makalah blok 25
DESCRIPTION
lukfintiaTRANSCRIPT
Eklampsia pada KehamilanLukfintia Filia
NIM:10.2010.080/C7
Email: [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Tel 56942061, Jakarta
PENDAHULUAN
Eklampsia, merupakan salah satu di antara masalah kedaruratan paling serius selama
pertengahan kehamilan terakhir, ditandai oleh kejang klonik yang berhubungan dengan
hipertensi yang diinduksi atau diperberat oleh kehamilan.1
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada
wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda preeklampsia. Pada wanita yang
menderita eklampsia timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma. Tergantung dari
saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum, eklampsia parturientum, dan
eklampsia puerperale. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali
persalinan mulai tidak lama kemudian.2,3
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh preeklampsia, tampak
pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah
timbulnya penyakit itu.2,3
ANAMNESIS
Anamnesis umum ibu hamil 1
1. Nama dan alamat
2. Umur : terutama pada perempuan yang baru satu kali hamil. Umur terbaik untuk kehamilan
dan persalinan adalah antara 19-25 tahun.
3. Perkawinan : sudah berapa lama dan berapa kali kawin. Lebih-lebih bagi primipara
berumur lanjut seandainya lebih dari 30 tahun, penting bagi kita mengetahui apakah
hamilnya itu datang tidak berapa lama (1 / 2 tahun) sesudah ia kawin atau perempuan itu
1
hamil setelah 8 atau 10 tahun perkawinan. Ini untuk menentukan prognosa tentang
kehamilan, pada yang hamil tidak lama setelah kawin prognosa lebih baik dibandingkan
perempuan yang sudah lama kawin baru hamil karena lebih banyak kemungkinan akan
timbulnya kelainan waktu hamil dan kesulitan ketika akan bersalin.
4. Pekerjaan : Apabila perempuan hamil bekerja sebagai buruh yang bekerja berat, apakah
pekerjaan itu tidak memberi pengaruh kesehatan umumnya dan kehamilan khususnya.
5. Keluhan dan Penyakit lain : Segala keluhan dari perempuan hamil hendaklah mendapat
perhatian dari dokter, karena mungkin dengan keterangan itu sudah dapat kita duga
adanya kehamilan atau kelainan-kelainan pada kehamilan. Pasien harus didorong untuk
mengekspresikan tujuan dari kunjungannya bila ada keluhan.
6. Pertanyaan tentang haid : Kita perlu mengetahui tanggal haid yang terakhir, supaya dapat
ditentukan umur kehamilan dan ditaksir kira-kira tanggalnya persalinan. Perlu juga
menanyakan keadaan haid perempuan itu apakah teratur atau tidak.
7. Kehamilan, persalinan, atau nifas : Jika perempuan itu sudah beranak satu atau lebih
(multipara) baik pula ditanyakan bagaimana kehamilannya dahulu. Begitu pula jalannya
persalinan apakah sukar atau tidak. Keadaan waktu nifas apakah perempuan itu lama dan
mengeluarkan banyak darah sesudah persalinan dan apakah pengeluaran ASI cukup atau
tidak.
8. Perasaan gerakan anak : Dalam keadaan biasa pada primipara pergerakan anak mula-mula
terasa pada akhir bulan kelima (kurang lebih 20 minggu).
Anamnesa dan Riwayat Penyakit yang Berhubungan dengan Eklampsia dan
Preeklampsia
Dilihat dari gejalanya, pasien kemungkinan menderita eklampsia, oleh karena itu perlu
ditanyakan pertanyaan yang lebih rinci untuk mengetahui apakah ibu menderita eklampsia
atau hipertensi pada kehamilan lainnya. Bila pasien tidak sadar dapat dilakukan alo-anamnesa
pada keluarga pasien.3,4,5
1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Apakah terdapat nyeri kepala yang hebat, gangguan
penglihatan, nyeri di ulu hati/episgastrium dengan atau tanpa mual dan muntah? Bila
terdapat gejala tersebut, itu merupakan suatu pertanda hipertensi selama kehamilan meski
tidak spesifik. Sakit kepala merupakan gejala yang relative biasa selama kehamilan tapi
dapat juga gejala awal dari edema otak. Gangguan penglihatan mungkin merupakan gejala
dari preeklampsia berat dan dapat menunjukkan spasme arteriolar retina, iskemia, edema,
atau pada kasus jarang, pelepasan retina/ablasi retina. Nyeri epigastrium menunjukkan
2
pembengkakan hepar yang berhubungan dengan preeklampsia berat atau rupture
hematoma subkapsuler hepar.
2. Apakah merasa pembengkakan pada kaki, tangan, jari tangan, dan muka? Edema
merupakan salah satu gejala dari hipertensi pada kehamilan. Pada umunya pasien akan
sadar akan edema yang menyeluruh. Keluhan yang umum adalah sesaknya cincin pada jari-
jarinya. Untuk membedakan dengan edema pada kehamilan karena proses kehamilan perlu
dilakukan pemeriksaan tekanan darah yang akan dibahas pada pemeriksaan fisik. Juga
ditanyakan apakah volume urin dirasa berkurang?
3. Apakah pasien merasa adanya kenaikan berat badan yang mendadak? Kenaikan berat
badan mendadak merupakan suatu akibat dari retensi cairan dan dapat merupakan gejala
paling dini dari preeklampsia.
