makalah pbl blok 14

28
Penyakit Reumatologi: Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) Nur Atikah Binti Aminudin (102010372)* Pendahuluan Lupus Eritematosus Sistemik merupakan penyakit reumatik autoimun yang ditandai dengan beragam autoantibody, terutama antinukleus (ANA). Teori terjadinya penyakit Lupus eritematosus sistemik masih belum dapat dipastikan dan terdapat pelbagai teori yang dikemukan oleh pelbagai pakar tentang terjadinya penyakit ini. Lupus eritematosus sistemik sering menyerang perempuan yang berada dalan usia muda dan penyakit ini mendatangkan komplikasi yang begitu banyak. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini adalah sukar karena SLE sering disangka sebagai penyakit rheumatoid arthritis, osteoarthritis, serta beberapa penyakit kelainan jaringan penunjang lain. Oleh itu adalah American College of Rheumatology, pada tahun 1982, telah mengajukan beberapa criteria untuk klasifikasi Penyakit SLE, bagi memudahkan diagnosis. Walaupun penyakit lupus erotematosus sistemik ini tidak dapat disembuhkan tetapi gejala-gejala yang timbul disebabkan penyakit ini boleh diatasi. 1

Upload: shynthiaindriyanthi

Post on 23-Dec-2015

44 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

abcded

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pbl Blok 14

Penyakit Reumatologi: Lupus

Eritematosus Sistemik (SLE)

Nur Atikah Binti Aminudin (102010372)*

Pendahuluan

Lupus Eritematosus Sistemik merupakan penyakit reumatik autoimun yang ditandai dengan

beragam autoantibody, terutama antinukleus (ANA). Teori terjadinya penyakit Lupus

eritematosus sistemik masih belum dapat dipastikan dan terdapat pelbagai teori yang

dikemukan oleh pelbagai pakar tentang terjadinya penyakit ini. Lupus eritematosus sistemik

sering menyerang perempuan yang berada dalan usia muda dan penyakit ini mendatangkan

komplikasi yang begitu banyak. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini adalah sukar

karena SLE sering disangka sebagai penyakit rheumatoid arthritis, osteoarthritis, serta

beberapa penyakit kelainan jaringan penunjang lain. Oleh itu adalah American College of

Rheumatology, pada tahun 1982, telah mengajukan beberapa criteria untuk klasifikasi

Penyakit SLE, bagi memudahkan diagnosis. Walaupun penyakit lupus erotematosus sistemik

ini tidak dapat disembuhkan tetapi gejala-gejala yang timbul disebabkan penyakit ini boleh

diatasi.

___________________________________________________________________________

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna, No.6, Jakarta 11510

Telp: 56942061, Faks: 5631731, Email: [email protected]

1

Page 2: Makalah Pbl Blok 14

Anamnesis

Di dalam ilmu kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Teknik anamnesis

yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian pemeriksaan

pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komunikasi antara dokter

dengan pasien. Empati mendorong keinginan pasien agar sembuh karena rasa percaya kepada

dokter.1

Pada anamnesis, yang perlu diketahui adalah:

1. Identitas

- Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan,

pekerjaan, suku bangsa dan agama.1

- Identitas ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah

memang benar pasien yang dimaksud. Selain itu, identitas ini juga perlu untuk

data penelitian, asuransi dan lain sebagainya.1

- Dalam skenario yang diberikan, pasien merupakan seorang perempuan yang

berumur 22 tahun.

2. Keluhan utama (chief complaint)

- Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi

ke dokter atau mencari pertolongan.1

- Harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal

tersebut.1

- Berdasarkan skenario, keluhan utama pasien adalah merasa lemah sejak 3 bulan

yang lalu.

- Selain itu, sejak 2 bulan yang lalu, pasien sering mengalami nyeri pada jari-jari

kedua tangan serta kaku pada pagi hari.

- Rambut pasien juga terasa banyak rontok sejak 2 bulan yang lalu.

3. Riwayat penyakit dahulu

- Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara

penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.1

- Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit

yang berat dan menjalani operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama

perawatan, apakah sembuh sempurna atau tidak.1

2

Page 3: Makalah Pbl Blok 14

- Gejala apa yang pernah dialami pasien?

