makalah blok 14

25
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolism kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu diperbarui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses resorpsi dan formasi. Dengan proses resorpsi bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi. 1 I.2. Tujuan Penulisan Mengetahui kelainan-kelainan patologis tulang, penatalaksanaan, dan pencegahannya 1

Upload: anggrainytreeseptian

Post on 24-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bygjhjjgigjbbigib

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Blok 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh,

pembentuk tubuh, metabolism kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan

jaringan ikat yang dinamis yang selalu diperbarui melalui proses remodeling yang terdiri dari proses

resorpsi dan formasi. Dengan proses resorpsi bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan

diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi.1

I.2. Tujuan Penulisan

Mengetahui kelainan-kelainan patologis tulang, penatalaksanaan, dan pencegahannya

1

Page 2: Makalah Blok 14

BAB II

PEMBAHASAN

Skenario

Nn. O, 21 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada jari-jari tangan, & pergelangan tangan

pada tangan kanan & kiri sudah berlangsung selama 4 bulan ini. Pasien juga mengatakan jari-jari tangan

terasa kaku pada pagi hari rata-rata 1 jam lebih, disertai nyeri dan bengkak pada sendi-sendinya. Pasien

sudah berobat; saat meminum obat dikatakan nyeri & bengkak umumnya berkurang, tetapi sering

kambuh lagi. Riwayat trauma pada tangan tidak ada. Pasien adalah mahasiswi dan belum bekerja. Pasien

mengatakan ibunya juga sering nyeri sendi terutama pada lutut kirinya. Pada pemeriksaan fisik, BB

pasien 48kg, TB 158cm, KU : tampak sakit ringan, kesadaran : compos mentis, TD : 110/80 mmHg, N:

84x/menit, RR : 18 x/menit, T: 36,9°C, pemeriksaan thorax (cor & pulmo), abdomen, tidak ada kelainan.

Status lokalisasi : proximal inter phalanx I-V & meta carpo phalangeal I-V. Laboratorium : Hb : 12g/dL,

Ht : 36%, Leukosit : 7000/µL, Trombosit : 250.000/µL, LED 30 mm/jam, asam urat : 5 mg/dL.

II.1. Anamnesis

Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnosis semua penyakit,

termasuk pula rematik. Sebagaimana biasanya diperlukan riwayat penyakit yang

deskriptif dan kronologis. Ditanyakan pula faktor yang memperberat penyakit dan hasil

pengobatan untuk mengurangi keluhan pasien.

Umur

Penyakit rematik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat

pada kelompok umur tertentu. Misalnya osteoartritis lebih sering ditemukan pada pasien

usia lanjut dibandingkan usia muda. Sebaliknya SLE lebih sering ditemukan pada wanita

usia muda dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.

Jenis Kelamin

Misalnya pada RA yang lebih terserang yaitu perempuan, ada riwayat keluarga yang

menderita RA dan umur lebih tua.

Nyeri Sendi

Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien rematik. Pasien sebaiknya diminta

menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maximumnya karena mungkin sekali nyeri

2

Page 3: Makalah Blok 14

tersebut menjalar ke tempat jauh merupakan karakteristik yang disebabkan oleh

penekanan radiks saraf. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan

perubahan mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah

aktivitas akan hilang setelah istirahat serta tidak timbul di pagi hari merupakan nyeri

mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun

tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang

setelah melakukan aktivitas.

Pada artritis reumatoid, nyeri yang paling berat biasanya pada pagi hari, membaik pada

siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari.

Sebaliknya pada osteoartritis, nyeri paling berat pada malam hari, pagi hari terasa lebih

ringan dan membaik di siang hari. Pada artritis gout, nyeri yang terjadi biasanya berupa

serangan yang hebat pada waktu bangun pagi hari, sedangkan pada malam hari

sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa, nyeri ini biasanya self limiting dan sangat

resposif dengan pengobatan. Nyeri malam hari terutama bila dirasakan seperti suatu

regangan merupakan nyeri akibat peninggian tekanan intra artikular akibat suatu nekrosis

avaskular atau kolaps tulang akibat artritis yang berat. Nyeri yang menetap sepanjang

hari (siang dan malam) pada tulang merupakan tanda proses keganasan.