4. Tanyakan apakah pernah ada riwayat kejang-kejang sebelumnya baik pada pasien sendiri
maupun keluarga pasien? Hipertensi disertai kejang klonik merupakan suatu ciri khas pada
eklampsia.
5. Tanyakan apakah pasien pernah didiagnosa menderita epilepsi sebelumnya? tanyakan juga
apakah ada keluarga yang pernah menderita epilepsi. Ini untuk menyingkirkan diagnosa
epilepsi.
6. Tanyakan apakah pernah menderita trauma sebelumnya khususnya bagian kepala? Trauma
dapat menyebabkan kejang juga.
7. Tanyakan apakah keadaan tidak sadarkan diri/koma dicetuskan oleh suatu penyebab
tertentu seperti epilepsi, sinkop, mengkonsumsi alkohol/obat, hipoglikemia? 3,4,5
Riwayat penyakit dahulu yang berperan pada eklampsia :
Ciri khas pasien dengan eklampsia adalah nulipara dan umur belasan tahun. Catatan
antenatal dapat menyingkap perkembangan yang mendadak atau bertahap dari hipertensi,
edema, kenaikan berat badan, dan albuminuria.3
PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi Umum 3,6
Lakukan inspeksi terhadap keadaan kesehatan secara keseluruhan, status gizi, kondisi
neuromuskuler, koordinasi neuromuskuler, dan kondisi emosional pasien pada saat dia
berjalan masuk ke dalam kamar pemeriksa. Pembicaraan tentang prioritas pasien dalam
menjalani pemeriksaan, responnya terhadap kehamilan dan keadaan kesehatannya secara
3
umum akan memberikan informasi yang berguna dan membantu menimbulkan perasaan
nyaman dalam diri pasien.
Pada pasien eklampsia :
Pasien umumnya tidak sadar atau setengah sadar segera setalah suatu kejang
eklampsia. Kejang yang khas ditandai timbulnya kontraksi tonik umum yang diikuti oleh
fase klonik yang berkembang ke koma. Biasanya gerakan-gerakan kejang dimulai sekitar
mulut dalam bentuk kedutan pada muka (facial twitchings). Dalam beberapa detik seluruh
otot tubuh mengalami kontraksi yang rigid (muka mengalami distorsi, mata menonjol,
lengan fleksi, tangan mengepal, dan tungkai tertarik). Setelah 15-20 detik otot-otot
berkontraksi dan berelaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot dapat sedemikian hebat
sehingga lidah dapat tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Bila pasien sadar kembali,
biasanya pasien mengalami disorientasi yang letih selama beberapa saat.
Pada pasien eklampsia maupun preeklampsia juga sering didapatkan edema kaki, jari
tangan, dan muka.
2. Tanda Vital dan Berat Badan 3,6
A. Pengukuran Tekanan Darah
Hasil pengukuran dasar (baseline) akan membantu menentukan kisaran tekanan darah
yang lazim dimiliki oleh ibu hamil atau pasien. Pada pertengahan masa kehamilan,
normalnya tekanan darah lebih rendah daripada tekanan darah dalam keadaan tidak hamil.
Tekanan darah yang tinggi sebelum kehamilan 24 minggu menunjukkan keadaan
hipertensi kronis. Sesudah 24 minggu diperlukan evaluasi lanjut untuk penegakkan
diagnosis hipertensi akibat kehamilan (PIG) dan penanganannya.
Pada pasien eklampsia :
Hipertensi merupakan salah satu dari gejala penting dalam eklampsia. Tekanan darah
pasien penderita eklampsia adalah Sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolic ≥ 110 mmHg.
tekanan darah ≥140 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan
diastolic >15 mmHg diukur setelah pasien istirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik
pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia
maupun eklampsia
4
B. Penimbangan Berat Badan
Penurunan berat badan pada trimester pertama yang disebabkan nausea dan vomitus
sering terjadi, tetapi penurunan ini tidak boleh melampaui 2,5 kg.
Pada pasien eklampsia :
Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali. Kenaikan berat badan sering disertai edema pada pasien eklampsia maupun
preeklampsia. Pada umunya pasien akan sadar akan edema yang menyeluruh. Keluhan yang
umum adalah sesaknya cincin pada jari-jarinya.
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher. 3,6
Wajah : Keadaan normal pada kehamilan akan didapatkan gambaran chloasma
gravidarum yang terdiri dari bercak kecoklatan yang tidak teratur di sekeliling mata dan
melintasi pangkal hidung. Pada hipetensi akibat kehamilan akan terjadi edema fasialis
setelah usia kehamilan 24 minggu.
Mata : Perhatikan warna konjuctiva. Bila perlu lakukan pemeriksaan retina. Pada
eklampsia pada pemeriksaan retina akan menyingkap penyempitan arteriolar dan edema
retina.
4. Toraks dan Paru 3,6
Lakukan inspeksi toraks untuk menentukan pola pernapasan pasien. Meskipun pada
wanita dengan kehamilan yang lanjut kadang-kadang mengeluhkan kesulitan bernapas,
biasanya mereka tidak mempunyai tanda-tanda fisik yang abnormal. Lakukan juga
auskultasi pada paru untuk mengetahui apakah ada kelainan pada paru.
Pada eklampsia : pemeriksaan toraks dapat menyingkap ronki kasar di bagian paru
abwah yang menunjukkan adanya edema paru.
