pbl blok 25 pph ari

33
Pendarahan Post Partum Ari Filologus Sugiarto [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran semester VI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 JAKARTA 2011 Pendahuluan Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana. Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika Serikat diperkirakan 7 – 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat 1

Upload: ari-vilologus-sugiarto

Post on 10-Aug-2015

71 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Blok 25 Pph Ari

Pendarahan Post Partum

Ari Filologus Sugiarto

[email protected]

Mahasiswa Fakultas Kedokteran semester VI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

JAKARTA 2011

Pendahuluan

Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak.

Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan

sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-

negara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian

maternal terbanyak dimana-mana.

Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di

Amerika Serikat diperkirakan 7 – 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik

nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh

perdarahan post partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat

pada 3 peringkat teratas penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan

hipertensi. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000

wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari

kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000

kematian matenal tiap tahunnya.

Definisi perdarahan post partum saat ini belum dapat ditentukan secara pasti.

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah

1

Page 2: Pbl Blok 25 Pph Ari

persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan

dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post

partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai

perdarahan post partum sekunder.

Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969)

di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di

negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai

15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %),

sisa plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %),

kelainan darah (0,5 – 0,8 %).

Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu:

(1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik

dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.

ISI

ANAMNESIS1

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik

langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo

anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.

Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya

mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa

kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan

penatalaksanaan selanjutnya.

Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai

dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan

sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan

kepada kita.

2

Page 3: Pbl Blok 25 Pph Ari

Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:

Keluhan Utama

Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri

atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik

tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. 

Riwayat Penyakit Sekarang 

Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya

perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat.

Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan

utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan

dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya. Demam, misalnya, akan

dikeluhkan setelah dirasakan meninggi, karenanya untuk keluhan demam seorang dokter

harus menggali informasi kapan saat pertama pasien merasa suhu tubuhnya meningkat,

walaupun belum dirasakan cukup mengganggu. Khusus untuk demam kurang dari satu

minggu, bahkan dokter harus mampu menentukan pernyataan yang meyakinkan dan

tajam dengan menyebut “demam hari ke berapa” dan bukannya “demam sekian hari”.

Faktor Risiko dan Faktor Prognostik

Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya

suatu penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

perjalanan suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor

prognostik dapat berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.

Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat

pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan

serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi,

untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk

mengetahui ada tidaknya penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3

3

Page 4: Pbl Blok 25 Pph Ari

PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK1

a. Pemerikasan tanda – tanda vital

1. Pemeriksaan suhu badan

Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari

suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi penurunan akibat

hipovolemia.

2. Nadi

Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi

hipovolemia yang semakin berat.

3. Tekanan darah

Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.

4. Pernafasan

Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.1,2

- Pemeriksaan fisik:

Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,

ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus

- Pemeriksaan obstetri:

Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi

uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir

- Pemeriksaan ginekologi:

Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus,

luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta

4

Page 5: Pbl Blok 25 Pph Ari

Pemeriksaan Penunjang1,2,3

a. Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin

di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.

- Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal.

- Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu

pembekuan1,2

b. Pemeriksaan radiologi1,2,3

- Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan

yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat

dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat

adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta

- USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko

tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti

plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas

dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.

WORKING DIAGNOSIS3,4

Pendarahan post partum4

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat

implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan

salah satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan

abortus. PPH bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan meningkatkan

morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan kembali. Dengan berbagai

kemajuan pelayanan obstetri di berbagai tempat di Indonesia, maka telah terjadi

pergeseran kausal kematian ibu bersalin dengan perdarahan dan infeksi yang semakin

5

Page 6: Pbl Blok 25 Pph Ari

berkurang tetapi penyebab eklampsia dan penyakit medik nonkehamilan semakin

menonjol.

Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat ibu

hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin

sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia serta fasilitas

transfusi darah yang masih terbatas menyebabkan PPH akan mengganggu penyembuhan

pada masa nifas, proses involusi dan laktasi. PPH bukanlah suatu diagnosis akan tetapi

suatu kejadian yang harus dicari kausalnya. Misalnya, PPH karena atoni uteri, PPH oleh

karena robekan jalan lahir, PPH oleh karena sisa plasenta atau oleh karena gangguan

pembekuan darah. Sifat perdarahan pada PPH bisa banyak, bergumpal-gumpal sampai

menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi sedikit tanpa henti.