Kaku Sendi

Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakan

sendi. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang

mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovial, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada

pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakan, cairan akan menyebar dari

jaringan yang mengalami inflamasi dan pasien merasa terlepas dari ikatan. Lama dan

beratnya kaku sendi pada pagi hari atau setelah istirahat biasanya sejajar dengan

beratnya inflamasi sendi ( kaku sendi pada artritis reumatoid lebih lama dari

osteoartritis, kaku sendi pada artritis reumatoid berat lebih lama daripada yang ringan).

Gejala Sistemik

Penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak disertai keterlibatan

multisistem lainnya akan mengakibatkan peningkatan reaktan fase akut seperti

peningkatan LED atau CRP. Selain itu terkadang akan disertai gejala sistemik seperti

panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu dan mudah terangsang.

3

Page 4: Makalah Blok 14

Gangguan tidur dan depresi

Faktor yang berperan dalam gangguan pola tidur antara lain seperti nyeri kronik,

terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi nonsteroid (seperti indometasin).

II.2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan Fisik1

Gaya Berjalan

Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase, yaitu heel strike phase, loading / stance

phase , toe off phase dan swing phase. Pada heel strike phase, lengan diayun diikuti

gerakan tungkai yang berlawanan yang terdiri dari fleksi sendi koksae dan ekstensi sendi

lutut. Pada loading / stance phase, pelvis bergerak secara simetris dan teratur melakukan

rotasi ke depan bersamaan dengan akhir gerakan tungkai pada heel strike phase. Pada toe

off phase, sendi koksae ekstensi dan tumit mulai terangkat dari lantai. Pada swing phase,

sendi lutut fleksi diikuti dorsofleksi sendi talokruralis.

Gaya berjalan abnormal meliputi gaya berjalan antalgik (Gaya berjalan pada pasien

artritis dimana pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri), Trendelenburg

(Disebabkan oleh abduksi koksae yang tidak efektif sehingga panggul kontralateral akan

jatuh pada swing phase), Waddle gait (Gaya berjalan tendelenburg bilateral sehingga

pasien akan berjalan dengan pantat bergoyang), Paraparetik Spastik (Kedua tungkai

melakukan gerakan fleksi dan ekstensi secara kaku dan jari-jari kaki mencengkeram kuat

sebagai usaha agar tidak jatuh), Paraparetik flaksid (Gaya berjalan seperti ayam jantan),

hemiparetik (tungkai yang kesemutan akan digerakan ke samping baru diayun ke depan

karena koksae dan lutut tidak dapat difleksikan), ataktik (Kedua tungkai dilangkahkan

secara bergoyang ke depan dan ditapakkan ke lantai secara ceroboh secara berjauhan

satu sama lain), parkinson (gerak berjalandilakukan perlahan, setengah diseret, tertatih-

tatih dengan jangkauan yang pendek-pendek), scissor gait (Gaya berjalan dengan kedua

tungkai bersikap genu velgum sehingga lutut yang satu berada di depan lutut yang lain

secara bergantian).

Sikap / Postur Badan

Perlu diperhatikan bagaimana cara pasien menagtur posisi bagian badan yang sakit.

Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikular yang tinggi, oleh

karena itu pasien akan berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut

4

Page 5: Makalah Blok 14

seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi lutut sering diganjal

dengan bantal. Pada sendi bahu dengan cara lengan diaduksi dan endorotasi.

Perubahan Kulit

Kelainan kulit sering menyertai penyakit rematik atau penyakit kulit sering pula disertai

dengan penyakit rematik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara lain psoriasis dan

eritema nodusum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi

menunjukan adanya inflamasi periartikular, yang sering pula merupakan tanda artritis

septik atau artritis kristal (gout).

Kenaikan Suhu sekitar Sendi

Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya kenaikan

suhu di sekitar sendi yang mengalami inflamasi.

Bengkak Sendi

Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi

yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang

resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut.