5. Pemeriksaan Ekstremitas (Refleks Tendon Profunda) 3,6
Pada pemeriksaan extremitas pada eklampsia akan didapatkan refleks patella dan kaki
hiperaktif. Klonus kaki merupakan temuan yang sering. Hiperrefleksia dan klonus
merupakan petunjuk dari peningkatan iritabilitas SSP dan mungkin meramalkan suatu
kejang eklampsia
5
6. Pemeriksaan Abdomen
Atur tubuh ibu hamil dalam posisi setengah duduk dengan kedua lutut ditekuk.
Lakukan inspeksi untuk menemukan sikatriks atau stria, bentuk serta kontur abdomen dan
tinggi fundus uteri. Gambaran striae yang berwarna keunguan dan linea nigra merupakan
keadaan yang normal pada kehamilan. Bentuk dan kontur abdomen dapat menunjukkan
ukuran kehamilan. 3,6
Lakukan palpasi abdomen untuk menemukan :
a. Gerakan janin. Biasanya gerakan janin dapat dirasakan pemeriksa pada kehamilan
sesudah 24 minggu. 7
b. Kontraktilitas uterus : Uterus berkontraksi tidak teratur sesudah kehamilan 12 minggu
dan kontraksi uterus ini seringkali terjadi sebagai respons terhadap palpasi selama
trimester ketiga. Kemudian pemeriksa akan merasakan abdomen yang tegang atau
kencang dan mengalami kesulitan untuk meraba bagian tubuh janin.7
c. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri dengan pita pengukur jika usia kehamilan lebih dari 20
minggu. Dengan memegang pita dan mengikuti garis tengah abdomen lakukan
pengukuran dari puncak simfisis pubis hingga puncak fundus uteri. Atau pengukuran
dengan menggunakan cara lain : uterus diletakkan di tengah perut dengan 2 tangan.
Lakukan pengukuran dari pusat atau processus xyphoideus. 7
d. Auskultasi detak jantung janin : Alat yang digunakan Dopton (Doppler) atau Stetoskop.
Frekuensi DJJ sekitar 160-an pada awal kehamilan, kemudian melambat sekitar 120-an
sampai 140-an pada saat kehamilan mendekati aterm. 7
Pada eklampsia : Pengukuran tinggi uterus memberikan perkiraan umur kehamilan
janin. Presentasi janin harus ditentukan untuk merencanakan kelahiran. Tonus uterus
istirahat normal kecuali ada hubungan dengan pelepasan plasenta. Kontraksi uterus
intermiten memberi kesan bahwa persalinan telah terjadi. Denyut jantung janin
biasanya ada kecuali pelepasan plasenta atau kejang telah menyebabkan anoksia janin.
Rasa sakit daerah hepar merupakan suatu tanda potensial dari pre-eklampsia berat dan
dapat meramalkan ruptur hepar. 7
6
Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalisis
Sebuah kateter Foley diinsersikan ke dalam kandung kemih dalam usaha untuk
mendapatkan contoh urin permulaan dan untuk memantau urin yang keluar. 3
a. Protein urine 8
Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan glomerulus dan
atau gangguan reabsorpsi tubulus ginjal. Dengan menggunakan spesimen urin acak, protein
dapat diidentifikasi dengan strip reagen atau dipstick. Spesimen urin yang menunjukkan
positif proteinuria perlu mempertimbangkan specimen urin 24 jam untuk uji analisis
kuantitatif protein. Jumlah proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai indikator menilai
tingkat keparahan ginjal.
Nilai rujukan :
Spesimen Acak : Negatif : 0-5 mg/dl. Positif : 6-2000 mg/dl
Spesimen 24 jam : 25-150 mg / 24 jam
Pada pasien dengan eklampsia atau preeklampsia berat : Proteinuria + ≥5 g /24 jam atau ≥3
pada tes celup. Untuk diagnose eklampsia proteinuria + >300 mg/24 jam.
b. Volume urin : Pada pasien eklampsia maupun preeklampsia berat dapat dijumpai oliguria
(urin < 400 ml dalam 24 jam) 8
2. Pemeriksaan Hitung Darah Lengkap (CBC)
Pada eklampsia, dapat ditemukan anemia karena hemodilusi akibat kehamilan. Pada
pemeriksaan hapus sel darah tepi dapat ditemukan schistocytes dan burr cell. Dapat juga
ditemukan keadaan trombositopenia (<100.000 sel trombosit) akibat hemolisis
mikroangiopati atau akibat sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzyme, low
platelet).9
3. Pemeriksaan Bilirubin Serum
Pada eklampsia dapat dijumpai bilirubin serum total meningkat (>1.2 mg/dl). Nilai
normal: 0,1-1,2 mg/dl. 9,10
7
4. Pemeriksaan Kreatinin Serum
Kadar Kreatinin serum meningkat pada eklampsia karena volume intravaskular
menurun dan mengurangi GFR. Clearance kreatinin (CrCl) mungkin kurang dari 90
mL/menit/1.73 m2. Nilai normal : 0,5-1,5 mg/dl. 11,12
5. Tes Fungsi Hati
Tes fungsi hepar dapat positif pada sekitar 20-25% pasien dengan eklampsia :
Aspartate aminotransferase (SGOT) > 72 IU/L.
Kadar bilirubin total > 1.2 mg/dL
Kadar LDH > 600 IU/L
Tes fungsi hepar ini dapat meningkat akibat HELLP syndrome.13,14
Pemeriksaan Radiologi 15
1. CT Scan Kepala
CT scan kepala, dengan atau tanpa kontras, dapat menyingkirkan kemungkinan
trombosis vena serebral, perdarahan intrakranial, dan lesi SSP, yang semuanya dapat
terjadi dalam kehamilan dan bersamaan dengan kejang.
