merupakan lesi bilateral umumnya karena hipoksia, iskemia, hipoglikemia, ketoasidosis, kelainan elektrolit, meningitis, ensefalitis, ensefalomielitis, subarachnoid hemorrhage.

F. FISIOLOGI NEUROMUSCULER (FISIOLOGI LISTRIK SSP)

Semua sel tubuh memiliki potensial membran yang berkaitan dengan distribusi yang tidak merata serta perbedaan permeabilitas dari Na+, K+, dan anion besar intrasel. Sel saraf (neuron) dan sel otot mampu mengalami perubahan yang cepat untuk sementara waktu pada potensial membrannya. Fluktuasi potensial ini berfungsi sebagai sinyal listrik (potensial aksi). Saraf dan otot dianggap sebagai jaringan yang dapat tereksitasi karena keduanya mampu menghasilkan sinyal listrik apabila dirangsang. (Sherwood, 2001)

Tiap neuron mempunyai muatan listrik yang disebut potensial membran. Muatan listrik tersebut tergantung pada permeabilitas selektif membran neuron. Pada potensial istirahat(-70 mV), membran lima puluh sampai tujuh puluh lima kali lebih permeabel terhadap K+ daripada Na+. Keadaan demikian mengakibatkan konsentrasi K+ dalam sel menjadi tinggi, sedangkan konsentrasi Na+ tetap rendah. Keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Potensial membran ditentukan oleh perbedaan muatan ion di dalam dan di luar sel. Dalam keadaan normal, membran sel berada dalam polarisasi yang dipertahankan oleh suatu proses metabolik aktif, yaitu suatu proses yang dapat mengeluarkan Na+ dari dalam sel sehingga konsentrasi Na+ di dalam dan di luar sel tidak berubah. Proses tersebut dinamakan pompa sodium. (Mardjono, 1979; Sherwood, 2001)

Potensial aksi adalah pembalikan singkat potensial membran akibat perubahan cepat permeabilitas membran. Selama suatu potensial aksi, terjadi perubahan mencolok pada permeabilitas membran terhadap Na+

dan K+ sehingga terjadi pengaliran cepat ion-ion ini menuruni gradien elektrokimia masing-masing. Pergerakan ion-ion tersebut membawa arus yang menimbulkan perubahan potensial. Fase naik dari potensial aksi (depolarisasi) disebabkan oleh pemasukan Na+ ke dalam sel yang diinduksi oleh peningkatan mendadak permeabilitas Na+ ketika ambang tercapai. Fase turun (repolarisasi) disebabkan oleh keluarnya K+ dari sel yang disebabkan oleh peningkatan mencolok permeabilitas K+ yang terjadi bersamaan dengan inaktivasi saluran ion Na+ ketika puncak potensial aksi tercapai. (Sherwood, 2001)

Tempat keluarnya akson dari badan sel saraf disebut akson hillock. Akson hillock adalah tempat potensial aksi bermula di sebuah neuron. Impuls kemudian menyebar di sepanjang akson menuju ujung akson yang biasanya bercabang pada terminal akson. Sekali suatu potensial aksi dimulai di salah satu bagian membran sel saraf, suatu siklus berulang-sendiri terus menerus dimulai sehingga potensial aksi merambat ke seluruh serat secara otomatis. Potensial aksi semula tidak berjalan di sepanjang membran. Potensial aksi tersebut mencetuskan potensial aksi baru yang identik di daerah membran yang berdekatan. (Sherwood, 2001)

Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu neuron ke neuron berikutnya melalui batas antarneuron (interneuronal junctions) yang disebut sinaps. Terdapat dua macam sinaps, yaitu sinaps kimia dan sinaps listrik. Hampir semua sinaps pada sistem saraf pusat (SSP) manusia adalah sinaps kimia. Pada sinaps kimia, neuron presinaps menyekresi bahan kimia (neurotransmiter) ke celah sinaps yang akan bekerja pada reseptor protein pada membran neuron postsinaps sehingga neuron tersebut akan terangsang, terhambat, atau berubah sensitivitasnya. Sinaps ini selalu menjalarkan sinyal dalam satu arah. Beberapa neurotransmiter di antaranya adalah asetilkolin, norepinefrin, histamin, asam gamma-aminobutirat (GABA), glisin, serotonin, dan glutamat. Sinaps listrik ditandai oleh adanya saluran langsung yang menjalarkan aliran listrik dari satu sel ke sel berikutnya. (Guyton, 1997)

Penjalaran suatu potensial aksi ke terminal akson neuron presinaps mencetuskan pembukaan saluran Ca+

+ gerbang-voltase dan diikuti masuknya Ca++ ke dalam kepala sinaps. Kalsium menginduksi pelepasan neurotransmiter secara eksositosis dari vesikel-vesikel sinaps ke celah sinaps. Setelah berdifusi melintasi celah, neurotransmiter berikatan dengan reseptornya di membran postsinaps. Pengikatan ini mencetuskan pembukaan saluran-saluran ion spesifik di membran postsinaps yang mengubah permeabilitas neuron postsinapsnya. (Sherwood, 2001)

Berdasarkan efek yang ditimbulkan pada neuron postsinaps, terdapat dua jenis sinaps, yaitu sinaps eksitatorik dan inhibitorik. Pada sinaps eksitatorik, respon terhadap kombinasi neurotransmiter-reseptor adalah pembukaan saluran Na+ dan K+ di dalam membran postsinaps sehingga terjadi peningkatan permeabilitas terhadap kedua ion tersebut. Perubahan permeabilitas yang terjadi di sinaps eksitatorik menyebabkan keluarnya

Page 11: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

sedikit ion K+ dari neuron postsinaps dan masuknya sejumlah besar ion Na+ ke dalam neuron ini sehingga bagian dalam membran menjadi kurang negatif dibandingkan dengan potensial istirahat dan menimbulkan depolarisasi kecil di neuron postsinaps. Pada sinaps inhibitorik, kombinasi neurotransmiter-reseptor meningkatkan permeabilitas membran postsinaps terhadap K+ atau Cl-. Peningkatan permeabilitas ion-ion tersebut menyebabkan keluarnya ion K+ dari neuron postsinaps dan masuknya ion Cl- ke dalam neuron ini sehingga muatan di bagian dalam membran menjadi lebih negatif daripada potensial istirahatnya. Pada keadaan ini, membran dikatakan mengalami inhibisi dan hiperpolarisasi kecil di neuron postsinaps. Lepas muatan listrik demikian akan menyebabkan gerakan otot, timbulnya rasa protopatik, proprioseptif, atau rasa panca indera tergantung pada fungsi daerah cortex cerebri tempat neuron-neuron melepaskan muatan listriknya. (Mardjono, 1979; Sherwood, 2001)

G. KEJANGKejang adalah kontraksi involuntar pada otot-otot voluntar dan dapat merupakan episode tunggal dari

epilepsi. (Newman, 2006)Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat

sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodic. Gejala tunggal yang khas pada pasien epilepsi yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron-neuron secara tiba-tiba dan berlebihan. Hal-hal yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain kerusakan otak kongenital, kerusakan otak perinatal, kejang demam, trauma kepala, infeksi intrakranial, stroke, penyalahgunaan alkohol dan obat-obat terlarang. (Turana, 2007)

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang (fokus epileptik). Lepas muatan listrik neuron yang berlebihan ini disebabkan oleh gangguan metabolisme neuron, yaitu gangguan dalam lalu lintas K+ dan Na+ antara ruang ekstra dan intraseluler sehingga konsentrasi K+

dalam sel turun dan konsentrasi Na+ naik. Gangguan metabolisme dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik yang mengubah permeabilitas membran sel, misalnya trauma, iskemia, tumor, radang, keadaan toksik, dan sebagainya atau perubahan patofisiologik membran sendiri akibat kelainan genetik. (Mardjono, 1979; Price, 2006)

Dalam keadaan patologik, gangguan metabolisme neuron akan menurunkan ambang lepas muatan listrik sehingga neuron-neuron dengan mudah secara spontan dan berlebihan melepaskan muatan listriknya. Dalam klinik, hal ini menjelma sebagai serangan kejang atau serangan suatu modalitas perasa. Berbeda dengan lepas muatan listrik yang terjadi secara teratur dalam susunan saraf pusat normal, pada serangan epilepsi terjadi lepas muatan berlebihan yang merupakan lepas muatan listrik sinkron beribu-ribu atau berjuta neuron yang menderita kelainan. Lepas muatan tersebut mengakibatkan naiknya konsentrasi K+ di ruang ekstraseluler sehingga neuron-neuron sekitarnya juga melepaskan muatan listriknya. Dengan demikian terjadi penyebaran lepas muatan listrik setempat tadi. Setelah pelepasan muatan listrik secara masif sejumlah neuron, bagian otak yang bersangkutan mengalami masa kehilangan muatan listrik sehingga untuk sementara tidak dapat dirangsang. Lambat laun, neuron-neuron kembali ke keadaan semula, yaitu kembali mencapai potensial membran semula. (Mardjono, 1979)

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat dan lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah ke otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis selama dan setelah kejang. Asetilkolin merupakan neurotransmitter terpenting yang diketahui mempunyai sifat mempermudah pelepasan muatan listrik. Fokus epileptik tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin. Fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin. (Mardjono, 1979; Price, 2006)Asetilkolin dilepaskan oleh bagian terminal presinaptik neuron dan akan meningkatkan permeabilitas membran sel untuk Na+ dan K+. Dalam keadaan fisiologik, proses ini dapat membatasi diri karena asetilkolin cepat dinonaktifkan oleh asetilkolinesterase. Sebaliknya, bila proses inaktivasi terganggu sehingga konsentrasi asetilkolin makin meningkat, maka terjadilah depolarisasi masif yang menyebabkan

Page 12: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

neuron-neuron berlepas muatan dan timbullah suatu serangan epilepsi (kejang). (Mardjono, 1979; Price, 2006)

Neurotransmitter yang mempunyai sifat menahan pelepasan muatan listrik terutama ialah GABA. GABA mempunyai sifat inhibisi dan gangguan pada sintesis aminoacid ini akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sehingga terjadi suatu serangan. (Mardjono, 1979)Kejang diklasifikasikan menjadi kejang parsial dan generalista. Kejang parsial tidak menimbulkan lenyapnya kesadaran. Kejang parsial masih dibagi lagi menjadi kejang parsial sederhana (kesadaran utuh) dan kejang parsial kompleks (kesadaran berubah, tetapi tidak hilang). Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Manifestasi klinis kejang parsial bergantung dari lokasi fokus kejang di otak. Kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalista. (Price, 2006)Kejang generalista melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer. Kejang generalista masih dapat dibedakan menjadi kejang absence, kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan kejang mioklonik (lampiran 1). (Price, 2006)