Nyeri Raba

Menentukan lokasi nyeri raba yang tepat merupakan hal yang penting untuk menentukan

penyebab keluhan pasien. Nyeri raba kapsular / artikular terbatas pada daerah sendi

merupakan tanda artropati atau penyakit kapsular.

Atrofi atau Penurunan Kekuatan Otot

Atrofi otot merupakan tanda yang paling sering ditemukan. Pada sinovitis segera terjadi

hambatan refleks spinal lokal terhadap otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada

artropati berat dapat terjadi atrofi periartikular yang luas. Sedangkan pada jepitan saraf,

gangguan tendon atau otot terjadi atrofi lokal. Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini

lebih penting dari besar otot.

Pemeriksaan Laboratorium1

Hb : 12g/dL

Ht : 36%

5

Page 6: Makalah Blok 14

Leukosit : 7000/µL

Trombosit : 250.000/µL

LED : 30 mm/jam

Asam urat : 5 mg/dL.

Tidak ada tes diagnostic tunggal yang definitive untuk konfirmasi diagnosis AR. The American College

of Rheumatology Subcomitee on Rheumatoid Arthritis (ACRSRA) merekomendasikan pemeriksaan

laboratorium dasar untuk evaluasi antara lain : darah perifer lengkap (complete blood cell count), faktor

rheumatoid (RF), laju endap darah atau C-reactive protein (CRP). Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal

juga direkomendasikan karena akan membantu dalam pemilihan terapi. Bila hasil pemeriksaan RF dan

anti-CCP negative bila dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 untuk membedakan penderita AR

yang mempunyai faktor resiko tinggi mengalami prognosis buruk.

Pemeriksaan pencitraan (imaging) yang bisa digunakan untuk menilai penderita AR antara lain foto polos

(plain radiograph) dan MRI (magnetic resonance imaging). Pada awal perjalanan penyakit mungkin

hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak atau efusi sendi pada pemeriksaan foto polos, tetapi

dengan berlanjutnya penyakit mungkin akan lebih banyak ditemukan kelainan. Ostopenia juxtaarticular

adalah karakteristik untuk AR dan chronic inflammatory arthritides lainnya. Hilangnya tulang rawan

artikular dan erosi tulang mungkin timbul setelah beberapa bulan dari aktivitas penyakit. Kurang lebih

70% penderita AR akan mengalami erosi tulang dalam 2 tahun pertama penyakit, dimana hal ini

menandakan penyakit berjalan secara progresif. Erosi tulang bisa tampak pada semua sendi, tetapi paling

sering ditemukan pada, sendi metacarpophalangeal, metatarsophalangeal, dan pergelangan tangan. Foto

polos bermanfaat dalam membantu menentukan prognosis, menilai kerusakan sendi secara longitudinal,

dan bila diperlukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI mampu mendeteksi adanya erosi lebih awal

bila dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi konvensionaldan mampu menampilkan struktur sendi

secara rinci, tatapi membutuhkan biaya yang lebih tinggi.

II.3. Diagnosis

Working Diagnosis

Arthritis Rheumatoid1

Artritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik

kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik klasik

AR adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan

dan kaki. Selain lapisan synovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ di luar

peresndian seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat

adanya komplikasi kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan, dan adanya

komorbiditas. Menegakkan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat

6

Page 7: Makalah Blok 14

menurunkan progersifitas penyakit. Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatan

pyramid terbalik (reverse pyramid), yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk

menghambat perburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi

destruksi sendi, deformitas dan disabilitas. Morbiditas dan mortilitas AR berdampak

terhadap kehidupan social dan ekonomi. Kemajuan yang cukup pesat dalam

pengembangan DMARD biologic, memberi harapan baru dalam penatalaksanaan

penderita AR.

Differential Diagnosis2,3,4

Penyakit reumatik yang selalu menimbulkan positif palsu dengan reumatik arthritis adalah:

Ciri-ciri Osteoathritis SLE Athritis Gout Rheumatoid

Athritis

Nyeri + + + +

Kristal - - + -

LED Normal + - + tinggi

CRP - - + tinggi + tinggi

F.Reumatoid Normal - - +

ANA Normal + - +

Inflamasi + + - +

Merah + + - +

Erosi - - - +

Cairan sendi Normal Normal + warna susu

kental

+ tidak jernih

Ada sekitar 200 jenis penyakit artritis, namun yang umum dikenal adalah jenis artritis reumatoid,

osteoatritis dan artritis pirai (gout).