Perdarahan post partum adalah sebab penting pada kematian ibu, dimana ¼ dari

kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan post partum, placenta

praevia, solusio placenta, kehamilan ektopik, dan ruptur uteri). 4

Klasifikasi perdarahan postpartum :

I. Perdarahan post partum primer / dini  (early postpartum hemarrhage), yaitu

perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia

uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi

pada 2 jam pertama

II. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-

perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila

perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak

darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri,

rahim membesar dan lembek.

Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri: umur, paritas, partus lama dan

partus terlantar, obstetri operatif dan narkosa, uterus terlalu regang dan besar misalnya

6

Page 7: Pbl Blok 25 Pph Ari

pada gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uterii,

uterus couvelair pada solusio plasenta, faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.

Differential Diagnosis

A. RETENSIO PLASENTA2

I. Definisi

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau

lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan

plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus2

II. Klasifikasi

Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain:

- Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga

menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

- Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian

lapisan miometrium

- Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati

lapisan miometrium

- Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan

miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus

- Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan

oleh konstriksi ostium uteri

Tabel II.4. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta2

Gejala Separasi / akreta Plasenta Plasenta akreta

7

Page 8: Pbl Blok 25 Pph Ari

parsial inkarserata

Konsistensi

uterus

Kenyal Keras Cukup

Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi

plasenta

Lepas sebagian Sudah lepas Melekat

seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali

Gejala yang selalu ada : plasenta belu lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi

uterus baik.

Gejala yang kadang – kadang timbul : tali pusat putus akibat raksi berlebihan, inverse

uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi

lahir.

B. SISA PLASENTA

Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka

harus dilakukan ekksplorasi dari kavum uteri. Potongan biasanya menimbulkan

perdarahan postpartum lambat. Kalau perdarahan banyak sebaiknya sisa – sisa plasenta

ini segera dikeluarkan walaupun ada demam. potongan plasenta yang ketinggalan tanpa

diketahui. 5

C. INVERSIO UTERI

8

Page 9: Pbl Blok 25 Pph Ari

Inversiio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau

seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian

dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan

dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan

mengecil dan uterus akan terisi darah. 5

Pembagian inversion uteri : 5

a. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri

namun belum keluar dari ruang rongga rahim.

b. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.

c. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian

sudah keluar vagina.

Penyebab inversion uteri ; 5

a. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,

tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ).

b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta

yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri : 5

a. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.

b. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversion uteri ; angka kejadian 1 : 20.000 persalinan. 5

Gejala klinis inversion uteri : 5

a. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat,

perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih

melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi stranguasi

dan nekrosis.

b. Pemeriksaan dalam :

1. Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba

fundus uteri cekung ke dalam.

2. Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam

vagina teraba tumor lunak.

9

Page 10: Pbl Blok 25 Pph Ari

3. Kavum uteri sudah tidak ada.

D. KELAINAN DARAH

I. Etiologi3

Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya

tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus

untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan

penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah

persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun

sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma.

Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.

Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau

sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet

dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya,

walaupun sering tak terdiagnosis.

Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa

hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya

yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio

plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen

meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada

wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional

dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan

kristaloid dan transfusi PRC

DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi

jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus

ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta

pemanjangan waktu trombin (thrombin time).3

10

Page 11: Pbl Blok 25 Pph Ari

Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum2,3

Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

Uterus tidak berkontraksi dan

lembek.

Perdarahan segera setelah anak

lahir

Syok

Bekuan darah pada

serviks atau posisi

telentang akan

menghambat aliran

darah keluar

Atonia uteri

Darah segar mengalir segera

setelah bayi lahir

Uterus berkontraksi dan keras

Plasenta lengkap

Pucat

Lemah

Menggigil

 

Robekan jalan lahir

Plasenta belum lahir setelah 30

menit

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi dan keras

Tali pusat putus akibat

traksi berlebihan

Inversio uteri akibat

tarikan

Perdarahan lanjutan

Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian selaput

tidak lengkap

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi

tetapi tinggi fundus

tidak berkurang

Retensi sisa plasenta

Uterus tidak teraba

Lumen vagina terisi massa

Tampak tali pusat (bila

plasenta belum lahir)

Neurogenik syok

Pucat dan limbung

Inversio uteri

Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa

11

Page 12: Pbl Blok 25 Pph Ari

Nyeri tekan perut bawah dan

pada uterus

Perdarahan sekunder

Demam fragmen plasenta

(terinfeksi atau tidak)

D.Laserasi Vagina5

Laserasi ini biasanya terjadi akibat cedera yang timbul selama tindakan forceps

atau vakum, meskipun dapat juga terjadi pada persalinan spontan. Laserasi ini dapat

meluas ke dalam hingga jaringan di bawahnya dan menimbulkan pendarahan signifikan,

yang biasanya dapat diatasi dengan penjahitan yang benar. Laserasi ini dapat terlewatkan,

kecuali dilakukan inspeksi yang cermat terhadap bagian atas. Perdarahan ketika kontraksi

uterus kuat merupakan bukti kuat adanya laserasi saluran genital, retensi fragmen

plasenta, atau keduanya.