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien epilepsi, terdapat beberapa faktor predisposisi yang perlu dipertimbangkan. Kemajuan penelitian untuk epilepsi telah berhasil mengidentifikasi mutasi genetik yang berkaitan dengan sindrom epilepsi (lampiran 2). Faktor pencetus dapat berupa faktor sensoris (cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, dan air panas), faktor sistemis (demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu (lampiran 3), hiperglikemi, kelelahan fisik), dan faktor mental (stess dan gangguan emosi). (Mansjoer, 2007)Suatu fokus epileptogen yang terletak di korteks serebri suatu hemisfer dapat menjalar ke bagian-bagian lain otak. Lepas muatan listrik dapat tetap terbatas pada sarang primer tanpa menimbulkan gejala klinik meskipun mungkin dapat dilihat pada electroencephalogram (EEG), misalnya berupa gelombang runcing, gelombang tajam atau gelombang lambat. Secara berkala, lepas muatan epileptik dapat menjalar ke hemisfer yang kontralateral melalui serabut-serabut transcallosal dan menyebabkan fokus setangkup (mirror focus). Lepas muatan listrik dapat juga menjalar melalui serabut-serabut asosiasi pendek (cortico-cortical), dengan jalan intracortical sehingga secara progresif dapat melibatkan daerah lebih luas atau dapat menjalar ke thalamus melalui sektor thalamocortical bersangkutan yang dalam klinik menjelma sebagai serangan fokal dengan gejala sesuai fungsi sektor yang terkena. (Mardjono, 1979)

Serangan epilepsi yang mulai sebagai serangan fokal baru disertai kehilangan kesadaran bila lepas muatan listrik menjalar dari fokus di cortex cerebri ke substantia reticularis di batang otak serta inti-inti thalamus bilateral dan dengan demikian melibatkan sistem aktivasi retikuler. Bila lepas muatan listrik tersebut cukup kuat, maka subsantia reticularis dan nuclei thalami akan melepaskan muatan listrik serta memancarkannya secara difus ke seluruh korteks serebri melalui serabut-serabut thalamocortical dan serabut-serabut proyeksi nonspesifik. Neuron-neuron di korteks serebri pada gilirannya akan melepaskan muatan listrik dan terjadilah kejang-kejang umum disertai kehilangan kesadaran. Pada serangan epilepsi yang dari permulaan disertai kehilangan kesadaran, diduga fokus primer tcrletak di inti-inti thalamus atau di substantia reticularis di batang otak. (Mardjono, 1979)

H. EPILEPSYDefinisi

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan. Sedangkan manifestasi laboratorik berupa kelainan gambaran EEG. Namun demikian seringkali ditemukan kesulitan dalam menetapkan diagnosis epilepsi, misalnya pada anak dengan serangan kejang demam yang berulang.Manifestasi Klinis

Epilepsi umum :1.     Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder. Epilepsi grand

mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi

Page 13: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik. Kejang tonik-klonik berlangsung 2-3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali.

2.      Minor : Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik. Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan mioklonus, bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik, bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantile, timbul pada bayi 3-6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.

Epilepsi parsial: Bangkitan motorik, fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Bangkitan sensorik, bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang. Epilepsi lobus temporalis, jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali.Status Epileptikus

Status epileptikus menggambarkan suatu keadaan epilepsi yang berlangsung cukup lama atau serangan berlangsung berulang-ulang dengan interval yang sangat pendek sehingga memperlihatkan keadaan yang tetap.Pemeriksaan Penunjang

Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi. Ada 4 macam frekuensi gelombang EEG yaitu gelombang alfa, beta, theta, dan delta. Sedangkan gelombang patologis ada 5 yaitu gelombang runcing, tajam, runcing lambat, runcing multipel, dan hipsaritmia.Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto polos kepala yang berguna untuk mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak; CT-Scan, dan pemeriksaan laboratorium memastikan adanya kelainan sistemik seperti hipoglikemia,hiponatremia,uremia, dan lain-lain.Diagnosis Banding

Narkolepsi, serangan hipersomnia yang bisa beberapa hari. Di antara periode hipersomnia penderita memperlihatkan kesadaran normal (Mardjono & Sidharta, 2003). Kejang demam, kejang demam terbagi dua, yaitu kejang demam yang sederhana dan kejang demam yang akibat penyakit lain atau gangguan dalam tengkorak kepala. Histeria, suatu keadaan dimana penderita (biasanya wanita) mengalihkan penderitaan

Page 14: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

jiwanya ke penderitaan jasmani. Ciri-cirinya ialah setiap kali serangan tak pernah sendirian, selalu ada orang lain di sekitarnya, terutama yang ada hubungannya dengan konflik emosionalnya. Sinkope, Pada sinkope kesadaran menghilang karena iskemi otak. Bila hipoksia/iskemi otak berlangsung lama dapat terjadi kejang. Tiga penyebab utama sinkope ialah refleks vaskular yang abnormal, terganggunya refleks sipatik, kelainan jantung yang menyebabkan aritmia/asistol.Penatalaksanaan

Tujuan penanggulangan ialah mengatasi/mengendalikan serangan dengan atau tanpa obat, serta mengurangi/meniadakan dampak psikososial. Pengobatan epilepsi diberikan berdasarkan jenis epilepsi yang diderita. Beberapa obat epilepsi yang dapat digunakan antara lain:1. Grand mal : Phenobarbital, dlantin, mysolin, tegretol, mephenytoin (mesantoin), mephobarbital, bromide, Na-valproat.2. Petit mal : Ethosuximide, Na-valproat, clonazepam, trimethadione, paramethadione, acetazolamide.3. Lob. Temporalis : Tegretol, diantin, primidon, phenobarbital, mephobarbital, phenacemid.4. Minor motor : Clonazepam, diazepam, mysoline, Na-valproat, ketogenik diet.5. Fokal : Dilantin, mysoline, luminal.6. Spasme infantil : ACTH, mogadon, kotikosteroid

TINJAUAN PUSTAKA

Semua sel tubuh memiliki potensial membran yang berkaitan dengan distribusi yang tidak merata serta perbedaan permeabilitas dari Na+, K+, dan anion besar intrasel. Sel saraf (neuron) dan sel otot mampu mengalami perubahan yang cepat untuk sementara waktu pada potensial membrannya. Fluktuasi potensial ini berfungsi sebagai sinyal listrik (potensial aksi). Saraf dan otot dianggap sebagai jaringan yang dapat tereksitasi karena keduanya mampu menghasilkan sinyal listrik apabila dirangsang. (Sherwood, 2001)

Tiap neuron mempunyai muatan listrik yang disebut potensial membran. Muatan listrik tersebut tergantung pada permeabilitas selektif membran neuron. Pada potensial istirahat(-70 mV), membran lima puluh sampai tujuh puluh lima kali lebih permeabel terhadap K+ daripada Na+. Keadaan demikian mengakibatkan konsentrasi K+ dalam sel menjadi tinggi, sedangkan konsentrasi Na+ tetap rendah. Keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Potensial membran ditentukan oleh perbedaan muatan ion di dalam dan di luar sel. Dalam keadaan normal, membran sel berada dalam polarisasi yang dipertahankan oleh suatu proses metabolik aktif, yaitu suatu proses yang dapat mengeluarkan Na+ dari dalam sel sehingga konsentrasi Na+ di dalam dan di luar sel tidak berubah. Proses tersebut dinamakan pompa sodium. (Mardjono, 1979; Sherwood, 2001)

Potensial aksi adalah pembalikan singkat potensial membran akibat perubahan cepat permeabilitas membran. Selama suatu potensial aksi, terjadi perubahan mencolok pada permeabilitas membran terhadap Na+

dan K+ sehingga terjadi pengaliran cepat ion-ion ini menuruni gradien elektrokimia masing-masing. Pergerakan ion-ion tersebut membawa arus yang menimbulkan perubahan potensial. Fase naik dari potensial aksi (depolarisasi) disebabkan oleh pemasukan Na+ ke dalam sel yang diinduksi oleh peningkatan mendadak permeabilitas Na+ ketika ambang tercapai. Fase turun (repolarisasi) disebabkan oleh keluarnya K+ dari sel yang disebabkan oleh peningkatan mencolok permeabilitas K+ yang terjadi bersamaan dengan inaktivasi saluran ion Na+ ketika puncak potensial aksi tercapai. (Sherwood, 2001)

Tempat keluarnya akson dari badan sel saraf disebut akson hillock. Akson hillock adalah tempat potensial aksi bermula di sebuah neuron. Impuls kemudian menyebar di sepanjang akson menuju ujung akson yang biasanya bercabang pada terminal akson. Sekali suatu potensial aksi dimulai di salah satu bagian membran sel saraf, suatu siklus berulang-sendiri terus menerus dimulai sehingga potensial aksi merambat ke seluruh serat secara otomatis. Potensial aksi semula tidak berjalan di sepanjang membran. Potensial aksi tersebut mencetuskan potensial aksi baru yang identik di daerah membran yang berdekatan. (Sherwood, 2001)

Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu neuron ke neuron berikutnya melalui batas antarneuron (interneuronal junctions) yang disebut sinaps. Terdapat dua macam sinaps, yaitu sinaps kimia dan sinaps listrik. Hampir semua sinaps pada sistem saraf pusat (SSP) manusia adalah sinaps kimia. Pada sinaps kimia, neuron presinaps menyekresi bahan kimia ke celah sinaps yang akan bekerja pada reseptor protein pada membran neuron postsinaps sehingga neuron tersebut akan terangsang, terhambat, atau berubah sensitivitasnya. Sinaps ini selalu menjalarkan sinyal dalam satu arah. (Guyton, 1997).