Pertimbangkan CT scan pada pasien yang ada riwayat trauma, yang refrakter terhadap
terapi magnesium sulfat, atau presentasi atipikal (misalnya, kejang >24 jam post partum).
Meskipun pemeriksaan CT scan pada eklampsia bukan pemeriksaan rutin, pada 50 %
wanita didapatkan hasil CT scan yang abnormal.
Karakteristik CT scan yang ditemukan antara lain area hypodense kortikal, terutama
di lobus oksipital, dan edema serebral yang difus, yang diyakini sesuai dengan perdarahan
petekie dan edema yang difus pada studi postmortem.
2. MRI
Menurut penelitian sebanyak 90 % wanita dengan eklampsia menunjukkan gambaran
Magnetic Resonance Imaging (MRI) abnormal pada kepala. Diantaranya sinyal yang
meningkat di perbatasan substansia alba pada gambaran T2, serta edema dan perdarahan
kortikal.
3. Transabdominal USG
Transabdominal ultrasonografi digunakan untuk memperkirakan umur kehamilan. Ini
juga dapat digunakan untuk menyingkirkan plasenta absruptio, yang dapat mempersulit
eklampsia.
8
4. Electroenchepalogram dan Pemeriksaan LCS
Electroencephalograms dan studi cairan cerebrospinal jarang digunakan dalam
manajemen, namun dapat diindikasikan jika epilepsi atau meningitis dipertimbangkan
dalam diagnosis.
WORKING DIAGNOSIS
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda
dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan, maka
diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus
dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anemnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau
pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada; (2) kejangan karena obat anestesia;
apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejangan; (3) koma
karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, encephalitis, dan lain-
lain.16
Perjalanan Penyakit Eklampsia16
Pada umumnya kejangan didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan
terjadinya gejala-geiala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,
nyeri di epigastrium, dan hyperreflexia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera
diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini besar. Selama serangan
tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40 derajat Celcius. Sebagai
akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti (1) lidah tergigit; perlukaan dan
fraktura; (2) gangguan pernafasan, (3) solutio plasenta; dan (4) perdarahan otak.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain.
Oleh karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan
otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi iatrogenik tumor otak, ruptura
aneurisma otak dan bahkan histeria selama kehamilan lanjut dan masa nifas dapat menyerupai
eklampsia. Jadi, keadaan-keadaan tersebut harus diingat bila terjadi kejang atau koma
selama kehamilan, persalinan atau masa nifas dan harus disingkirkan terlebih dahulu
sebelum diagnosis kerja eklampsia dapat ditegakkan. Eklampsia selalu didahului oleh
9
preeklampsia. Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia
perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodomal
eklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak rnenjadi
kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.17
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan
dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut,
yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga
seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata
menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse.
Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-
30 detik.17
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan
terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada
otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini
sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit
akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur
berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak
karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.17
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernapasan tertahan, kejang
klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah, dan
akhirnya penderita diam tidak bergerak.17
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur kontraksi
melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbul
kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat, yang
mungkin oleh karena gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan
oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.17
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah
berakhirnya kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat mencapai 50 kali per menit
akibat terjadinya hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat
menimbulkan sianosis. Penderita yang radar kembali dari koma, umumnya mengalami
disorientasi dan sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai
beberapa cam. Di Rumah Sakit Dr. Soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai
derajat kedalaman koma tersebut yaitu Glasgow Coma Scale. Di Inggris untuk mengevaluasi
10
koma pada eklampsia ditambah penilaian kejang, yang disebut Glasgow-Pittsburg Coma
Scoring System.17
Preeklampsia
Preeklampsia adalah gangguan sistemik yang berkaitan dengan kehamilan, ditandai
dengan hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan >20 minggu. Preeklamsia merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian ibu, meningkatkan masalah perinatal karena Intra
Uterine Growth Retardation (IUGR) dan kelahiran prematur. Faktor resiko terjadinya
preeklamsia adalah: nuliparitas, riwayat adanya preeklampsia-eklampsia dalam keluarga,
janin multiple (kembar), diabetes, penyakit vaskuler kronis, penyakit ginjal, mola hidatidosa,
hidrops fetalis.18
Preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu preeklampsia berat dan ringan. Preeklampsia
berat adalah hipertensi awitan baru dan proteinuria diikuti disfungsi susunan saraf pusat
(sakit kepala, pandangan kabur, kajang, koma), peningkatan TD bermakna (>160/110mmHg),
proteinuria berat (>5gram per 24 jam), oliguria atau gagal ginjal, edema paru, kerusakan sel
hati (>2x batas atas normal), trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mikro L) atau
disseminated intravaskuler coagulation (DIC). Sedangkan preeklampsia ringan adalah
hipertensi awitan baru, proteinuria, dan edema tanpa diikuti tanda-tanda preeklampsia berat.
Sementara itu, dikatakan juga bahwa pasien yang terlihat seperti preeklampsia ringan
(misalnya remaja hamil dengan TD 140/85 mmHg dan proteinuria) dapat kujang mendadak /
berkembang menjadi eklampsia, sehingga istilah ringan dan berat dapat melenakan dokter.