Berbagai keadaan yang menyerupai artritis reumatoid seperti :

1. pseudogout, 2. demam reumatik, 3. osteoatritis, 4. Spondilitis ankilosing , 5. Penyakit lyme, 6.

artritis gonokokal, 7. atritis psoriatic, 8. sindroma reiter, 9. gout

Artritis pirai (gout), penyebab utama penyakit ini adalah hiperurisemia

atau kelebihan asam urat dalam darah. Biasanya menyerang ibu jari kaki,

dan sering muncul pada tengah malam. Penyakit ini umumnya

menyerang orang dengan gaya hidup yang tidak sehat, terkait pula oleh

pola makan seseorang. Misalnya orang yang sering mengonsumsi

jerohan, ikan laut, mengonsumsi alkohol dan berbagai makanan yang

7

Page 8: Makalah Blok 14

tinggi purin (seperti bayam, buncis, jamur, asparagus, ragi). Penderita disarankan mengkonsumsi

makanan rendah purin seprti buah-buahan, sereal, gelatin, susu, gula, telur, tepung, mentega.

Osteoartritis, penyakit ini merupakan penyakit artritis kronik yang angka

kejadiannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur oleh karna itu

disebut penyakit degeneratif sendi sinovial. Terdapat kerusakan kartilago

hialin disertai sklerosis, pembentukan kista dan osteofit pada tulang

subkondral yang mendasari, dan penyempitan rongga sendi. Ada dua jenis

osteoartritis, yaitu osteoartritis primer (tidak diketahui penyebabnya), dan

osteoartritis sekunder (pencetusnya adalah penyakit lain).Baik RA maupun

OA, keduanya menyebabkan terjadinya radang sendi sehingga

mengakibatkan nyeri (hebat), kaku, kerusakan jaringan sendi dan hilangnya fungsi. Pada

dasarnya RA sangat berbeda dengan OA, RA adalah penyakit autoimun, artinya, sistem imun

tubuh menyerang jaringan sehat sehingga mengakibatkan rusaknya sendi, inflamasi kronik yang

ditambah dengan rusaknya organ-organ lain dan sistem organ. RA cenderung muncul pada usia

yang lebih muda, dan tidak terbatas pada sendi-sendi penyangga (berat) tubuh. Sebaliknya pada

OA, rusaknya sendi dikarenakan oleh penggunaan dan usia, OA biasanya menyerang sendi

penyangga (berat) tubuh, tidak menyerang organ-organ lain, dan biasanya berkaitan dengan

bertambahnya usia.

II.4. Etiologi1

Faktor Genetik

Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor

genetic dan lingkungan. Faktor genetic berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan

dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan HLA-DRB1 dengan kejadian AR telah diketahui dengan

baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen

TNFRSR11A yang mengkode activator reseptor nuclear factor kappa B (NF-κB). Gen ini berperan

penting dalam resorpsi tulang pada AR. Faktor genetic juga berperan dalam terapi AR karena aktivitas

enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolism

methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetic. Pada kembar monozigot mempunyai angka

kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan AR yang

mengekpresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%.

Hormon Seks

Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormone

seks berperanan dalam penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR

selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena adanya :

8

Page 9: Makalah Blok 14

1. Adanya alloantibody dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi

hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit.

2. Adanya perubahan profil hormone. Placental corticotrophin releasing hormone secara langsung

menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron(DHEA), yang merupakan androgen utama pada

perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresif

terhadap respon imun selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis

estrogen plasenta. Estrogen dan progesterone menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan

menghambat respon imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan

sehingga estrogen dan progesterone mempunyai efek berlawanan terhadap perkembangan AR

atau berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih berat.