Page 15: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

Zat kimia dalam susunan saraf pusat yang juga mempengaruhi terjadinya serangan epilepsi ialah neurotransmitter. Bagian terminal presinaptik neurit neuron-neuron yang bersinaps dengan dendrit-dendrit dan badan neuron lain melepaskan neurotransmitter yang dapat melintasi sela sinaps antar-neuron. Neurotransmitter yang dilepaskan ini dapat merubah polarisasi membran sel postsinaptik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter tersebut ada yang mempermudah pelepasan muatan listrik dengan menurunkan potensial membran, jadi yang memperlancar jalannya impuls saraf dari neuron ke neuron. Neurotransmitter demikian disebut neurotransmitter eksitasi atau fasilitasi, sedangkan neurotransmitter yang menghambat atau menahan pelepasan muatan listrik, yaitu yang justru menyebabkan hiperpolarisasi sehingga meningkatkan stabilitas neuron, disebut neurotransmitter inhibisi. (Mardjono, 1979)

Neurotransmitter terpenting yang mempunyai sifat mempermudah pelepasan muatan listrik, ialah acetylcholin. Acetylcholin dilepaskan oleh bagian terminal presinaptik neuron dan akan meningkatkan permeabilitas membran sel untuk Na+ dan K+. Pada keadaan fisiologik proses ini dapat membatasi diri karena acetylcholin cepat di-nonaktifkan oleh acetylcholinesterase. Namun bila proses inaktivasi terganggu maka konsentrasi acetylcholin makin meningkat sehingga terjadi depolarisasi masif, neuron-neuron berlepas muatan dan timbullah epilepsi. Neurotransmitter yang mempunyai sifat menahan pelepasan muatan listrik terutama ialah gamma-aminobutyric-acid (GABA). GABA mempunyai sifat inhibisi dan gangguan pada sintesis aminoacid ini akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sehingga terjadi suatu serangan. (Mardjono, 1979)

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat dan lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah ke otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis selama dan setelah kejang. Asetilkolin merupakan neurotransmitter terpenting yang diketahui mempunyai sifat mempermudah pelepasan muatan listrik. Fokus epileptik tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin. Fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin. Asetilkolin dilepaskan oleh bagian terminal presinaptik neuron dan akan meningkatkan permeabilitas membran sel untuk Na+ dan K+. Dalam keadaan fisiologik, proses ini dapat membatasi diri karena asetilkolin cepat dinonaktifkan oleh asetilkolinesterase. Sebaliknya, bila proses inaktivasi terganggu sehingga konsentrasi asetilkolin makin meningkat, maka terjadilah depolarisasi masif yang menyebabkan neuron-neuron berlepas muatan dan timbullah suatu serangan epilepsi (kejang). (Mardjono, 1979; Price, 2006)

Neurotransmitter yang mempunyai sifat menahan pelepasan muatan listrik terutama ialah GABA. GABA mempunyai sifat inhibisi dan gangguan pada sintesis aminoacid ini akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sehingga terjadi suatu serangan. (Mardjono, 1979)

Penjalaran suatu potensial aksi ke terminal akson neuron presinaps mencetuskan pembukaan saluran Ca+

+ gerbang-voltase dan diikuti masuknya Ca++ ke dalam kepala sinaps. Kalsium menginduksi pelepasan neurotransmiter secara eksositosis dari vesikel-vesikel sinaps ke celah sinaps. Setelah berdifusi melintasi celah, neurotransmiter berikatan dengan reseptornya di membran postsinaps. Pengikatan ini mencetuskan pembukaan saluran-saluran ion spesifik di membran postsinaps yang mengubah permeabilitas neuron postsinapsnya. (Sherwood, 2001)

Berdasarkan efek yang ditimbulkan pada neuron postsinaps, terdapat dua jenis sinaps, yaitu sinaps eksitatorik dan inhibitorik. Pada sinaps eksitatorik, respon terhadap kombinasi neurotransmiter-reseptor adalah pembukaan saluran Na+ dan K+ di dalam membran postsinaps sehingga terjadi peningkatan permeabilitas terhadap kedua ion tersebut. Perubahan permeabilitas yang terjadi di sinaps eksitatorik menyebabkan keluarnya sedikit ion K+ dari neuron postsinaps dan masuknya sejumlah besar ion Na+ ke dalam neuron ini sehingga bagian dalam membran menjadi kurang negatif dibandingkan dengan potensial istirahat dan menimbulkan depolarisasi kecil di neuron postsinaps. Pada sinaps inhibitorik, kombinasi neurotransmiter-reseptor meningkatkan permeabilitas membran postsinaps terhadap K+ atau Cl-. Peningkatan permeabilitas ion-ion tersebut menyebabkan keluarnya ion K+ dari neuron postsinaps dan masuknya ion Cl- ke dalam neuron ini sehingga muatan di bagian dalam membran menjadi lebih negatif daripada potensial istirahatnya. Pada keadaan ini, membran dikatakan mengalami inhibisi dan hiperpolarisasi kecil di neuron postsinaps. Lepas muatan listrik demikian akan menyebabkan gerakan otot, timbulnya rasa protopatik, proprioseptif, atau rasa panca indera

Page 16: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

tergantung pada fungsi daerah cortex cerebri tempat neuron-neuron melepaskan muatan listriknya. (Mardjono, 1979; Sherwood, 2001)

Kejang adalah kontraksi involuntar pada otot-otot voluntar dan dapat merupakan episode tunggal dari epilepsi. (Newman, 2006)

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodic. Gejala tunggal yang khas pada pasien epilepsi yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron-neuron secara tiba-tiba dan berlebihan. Hal-hal yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain kerusakan otak kongenital, kerusakan otak perinatal, kejang demam, trauma kepala, infeksi intrakranial, stroke, penyalahgunaan alkohol dan obat-obat terlarang. (Turana, 2007)

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang (fokus epileptik). Lepas muatan listrik neuron yang berlebihan ini disebabkan oleh gangguan metabolisme neuron, yaitu gangguan dalam lalu lintas K+ dan Na+ antara ruang ekstra dan intraseluler sehingga konsentrasi K+ dalam sel turun dan konsentrasi Na+ naik. Gangguan metabolisme dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik yang mengubah permeabilitas membran sel, misalnya trauma, iskemia, tumor, radang, keadaan toksik, dan sebagainya atau perubahan patofisiologik membran sendiri akibat kelainan genetik. (Mardjono, 1979; Price, 2006)

Dalam keadaan patologik, gangguan metabolisme neuron akan menurunkan ambang lepas muatan listrik sehingga neuron-neuron dengan mudah secara spontan dan berlebihan melepaskan muatan listriknya. Dalam klinik, hal ini menjelma sebagai serangan kejang atau serangan suatu modalitas perasa. Berbeda dengan lepas muatan listrik yang terjadi secara teratur dalam susunan saraf pusat normal, pada serangan epilepsi terjadi lepas muatan berlebihan yang merupakan lepas muatan listrik sinkron beribu-ribu atau berjuta neuron yang menderita kelainan. Lepas muatan tersebut mengakibatkan naiknya konsentrasi K+ di ruang ekstraseluler sehingga neuron-neuron sekitarnya juga melepaskan muatan listriknya. Dengan demikian terjadi penyebaran lepas muatan listrik setempat tadi. Setelah pelepasan muatan listrik secara masif sejumlah neuron, bagian otak yang bersangkutan mengalami masa kehilangan muatan listrik sehingga untuk sementara tidak dapat dirangsang. Lambat laun, neuron-neuron kembali ke keadaan semula, yaitu kembali mencapai potensial membran semula. (Mardjono, 1979)

Kejang diklasifikasikan menjadi kejang parsial dan generalista. Kejang parsial tidak menimbulkan lenyapnya kesadaran. Kejang parsial masih dibagi lagi menjadi kejang parsial sederhana (kesadaran utuh) dan kejang parsial kompleks (kesadaran berubah, tetapi tidak hilang). Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Manifestasi klinis kejang parsial bergantung dari lokasi fokus kejang di otak. Kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalista. (Price, 2006)

Kejang generalista melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer. Kejang generalista masih dapat dibedakan menjadi kejang absence, kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan kejang mioklonik. (Price, 2006)

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien epilepsi, terdapat beberapa faktor predisposisi yang perlu dipertimbangkan. Kemajuan penelitian untuk epilepsi telah berhasil mengidentifikasi mutasi genetik yang berkaitan dengan sindrom epilepsi (lampiran 2). Faktor pencetus dapat berupa faktor sensoris (cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, dan air panas), faktor sistemis (demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu (lampiran 3), hiperglikemi, kelelahan fisik), dan faktor mental (stess dan gangguan emosi). (Mansjoer, 2007)

Suatu fokus epileptogen yang terletak di korteks serebri suatu hemisfer dapat menjalar ke bagian-bagian lain otak. Lepas muatan listrik dapat tetap terbatas pada sarang primer tanpa menimbulkan gejala klinik meskipun mungkin dapat dilihat pada electroencephalogram (EEG), misalnya berupa gelombang runcing, gelombang tajam atau gelombang lambat. Secara berkala, lepas muatan epileptic menjalar ke hemisfer yang kontralateral melalui serabut-serabut transcallosal, menyebabkan fokus setangkup (mirror focus). Lepas muatan listrik dapat juga menjalar melalui serabut-serabut asosiasi pendek (cortico-cortical), dengan jalan intracortical sehingga secara progresif dapat melibatkan daerah lebih luas atau dapat menjalar ke thalamus melalui sektor

Page 17: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

thalamocortical bersangkutan yang dalam klinik berubah menjadi serangan fokal dengan gejala sesuai fungsi sektor yang terkena. (Mardjono, 1979)

Serangan epilepsi yang mulai sebagai serangan fokal baru disertai kehilangan kesadaran bila lepas muatan listrik menjalar dari fokus di cortex cerebri ke substantia reticularis di batang otak serta inti-inti thalamus bilateral dan dengan demikian melibatkan sistem aktivasi retikuler. Bila lepas muatan listrik tersebut cukup kuat, maka subsantia reticularis dan nuclei thalami akan melepaskan muatan listrik serta memancarkannya secara difus ke seluruh korteks serebri melalui serabut-serabut thalamocortical dan serabut-serabut proyeksi nonspesifik. Neuron-neuron di korteks serebri pada gilirannya akan melepaskan muatan listrik dan terjadilah kejang-kejang umum disertai kehilangan kesadaran. Pada serangan epilepsi yang dari permulaan disertai kehilangan kesadaran, diduga fokus primer tcrletak di inti-inti thalamus atau di substantia reticularis di batang otak. (Mardjono, 1979).