Keadaan tersebut akan hilang setelah persalinan.19,20
Diagnosis Preeklamsia
Hipertensi yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu, dengan proteinuria, terutama
pada nulipara muda dapat dicurigai sebagai preeklamsia. Preeklamsia umumnya tidak
terdeteksi dan hanya dengan penapisan berkala. Gejala yang paling sering bila ada, adalah
kenaikan berat badan yang tiba-tiba dan berlebihan, sakit kepala, gangguan penglihatan
(sering melihat keliatan cahaya), muntah, nyeri epigastrium, dan edema. Meskipun
preeklampsia paling banyak terjadi di trisemeter ketiga, dapat juga berkembang sampai 1
minggu setelah melahirkan sehingga tekanan darah harus tetap dipantau.21
Kriteria hipetensi pada ibu hamil adalah tekanan darah > 140/90 mmHg berdasarkan
pengukuran dua kali atau lebih dengan jarak 6 jam atau lebih. Proteinuria pada preeklamsia
didefinisikan sebagai ekskresi protein lebih dari 300mg dalam urin 24 jam (lebih dari +1 pada
pemeriksaan dipstick).22
11
Gambaran Klinis Preeklampsia
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia, yaitu hipertensi dan
proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita bamil. Pada
waktu keluban seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium mulai
timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat. Jadi, untuk deteksi dini dan penatalaksanaan
pre-eklampsia, makna perawatan antenatal yang penting tampak jelas.18
Preeklampsia Ringan23
- Hipertensi antara 140/90 mmHg atau kenaikan sistole dan diastole 30
mmHg/15mmHg.
- Edema kaki, tangan atau muka atau kenaikan BB 1 kg/minggu
- Proteinuria 0,3 gr/24 jam
- Oliguria
Preeklampsia Berat23
Tanda pada preeklampsia berat :
- Hipertensi antara 160/110 mmHg.
- Proteinuria 5 gr/24 jam
- Oliguria 400 cc/24 jam
- Edema paru dapat disertai sianosis
- Keluhan subjektif : 1. nyerti kepala frontal
2. gangguan penglihatan
3. nyeri epigastrium
ETIOLOGI
Apa yang menjadi penyebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum
diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab penyakit
tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang
dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut: (1) sebab bertambahnya
frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hydramnion, dan mola hydatidosa; (2)
sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat
terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab
12
jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbul-
nya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.16
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah
iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor
yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Di antara faktor-faktor yang ditemukan
sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.16
Predisposisi genetik, imunologi, endokrinologi, gizi, invasi trofoblas abnormal, kelainan
koagulasi, kerusakan endotel vaskular, maladaptasi kardiovaskular, kekurangan atau
kelebihan diet, dan infeksi telah perkirakan sebagai faktor etiologi untuk
preeklampsia/eklampsia. Produksi prostanoid yang tidak seimbang dan plasma antifosfolipids
yang meningkat juga telah terlibat dalam eklampsia.16
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun
teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah
pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,
penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan preeklampsia yang sempurna.
Dalam kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar 3-10%. Pada primigravida frekuensi
preeklampsia maupun eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama
primigravida muda diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur
lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
preeklampsia.16
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops
fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas16
13
GAMBARAN KLINIS
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul
pada antepartum, intrapartum, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.16
Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodomal akan terjadinya kejang.
Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending
eclampsia atau imminent eclampsia.16
Eklampsia ditandai dengan gejala kejang tonik-klonik menyeluruh yang terjadi pada
beberapa wanita dengan hipertensi yang diinduksi atau diperberat oleh kehamilan. Koma
tanpa disertai kejang juga pernah disebut sebagai eklampsia; akan tetapi, sebaiknya
diagnosis eklampsia dibatasi hanya untuk wanita dengan gejala kejang, dan kasus yang
fatal tanpa kejang digolongkan sebagai preeklampsia berat. Kejang yang diakibatkan oleh
terlibatnya otak pada hipertensi karena kehamilan hanya merupakan salah satu manifestasi
preeklampsia berat; namun, karena angka kematiannya yang tinggi, eklampsia dihadapi
dengan ketakutan yang khusus.16
1. Gejala prodromal17
- Hampir selalu dapat diawasi, akut atau berlarut-larut
- Peningkatan tekanan darah
- Edema, terutama pada muka
- Mata berkedip-kedip, penglihatan mengecil, defisiensi lapang pandang
- Nyeri kepala frontal
- Nyeri di abdomen atas (biasanya)
- Kegelisahan tepat sebelum serangan kejang
2. Kejang tonik klonik
a. Kontraksi tonik selama 10-20 detik
Kaku kuduk; berputar ke samping
Lengan ditekuk
Tungkai tertarik dan terputar ke dalam