Misalnya, ruam malar (fotosensitif), ruam discoid (bintik-bintik eritematosa

menimbul), artralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, perikarditis,

bengkak pada pergelangan kaki, kejang, dan ulkus di mulut.2

- Organ apa lagi yang terkena?

- Pernahkah ada peristiwa tromboembolik atau aborsi spontan?

Pertimbangkan sindrom anti fosfolipid yang terkait.2

4. Riwayat penyakit dalam keluarga

- Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit

infeksi.1,2

- Adakah riwayat lupus atau penyakit autoimun lain dalam keluarga?

5. Riwayat peribadi

- Meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan.1

- Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari

seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya.1

- Kebiasaan pasien juga harus ditanyakan seperti kebiasaan merokok, minum

alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba).1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum dan khusus. Pemeriksaan

fisik umum adalah pemeriksaan kesadaran, dan tanda-tanda vital, seperti tekanan darah,

denyut nadi frekuensi nafas, dan suhu tubuh. Berdasarkan kasus, hasil pemeriksaan fisik

umum perempuan berusia 22 tahun tersebut adalah seperti ini:

1. Tekanan darah: 110/70 mmHg

2. Denyut nadi: 82x per menit

3. Frekuensi nafas: 18x per menit

4. Suhu tubuh: 37°C

Pemeriksaan fisik khusus dilakukan inspeksi dan palpasi pada tempat dimana pasien

mengeluh mengalami nyeri pada jari-jari kedua tangan serta kekakuan pada pagi hari.1

Pada inspeksi, dilihat posisi tangan pasien ketika dalam keadaan wajar. Kemudian dilihat

permukaan dan kontur tangan pada bagian dorsal dan palmar. Dilihat sama ada terdapat

pembengkakan pada sendi atau deformitas pada pergelangan tangan, tangan dan jari.1

3

Page 4: Makalah Pbl Blok 14

Kemudian pada palpasi, diraba permukaan dorsal dan palmar karpal, MCP, PIP, dan DIP.

Selepas iru diraba pula processus styloideus radii untuk melihat sama ada terdapat penonjolan

atau tidak. Boleh juga dilakukan tes integritas jari.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada penyakit lupus adalah pemeriksaan

laboratorium darah. Hasil pemeriksaan darah dapat menunjukkan adanya anemia hemolitik,

trombositopeni, limfopenia, atau leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR) meningkat

selama penyakit aktif, test Coombs mungkin positif, level IgG mungkin tinggi, ratio albumin-

globulin terbalik, serum globulin meningkat, albumin dan sel darah merah juga sering

ditemukan pada urin.3

Hasil pemeriksaan imunologis pada penderita lupus adalah untuk tes ANA,positif pada 95%

kasus lupus eritematosus sistemik. Tes sel lupus eritematosus sebenarnya spesifik tapi tidak

terlalu sensitif sehingga dihapus dari kriteria American College of Rheumatology (ACR). Tes

Double-stranded DNA/ ds-DNA , anti-dsDNA sebetulnya spesifik tanpa tidak cukup sensitif,

biasanya mengindikasikan adanya penyakit pada ginjal. Tes antibodi anti-Sm, sensitifitas

kurang dari 10% tetapi dengan spesifitas yang tinggi. Tes antinuklear ribonucleic acid protein

(anti-nRNP) menunjukkan hasil titer yang rendah pada penderita lupus eritematosus sistemik.

Tes antibodi anti-La positif pada penderita lupus. Tes antibodi anti-Ro positif pada 25%

penderita lupus, 40% penderita Sjogren’ syndrome. Tes komplemen serum, bila rendah

menunjukkan penyakit lupus sedang aktif biasanya disertai penyakit ginjal. Tes band lupus,

merupakan tes imunofluoresen langsung pada kulit. Tes antiphospholipid termasuk antibodi

antikardiolipin dan antikoagulan lupus. Hasil tes ini positif pada penderita lupus.3

Bila tes ANA positif atau bila ada kecurigaan kearah lupus eritematosus sistemik tetapi tes

ANA negatif, dilakukan tes lain yaitu anti RNP, anti double stranded DNA, dan antibodi anti-

Smith. Pemeriksaan komplemen juga diperlukan. Antibodi anti-Smith biasa ditemukan pada

20% penderita lupus.