Bila bermacam pengaruh terhadap sinaps mcnghasilkan suatu keadaan yang mempermudah pelepasan muatan listrik, maka neuron akan melepaskan muatan. Tergantung pada berbagai pengaruh tersebut ambang lepas muatan dapat rendah atau tinggi. Lepas muatan listrik sejumlah neuron secara sinkron, berlebihan, tidak terkendali dan berulang sebagai akibat ambang lepas muatan yang rendah merupakan dasar suatu serangan epilepsi. (Mardjono, 1979)

Susunan saraf pusat normal dilindungi oleh berbagai mekanisme terhadap lepas muatan listrik yang berlebihan. Hasil berbagai mekanisme tersebut menentukan ambang lepas muatan. Ambang lepas muatan yang rendah berarti bahwa neuron-neuron lebih mudah melepaskan muatan listriknya. Hal ini tergantung pada keadaan polarisasi membran sel dan pada berbagai pengaruh terhadap kegiatan sinaps. Keadaan yang merubah distribusi K+ dan Na+ di dalam sel dan di ruang ekstraseluler atau yang mengganggu kegiatan sinaps dapat menyebabkan serangan epilepsi. Selain oleh trauma, radang, tumor dan sebagainya keadaan demikian dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain, diantaranya usia, hipokalsemia, haid, graviditas, hipoksi dan hipokapni, gangguan pada elektrolit, misalnya hidrasi atau dehidrasi neuron-neuron yang berlebihan, hipertermi, hipoglikemi dan defisiensi pyridoxine, yaitu zat yang penting untuk kegiatan decarboxylase dalam pembentukan GABA. (Mardjono, 1979; Ngoerah, 1991)

Penelitian menunjukkan bahwa selain faktor-faktor tersebut diatas adanya faktor predisposisi atau herediter perlu dipertimbangkan. Faktor pencetus dapat berupa faktor sensoris (cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, dan air panas), faktor sistemis (demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu (misalnya fenotiazin dan klorpropamid), hiperglikemi, dan kelelahan fisik), faktor mental (stess dan gangguan emosi). Suatu fokus epileptogen yang terletak di cortex cerebri suatu hemisfer dapat menjalar ke bagian-bagian lain otak. Lepas muatan listrik dapat tetap terbatas pada sarang primer tanpa menimbulkan gejala klinik meskipun mungkin dapat dilihat pada electroencephalogram (EEG), misalnya berupa gelombang runcing, gelombang tajam atau gelombang lambat. Secara berkala lepas muatan epileptik dapat menjalar ke hemisfer yang kontralateral melalui serabut-serabut transcallosal dan menyebabkan fokus setangkup (mirror focus). Lepas muatan listrik dapat juga menjalar melalui serabut-serabut asosiasi pendek (cortico-cortical), dengan jalan intracortical sehingga secara progresif dapat melibatkan daerah lebih luas atau dapat menjalar ke thalamus melalui sektor thalamocortical bersangkutan yang dalam klinik menjelma sebagai serangan fokal dengan gejala sesuai fungsi sektor yang terkena. (Mansjoer dkk, 2000; Mardjono, 1979)

Serangan epilepsi yang mulai sebagai serangan fokal baru disertai kehilangan kesadaran bila lepas muatan listrik menjalar dari fokus di cortex cerebri ke substantia reticularis di batang otak serta inti-inti thalamus bilateral dan dengan demikian melibatkan sistem aktivasi retikuler. Bila lepas muatan listrik tersebut cukup kuat, maka subsantia reticularis dan nuclei thalami akan melepaskan muatan listrik serta memancarkannya secara difus ke seluruh cortex cerebri melalui serabut-serabut thalamocortical dan serabut-serabut proyeksi nonspesifik. Neuron-neuron di cortex cerebri pada gilirannya akan melepaskan muatan listrik dan terjadilah kejang-kejang umum disertai kehilangan kesadaran. Pada serangan epilepsi yang dari permulaan disertai kehilangan kesadaran diduga fokus primer tcrletak di inti-inti thalamus atau di substantia reticularis di batang otak. (Mardjono, 1979)

Tahapan epilepsi meliputi tahapan prodormal dimana terjadi perubahan perilaku maupun mood yang dapat timbul berjam-jam, kemudian diikuti dengan aura yang terjadi sesaat sebelum serangan, ictus yang merupakan serangan itu sendiri, kemudian post ictal period sesaat sesudah ictus dimana pasien mengalami bingung maupun disorientasi.

Page 18: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

Epilepsi dapat dibagi menjadi tiga golongan utama yaitu :1. Epilepsi Grand Mal (epilepsi umum)

Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron di seluruh area otak di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak serta thalamus. Muatan listrik yang dijalarkan melalui semua jalur ke medulla spinalis menimbulkan kejang tonik umum di seluruh tubuh yang berlangsung selama lebih kurang 10 menit. Pada keadaan ini siku penderita mengalami fleksi, lengan pronasi, dan kaki ekstensi. Menjelang akhir serangan diikuti oleh kontraksi otot-otot tonik, kemudian spasmodik secara bergantian, disebut kejang tonik-klonik. Sering kali penderita menggigit atau mengunyah ludah sehingga menjadi sukar bernafas, kadangkala mengalami sianosis yang luas. Juga, sinyal yang dijalarkan dari otak ke visera sering menimbulkan kencing dan defekasi. Kejang grand mal berlangsung selama beberapa detik sampai 3 atau 4 menit. Kejang ini ditandai dengan keadaan depresi setelah kejang di seluruh sistem saraf, penderita tetap dalam keadaan stupor selama 1 sampai beberapa menit sesudah serangan dan kemudian sering kali tetap lelah dan tertidur selama beberapa jam selanjutnya. Pada pemeriksaan EEG tampak rekaman EEG yang khas dari hampir semua region korteks selama fase tonik serangan grand mal.

Sebagian besar penderita yang mengalami serangan ini mempunyai faktor predisposisi herediter untuk serangan epilepsi, yakni kira-kira 1 dari 50 sampai 100 penderita. Pada penderita semacam ini, beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksitabilitas lingkaran epileptogenik abnormal yang cukup untuk mendahului serangan adalah rangsangan emosi yang hebat, alkalosis akibat pernapasan yang berlebihan, obat-obatan, demam, dan suara bising atau cahaya yang menyilaukan. Timbulnya aktivitas neuron yang berlebihan selama serangan grand mal mungkin disebabkan oleh aktivasi yang massif di sebagian besar jaras bergaung diseluruh otak. Beberapa menit setelah serangan, serangan terhenti sebagai akibat fenomena kelelahan neuron. Selain itu, berhentinya serangan juga disebabkan oleh inhibisi aktif neuron inhibitor yang juga diaktivasi oleh serangan. Keadaan stupor dan kelelahan tubuh total yang terjadi setelah kejang grand mal berakhir merupakan akibat dari kelelahan yang hebat pada sinaps-sinaps neuron sesudah aktivasinya yang intensif selama serangan grand mal.2. Epilepsi Petit Mal

Epilepsi ini hampir selalu melibatkan sistem aktivasi dasar talamokortikal otak. Epilepsi ini ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, dimana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch-like), biasanya didaerah kepala, terutama pengedipan mata, keadaan ini selanjutnya diikuti dengan kembalinya kesadaran dan timbul kembali aktivitas sebelumnya. Rangkaian keseluruhan ini disebut sindrom ketiadaan (absence syndrome) atau epilepsi ketiadaan.

Pola gelombang otak pada epilepsi ini ditandai dengan pola kubah dan paku (spike and dome pattern). Gambaran yang direkam disebagian besar atau diseluruh bagian korteks serebri ini menunjukkan bahwa kejang yang timbul melibatkan sebagian besar sistem aktivasi talamokortikal otak. 3. Epilepsi Fokal

Epilepsi ini dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik region setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Hampir selalu, epilepsi fokal disebabkan oleh lesi organic setempat atau adanya kelainan fungsional, seperti jaringan parut di otak yang mendorong jaringan neuron didekatnya, adanya tumor yang menekan daerah otak, rusaknya suatu area jaringan otak, atau kelainan sirkuit setempat yang kongenital. Lesi semacam ini dapat menyebabkan pelepasan impuls yang sangat cepat pada neuron setempat, bila kecepatan pelepasan impuls ini sampai diatas 1000 per detik maka gelombang sinkron mulai menyebar diseluruh regio kortikal di dekatnya. Gelombang ini mungkin diakibatkan oleh lingkaran bergaung setempat yang secara bertahap membuat area area korteks didekatnya menjadi zone lepas muatan epileptik. Proses ini menyebar ke daerah didekatnya dan bila gelombang eksitasi semacam ini menyebar ke seluruh korteks motorik, maka gelombang ini menyebabkan barisan kontraksi otot yang progresif di seluruh sisi tubuh yang berlawanan, secara khas dimulai dari region mulut dan secara progresif beruntun menjalar ke bawah sampai tungkai, namun pada saat lain dapat menjalar ke arah berlawanan, keadaan ini disebut epilepsi Jackson.

Serangan epilepsi fokal dapat terbatas hanya di suatu area otak, namun pada sebagian besar kasus, sinyal yang kuat dari daerah korteks yang mengalami kejang dapat merangsang bagian mesenfalitik system aktivasi otak begitu kuatnya sehingga seperti layaknya serangan epilepsi grand mal. Ada tipe lain dari epilepsi fokal yang disebut kejang psikomotor, yang dapat menyebabkan timbulnya periode anamnesa singkat, serangan

Page 19: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

marah yang abnormal, ansietas, rasa tidak nyaman, atau rasa takut yang timbul mendadak, bicara inkoheren yang singkat atau bergumam dari ungkapan basa-basi (trite phrase), atau gerakan motorik seperti mau menyerang seseorang atau menghapus wajah dengan tangannya dan sebagainya. Penderita dapat melakukan aktivitas tersebut secara tidak sadar maupun dalam keadaan sadar namun tidak dapat mengendalikannya. Serangan tipe ini secara khas melibatkan bagian limbic otak, seperti hipokampus, amigdala, septum atau korteks temporalis.