Pupil berdilatasi; juga protrusio bulbi
b. Segera diikuti fase klonik 0,5-2 menit
14
Mulai pada bagian atas badan, tersebarnya ke arah ekstremitas
Kontraksi dan relaksasi dalam interval singkat
Lidah tergigit (busa berdarah)
Beberapa, biasanya pernafasan mendengkur
Sianosis
3. Koma (tidak mutlak)
Kehilangan kesadaran untuk waktu yang bervariasi
PATOFISIOLOGI
Vasospasme
Vasospasme merupakan dasar patofisiologi untuk preeklamsia-eklamsia. Konsep ini,
dibuat berdasarkan hasil pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil pada pangkal
kuku, fundus okuli serta konjungtiva bulbi, dan juga sudah diperkirakan dari perubahan
histologist pada berbagai organ yang terkena.18
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah dan menerangkan proses
terjadinya hipertensi arterial.18
Lebih lanjut, angiotensin II tampaknya mempengaruhi langsung sel endotel dengan
membuatnya berkontraksi. Semua faktor ini dapat menimbulkan kebocoran sel antar-endotel,
sehingga melalui kebocoran tersebut, unsur-unsur pembentuk darah, seperti trombosit,
fibrinogen, tertimbun pada lapisan subendotel.18
Pada keadaan normal, wanita hamil memiliki resistensi terhadap efek presor dari
pemberian angiotensin II. Nulipara normal yang tensinya tetap normal tidak rentan terhadap
efek prekursor angiotensin II. Namun, wanita yang kemudian menjadi hipertensif akan
kehilangan resistensi, yang seharusnya ada terhadap angiotensin II selama kehamilan, dalam
waktu beberapa minggu sebelum timbulnya hipertensi.18
Semua wanita resisten terhadap angiotensin II pada kehamilan antara minggu ke-21
sampai 25; namun, wanita yang kemudian menderita hipertensi yang diperberat oleh
kehamilan, mulai kehilangan resistensinya setelah kehamilan minggu ke-27.18
Dilaporkan bahwa dibandingkan dengan kehamilan normal, pada kehamilan dengan
eklamsia akan terjadi penurunan produksi prostasiklin plasenta dan peningkatan tromboksan
A2 yang bermakna. Selanjutnya dilaporkan adanya peningkatan secari in vitro produksi
15
progesterone dari plasenta pada kehamilan dengan eklamsia, dan peningkatan konsentrasi
progesterone ini diduga menghambat produksi prostasiklin.18
Perubahan hematologis
Kelainan hematologis berikut dapat timbul pada sebagian wanita, tapi tentunya tidak
pada semua wanita yang menderita hipertensi yang diinduksi atau diperberat oleh kehamilan.
(1) Trombositopenia dapat terjadi dan kadangkala ditemukan begitu berat sehingga dapat
mengancam jiwa penderitanya. (2) Kadar sebagian faktor pembekuan plasma dapat menurun.
(3) Eritrosit dapat mengalami trauma sehingga berubah bentuknya dan cepat mengalami
hemolisis.18
Perubahan-perubahan hematologis ini telah dipikirkan oleh para ahli sebagai
penyebab preeklampsia-eklampsia, yaitu suatu keadaan hiperkoagulasi yang apabila dicegah
dapat memberikan terapi yang efektif.18
Koagulasi
Perubahan hematologis yang konsisten dengan koagulasi intravaskuler dan lebih
jarang lagi dengan kerusakan eritrosit, dapat membersulit kasus hipertensi karena kehamilan,
khususya eklampsia.18
Ahli mengemukakan teori bahwa banyak perubahan pada preeklampsia yang
merupakan merupakan akibat penimbunan fibrin pada organ-organ vital sebagai hasil proses
DIC lambat diawali oleh masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu dari plasenta,
sementara DIC cepat dan fibrin yang tebentuk menyebabkan penyumbatan vaskuler di otak
serta serangan kejang pada eklampsia.18
Trombositopenia
Trombositopenia maternal sudah dipastikan dengan jelas dapat ditimbulkan secara
akut oleh preeklampsia-eklampsia. Lagipula, segera setelah produk konsepsi dikeluarkan,
hitung trombosit dengan cepat akan meningkat kembali kepada nilai yang normal dalam
waktu beberapa hari setelah persalinan. Kebanyakan peneliti menganggap bahwa terjadinya
trombositopenia berat, yaitu jumlah trombosit <100.000 per µL, merupakan tanda buruk bagi
ibu hamil yang menderita preeklamsia, dan menyarankan persalinan janin.18
Resiko tingginya perdarahan intracranial pada ibu juga meningkat secara berarti pada
trombositopenia. Trombositopenia yang menyertai preeklamsia dan eklamsia berat dapat
16
disertai dengan perusakan eritrosit, yang ditandai oleh hemolisis, skizositosis, sferositosis,
retikulosis, hemoglobinuria dan kadang-kadang hemoglobinemua. Kelainan ini sebagian
terjadi akibat hemolisis mikroangiopati. Para wanita hamil yang menderita eklamsia, dan
sebagian kecil wanita hamil dengan preeklamsia berat menunjukkan adanya skizositosis,
ekinositosis, tetapi tanpa sferositosis, bila dibandingkan dengan wanita normal.18
Faktor-faktor pembekuan lainnya
Defisiensi berat pada setiap factor pembekuan yang dapat larut, sangat jarang
ditemukan pada keadaan preeklamsia-eklamsia yang berat.18
Perubahan cairan dan elektrolit
Biasanya volume cairan ekstraseluler pada wanita yang menderita preeklampsia-
eklampsia berat akan bertambah hingga melampaui jumlah peningkatan volume yang khas
untuk wanita hamil. Mekanisme penyebab penambahan volume yang patologis ini tidak
dikatahui dengan jelas. Edema kadang-kadang terjadi secara bertentangan dngan penurunan
kadar aldosteron dalam kehamilan dengan preeklampsia-eklampsia.18
Setelah terjadi kejang eklamsia, kadar bikarbonat akan menurun, akibat asidosis laktat
dan kompensasi terhadap kehilangan karbon dioksida dari dalam plasma melalui paru-paru.