Protein heat shock (HSP)

HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon

terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP tertentu

manusia dan HSP mikrobakterium tuberculosis mempunyai 65% untaian yang homolog.

Hipotensinya adalah antibody dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host.

Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi

imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry).

II.5. Epidemiologi1

Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1%.

Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan

6,8%. Prevalensi AR di India dan di negara barat kurang lebih sama besar yaitu 0,75%. Sedangkan di

China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik di daerah urban maupun rural.

Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural

dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusia di

atas 40 tahun mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah. Di

poliklinik Reumatologi RUSPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus Ar baru merupakan 4,1% dari

seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus

AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%). Prevalensi AR lebih banyak

ditemukan pada perempuan dibandingkan pada laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua

kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada decade keempat dan kelima.

II.6. Patogenesis2,5,6

Yang terkena adalah sendi-sendi besar, dan berpindah-pindah (polyarthritis migrans). Nyeri yang sangat,

merupakan tanda khas bagi sendi yang bengkak dan meradang. Jaringan yang terkena menunjukkan

9

Page 10: Makalah Blok 14

synovitis acuta, yang mengakibatkan cairan synovial bertambah. Jaringan subsynovial, jaringan

periartikuler dan ligament juga terkena sedikit. Ditemukan tonjolan rematik (jisim Aschoff) pada jaringan

subcutis, gambarannya sama dengan yang dijumpai pada jantung. Umumnya penyakit akan sembuh tanpa

kelainan, tetapi bila keras, dapat juga mengakibatkan kekakuan sendi.

Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial setelah adanya faktor

pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi

proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neurovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang

terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang

irregular pada jaringan synovial yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus.

Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin,

proteinase, dan faktor pertumbuhan dilepaskan,sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi

sistemik.

II.7. Manifestasi Klinik6

Awalnya, awitan gejala nonspesifik tidak kentara (keletihan, malaise, anoreksia, demam derajat

rendah yang menetap, penurunan berat badan, dan gejala artikular samar, seperti pembengkakan

serta kekakuan sendi yang terjadi setelah inaktivitas).

Pada tahap lanjut penyakit, gejala artikular terlokalisasi, peling sering pada jari di bagian

interfalangeal proximal, metekarpofalangeal, dan sendi metatarsofalangeal; biasanya terjadi

bilateral dan simetris, dan dapat meluas ke pergelangan tangan, siku, lutut, serta pergelangan

kaki.

Kekakuan sendi (setelah inaktivitas, khususnya ketika bangun pagi hari), nyeri tekan dan

kesakitan (pertama-tama terasa dengan gerakan, tetapi akhirnya bahkan pada saat istirahat), serta

penurunan fungsi sendi, khususnya jika penyakit aktif berlanjut.

Nodul rheumatoid pada daerah yang tertekan seperti siku (temuan ektraartikular tersering).

Jari berbentuk kumparan (akibat edema yang nyata dan kongesti pada sendi); dapat menjadi

permanen pada deformitas leher angsa yang khas (hiperekstensi sendi interfalangeal proksimal

disertai fleksi permanen sendi interfalangeal distal); tangan tampak memendek.

Otot kaku, lemah, atau nyeri.

Parestesia yang terasa kesemutan pada jari (akibat tekanan synovial pada saraf medialis akibat

carpal tunnel syndrome).

Kebas atau kesemutan pada kaki atau kelemahan atau kehilangan sensasi pada jari (menyertai

neuropati perifer)

Nyeri saat inspirasi (menyertai pleuritis), napas pendek (menyertai nodul atau fibrosis paru), atau

bunyi gesek pericardial (menyertai perikarditis)

Lesi, ulkus pada tungkai, dan komplikasi sistemik multiple (menyertai vaskulitis)

10

Page 11: Makalah Blok 14

Kemerahan pada mata (menyertai skleritis atau episkleritis)

Gangguan pada neuron motorik atas, seperti tanda Babinski positif dan kelemahan (menyertai

kompresi medulla spinalis).

II.8. Faktor Risiko1

Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR antara lain jenis kelamin

perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok.

Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin juga beresiko.