Pada pemeriksaan EEG didapatkan gambaran yang khas selama serangan psikomotor tampak adanya gambaran gelombang rectangular (berbentuk empat persegi panjang) dengan frekuensi rendah yakni 2 sampai 4 gelombang per detik dan diselingi dengan gelombang berfrekuensi 14 gelombang per detik. (Setiawan, 1997)

Elektroensefalografi (EEG) adalah suatu cara pemeriksaan untuk menentukan fokus epileptogeniknya dan penyebab bangkitan-bangkitan epilepsi. Dengan EEG diagnose epilepsi dapat ditegakkan secara pasti. Ada beberapa ritme gelombang EEG antara lain ritme alfa, beta, delta, subdelta, dan theta. Gelombang tipe alfa memiliki frekuensi 8-13 Hz, khas untuk orang normal yang terjaga (namun mata terpejam) dalam keadaan cukup istirahat terutama pada daerah occipitalis. Gelombang tipe beta mempunyai frekuensi 18-30 Hz, khas selama periode aktivitas system saraf yang kuat terutama terjadi di daerah parietal dan frontal. Gelombang delta mempunyai frekuensi 0,5-4 Hz. Gelombang sub delta memiliki frekuensi dibawah 0,5 Hz, khas pada waktu tidur malam, pada masa bayi dan pada gangguan otak serius. Sedangkan gelombang theta memiliki frekuensi 4-7 Hz, terutama terjadi pada anak-anak, tapi juga pada orang dewasa selama periode stress emosional. Indikasi dilakukannya EEG antara lain jika terdapat riwyat kejang, ensefalopati, demensia, gangguan tumbuh kembang, dan brain death. (Ngoerah, 1991)

Status epileptikus adalah bangkitan epilepsi yang berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselingi oleh masa sadar. Status epileptikus harus dianggap sebagai suatu kedaruratan neurologik. Biasanya bila status epileptikus tidak bisa diatasi dalam satu jam, sudah akan terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen. Oleh karena itu gejala ini harus dapat dikenali dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15% penderita meninggal walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih kurang 60-80% penderita yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat neurologis atau berlanjut menjadi penderita epilepsi. (Price, 2006; Sitorus, 1992)

Anamnesis merupakan langkah yang sangat penting dalam mengevaluasi pasien kejang. Kita perlu mengetahui mengenai pola serangan, keadaan sebelum, selama, dan sesudah serangan, lama dan frekuensi serangan, waktu serangan, dan faktor-faktor atau keadaan yang dapat memprovokasi serangan. Tanyakan mengenai riwayat keluarga pasien untuk mencari kemungkinan adanya faktor hereditas. Selain itu, riwayat masa lalu pasien (riwayat kehamilan ibu, riwayat kelahiran pasien, riwayat penyakit dahulu) juga perlu digali. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan secara pediatris dan neurologis. Pemeriksaan laboratorium darah rutin diindikasikan untuk mengidentifikasi penyebab metabolik yang umum dari serangan kejang seperti ketidaknormalan dalam elektrolit, glukosa, kalsium, atau magnesium serta penyakit hepar atau renal. Pungsi lumbal diindikasikan jika terdapat kecurigaan yang mengarah pada meningitis atau ensefalitis. Tiap pasien kejang hendaknya melakukan pemeriksaan EEG sesegera mungkin. EEG dilakukan untuk mendiagnosa dan mengklasifikasikan Epilepsi, mendiagnosa dan mengetahui lokalisasi tumor otak, Infeksi otak, perdarahan otak, dan parkinson, mendiagnosa lesi desak ruang lain, mendiagnosa cedera kepala, periode keadaan pingsan atau dementia, memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima anesthesia umum selama perawatan, dan mengetahui kelainan metabolik dan elektrolit. (Braunwald, 2001; Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005) Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah pemeriksaan foto polos kepala untuk mendeteksi adanya fraktur pada tengkorak. CT-scan berguna untuk mendeteksi adanya infark, hematom, tumor, dan hidrosefalus. (Mansjoer, 2007)

Penderita epilepsi membutuhkan pengobatan yang cermat dalam jangka waktu yang panjang. Kerja sama dengan orang tua penderita/keluarga sangat mempengaruhi pengobatan. Pengobatan yang diberikan terdiri dari pemberian antikonvulsan, nasehat untuk penderita dan orang tua/keluarga penderita, dan tindakan operatif jika pengobatan dengan obat antikonvulsan tidak dapat memberikan hasil yang diharapakan. Obat-obat antikonvulsan yang dapat diberikan antara lain fenolbarbital, difenilhidantoin, valium (diazepam), tegretol (carbamazepin), clonazepam, tridione (paradione), zarortin (ethosuximide), diamox, valproid acid (depakene). Pada dasarnya, mekanisme kerja dari obat antikonvulsan adalah mencegah proses penyebaran kejang dan

Page 20: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

menurunkan inisiasi kejang. Penggunaan obat-obat tersebut perlu memperhatikan dosis dan efek sampingnya bagi pasien. Bila dalam satu tahun tidak timbul bangkitan epilepsi, paka penghentian pemberian obat-obat antikonvulsan secara lambat laun dapat dipertimbangkan. Pengobatan masa akut ditujukan untuk mengatasi status epileptikus. Pada keadaan emergency, usahakan untuk menstabilkan keadaan pasien (mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital), kemudian berikan antikonvulsan yang bekerja cepat sambil terus memantau EEG dan pernapasan pasien. (Sitorus, 1992; Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005) Penggunaan obat-obat tersebut perlu memperhatikan dosis dan efek sampingnya bagi pasien. Bila dalam satu tahun tidak timbul bangkitan epilepsi, paka penghentian pemberian obat-obat antikonvulsan secara lambat laun dapat dipertimbangkan. Pada epilepsi sekunder diperlukan juga terapi kausatif untuk mengatasi penyebabnya. (Ngoerah, 1991; Tanumiharja, 1979)

A. Fisiologi Penghantaran Potensial AksiSemua sel tubuh memiliki potensial membran yang berkaitan dengan distribusi yang tidak merata serta

perbedaan permeabilitas dari Na+, K+, dan anion besar intrasel. Sel saraf (neuron) dan sel otot mampu mengalami perubahan yang cepat untuk sementara waktu pada potensial membrannya. Fluktuasi potensial ini berfungsi sebagai sinyal listrik (potensial aksi). Saraf dan otot dianggap sebagai jaringan yang dapat tereksitasi karena keduanya mampu menghasilkan sinyal listrik apabila dirangsang. (Sherwood, 2001)

Tiap neuron mempunyai muatan listrik yang disebut potensial membran. Muatan listrik tersebut tergantung pada permeabilitas selektif membran neuron. Pada potensial istirahat(-70 mV), membran lima puluh sampai tujuh puluh lima kali lebih permeabel terhadap K+ daripada Na+. Keadaan demikian mengakibatkan konsentrasi K+ dalam sel menjadi tinggi, sedangkan konsentrasi Na+ tetap rendah. Keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Potensial membran ditentukan oleh perbedaan muatan ion di dalam dan di luar sel. Dalam keadaan normal, membran sel berada dalam polarisasi yang dipertahankan oleh suatu proses metabolik aktif, yaitu suatu proses yang dapat mengeluarkan Na+ dari dalam sel sehingga konsentrasi Na+ di dalam dan di luar sel tidak berubah. Proses tersebut dinamakan pompa sodium. (Mardjono, 1979; Sherwood, 2001)

Potensial aksi adalah pembalikan singkat potensial membran akibat perubahan cepat permeabilitas membran. Selama suatu potensial aksi, terjadi perubahan mencolok pada permeabilitas membran terhadap Na+

dan K+ sehingga terjadi pengaliran cepat ion-ion ini menuruni gradien elektrokimia masing-masing. Pergerakan ion-ion tersebut membawa arus yang menimbulkan perubahan potensial. Fase naik dari potensial aksi (depolarisasi) disebabkan oleh pemasukan Na+ ke dalam sel yang diinduksi oleh peningkatan mendadak permeabilitas Na+ ketika ambang tercapai. Fase turun (repolarisasi) disebabkan oleh keluarnya K+ dari sel yang disebabkan oleh peningkatan mencolok permeabilitas K+ yang terjadi bersamaan dengan inaktivasi saluran ion Na+ ketika puncak potensial aksi tercapai. (Sherwood, 2001)

Tempat keluarnya akson dari badan sel saraf disebut akson hillock. Akson hillock adalah tempat potensial aksi bermula di sebuah neuron. Impuls kemudian menyebar di sepanjang akson menuju ujung akson yang biasanya bercabang pada terminal akson. Sekali suatu potensial aksi dimulai di salah satu bagian membran sel saraf, suatu siklus berulang-sendiri terus menerus dimulai sehingga potensial aksi merambat ke seluruh serat secara otomatis. Potensial aksi semula tidak berjalan di sepanjang membran. Potensial aksi tersebut mencetuskan potensial aksi baru yang identik di daerah membran yang berdekatan. (Sherwood, 2001)

Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu neuron ke neuron berikutnya melalui batas antarneuron (interneuronal junctions) yang disebut sinaps. Terdapat dua macam sinaps, yaitu sinaps kimia dan sinaps listrik. Hampir semua sinaps pada sistem saraf pusat (SSP) manusia adalah sinaps kimia. Pada sinaps kimia, neuron presinaps menyekresi bahan kimia (neurotransmiter) ke celah sinaps yang akan bekerja pada reseptor protein pada membran neuron postsinaps sehingga neuron tersebut akan terangsang, terhambat, atau berubah sensitivitasnya. Sinaps ini selalu menjalarkan sinyal dalam satu arah. Beberapa neurotransmiter di antaranya adalah asetilkolin, norepinefrin, histamin, asam gamma-aminobutirat (GABA), glisin, serotonin, dan glutamat. Sinaps listrik ditandai oleh adanya saluran langsung yang menjalarkan aliran listrik dari satu sel ke sel berikutnya. (Guyton, 1997)

Penjalaran suatu potensial aksi ke terminal akson neuron presinaps mencetuskan pembukaan saluran Ca+

+ gerbang-voltase dan diikuti masuknya Ca++ ke dalam kepala sinaps. Kalsium menginduksi pelepasan

Page 21: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

neurotransmiter secara eksositosis dari vesikel-vesikel sinaps ke celah sinaps. Setelah berdifusi melintasi celah, neurotransmiter berikatan dengan reseptornya di membran postsinaps. Pengikatan ini mencetuskan pembukaan saluran-saluran ion spesifik di membran postsinaps yang mengubah permeabilitas neuron postsinapsnya. (Sherwood, 2001)

Berdasarkan efek yang ditimbulkan pada neuron postsinaps, terdapat dua jenis sinaps, yaitu sinaps eksitatorik dan inhibitorik. Pada sinaps eksitatorik, respon terhadap kombinasi neurotransmiter-reseptor adalah pembukaan saluran Na+ dan K+ di dalam membran postsinaps sehingga terjadi peningkatan permeabilitas terhadap kedua ion tersebut. Perubahan permeabilitas yang terjadi di sinaps eksitatorik menyebabkan keluarnya sedikit ion K+ dari neuron postsinaps dan masuknya sejumlah besar ion Na+ ke dalam neuron ini sehingga bagian dalam membran menjadi kurang negatif dibandingkan dengan potensial istirahat dan menimbulkan depolarisasi kecil di neuron postsinaps. Pada sinaps inhibitorik, kombinasi neurotransmiter-reseptor meningkatkan permeabilitas membran postsinaps terhadap K+ atau Cl-. Peningkatan permeabilitas ion-ion tersebut menyebabkan keluarnya ion K+ dari neuron postsinaps dan masuknya ion Cl- ke dalam neuron ini sehingga muatan di bagian dalam membran menjadi lebih negatif daripada potensial istirahatnya. Pada keadaan ini, membran dikatakan mengalami inhibisi dan hiperpolarisasi kecil di neuron postsinaps. Lepas muatan listrik demikian akan menyebabkan gerakan otot, timbulnya rasa protopatik, proprioseptif, atau rasa panca indera tergantung pada fungsi daerah cortex cerebri tempat neuron-neuron melepaskan muatan listriknya. (Mardjono, 1979; Sherwood, 2001)