Beratnya asidosis berhubungan dengan jumlah asam laktat yang dihasilkan, kecepatan
metabolismenya, disamping kecepatan pengeluaran karbondioksida melalui pernapasan.18
Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus secara
nyata meningkat di atas nilai-nilai pada keadaaan tidak hamil. Dengan timbulnya hipertensi
karena kehamilan, perfusi darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus menurun secara
bervariasi.18
Pada mayoritas wanita dengan preeklampsia, penurunan filtrasi glomerulus yang
ringan sampai sedang tampaknya terjadi akibat penurunan volume plasma; jadi, kadar
kreatinin plasma jarang berada di bawah kadar tidak hamil yang normal. Namun demikian,
pada beberapa kasus preeklampsia serta eklampsia berat kelainan ginjal sangat mencolok, dan
kadar kreatinin plasma dapat meningkat dua hingga tiga kali lipat di atas nilai tidak hamil yang
normal. Penyebab terbesarnya diduga adalah vasospasme berat.18
Proteinuria
17
Pada wanita dengan hipertensi, harus terdapat proteinuria dengan kadar yang cukup
agar diagnosis preeklampsia-eklampsia dapat dibuat secara akurat.18
Seperti pada glomerulopati lain, terdapat peningkatan permeabilitas terhadap
sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi; karena itu, ekskresi abnormal albumin
akan disertai dengan protein lain, misalnya hemoglobin, globulin dan transferin.18
Koma
Jarang terjadi bahwa wanita yang menderita eklampsia tidak sadarkan diri setelah
mengalami kejang, atau wanita yang menderita preeklampsia berat jatuh ke dalam keadaan
koma tanpa kejang yang mendahului.18
Mengingat koma biasanya terjadi sesudah peningkatan tekanan darah yang mendadak
dan berat, lebih besar kemungkinannya bahwa fenomena ini menunjukkan kegagalan
autoregulasi aliran darah otak yang pada keadaan hipertensi akut yang berat, dan akibatnya
terjadi edema otak menyeluruh.18
Penyebab koma lain adalah perdarahan intracranial akibat rupture pembuluh darah
intraserebral akibat ruptur pembuluh darah intraserebral, malformasi ateriovenosa.18
PENATALAKSANAAN
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan
kejangan dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu
mengizinkan, mengurangi vasospasmus, meningkatkan diuresis, dan menurunan tekanan
darah bila meningkat nyata. Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi
penanganan penderita eklampsia, sehingga pasien eklampsia harus dirawat di rumah sakit.
Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan
jalan pernafasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, dan pemberian oksigen. Selain itu,
penderita harus disertai seorang tenaga yang terampil dalam resusitasi dan yang dapat
mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejangan.16
Segera setelah persalinan diselesaikan, perubahan patologis pada eklampsia akan
membaik dan akhirnya pulih dengan sempurna. Kenyataan umum ini berlaku juga untuk
kelainan pada fungsi susunan saraf pusat, hepar serta ginjal untuk kelainan pada darah,
termasuk trombositopenia serta hemolisis berat, dan biasanya berlaku juga untuk kehamilan
selanjutnya.18
18
Perawatan dasar eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi vital,
yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah
kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien, pada waktu kejang,
mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan perawatan
suportif eklampsia, merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan
medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan
mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin
sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat.16
Medika Mentosa
Obat antikejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat. Bila dengan jenis
obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya tiopental. Diazepam
dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat
tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman.
Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat
kardiotonika ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan
benar-benar atas indikasi.16
Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium
sulfat pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi
organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis,
mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi
kordis.16
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting
misalnya meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah
aspirasi, mengatur infus penderita, dan monitoring produksi urin.16
Pengobatan obstetrik
19
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai
stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.16
Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-
tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.16
Setelah kejangan dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka
direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara yang
aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan sectio caesarea atau dengan induksi
persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari banyak faktor, seperti keadaan cerviks,
komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anestesia, dan sebagainya.16
Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan indul:si dengan
amniotomi dan infus pitocin, setelah penderita bebas dari serangan kejangan selama 12 jam
dan keadaan cerviks mengizinkan. Tetapi, apabila cerviks masih lancip dan tertutup
terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi
sefalopelvic, sebaiknya dilakukan sectio caesarea.16
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum. Di sini dipilih
vakum karena rangsangannya lebih kecil daripada ekstraksi dengan cunam. Tetapi, bila
tidak ada ekstraktor vakum, cunam dapat juga dipergunakan.16
Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari
keadaan umum penderita dan macam obat sedatif yang telah dipakai. Keputusan tentang hal ini
sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi sudah berat.
Anestesik spinal dapat menyebabkan hipotensi yang berbahaya pada eklampsia; jadi
sebaiknya jangan dipergunakan.16
Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan terhadap
perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat menyebabkan shock. Maka
dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan seringan mungkin, dan selalu
disediakan darah. Ergometrin atau methergin boleh diberikan pada perdarahan postpartum
yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa indikasi.16
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam. Bilk
tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam
postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24-48 jam
setelah kelahiran dan edema serta proterinuria berkurang.16
20
KOMPLIKASI
Meliputi solusio plasenta (abrupsio), trombosis atau pendarahan otak, kematian
perinatal, DIC, anemia hemolitik angiopatik, nekrosis korteks ginjal, nekrosis tubular ginjal,
gagal hepar dengan nekrosis periportal, ruptur hepatik, gagal jantung, edema paru, aspirasi