Makanan tinggi vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan

penurunan risiko. Tiga dari empat perempuan dg AR mengalami perbaikan gejala yang bermakna selama

kehamilan dan biasanya akan kambuh kembali setelah melahirkan.

II.8. Penatalaksanaan1,7

Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejak timbulnya gejala, terapi sedini

mungkin akan menurunkan angka perburukan penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan

diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin. ACRSRA merekomendasikan bahwa penderita dengan

kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3 bulan sejak timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosis dan

inisiasi terapi DMARDs (disease-modifying atirheumatic drugs). Modalitas terapi untuk AR meliputi

terapi non farmakologik dan farmakologik.

Tujuan terapi pada penderita AR adalah :

1. Mengurangi nyeri

2. Mempertahankan status fungsional

3. Mengurangi inflamasi

4. Mengendalikan keterlibatan sistemik

5. Prediksi sendi dan struktur ekstraartikular

6. Mengendalikan progresivitas penyakit

7. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi

Terapi Non-Farmakologik

Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa, suplementasi asam

lemak essensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen ikan (cod

liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR. Memberikan edukasi dan

pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek.

Penggunaan terapi herbal, acupuncture dan splinting belum didapatkan bukti yang meyakinkan.

Pembedahan harus dipertimbangkan bila :

11

Page 12: Makalah Blok 14

1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif,

2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat,

3. Ada rupture tendon

Terapi Farmakologik

Metotrexate

Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga menghambat

sintesis timidilat dan purin. Untuk arthritis rheumatoid digunakan dosis 7,5 mg sekali seminggu

yang dapat diberikan dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis ini dapat ditingkatkan sampai

maksimum 20mg per minggu.

Efek samping dan kontraindikasi

Pada arthritis rheumatoid, toksisitas meningkat dengan pemberian bahan yang bersifat

hepatotoksik, seperti alcohol. Pneumonitis akut dan kronik juga dapat terjadi pada arthritis

rheumatoid. Obat ini di kontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui.

Penisilamin

Mekanisme kerja penisilamin pada arthritis rheumatoid belum diketahui dengan pasti, meskipun

supresi terhadap penyakit bisa diakibatkan oleh penurunan kadar faktor IgM rheumatoid secara

berarti. Uniknya, penurunan ini tidak disertai oleh penurunan kadar immunoglobulin dalam

plasma.

Toksisitas

Meskipun penggunaan jangka pendek penisilamin sebagai kelator relative aman, penggunaan

kronis pada arthritis rheumatoid menimbulkan toksisitas yang berarti dan beragam. Penisilamin

menyebabkan lesi kulit, urtikaria, reaksi macula dan papula, lesi pemfigus, lupus erimatosus,

dermatomiositis, kulit kering dan bersisik.

Pada system hematologi bisa terjadi leucopenia, anemia aplastik, agranulositosis. Toksisitas renal

yang bisa timbul ialah proteinuria yang reversible; tetapi toksisitas ini bisa berlanjut menjadi

sindrom nefrotik dengan glomerulopati membrane. Toksisitas saluran napas tidak umum terjadi,

tetapi sesak napas berat terjadi akibat bronkoalveolitis dengan penisilamin pernah dilaporkan.

Miastenia gravis disebabkan oleh terapi kronis dengan penisilamin juga pernah dilaporkan. Mual,

muntah, diare, dyspepsia, anoreksia, dan hilangnya merasakan ras manis dan asin untuk

sementara, dapat disembuhkan dengan menambahkan tembaga dalam diet. Penisilamin

dikontraindikasikan pada kehamilan, pasien yang pernah mengalami agranulositosis atau anemia

aplastik akibat penisilamin, dan insufisiensi ginjal.

Siklosporin

Bermanfaat untuk beberapa penyakit autoimun seperti sindrom Bechet, uveitis endogen,

psoriasis, dermatitis atopic, rematoid arthritis, penyakit Crohn, dan sindrom nefrotik.

12

Page 13: Makalah Blok 14

Siklosporiin diberikan juka terapi standar dengan kortikosteroid gagal. Mekanisme kerjanya

yaitu dengan mengurangi produksi sitokin yang ikut serta dalam aktivitas T-cells.