B. Fisiologi Pengaturan KesadaranKesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen

(input) dan impuls eferen (output). Jumlah (kuantitas) input SSP menentukan derajat kesadaran. Input SSP dapat dibedakan dalam input yang bersifat spesifik dan non-spesifik. Julukan spesifik merujuk pada perjalanan impuls aferen yang khas. Hal ini berlaku bagi semua lintasan aferen impuls perasaan protopatik, proprioseptif, dan perasaan panca indera. Lintasan yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di korteks perseptif primer. Setibanya impuls aferen spesifik di tingkat korteks, terwujudlah suatu kesadaran akan modalitas perasaan yang spesifik. (Mardjono, 2008)

Kesadaran tidak hanya membutuhkan aferen spesifik yang ditransmisikan ke korteks serebri, tetapi juga membutuhkan pengaktifan yang tidak spesifik dari ascending reticular activating system (ARAS) yang terletak di medula spinalis dan batang otak. Di ARAS ini, neuron dari formasio retikularis akan mengaktifkan sebagian besar area korteks serebri melalui nuklei intralaminar talamus. Input yang bersifat non-spesifik ini adalah sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui lintasan aferen non-spesifik. Jadi, lintasan spesifik (jaras spinotalamik, lemniskus medialis, jaras genikulo-kalkarina, dan sebagainya) menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya, lintasan aferen non-spesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke titik-titik pada seluruh korteks serebri kedua sisi. (Mardjono, 2008)

C. Patofisiologi KejangKejang adalah kontraksi involuntar pada otot-otot voluntar dan dapat merupakan episode tunggal dari

epilepsi. (Newman, 2006)Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat

sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodic. Gejala tunggal yang khas pada pasien epilepsi yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron-neuron secara tiba-tiba dan berlebihan. Hal-hal yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain kerusakan otak kongenital, kerusakan otak perinatal, kejang demam, trauma kepala, infeksi intrakranial, stroke, penyalahgunaan alkohol dan obat-obat terlarang. (Turana, 2007)

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang (fokus epileptik). Lepas muatan listrik neuron yang berlebihan ini disebabkan oleh gangguan metabolisme neuron, yaitu gangguan dalam lalu lintas K+ dan Na+ antara ruang ekstra dan intraseluler sehingga konsentrasi K+ dalam sel turun dan konsentrasi Na+ naik. Gangguan metabolisme dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik yang mengubah permeabilitas membran sel, misalnya trauma, iskemia, tumor, radang, keadaan toksik, dan

Page 22: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

sebagainya atau perubahan patofisiologik membran sendiri akibat kelainan genetik. (Mardjono, 1979; Price, 2006)

Dalam keadaan patologik, gangguan metabolisme neuron akan menurunkan ambang lepas muatan listrik sehingga neuron-neuron dengan mudah secara spontan dan berlebihan melepaskan muatan listriknya. Dalam klinik, hal ini menjelma sebagai serangan kejang atau serangan suatu modalitas perasa. Berbeda dengan lepas muatan listrik yang terjadi secara teratur dalam susunan saraf pusat normal, pada serangan epilepsi terjadi lepas muatan berlebihan yang merupakan lepas muatan listrik sinkron beribu-ribu atau berjuta neuron yang menderita kelainan. Lepas muatan tersebut mengakibatkan naiknya konsentrasi K+ di ruang ekstraseluler sehingga neuron-neuron sekitarnya juga melepaskan muatan listriknya. Dengan demikian terjadi penyebaran lepas muatan listrik setempat tadi. Setelah pelepasan muatan listrik secara masif sejumlah neuron, bagian otak yang bersangkutan mengalami masa kehilangan muatan listrik sehingga untuk sementara tidak dapat dirangsang. Lambat laun, neuron-neuron kembali ke keadaan semula, yaitu kembali mencapai potensial membran semula. (Mardjono, 1979)

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat dan lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah ke otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis selama dan setelah kejang. Asetilkolin merupakan neurotransmitter terpenting yang diketahui mempunyai sifat mempermudah pelepasan muatan listrik. Fokus epileptik tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin. Fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin. (Mardjono, 1979; Price, 2006)

Asetilkolin dilepaskan oleh bagian terminal presinaptik neuron dan akan meningkatkan permeabilitas membran sel untuk Na+ dan K+. Dalam keadaan fisiologik, proses ini dapat membatasi diri karena asetilkolin cepat dinonaktifkan oleh asetilkolinesterase. Sebaliknya, bila proses inaktivasi terganggu sehingga konsentrasi asetilkolin makin meningkat, maka terjadilah depolarisasi masif yang menyebabkan neuron-neuron berlepas muatan dan timbullah suatu serangan epilepsi (kejang). (Mardjono, 1979; Price, 2006)

Neurotransmitter yang mempunyai sifat menahan pelepasan muatan listrik terutama ialah GABA. GABA mempunyai sifat inhibisi dan gangguan pada sintesis aminoacid ini akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sehingga terjadi suatu serangan. (Mardjono, 1979)

Kejang diklasifikasikan menjadi kejang parsial dan generalista. Kejang parsial tidak menimbulkan lenyapnya kesadaran. Kejang parsial masih dibagi lagi menjadi kejang parsial sederhana (kesadaran utuh) dan kejang parsial kompleks (kesadaran berubah, tetapi tidak hilang). Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Manifestasi klinis kejang parsial bergantung dari lokasi fokus kejang di otak. Kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalista. (Price, 2006)

Kejang generalista melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer. Kejang generalista masih dapat dibedakan menjadi kejang absence, kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang atonik, dan kejang mioklonik (lampiran 1). (Price, 2006)

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien epilepsi, terdapat beberapa faktor predisposisi yang perlu dipertimbangkan. Kemajuan penelitian untuk epilepsi telah berhasil mengidentifikasi mutasi genetik yang berkaitan dengan sindrom epilepsi (lampiran 2). Faktor pencetus dapat berupa faktor sensoris (cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, dan air panas), faktor sistemis (demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu (lampiran 3), hiperglikemi, kelelahan fisik), dan faktor mental (stess dan gangguan emosi). (Mansjoer, 2007)

Suatu fokus epileptogen yang terletak di korteks serebri suatu hemisfer dapat menjalar ke bagian-bagian lain otak. Lepas muatan listrik dapat tetap terbatas pada sarang primer tanpa menimbulkan gejala klinik meskipun mungkin dapat dilihat pada electroencephalogram (EEG), misalnya berupa gelombang runcing, gelombang tajam atau gelombang lambat. Secara berkala, lepas muatan epileptik dapat menjalar ke hemisfer yang kontralateral melalui serabut-serabut transcallosal dan menyebabkan fokus setangkup (mirror focus). Lepas muatan listrik dapat juga menjalar melalui serabut-serabut asosiasi pendek (cortico-cortical), dengan jalan intracortical sehingga secara progresif dapat melibatkan daerah lebih luas atau dapat menjalar ke thalamus

Page 23: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

melalui sektor thalamocortical bersangkutan yang dalam klinik menjelma sebagai serangan fokal dengan gejala sesuai fungsi sektor yang terkena. (Mardjono, 1979)

Serangan epilepsi yang mulai sebagai serangan fokal baru disertai kehilangan kesadaran bila lepas muatan listrik menjalar dari fokus di cortex cerebri ke substantia reticularis di batang otak serta inti-inti thalamus bilateral dan dengan demikian melibatkan sistem aktivasi retikuler. Bila lepas muatan listrik tersebut cukup kuat, maka subsantia reticularis dan nuclei thalami akan melepaskan muatan listrik serta memancarkannya secara difus ke seluruh korteks serebri melalui serabut-serabut thalamocortical dan serabut-serabut proyeksi nonspesifik. Neuron-neuron di korteks serebri pada gilirannya akan melepaskan muatan listrik dan terjadilah kejang-kejang umum disertai kehilangan kesadaran. Pada serangan epilepsi yang dari permulaan disertai kehilangan kesadaran, diduga fokus primer tcrletak di inti-inti thalamus atau di substantia reticularis di batang otak. (Mardjono, 1979)

D. Status EpileptikusStatus epileptikus adalah bangkitan epilepsi yang berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh

menit tanpa diselingi oleh masa sadar. Status epileptikus harus dianggap sebagai suatu kedaruratan neurologik. Biasanya bila status epileptikus tidak bisa diatasi dalam satu jam, sudah akan terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen. Oleh karena itu gejala ini harus dapat dikenali dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15% penderita meninggal walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih kurang 60-80% penderita yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat neurologis atau berlanjut menjadi penderita epilepsi. (Price, 2006; Sitorus, 1992)

Serangan awal dari status epileptikus biasanya berupa epilepsi fokal dengan manifestasi kejang otot lokal sampai separuh tubuh disertai gerakan adversif mata dan kepala. Kejang menjadi bilateral dan umum akibat penyebaran lepas muatan listrik yang terus menerus dari fokus pada suatu hemisfer ke hemisfer lain. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah infark otak mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor otak, penghentian kebiasaan minuman keras secara mendadak, atau penghentian konsumsi obat anti kejang. (Sitorus, 1992)

Suatu lepas muatan simpatis akan menyebabkan naiknya tekanan darah dan bertambahnya denyut jantung. Autoregulasi peredaran darah otak hilang dan hal ini mengakibatkan turunnya resistensi serebrovaskuler. Aliran darah ke otak sangat bertambah didorong oleh tingginya tekanan darah dan tidak adanya mekanisme autoregulasi. Sebaliknya, tekanan darah sistemik akan turun bila kejang berlangsung terus dan mengakibatkan turunnya tekanan perfusi yang selanjutnya menyebabkan iskemia otak. Hal ini dan berbagai faktor lain akan menyebabkan hipoksia sel-sel otak. (Sitorus, 1992)