Laserasi dinding anterior vagina di dekat uretra relative lebih sering terjadi.

Laserasi ini sering bersifat superficial dengan sedikit atau tanpa perdarahan dan biasanya

tidak diindikasikan perbaikan. Jika laserasinya cukup besar sehingga memerlukan

perbaikan yang ekstensif, dapat diantisipasi adanya kesulitan berkemih sehingga harus

dilakukan pemasangan kateter menetap. 5

E. Laserasi Serviks5

Pada kasus perdarahan hebat selama dan setelah persalinan Kala III, perlu

dicurigai adanya robekan dalam di serviks, terutama jika uterus berkontraksi kuat.

Dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh dan serviks yang lembek sering menyebabkan

pemeriksaan dengan jari saja dapat kurang memuaskkan. Luas cedera dapat diketahui

pasti hanya setelah serviks dipajankan dan menjalain inspeksi visual. Pemajanan paling

baik diperoleh dengan menggunakan refraktor vagina bersudut tegak yang dipegang oleh

asisten, sedangkan operator menjepit serviks patulosa dengan forsep cincin.

Karena perdarahan biasanya berasal dari atas sudut luka, jahitan pertama dapat

dipasang tepat di atas sudut dan dijahitkan keluar menuju operator. Laserasi vagina dapat

12

Page 13: Pbl Blok 25 Pph Ari

ditampon dengan kasa untuk menahan perdarahan ketika laserasi serviks sedang

diperbaiki. Dapat digunakan jahitan jelujur yang dapat diserap. 5

Atonia Uteri3,4

Definisi

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk

berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang

paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.

Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya

syok hipovolemik3,4

 Etiologi

Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor

terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin

makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan

struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi

darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir

Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena

persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan

stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan

oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi

nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu

plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia),

hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia

akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan

merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum3,4

13

Page 14: Pbl Blok 25 Pph Ari

 

Manifestasi Klinis

Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan

segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ).

Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian plasenta dari

rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia

uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.

Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan

suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan

dalam waktu singkat dilakukan kompresi baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan

tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga

rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan

pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.

Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : umur, paritas, partus lama dan

partus terlantar, obstetric operatif dan narkosa, uterus terlalu renggang dan besar

misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma

uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta, factor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. 4

14

Page 15: Pbl Blok 25 Pph Ari

Epidemiologi

Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di

Amerika Serikat diperkirakan 7 – 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik

nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh

perdarahan post partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat

pada 3 peringkat teratas penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan

hipertensi. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000

wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari

kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000

kematian matenal tiap tahunnya.

Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969)

di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di

negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai

15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %),

sisa plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %),

kelainan darah (0,5 – 0,8 %).4

Patofisiologi5

15

Page 16: Pbl Blok 25 Pph Ari

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih

terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum

sehingga sinus-sinus maternalis ditempatin sersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus

berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh

darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan

retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan

menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama

penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan

seperti robekan servix, vagina dan perinium.

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk

meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan

kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah – pembuluh darah yang melebar tadi

tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir

seperti epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan

perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya

fibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk

membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan

postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock

hemoragik. 5

PENATALAKSANAAN6

Penanganan umum pada perdarahan post partum:

Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk).

Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya

pencegahan perdarahan pasca persalinan).

Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan

lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).

Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.

Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah

dan komplikasi.

Atasi syok.

16

Page 17: Pbl Blok 25 Pph Ari

Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus,

berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan

permenit.

Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.

Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan.

Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.6

Tabel 1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya.6

Kompresi Bimanual Internal6

Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan bagian

belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus depan dari

dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah di

dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung dalam pan. Jika

perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi

atau hingga pasien sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan

pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal sambil penolong

melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri.