Efek Samping

Efek samping utama siklosporin adalah gangguan fungsi ginjal yang dapat terjadi pada 75%

pasien yang mendapat siklosporin. Gangguan fungsi ginjal juga sering menjadi faktor utama

penghentian pemberian siklosporin. Toksisitas lain meliputi hipertensi, hepatotoksisitas,

neurotoksisitas, hirsutisme, hyperplasia gingival, dan toksisistas gastrointestinal (mual, muntah,

diare, anoreksia, dan sakit perut).

Garam Emas

Suntikan IM aurotiomalat dan aurotioglukosa telah terbukti efektif sebagai APP (antirematik

pemodifikasi penyakit) di tahun 1960. Tetapi karena toksisitasnya, obat ini sudah jarang

digunakan.

Sulfasalazin

Suatu derivate sulfonamide efektif sebagai APP. Juga berguna pada arthritis juvenile kronik dan

spondilitis ankilosa dan uveitis yang menyertainya. Kira-kira 30% pasien menghentikan obat

akibat efek samping. Efek samping yang umum adalah mual, muntah, nyeri kepala, dan rash.

Sesekali anemia hemolitik dan methemoglobinemia terjadi. Toksisitas terhadap paru dilaporkan.

Obat ini menyebabkan infertilitas pada laki-laki yang tidak menetap, tetapi tidak pada

perempuan. Obat ini agaknya tidak bersifat teratogenik.

Retuximab

Sebenarnya asalnya adalah antibody moniklonal yang digunakan sebagai antikanker. Targetnya

adalah antigen CD20, diindikasika untuk Limfoma sel B dan LLK.

Kortikosteroid

Efek anti-inflamasi. Merupakan terapi paliatif, yaitu hanya gejalanya yang dihambat sedangkan

penyebab penyakit tetap ada. Sebenarnya hal inilah yang menyebabkan obat ini banyak

digunakan untuk berbagai penyakit, bahkan sering disebut life saving drugs, tetapi hal ini juga

yang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Karena gejala inflamasi ini sering digunakan

sebagai dasar evaluasi terapi inflamasi, maka pada penggunaan glukokortikoid kadang-kadang

terjadi masking effect, dari luar penyakit nampaknya sudah sembuh tetapi infeksi di dalam tubuh

masih tetap menjalar.

Efek imunosupresi. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secara cepat, terutama

diberikan dalam dosis besar. Efek ini, yang berlangsung beberapa jam , diduga terjadi akibat

redistribusi limfosit. Setelah 24 jam, jumlah limfosit dalam sirkulasi biasanya kembali ke nilai

sebelumnya. Studi teerbaru menunjukkan bahwa kortikostreoid menghambat proliferasi sel

limfosit T, imunitas seluler, dan ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin (IL-1, IL-2, IL-6,

IFN-α, dan TNF-α). Terdapat bukti bahwa berbagai gen sitokin memiliki glucocorticoid

13

Page 14: Makalah Blok 14

response element yang bila berikatan dengan kortikosteroid akan menyebabkan hambatan

transkripsi gen IL-2.

Penggunaan kortikosteroid jangka panjang sering menimbulkan berbagai efek samping sperti

meningkatnya resiko infeksi, ulkus lambung/duodenum, hiperglikemi, dan osteoporosis.

II.9. Komplikasi1

Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita AR adalah sebagai berikut :

1. Anemia

2. Kanker

3. Komplikasi kardiak : efusi pericardial asimptomatik dan bisa terjadi miokarditis.

4. Penyakit tulang belakang leher.

5. Gangguan mata

6. Pembentukan fistula

7. Peningkatan infeksi. Biasanya terjadi akibat terapi AR.

8. Deformitas sendi tangan.

9. Deformitas sendi lainnya : frozen shoulder, kista popliteal, sindrom terowongan karpal dan

tarsal.

10. Komplikasi pernapasan : nodul paru bisa bersama-sama dengan kanker dan pembentukan lesi

kavitas, pleuritis ditemukan pada 20% penderita.