Kejang otot yang luas dan melibatkan otot pernapasan, selain mengganggu pernapasan secara mekanis, juga menyebabkan inhibisi pada pusat pernapasan di medulla oblongata. Di samping itu, kegiatan lepas muatan saraf otonom menyebabkan sekresi bronkus berlebihan dan aspirasi yang dapat mengakibatkan gangguan difusi oksigen melalui dinding alveolus. Perubahan fisiologis lain yang paling penting ialah adanya penggunaan energi yang sangat banyak. Neuron yang terus menerus terpacu menyebabkan bertambahnya metabolisme otak secara berlebihan sehingga persediaan senyawa fosfat energi tinggi (ATP) terkuras. Hipotensi dan hipoksia akan memperburuk keadaan yang berakhir dengan kematian sel-sel saraf. Selanjutnya hal ini dapat mengakibatkan aritmia jantung, hipoksia otak yang berat, dan kematian. Kejang otot dan gangguan autoregulasi lain juga menimbulkan komplikasi kerusakan otot, edema paru, dan nekrosis tubuler mendadak. (Sitorus, 1992)

E. Evaluasi dan Manajemen Pasien KejangAnamnesis merupakan langkah yang sangat penting dalam mengevaluasi pasien kejang. Kita perlu

mengetahui mengenai pola serangan, keadaan sebelum, selama, dan sesudah serangan, lama dan frekuensi serangan, waktu serangan, dan faktor-faktor atau keadaan yang dapat memprovokasi serangan. Tanyakan mengenai riwayat keluarga pasien untuk mencari kemungkinan adanya faktor hereditas. Selain itu, riwayat masa lalu pasien (riwayat kehamilan ibu, riwayat kelahiran pasien, riwayat penyakit dahulu) juga perlu digali. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan secara pediatris dan neurologis. Pemeriksaan laboratorium darah rutin diindikasikan untuk mengidentifikasi penyebab metabolik yang umum dari serangan kejang seperti ketidaknormalan dalam elektrolit, glukosa, kalsium, atau magnesium serta penyakit hepar atau renal. Pungsi lumbal diindikasikan jika terdapat kecurigaan yang mengarah pada meningitis atau ensefalitis.

Page 24: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

Tiap pasien kejang hendaknya melakukan pemeriksaan EEG sesegera mungkin. EEG dilakukan untuk mendiagnosa dan mengklasifikasikan Epilepsi, mendiagnosa dan mengetahui lokalisasi tumor otak, Infeksi otak, perdarahan otak, dan parkinson, mendiagnosa lesi desak ruang lain, mendiagnosa cedera kepala, periode keadaan pingsan atau dementia, memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima anesthesia umum selama perawatan, dan mengetahui kelainan metabolik dan elektrolit. (Braunwald, 2001; Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005)

Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah pemeriksaan foto polos kepala untuk mendeteksi adanya fraktur pada tengkorak. CT-scan berguna untuk mendeteksi adanya infark, hematom, tumor, dan hidrosefalus. (Mansjoer, 2007)

Pengobatan untuk pasien epilepsi terdiri dari pengobatan kausal, pengobatan rumat, dan pengobatan masa akut (emergency). Pengobatan kausal ditujukan untuk penyakit yang mendasari timbulnya serangan epilepsi. Pengobatan rumat ditujukan untuk mencegah timbulnya serangan kejang spontan dengan memberikan obat antikonvulsan. Pada dasarnya, mekanisme kerja dari obat antikonvulsan adalah mencegah proses penyebaran kejang dan menurunkan inisiasi kejang. Penggunaan obat-obat tersebut perlu memperhatikan dosis dan efek sampingnya bagi pasien. Bila dalam satu tahun tidak timbul bangkitan epilepsi, paka penghentian pemberian obat-obat antikonvulsan secara lambat laun dapat dipertimbangkan. Pengobatan masa akut ditujukan untuk mengatasi status epileptikus. Pada keadaan emergency, usahakan untuk menstabilkan keadaan pasien (mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital), kemudian berikan antikonvulsan yang bekerja cepat sambil terus memantau EEG dan pernapasan pasien. (Sitorus, 1992; Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005)

Page 25: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAEpilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat

sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodic. Gejala tunggal yang khas pada pasien epilepsi yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron-neuron secara tiba-tiba dan berlebihan. Hal-hal yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain kerusakan otak kongenital, kerusakan otak perinatal, kejang demam, trauma kepala, infeksi intrakranial, stroke, penyalahgunaan alkohol dan obat-obat terlarang. (Turana, 2007)

Tiap neuron mempunyai muatan listrik yang disebut potensial membran. Muatan listrik tersebut tergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yaitu membran dapat ditembus dengan mudah oleh K+

dan sedikit sekali oleh Na+. Keadaan demikian mengakibatkan konsentrasi K+ dalam sel menjadi tinggi, sedangkan konsentrasi Na+ tetap rendah. Keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Potensial membran ditentukan oleh perbedaan muatan ion di dalam dan di luar sel. Dalam keadaan normal membran sel berada dalam polarisasi yang dipertahankan oleh suatu proses metabolik aktif, yaitu suatu proses yang dapat mengeluarkan Na+ dari dalam sel, sehingga konsentrasi Na+ di dalam dan di luar sel tidak berubah. Proses tersebut dinamakan pompa sodium. (Mardjono, 1979)

Lepas muatan listrik neuron yang berlebihan, seperti terlihat pada serangan epilepsi, disebabkan oleh gangguan metabolism neuron, yaitu gangguan dalam lalulintas K+ dan Na+ antara ruang ekstra dan intraseluler sehingga konsentrasi K+ dalam sel turun dan konsentrasi Na+ naik. Gangguan metabolisme dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik yang merubah permeabilitas membran sel, misalnya trauma, ischaemia, tumor, radang, keadaan toksik dan sebagainya atau perubahan patofisiologik membran sendiri akibat kelainan genetik. (Mardjono, 1979)

Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya karena potensial membran diturunkan oleh potensial aksi yang tiba pada neuron tersebut. Potensial aksi itu lebih besar daripada ambang lepas muatan listrik neuron, sehingga merupakan stimulus efektif bagi seluruh membran sel. Selanjutnya potensial aksi disalurkan melalui neurit asendens atau desendens yang bersinaps dengan dendrit neuron berikutnya. Lepas muatan listrik demikian akan menyebabkan gerakan otot, timbulnya rasa protopatik, proprioseptif atau rasa pancaindera tergantung pada fungsi daerah cortex cerebri tempat neuron-neuron melepaskan muatan listriknya. (Mardjono, 1979)

Dalam keadaan patologik gangguan metabolisme neuron akan menurunkan ambang lepas muatan listrik sehingga neuron-neuron dengan mudah secara spontan dan berlebihan melepaskan muatan listriknya. Dalam klinik hal ini menjelma sebagai serangan kejang atau serangan suatu modalitas perasa. Berbeda dengan lepas muatan listrik yang terjadi secara teratur dalam susunan saraf pusat normal, pada serangan epilepsi terjadi lepas muatan berlebihan yang merupakan lepas muatan listrik sinkron beribu-ribu atau berjuta neuron yang menderita kelainan. Lepas muatan tersebut mengakibatkan naiknya konsentrasi K+ di ruang ekstraseluler sehingga neuron-neuron sekitarnya juga melepaskan muatan listriknya. Dengan demikian terjadi penyebaran lepas muatan listrik setempat tadi. Setelah pelepasan muatan listrik secara masif sejumlah neuron maka bagian otak yang bersangkutan mengalami masa kehilangan muatan listrik sehingga untuk sementara tidak dapat dirangsang. Lambat-laun neuron-neuron kembali ke keadaan semula, yaitu kembali mencapai potensial membran semula. (Mardjono, 1979)

Zat kimia dalam susunan saraf pusat yang juga mempengaruhi terjadinya serangan epilepsi ialah neurotransmitter. Bagian terminal presinaptik neurit neuron-neuron yang bersinaps dengan dendrit-dendrit dan badan neuron lain melepaskan neurotransmitter yang dapat melintasi sela sinaps antar-neuron. Neurotransmitter yang dilepaskan ini dapat merubah polarisasi membran sel postsinaptik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter tersebut ada yang mempermudah pelepasan muatan listrik dengan menurunkan potensial membran, jadi yang memperlancar jalannya impuls saraf dari neuron ke neuron. Neurotransmitter demikian disebut neurotransmitter eksitasi atau fasilitasi, sedangkan neurotransmitter yang menghambat atau menahan pelepasan muatan listrik, yaitu yang justru menyebabkan hiperpolarisasi sehingga meningkatkan stabilitas neuron, disebut neurotransmitter inhibisi. (Mardjono, 1979)

Page 26: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

Neurotransmitter terpenting yang mempunyai sifat mempermudah pelepasan muatan listrik, ialah acetylcholin. Acetylcholin dilepaskan oleh bagian terminal presinaptik neuron dan akan meningkatkan permeabilitas membran sel untuk Na+ dan K+. Pada keadaan fisiologik proses ini dapat membatasi diri karena acetylcholin cepat di-nonaktifkan oleh acetylcholinesterase. Namun bila proses inaktivasi terganggu maka konsentrasi acetylcholin makin meningkat sehingga terjadi depolarisasi masif, neuron-neuron berlepas muatan dan timbullah epilepsi. (Mardjono, 1979)

Neurotransmitter yang mempunyai sifat menahan pelepasan muatan listrik terutama ialah gamma-aminobutyric-acid (GABA). GABA mempunyai sifat inhibisi dan gangguan pada sintesis aminoacid ini akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sehingga terjadi suatu serangan. (Mardjono, 1979)

Bila bermacam pengaruh terhadap sinaps mcnghasilkan suatu keadaan yang mempermudah pelepasan muatan listrik, maka neuron akan melepaskan muatan. Tergantung pada berbagai pengaruh tersebut ambang lepas muatan dapat rendah atau tinggi. Lepas muatan listrik sejumlah neuron secara sinkron, berlebihan, tidak terkendali dan berulang sebagai akibat ambang lepas muatan yang rendah merupakan dasar suatu serangan epilepsi. (Mardjono, 1979)

Susunan saraf pusat normal dilindungi oleh berbagai mekanisme terhadap lepas muatan listrik yang berlebihan. Hasil berbagai mekanisme tersebut menentukan ambang lepas muatan. Ambang lepas muatan yang rendah berarti bahwa neuron-neuron lebih mudah melepaskan muatan listriknya. Hal ini tergantung pada keadaan polarisasi membran sel dan pada berbagai pengaruh terhadap kegiatan sinaps. Keadaan yang merubah distribusi K+ dan Na+ di dalam sel dan di ruang ekstraseluler atau yang mengganggu kegiatan sinaps dapat menyebabkan serangan epilepsi. Selain oleh trauma, radang, tumor dan sebagainya keadaan demikian dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain, diantaranya usia, hipokalsemia, haid, graviditas, hipoksi dan hipokapni, gangguan pada elektrolit, misalnya hidrasi atau dehidrasi neuron-neuron yang berlebihan, hipertermi, hipoglikemi dan defisiensi pyridoxine, yaitu zat yang penting untuk kegiatan decarboxylase dalam pembentukan GABA. (Mardjono, 1979; Ngoerah, 1991)