Pemeriksaan penunjang lainnya yaitu pemeriksaan histologi, dengan cara biopsi. Hasil biopsi

memperlihatkan gambaran atrofi pada epidermis yang signifikan, infiltrasi limfosit yang

dalam dan tidak sempurna dengan proses flame-shape rete dan membran dasar yang menebal,

hiperkeratosis, follicular plugging, dan adanya infiltrasi sel inflamasi. Tes lupus band

4

Page 5: Makalah Pbl Blok 14

memperlihatkan deposit imunoglobulin pada membaran dasar epitel. Deposit glanular

terutama IgM ditemukan pada membrane dasar dari lesi.

Working Diagnosis (WD)

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan

menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-

macam, bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang

jumlah orang terserang oleh penyakit ini sulit diperolehi. SLE menyerang perempuan kira-

kira delapan kali lebih sering daripada laki-laki. Penyakit ini sering kali dimulai pada akhir

masa remaja atau awal masa dewasa.4

Di Amerika syarikat, penyakit ini menyerang perempuan Afrika Amerika tiga kali lebih

sering daripada perempuan Kaukasia. Jika penyakit ini baru muncul pada usia di atas 60

tahun, biasanya akan lebih mudah untuk diatasi.4

Semua SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan

diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang berbentuk “kupu-kupu”, melintasi tonjolan

hidung dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala ( lupus adalah kata

dalam bahasa Latin yang berarti serigala). Lupus Diskoid adalah nama sekarang diberikan

pada penyakit ini apabila kelainannya hanya terbatas pada gangguan kulit.4

Diagnosis SLE dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan laboratorium. American

College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1982, mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi

SLE, dimana bila didapatkan 4 kriteria, maka diagnosis SLE dapat ditegakkan. Kriteria

tersebut adalah:5

1. Ruam malar

2. Ruam discoid

3. Fotosensitifitas

4. Ulserasi di mulut dan nasofaring

5. Arthritis

6. Serositis, yaitu pleuritis atau parikarditis

7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten > 0,5 gr/hari, atau adalah silinder sel

8. Kelainan neurologic, yaitu kejang-kejang atau psikosis

9. Kelainan hematologic, yaitu anemia hematolitik, atau lekopenia atau limfopenia atau

trombositopenia

5

Page 6: Makalah Pbl Blok 14

10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif

atau tes serologic untuk sifilis yang positif palsu

11. Antibody antinuclear (ANA) positif

Kecurigaan akan penyakit SLE bila dijumpai 2 atau lebih keterlibatan organ sebagaimana

tercantum di bawah ini, yaitu:5

1. Jender wanita pada rentang usia reproduksi

2. Gejala konstutusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat

badan.

3. Muskuloskeletal: arthritis, artralgia, miositis

4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, SLEi membrane

mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis

5. Ginjal: hematuria, proteinuria, cetakan, sindroma nefrotik

6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen

7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, SLEi parenkhim paru

8. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis

9. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)

10. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia

11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organic, mielitis transversa, neuropati

cranial dan perifer

Differensial diagnosis (DD)

1. Rheumatoid arthritis (RA)

Arthritis rheumatoid (AR/RA) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi

sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik

klasik RA adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan

dan kaki. Selain lapisan synovial sendi, RA juga bisa mengenai organ-organ diluar

persendian seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata.5

Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal,

keganasan dan adanya komorbiditas. Menegakkan diagnosis dan memulai terapi sedini

mungkin, dapat menurunkan progresifitas penyakit. Metode terapi yang dianut saat ini adalah

pendekatan pyramid terbalik (reverse pyramid), yaitu pemberian DMARD sedini mungkin

untuk menghambat perburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan

6

Page 7: Makalah Pbl Blok 14

terjadi destruksi sendi, deformitas dan disabilitas. Morbiditas dan mortilitas RA berdampak

terhadap kehidupan sosial dan ekonomi. Kemajuan yang cukup pesat dalam pengembangan

DMARD biologik, memberi harapan baru dalam penatalaksanaan penderita RA.5,6

Pada penelitian klinis, RA didiagnosis secara resmi dengan menggunakan 7 kriteria dari

American College of Rheumatology. Pada kunjungan awal, penderita harus ditanyakan

tentang derajat nyeri, durasi dari kekakuan dan kelemahan serta keterbatasan fungsional.