11. Nodul rheumatoid.

12. Vaskulitis : arteritis distal, perikarditis, neuropati perifer, lesi kutaneus, arteritis organ viscera,

dan arteritis koroner.

II.10. Prognosis1

Predictor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain: skor fungsional yang rendah, status

social ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat keluarga dekat menderita AR, melibatkan

banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan penyakit, RF atau anti CCP positif, ada

perubahan radiologis pada awal penyakit., ada nodul rheumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya.

Sebanyak 30% penderita AR dengan manifestasi penyakit berat tidak berhasil memenuhi kriteria ACR 20

walaupun sudah mendapat berbagai macam terapi. Sedangkan penderita dengan penyakti lebih ringan

memberikan respon yang baik dengan terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Lindqvist dkk pada

penderita AR yang mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya peningkatan angka mortaliltas

pada 8 tahun pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan penyebab kematian pada

penderita AR dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6. Tetapi hasil ini mungkin akan menurun

setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.

14

Page 15: Makalah Blok 14

II.11. Pencegahan6

Arthritis rheumatoid adalah penyakit kronis yang dapat mebuat pasien anda melakukan gaya hidup besar-

besaran. Anjuran di bawah ini dapat mencegah perburukan penyakit dan akan membantu pasien anda

hidup lebih nyaman dengan penyakit ini :

Anjurkan pasien untuk mempertahankan postur tegak ketika berdiri, berjalan, dan duduk.

Beritahu pasien agar duduk di kursi dengan dudukan tinggi dengan penyangga lengan; pasien

akan lebih mudah bangkit dari kursinya jika lututnya lebih rendah dari pinggangnya.

Instruksikan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari, beristirahat selama 5-10 menit setiap

jamnya dan melakukan tugas yang membutuhkan duduk dan berdiri secara bergantian.

Tekankan pentingnya istirahat yang adekuat dan postur tidur yang benar. Beritahu pasien untuk

tidur terlentang di matras yang keras dan menghindari meletakkan bantal di bawah lututnya,

karena dapat meningkatkan deformitas fleksi.

15

Page 16: Makalah Blok 14

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi kronik dan sistemik yang simetris, yang terutama

menyerang sendi perifer dan otot, tendon, ligament, dan pembuluh darah disekitarnya. Penyakit ini

menyerang wanita 3 kali lebih banyak daripada pria.

Penanganan memerlukan pendekatan multidisiplin untuk mengurangi nyeri dan inflamasi,

menjaga kapasitas fungsi, memulihkan proses patologik, serta melakukan perbaikan.

III.2. Saran

Pasien dengan AR dianjurkan untuk melakukan gaya hidup sehat dengan melakukan aktivitas

fisik yang diselingi dengan frekuensi istirahat yang adekuat serta dukungan dari keluarga juga dapat

membantu perbaikan penyakit ini.

16

Page 17: Makalah Blok 14

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumariyono. Artrosentesis dan Analisis Cairan Sendi. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi IV

2006;270:1147-50

2. Sudoyo, Aru W; Setiyohadi,Bambang; Alwi, Idrus; Simadibrata K, Marcellus; Setiati, Siti. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Internal Publishing. 2009. Jakarta.

3. Theophilopoulos AN. Autoimmunity. In : Stites DP., Stobo JD., Fudenberg HH., Wells JV.,

penyunting. Basic & Clinical Immunology. Edisi kelima, Los Altos, Lange, 1984 : 152-86.

4. Miller ML, Cassidy JT. Juvenile Rheumatoid arthritis. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB (eds) : Textbook of Pediatrics. 17th Ed Philadelphia, WB Saunders 2004. pp.  799-804.

5. Artritis reumatica. Bagian patologi anatomi fakultas kedokteran universitas Indonesia.2000.

Jakarta.

6. Stockslager, Jaime L; Schaeffer, Liz. Asuhan keperawatan geriatric. Penerbit buku kedokteran

EGC. 2008. Jakarta.

7. Farmakologi dan terapi. Ed.V. Departemen farmakologik dan terapeutik fakultas kedokteran

universitas Indonesia. 2007. Jakarta.

17