paru, dan kematian ibu. Komplikasi pada eklampsia antara lain : 22
1. Lidah tergigit
2. Terjadi perlukaan atau trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang
3. Solusio plasenta
4. Payah ginjal, payah jantung, paru yang disebabkan edema, liver oleh karena nekrosis.
5. Gangguan pernafasan
6. Perdarahan otak
7. Merangsang persalinan
8. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterin
9. Sindrom HELLP
Sindrom HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. Didahului tanda dan gejala yang tidak
khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi
virus). Pada sindrom HELL dapat ditemukan tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya
kenaikan LDH, AST, dan bilirubin, indirek, tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar :
kenaikan ALT, AST, LDH, dan trombosit ≤ 150.000/ml. Semua perempuan hamil dengan
keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala
preeklampsia, harus dipertimbangkan Sindroma HELLP. Doublestrength dexamethasone
diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam segera setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan
pemberian double strength dexamethasone ialah untuk (1) kehamilan preterm,
meningkatkan pematangan paru janin dan (2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat
mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorik.22
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelets Count
21
PROGNOSIS
Prognosis selalu serius karena eklampsia merupakan salah satu kelainan paling
berbahaya yang harus dihadapi oleh mereka yang merawat ibu hamil dan bayinya. Angka
kematian ibu karena eklampsia telah menurun dalam tiga dasawarsa ini.18
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta
korban besar dari ibu dan bayi. Berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar
antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%.
Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju jauh lebih kecil. Tingginya kematian ibu
dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya
pengawasan antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat
pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak,
decompensatio cordis dengan edema paru-paru, payah ginjal, dan masuknya isi lambung ke
dalam jalan pernafasan waktu kejangan.16
Sebab kematian bayi terutama oleh hypoksia intrauterin dan prematuritas.
Berlawanan dengan yang sering diduga, preeklampsia dan eklampsia tidak menyebabkan
hipertensi menahun. Ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia pada
kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian atau lebih tidak lebih tinggi
daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia.16
Eklampsia adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik
untuk ibu maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan keadaan saat masuk
rumah sakit. Gejala-gejala yang memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden adalah koma
yang lama atau kesadaran menurun, nadi diatas 120 per menit, suhu diatas 39°C, tensi diatas
200 mmHg, konvulsi lebih dari 10 kali serangan/24 jam dan proteinuria lebih dari 10 gr
sehari.18,22
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir
perubahan patofisiologi akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam
kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini
merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa
jam kemudian.18,22
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dan ibu
yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.22
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Anamnesis Diagnostik Kehamilan. Dalam : Goelam,S.A. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Balai
Pustaka; 1990.h.73-4.
2. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Dalam : Norwitz, Errol. At a Glance Obstetri dan
Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Erlangga; 2008.h.9
3. Eklampsia. Dalam : Taber, Ben Zion. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.
Edisi 2. Jakarta : EGC; 2003.h.242-5.
4. Preeklampsia. Dalam : Taber, Ben Zion. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2003.h.236-41.
5. Preeklampsia/Eklampsia. Dalam : Mansjoer, Arif, dkk .Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Jakarta : FKUI; 2003.h.270-3.
6. Teknik Pemeriksaan Ibu Hamil. Dalam : Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik
& Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC; 2009.h.427-32.
7. Pemeriksaan Palpasi. Dalam : Anamnesis Diagnostik Kehamilan. Dalam : Goelam,S.A. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Balai Pustaka; 1990.h.76-8.
8. Protein (urin). Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.
Edisi 6. Jakarta : EGC; 2008.h.387.
9. Urynalisis, Hematologic Studies, Serum Creatinine Level, Liver Function Test on
Eclampsia. 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/253960-
overview#aw2aab6b9. Diunduh tanggal 4 Juni 2013.
10. Bilirubin (Total dan Langsung) (serum). Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan
Laboratorium dan Diagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2008.h.83.
11. Haptoglobin (Serum). Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan
Diagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2008.h.227.
12. Laktat Dehidrogenase (LDH) (serum). Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan
Laboratorium dan Diagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2008.h.295.
13. Kreatinin (serum). Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.
23
Edisi 6. Jakarta : EGC; 2008.h.150.
14. Aminotransferase aspartat (AST). Dalam : Joyce LK. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium
dan Diagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2008.h.75.
15. Radiology Imaging on Eclampsia. Edisi 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview#aw2aab6c13. 4 Juni 2013.
16. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta : PT
Bina Pustaka; 2011.h.550-6.
17. Heller L. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Edisi ke-1. Jakarta:EGC;1997.h.61.
18. Gary FC, Macdonald PC, Gant NF. Williams obstetric.22nd Ed. Newyork: McGraw-Hill;
2005.p.779-98; 801-11.
19. Brackley K, Killby MD. Pathogenesis of Preeclampsia. In: Churchill D, Beevers DG.
Hypertension in Pregnancy. London: BMJ Book, 2009.P.82-94.
20. Kaplan NM. Clinical Hypertension. 9th ed. Baltimore: Williams & Willkins, 2006.P.369-88.
21. Yogiantoro M. Hipertensi dan Kehamilan. Jakarta: PENEFRI, 2007. H.89-96.
22. Cuningham FG. Williams Obstetrics. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2007. H.791-801.
23. Manuaba, I. B. G..Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta
: EGC; 2004.h.152-6.
24. Manuaba, I. B. G. Pengantar Kuliah Obstetri. Diagnosa Hipertensi Dalam Kehamilan. 2007.
Jakarta: EGC.h. 415-7.
24