Penelitian menunjukkan bahwa selain faktor-faktor tersebut diatas adanya faktor predisposisi atau herediter perlu dipertimbangkan. Faktor pencetus dapat berupa faktor sensoris (cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, dan air panas), faktor sistemis (demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu (misalnya fenotiazin dan klorpropamid), hiperglikemi, dan kelelahan fisik), faktor mental (stess dan gangguan emosi). Suatu fokus epileptogen yang terletak di cortex cerebri suatu hemisfer dapat menjalar ke bagian-bagian lain otak. Lepas muatan listrik dapat tetap terbatas pada sarang primer tanpa menimbulkan gejala klinik meskipun mungkin dapat dilihat pada electroencephalogram (EEG), misalnya berupa gelombang runcing, gelombang tajam atau gelombang lambat. Secara berkala lepas muatan epileptik dapat menjalar ke hemisfer yang kontralateral melalui serabut-serabut transcallosal dan menyebabkan fokus setangkup (mirror focus). Lepas muatan listrik dapat juga menjalar melalui serabut-serabut asosiasi pendek (cortico-cortical), dengan jalan intracortical sehingga secara progresif dapat melibatkan daerah lebih luas atau dapat menjalar ke thalamus melalui sektor thalamocortical bersangkutan yang dalam klinik menjelma sebagai serangan fokal dengan gejala sesuai fungsi sektor yang terkena. (Mansjoer dkk, 2000; Mardjono, 1979)

Serangan epilepsi yang mulai sebagai serangan fokal baru disertai kehilangan kesadaran bila lepas muatan listrik menjalar dari fokus di cortex cerebri ke substantia reticularis di batang otak serta inti-inti thalamus bilateral dan dengan demikian melibatkan sistem aktivasi retikuler. Bila lepas muatan listrik tersebut cukup kuat, maka subsantia reticularis dan nuclei thalami akan melepaskan muatan listrik serta memancarkannya secara difus ke seluruh cortex cerebri melalui serabut-serabut thalamocortical dan serabut-serabut proyeksi nonspesifik. Neuron-neuron di cortex cerebri pada gilirannya akan melepaskan muatan listrik dan terjadilah kejang-kejang umum disertai kehilangan kesadaran. Pada serangan epilepsi yang dari permulaan disertai kehilangan kesadaran diduga fokus primer tcrletak di inti-inti thalamus atau di substantia reticularis di batang otak. (Mardjono, 1979)

Epilepsi dapat dibagi menjadi tiga golongan utama yaitu :4. Epilepsi Grang Mal

Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron di seluruh area otak di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak serta thalamus. Muatan listrik yang dijalarkan melalui semua jalur ke medulla spinalis menimbulkan kejang tonik umum di seluruh

Page 27: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

tubuh. Menjelang akhir serangan diikuti oleh kontraksi otot-otot tonik, kemudian spasmodik secara bergantian, disebut kejang tonik-klonik. Sering kali penderita menggigit atau mengunyah ludah sehingga menjadi sukar bernafas, kadangkala mengalami sianosis yang luas. Juga, sinyal yang dijalarkan dari otak ke visera sering menimbulkan kencing dan defekasi. Kejang grand mal berlangsung selama beberapa detik sampai 3 atau 4 menit. Kejang ini ditandai dengan keadaan depresi setelah kejang di seluruh system saraf, penderita tetap dalam keadaan stupor selama 1 sampai beberapa menit sesudah serangan dan kemudian sering kali tetap lelah dan tertidur selama beberapa jam selanjutnya. Pada pemeriksaan EEG tampak rekaman EEG yang khas dari hampir semua region korteks selama fase tonik serangan grand mal.

Sebagian besar penderita yang mengalami serangan ini mempunyai faktor predisposisi herediter untuk serangan epilepsi, yakni kira-kira 1 dari 50 sampai 100 penderita. Pada penderita semacam ini, beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksitabilitas lingkaran epileptogenik abnormal yang cukup untuk mendahului serangan adalah rangsangan emosi yang hebat, alkalosis akibat pernapasan yang berlebihan, obat-obatan, demam, dan suara bising atau cahaya yang menyilaukan. Timbulnya aktivitas neuron yang berlebihan selama serangan grand mal mungkin disebabkan oleh aktivasi yang massif di sebagian besar jaras bergaung diseluruh otak. Beberapa menit setelah serangan, serangan terhenti sebagai akibat fenomena kelelahan neuron. Selain itu, berhentinya serangan juga disebabkan oleh inhibisi aktif neuron inhibitor yang juga diaktivasi oleh serangan. Keadaan stupor dan kelelahan tubuh total yang terjadi setelah kejang grand mal berakhir merupakan akibat dari kelelahan yang hebat pada sinaps-sinaps neuron sesudah aktivasinya yang intensif selama serangan grand mal.5. Epilepsi Petit Mal

Epilepsi ini hampir selalu melibatkan system aktivasi dasar talamokortikal otak. Epilepsi ini ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, dimana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch-like), biasanya didaerah kepala, terutama pengedipan mata, keadaan ini selanjutnya diikuti dengan kembalinya kesadaran dan timbul kembali aktivitas sebelumnya. Rangkaian keseluruhan ini disebut sindrom ketiadaan (absence syndrome) atau epilepsi ketiadaan.

Pola gelombang otak pada epilepsy ini ditandai dengan pola kubah dan paku (spike and dome pattern). Gambaran yang direkam disebagian besar atau diseluruh bagian korteks serebri ini menunjukkan bahwa kejang yang timbul melibatkan sebagian besar sistem aktivasi talamokortikal otak. 6. Epilepsi Fokal

Epilepsi ini dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik region setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Hampir selalu, epilepsi fokal disebabkan oleh lesi organic setempat atau adanya kelainan fungsional, seperti jaringan parut di otak yang mendorong jaringan neuron didekatnya, adanya tumor yang menekan daerah otak, rusaknya suatu area jaringan otak, atau kelainan sirkuit setempat yang kongenital. Lesi semacam ini dapat menyebabkan pelepasan impuls yang sangat cepat pada neuron setempat, bila kecepatan pelepasan impuls ini sampai diatas 1000 per detik maka gelombang sinkron mulai menyebar diseluruh regio kortikal di dekatnya. Gelombang ini mungkin diakibatkan oleh lingkaran bergaung setempat yang secara bertahap membuat area area korteks didekatnya menjadi zone lepas muatan epileptik. Proses ini menyebar ke daerah didekatnya dan bila gelombang eksitasi semacam ini menyebar ke seluruh korteks motorik, maka gelombang ini menyebabkan barisan kontraksi otot yang progresif di seluruh sisi tubuh yang berlawanan, secara khas dimulai dari region mulut dan secara progresif beruntun menjalar ke bawah sampai tungkai, namun pada saat lain dapat menjalar ke arah berlawanan. Keadaan ini disebut epilepsi Jackson.

Serangan epilepsi fokal dapat terbatas hanya di suatu area otak, namun pada sebagian besar kasus, sinyal yang kuat dari daerah korteks yang mengalami kejang dapat merangsang bagian mesenfalitik system aktivasi otak begitu kuatnya sehingga seperti layaknya serangan epilepsi grand mal.

Ada tipe lain dari epilepsi fokal yang disebut kejang psikomotor, yang dapat menyebabkan timbulnya periode anamnesa singkat, serangan marah yang abnormal, ansietas, rasa tidak nyaman, atau rasa takut yang timbul mendadak, bicara inkoheren yang singkat atau bergumam dari ungkapan basa-basi (trite phrase), atau gerakan motorik seperti mau menyerang seseorang atau menghapus wajah dengan tangannya dan sebagainya. Penderita dapat melakukan aktivitas tersebut secara tidak sadar maupun dalam keadaan sadar namun tidak dapat mengendalikannya. Serangan tipe ini secara khas melibatkan bagian limbic otak, seperti hipokampus, amigdala, septum atau korteks temporalis.

Page 28: Tinjauan Pustaka Mix Ske 2.10

Pada pemeriksaan EEG didapatkan gambaran yang khas selama serangan psikomotor tampak adanya gambaran gelombang rectangular (berbentuk empat persegi panjang) dengan frekuensi rendah yakni 2 sampai 4 gelombang per detik dan diselingi dengan gelombang berfrekuensi 14 gelombang per detik.

(Setiawan, 1997)Elektroensefalografi (EEG) adalah suatu cara pemeriksaan untuk menentukan fokus epileptogeniknya

dan penyebab bangkitan-bangkitan epilepsi. Dengan EEG diagnose epilepsi dapat ditegakkan secara pasti. Ada beberapa ritme gelombang EEG antara lain ritme alfa, beta, delta, subdelta, dan theta. Gelombang tipe alfa memiliki frekuensi 8-13 Hz, khas untuk orang normal yang terjaga (namun mata terpejam) dalam keadaan cukup istirahat terutama pada daerah occipitalis. Gelombang tipe beta mempunyai frekuensi 18-30 Hz, khas selama periode aktivitas system saraf yang kuat terutama terjadi di daerah parietal dan frontal. Gelombang delta mempunyai frekuensi 0,5-4 Hz. Gelombang sub delta memiliki frekuensi dibawah 0,5 Hz, khas pada waktu tidur malam, pada masa bayi dan pada gangguan otak serius. Sedangkan gelombang theta memiliki frekuensi 4-7 Hz, terutama terjadi pada anak-anak, tapi juga pada orang dewasa selama periode stress emosional. (Ngoerah, 1991; Hartanto dkk, 2006)

Penderita epilepsi membutuhkan pengobatan yang cermat dalam jangka waktu yang panjang. Kerja sama dengan orang tua penderita/keluarga sangat mempengaruhi pengobatan. Pengobatan yang diberikan terdiri dari pemberian anticonvulsant, nasehat untuk penderita dan orang tua/keluarga penderita. Obat-obat antikonvulsan yang dapat diberikan adalah fenolbarbital, difenilhidantoin, valium (diazepam), tegretol (carbamazepin), clonazepam, tridione (paradione), zarortin (ethosuximide), diamox, valproid acid (depakene). Penggunaan obat-obat tersebut perlu memperhatikan dosis dan efek sampingnya bagi pasien. Bila dalam satu tahun tidak timbul bangkitan epilepsi, paka penghentian pemberian obat-obat antikonvulsan secara lambat laun dapat dipertimbangkan. Pada epilepsi sekunder diperlukan juga terapi kausatif untuk mengatasi penyebabnya. (Ngoerah, 1991; Tanumiharja, 1979)