Pemeriksaan sendi dilakukan secara teliti untuk mengamati adanya ciri-ciri seperti yang

disebutkan diatas. Liao melakukan modifikasi terhadap kriteria ACR dengan memasukkan

pemeriksaan anti-CCP dan membuang criteria nodul rheumatoid dan perubahan radiologis,

sehingga jumlah criteria menjadi enam. Diagnosis RA ditegakkan bila terpenuhi 3 dari 6

kriteria.5,6

Gejala dan tanda Definisi

Kaku pagi hari (morning

stiffness)

Kekakuan pada sendi dan sekitarnya yang berlangsung paling

sedikit selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

Artritis pada 3 persendian atau

lebih

Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukkan

pembengkakan jaringan lunak atau efusi (bukan hanya

pertumbuhan tulang saja) yang diobservasi oleh seorang dokter.

Ada 14 daerah persendian yang mungkin terlibat yaitu PIP, MCP,

pergelangan tangan, siku, lutut, pergelangan kaki dan MTP kanan

atau kiri

Artritis pada persendian tangan Paling sedikit ada satu pembengkakan (seperti yang disebutkan di

atas) pada sendi: pergelangan tangan, MCP atau PIP

Artritis yang simetrik Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh secara

bersamaan (keterlibatan bilateral sendi PIP, MCP atau MTP dapat

diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris)

Nodul rheumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang , permukaan

ekstensor atau daerah juxtaartikular yang diobservasi oleh dokter

Faktor rheumatoid serum

positif

Adanya titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa

dengan metode apapun, yang memberikan hasil postif <5% pada

kontrol subyek normal

Perubahan gambaran radiologis Terdapat gambaran radiologis yang khas untuk RA pada foto

posterioanterior tangan dan pergelangan tangan, berupa erosi atau

dekalsifikasi tulang yang terdapat pada sendi atau daerah yang

7

Page 8: Makalah Pbl Blok 14

berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak

memenuhi persyaratan)

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Artritis Reumatoid Menurut ACR5

2. Osteoarthritis (OA)

OA merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi.

Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut

radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada

wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada

pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan

terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien.5

Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-faktor risiko,

latihan, intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis, pada OA fase lanjut sering diperlukan

pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada OA, biasanya digunakan

analgetika atau obat anti-inflamasi non steroid (OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA

yang kronik dan progresif, penggunaan OAINS biasanya berlangsung lama, sehingga jarang

menimbulkan masalah.5

Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis. Pada sebagian

besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena sudah cukup memberikan gambaran

diagnostik yang lebih canggih.

Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah:

- Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian yang

menanggung beban)

- Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral

- Kista tulang

- Osteofit pada pinggir sendi

- Perubahan struktur anatomi sendi

Ciri khas yang sering terlihat pada gambaran radiogram osteoarthritis adalah penyempitan

ruang sendi. Keadaan ini terjadi karena rawan sendi menyusut. Pada sendi lutut penyempitan

ruang sendi dapat terjadi pada salah satu kompartemen saja. Selain ditemukannya

penyempitan sendi juga bisa terjadi peningkatan densitas tulang sekitar sendi. Osteofit (spur),

8

Page 9: Makalah Pbl Blok 14

juga bisa terlihat pada aspek marginal dari sendi. Kadangkala terlihat perubahan-perubahan

kistik dalam berbagai ukuran.5

Beratnya perubahan pada sendi yang terlihat secara radiografis dapat tidak berhubungan

dengan gejala-gejala yang ada. Bukti radiologis OA dapat ditemukan pada hampir 85%

pasien yang berusia diatas 75 tahun, sedangkan pasien yang mengluh nyeri dan kaku sendi

persentasenya jauh lebih rendah.5

Radiogram khusus dapat membantu untuk mengevaluasi OA. Radiogram sendi lutut yang

sedang memikul beban tubuh dapat memberi gambaran yang lebih baik tentang efek penyakit

bila dibandingkan dengan gambaran sendi yang tidak sedang memikul beban tubuh. OA

bukan suatu penyakit yang simetris, sehingga pembuatan gambar radiogram sendi

kontralateral akan dapat membantu.5

Etiologi

1. Lupus erimatosus sistemik (SLE)

SLE adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflammasi tersebar luas, yang