17

Page 18: Pbl Blok 25 Pph Ari

Gambar 2. Kompresi Bimanual Internal.6

Kompresi Bimanual Eksternal6

Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan sedapat mungkin

meraba bagian belakang uterus. Letakan tangan yang lain dalam keadaan terkepal pada

bagian korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di

dinding uterus dengan jalan menjepit uterus di antara kedua tangan tersebut.

Bila tetap gagal, dapat dipasang tampon uterovaginal, dengan cara mengisi kavum

uteri dengan kasa sampai padat selama 24 jam, atau dipasang kateter Folley. Bila

tindakan tersebut tidak dapat menghentikan perdarahan juga, terapi definitif yang

diberikan adalah histerektom atau ligasi a. uterina.6

PREVENTIF6

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan

penanganan kala tiga secara aktif, yaitu:6

1. Menyuntikan Oksitosin

Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas

setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak

mengenai pembuluh darah.

2. Peregangan Tali Pusat Terkendali

18

Page 19: Pbl Blok 25 Pph Ari

Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung

tali pusat.

Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan

kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari

vulva.

Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri

menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial.

1. Mengeluarkan plasenta6

Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan

terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan

kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir

hingga plasenta tampak pada vulva.

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem

hingga berjarak ± 5-10 dari vulva.

Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit.

Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m - Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila

penuh.

Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual

2. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila

terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk

mencegah robeknya selaput ketuban.

3. Masase Uterus

Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok

fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi

uterus baik (fundus teraba keras)

4. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan

Kelengkapan plasenta dan ketuban

Kontraksi uterus

Perlukaan jalan lahir6

KOMPLIKASI7

Anemia7

19

Page 20: Pbl Blok 25 Pph Ari

Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan

hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut

menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan

berdampak juga pada asupan ASI bayi.

Sindrom Sheehan7

Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai

syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis

kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin.

Syok hemoragie7

Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya

kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi

darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak

ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis

tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di

ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.7

PROGNOSIS6,7

Perdarahan post partum masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun

dengan pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan postpartum masih merupakan salah

satu sebab kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan

modern ”Perdarahan post partum tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin”.

Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan

dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat

kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu

mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan

keluarganya sendiri.

Pada perdarahan post partum, Mochtar R. ddk melaporkan angka kematian ibu 7,9

% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5 %. Tingginya angka kematian ibu karena banyak

penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis

dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong. 6,7

20

Page 21: Pbl Blok 25 Pph Ari

PENUTUP

KESIMPULAN

Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya

paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar

kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Indonesia, Sebagian

besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar

kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang

keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut

Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup

dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan  post partum. Perdarahan post

partum masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun dengan pengawasan

yang sebaik-baiknya, perdarahan postpartum masih merupakan salah satu sebab kematian

ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern ”Perdarahan

post partum tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang

benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia

banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar

anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak

menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.

Pada perdarahan post partum, Mochtar R. ddk melaporkan angka kematian ibu 7,9

% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5 %. Tingginya angka kematian ibu karena banyak

penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis

dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong. Oleh karena itu,sangat penting

untuk mengetahui secara cepat dan tepat apa akibat dari pendarahan tersebut sehingga

dapat segera di tangani dengan baik untuk mencegah prognosis dari pendarahan post

partum ke arah yang lebih buruk dan juga penting nya pencegahan dalam kasus

pendarahan post partum.

21

Page 22: Pbl Blok 25 Pph Ari

DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Perdarahan Post Partum dalamStandar

Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada

2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed),

2002, Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR – POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

3. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage,

http://www.emedicine.com

4. Perdarahan post partum. Dalam: Manuaba. I. B, dkk. Pengatar kuliah obstetric. Jakarta:

EGC; 2007; h. 811-2

5. Cunningham FG. Postpartum hemorrhage. In: Seils A, Edmonson KG, Davis K,

editors. Williams Obstetric. 22nd ed. New York: McGraw-Hill,,2005.p.823-39

6. Supriyadi Teddy, Gunawan Johanes. Perdarahan postpartum. Kapita selekta

kedaruratan obstetri dan ginekologi. Ed 2. Jakarta : EGC, 1994. h. 358-61.

7. Sunatrio, Gunawarman B. Syok Hemoragik dan Septik dalam buku Ilmu Bedah

Kebidanan. Ed 1 Cetakan ke 6. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

2005. h.270-1.

22

Page 23: Pbl Blok 25 Pph Ari

23