mempengaruhi setiap organ atau system dalam tubuh. Penyakit ini berkaitan dengan deposisi

autoantibody dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.5

Etiologi dari SLE masih belum diketahui. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks dan

multifaktorial antara variasi genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik diduga berperan

penting dalam predisposisi penyakit ini. Pada kasus SLE yang terjadi secara sporadic tanpa

identifikasi faktor genetik, berbagai faktor lingkungan diduga terlibat atau belum diketahui

faktor yang bertanggungjawab.5

Interaksi antar sex, status hormonal dan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (HPA)

mempengaruhi kepekaan dan ekspresi klinis SLE. Adanya gangguan dalam mekanisme

pengaturan imun seperti gangguan pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun

merupakan konstributor yang penting dalam perkembangan penyakit ini.5

Hilangnya toleransi imun meningkatkan beban antigenic, bantuan sel T berlebihan, gangguan

supresi sel B dan peralihan respons imun dari T helper 1 (Th 1) ke Th2 menyebabkan

hiperaktivitas sel B dan memproduksi autoantibody patogenik. Respon imun yang terpapar

faktor eksternal/lingkungan seperti radiasi UV atau infeksi virus dalam periode yang cukup

lama bisa juga menyebabkan disregulasi system imun.5

9

Page 10: Makalah Pbl Blok 14

2. Rheumatoid arthritis (RA)

Etiologi dari RA tidak diketahui secara pasti.

2.1 Faktor Genetik5

Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor

genetik berperan penting terhadap kejadian RA, dengan angka kepekaan dan ekspresi

penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB 1 dengan kejadian RA telah

diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan

RA seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode activator reseptor

nuclear factor kappa B (NF-kB). Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada

RA.

Faktor genetik juga berperanan penting dalam terapi RA karena aktivitas enzim

seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk

metabolisme methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada

kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya RA lebih dari

30% dan pada orang kulit putih dengan RA yang mengekspresikan HLA-DR1 atau

HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%.

2.2 Hormon sex5

Prevalensi RA lebih besar pada perempuan dibandingkan laki-laki, sehingga diduga

hormone sex berperan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan

bahwa terjadi perbaikan gejala RA selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena:

- Adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga

hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit.

- Adanya perubahan profil hormone. Placental corticotrophin releasing hormone

secara langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang

merupakan androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal

fetus. Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun selular dan humoral.

DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan

progesterone menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon

imun selular (Th1). Oleh karena pada RA respon Th1 lebih domina sehingga

estrogen dan progesterone mempunyai efek yang berlawanan terhadap

perkembangan RA. Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan mencegah

perkembangan RA atau berhubungan dengan penurunan insiden RA yang lebih

berat.

10

Page 11: Makalah Pbl Blok 14

2.3 Faktor infeksi5

Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit. Organisme ini

diduga menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respons sel

T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen

infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit.

2.4 Protein heat shock (HSP)5

HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai

respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino

homolog. HSP tertentu manusia dan HSP mikobakterium tuberculosis mempunyai

65% untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibody dan sel T mengenali epitop

HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit

dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal

sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry).

3. Osteoarthritis

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses ketuaan yang tidak dapat

dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendaapt bahwa OA ternyata

merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan

struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan

kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial antara lainkarena faktor umur, stress

mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomic, obesitas, genetik, humoral

danfaktor kebudayaan.5

Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang

terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan synovial

sendi yang mengakibatkan terjadinya inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri. OA

ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan

terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi perbaikan

(repair). OA terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang

dan inflamasi cairan sendi.5

Patofisiologi

SLE adalah penyakit multisystem, dan gambaran klinisnya sangat bervariasi. Biasanya pasien

adalah seorang wanita muda dengan sebagian gambaran berikut: ruam kupu-kupu diwajah,

11

Page 12: Makalah Pbl Blok 14

demam, nyeri di satu atau lebih sendi perifer, tetapi tanpa deformitas, nyeri dada pleuritik,

dan fotosensitivitas.6

Namun pada banyak pasien, gambaran SLE tampak samar dan membingungkan, yaitu berupa

penyakit demam yang tidak jelas sebabnya, kelainan urine atau penyakit sendi yang mirip RA

atau demam rheumatoid. ANA dapat ditemukan hampir pada 100% pasien dan juga

ditemukan pada pasien dengan penyakit autoimun lain. Antibodi terhadap DNA untai ganda

dan antigen Sm hampir diagnostic untuk SLE. Berbagai temuan klinis dapat menunjukkan

keterlibatan ginjal, termasuk hematuria, silinder eritrosit, proteinuria dan pada sebagian kasus

sindrom nefrotik klasik.6

Bukti laboratorium gangguan hematologic dijumpai pada semua pasien, tetapi pada sebagian

pasien, keluhan utama dan masalah klinis yang dominan adalah anemia atau trombositopenia.

Pada pasien lainnya, yang menjadi masalah klinis yang dominan adalah gangguan mental,

termasuk psikosis atau kejang, atau penyakit arteri koroner. Pasien SLE juga rentan terhadap

infeksi, mungkin karena adanya disfungsi imun dan terapi dengan obat-obat imunisupresif.6

Perjalanan kasus SLE bervariasi dan sulit diduga. Beberapa kasus akut yan jarang

menyebabkan kematian dalam beberapa minggu sampai bulan. Namun, dengan terapi yang

sesuai, penyakit biasanya memperlihatkan perjalanan kambuh dan reda dalam periode

beberapa tahun atau bahkan beberapa dekad. Selama kekambuhan akut, peningkatan

pembentukan kompleks imun dan pengaktifan komplemen menyebabkan

hipokomplementemia. Ekserbasi penyakit biasanya diterapkan dengan kortikosteroid dan

obat imunosupresan lain. Bahkan tanpa pengobatan, perjalanan penyakit berlangsung ringan

dan hanya berupa kelainan kulit dan hematuria ringan selama bertahun-tahun.6

Gejala klinis

Gejala klinis penyakit SLE sangat beragam dan seringkali pada keadaan awal tidak dikenali

sebagai SLE. Hal ini dapat terjadi karena manifestasi penyakit SLE seringkali tidak terjadi

bersamaan. Seseorang daapt saja selama beberapa lama mengeluhkan nyeri sendi yang

berpindah-pindah tanpa adanya keluhan lain. Kemudian diikuti oleh manifestasi klinis

lainnya seperti fotosensitifitas dan sebagainya yang pada akhirnya akan memenuhi criteria

SLE.

Gejala konstitusional5,6

12

Page 13: Makalah Pbl Blok 14

1. Kelelahan

- Keluhan umum pada penderita SLE, dan biasanya mendahului berbagai

manifestasi penyakit lainnya.

2. Penurunan berat badan

- Terjadi beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Dapat disebabkan oleh

menurunnya nafsu makan atau diakibatkan gejala gastrointestinal.

3. Demam

- Demam akibat SLE biasanya tidak disertai menggigil.

Gejala-gejala lain yang sering dijumpai pada penderita SLE dapat terjadi seiring atau sebelum

dengan aktifitas penyakitnya seperti rambut rontok, hilangnya nafsu makan, pembesaran

kelenjar getah bening, bengkak, sakit kepala, mual dan muntah.5

Manifestasi musculoskeletal

Merupakan yang paling sering dijumpai pada penderita SLE. Seringkali dianggap sebagai

manifestasi RA karena keterlibatan sendi yang banyak dan simetris. Untuk dibedakan dengan

RA, pada umumnya SLE tidak menyebabkan kelainan deformitas, kaku sendi yang

berlangsung beberapa menit dan sebagainya.5

Manifestasi kulit.

Ruam kulit merupakan manifestasi SLE pada kulit yang telah lama dikenal oleh para ahli.

Anemia dapat dijumpai pada suatu periode dalam perkembangan penyakit SLE ini

diklasifikasikan sebagai anemia yang diperantai proses imun dan non-imun. Pada anemia

yang bukan diperantai proses imun diantaranya berupa anemia karena penyakit kronik,

defisiensi besi, sickle cell anemia dan anemia sideroblastik. Untuk anemia yang diperantai

proses imun dapat bermanifestasi sebagai pure red cell aplasia, anemia aplastik, anemia

hemolitik otoimun dan beberapa kelainan lain yang dikaitkan dengan proses otoimun seperti

anemia pernisiosa, acute hemophagocytic syndrome.5

Penatalaksanaan

Arthritis, artralgia dan mialgia merupakan keluhan yang sering dijumpai pada penderita SLE.

Pada keluhan ringan, dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflammasi non

13

Page 14: Makalah Pbl Blok 14

steroid (NSAID). Harus diperhatikan efek sampingnya, agar tidak memperberatkan keadaan

penderita.5

Sekitar 70% penderita SLE akan mengalami fotosensitivitas. Eksaserbasi akut SLE akan

dapat terjadi bila penderita terpapar sinar UV , sinar inframerah, panas dan kadang-kadang

juga sinar fluoresensi. Penderita harus berlindung terhadap paparan sinar-sinar tersebut

dengan menggunakan baju pelindung, kaca jendela yang digelapkan, dan menggunakan

sunscreen. Glukokortikoid local, seperti krem, salep atau injeksi dapat dipertimbangkan pada

SLE dermis.5

Pemilihan preparat harus hati-hati karena glukokortikoid topical, terutama yang bersifat

fluorinasi dapat menyebabkan atrofi kulit, depigmentasi, teleangiektasis dan fragilitas.5

Jenis obat Dosis

Azatioprin 50-150 mg per hari, dosis terbagi 1-3,

tergantung berat badan.

Siklofosfamid Per oral: 50-150 mg/hari.

IV: 500 mg/M2 dalam dextrose 250 ml,

infuse selama 1 jam.

Metotreksat 7.5-20 mg/minggu, dosis tunggal atau terbagi

3. Dapat diberikan pula melalui injeksi.

Siklosporin A 2.5 – 5 mg/kg BB, atau sekitar 100-400

mg/hari dalam 2 dosis, tergantung berat

badan.

Mofetil mikofenolat 2000 mg/hari dalam 2 dosis.

Tabel 2. Jenis Dan Dosis Obat Imunosupresan Dan Sitotoksik Yang Dapat Dipakai Pada

SLE5

Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan dalam penatalaksanaan

penderita SLE, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis. Hal ini dapat dicapai dengan

penyuluhan langsung kepada penderita atau dengan membentuk kelompok penderita yang

bertemu secara berkala untuk membicarakan masalah penyakitnya.5

Pada umumnya, penderita SLE mengalami fotosensitivitas, sehingga penderita harus selalu

diingatkan untuk tidak terlalu banyak terpapar oleh sinar matahari. Mereka dinasehatkan

untuk selalu menggunakan krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau

14

Page 15: Makalah Pbl Blok 14

payung bila akan berjalan di siang hari. Pekerja di kantor juga harus dilindungi terhadap sinar

matahari dari jendela.5

Karena infeksi sering terjadi pada penderita SLE, maka penderita harus selalu diingatkan bila

mengalami demam yang tidak jelas penyebabnya, terutama pada penderita yang memperoleh

kortikosteroid dosis tinggi, obat-obat sitotoksik, penderita dengan gagal ginjal, vegetasi katup

jantung, ulkus di kulit dan mukosa. Profilaksis antibiotika harus dipertimbangkan pada

penderita SLE yang akan menjalani prosedur genitourinarius, cabut gigi dan prosedur

invasive lainnya.5

Pengaturan kehamilan sangat penting pada penderita SLE, terutama penderita dengan nefritis,

atau penderita yang mendapat obat-obat yang merupakan kontraindikasi untuk kehamilan,

misalnya antimalaria atau siklifosfamid. Kehamilan juga dapat mencetuskan eksaserbasi akut

SLE dan memiliki risiko tersendiri terhadap fetus. Oleh sebab itu pengawasan aktifitas

penyakit harus lebih ketat selama kehamilan.5

Sebelum penderita SLE diberi pengobatan, harus diputuskan dahulu apakah penderita

tergolong yang memerlukan terapi konservatif atau imunosupresif yang agresif. Pada

umumnya, penderita SLE, yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan

kerusakan organ, dapat diterapi secara konservatif. Bila penyakit ini mengancam nyawa dan

mengenai organ-organ mayor, maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi

kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresan lainnya.5

Komplikasi

1. Pada musculoskeletal5

- Keluhan berupa nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (artralgia) atau merupakan suatu

arthritis dimana tampak jelas bukti inflamasi sendi.

2. Pada kulit5

- Ruam kulit merupakan manifestasi yang telah lama dikenal pada penderita SLE.

- Lesi muko-kutaneous yang tampak sebagai bagian SLE dapat berupa reaksi

fotosensitifitas, discoid LE, subacute cutaneous lupus erythematosus (SCLE),

lupus profundus/paniculitis, alopecia, lesi vaskuler berupa eritema periungual,

livedo reticularis, teleangiectasia, fenomena raynaud’s atau vaskulitis atau bercak

yang menonjol berwarna putih perak dan dapat pula berupa bercak eritema pada

palatum mole dan durum, bercak atrofis, eritema atau depigmentasi pada bibir.

15

Page 16: Makalah Pbl Blok 14

3. Pada paru5

- Dapat terjadi radang interstitial parenkim paru, emboli paru, hipertensi pulmonum,

perdarahan paru, atau shrinking lung syndrome.

- Pneumonitis lupus dapat terjadi secara akut dan menjadi kronis. Pada keadaan

akut perlu dibedakan dengan pneumonia bacterial. Biasanya penderita akan

merasa sesak, batuk kering, dan dijumpai ronkhi di basal.

4. Pada jantung5

- Baik pericardium, miokardium, endokardium atau pun pembuluh darah koroner

dapat terlibat pada penderita SLE, walaupun paling banyak terkena adalah

pericardium.

- Perikarditis harus dicurigai apabila dijumpai adanya keluhan nyeri substernal,

friction rub, gambaran silhouette foto dada, ataupun melalui gambaran EKG.

- Penyakit jantung koroner dapat pula dijumpai pada penderita SLE dan

bermanifestasi sebagai angina pectoris, infark miokard, atau gagal jantung

kongestif. Keadaan ini makin banyak dijumpai pada penderita SLE usia muda

dengan jangka penyakit yang panjang serta penggunaan steroid jangka panjang.

- Valvulitis, gangguan konduksi serta hipertensi merupakan komplikasi lain yang

juga sering dijumpai pada penderita SLE.

5. Pada renal5

- Gejala atau keterlibatan ginjal biasanya tidak tampak sebelum terjadinya

kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik.

6. Pada gastrointestinal5

- Secara klinis tampak adanya keluhan penyakit pada esofagus, mesenteric

vasculitis, inflammatory bowel disease (IBS), pancreatitis dan penyakit hati.

- Disfagia merupakan keluhan yang biasanya menonjol pada saat penderita dalam

keadaan tertekan.

- Dispesia dijumpai pada kurang 50% penderita SLE, lebih banyak dijumpai pada

mereka yang memakai glukokortikoid. Bahkan adanya ulkus juga berkaitan

dengan pemakaian obat ini.

- Hepatomegali merupakan pembesaran organ yang banyak dijumpai pada SLE.

7. Pada neuropsikiatrik5

- Keterlibatan neuropsikiatrik sukar ditegakkan karena gambaran klinis yang begitu

luas. Kelainan ini dikelompokkan sebagai manifestasi neurologic dan psikiatrik.

16

Page 17: Makalah Pbl Blok 14

- Keterlibatan susunan syaraf pusat dapat bermanifestasi sebagai epilepsy,

hemiparesis, lesi syaraf cranial, lesi batang otak, meningitis aseptic atau myelitis

transversal.

- Pada susunan saraf tepi akan bermanifestasi sebagai meuropati perifer, myasthenia

gravis atau mononeuritis multiplex. Dari segi psikiatrik, gangguan fungsi mental

dapat bersifat organic atau non-organik.

Pencegahan

Antara cara yang dapat dilakukan untuk mencegah SLE adalah dengan memberikan edukasi

kepada pasien. Dalam memberikan edukasi yang perlu diperjelaskan kepada pasien adalah:5

1. Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya.

2. Tipe dari penyakit SLE dan perangai dari masing-masing tipe tersebut.

3. Masalah yang terkait dengan fisik: kegunaan latihan terutama yang terkait dengan

pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirehat, pemakaian alat bantu maupun diet,

mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian kontrasepsi.

4. Pengenalan masalah aspek psikologis: bagaimana pemahaman diri pasien SLE,

mengatasi rasa lelah, stress emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan keluarga

atau tempat kerja dan pekerjaan itu sendiri, mengatasi rasa nyeri.

5. Pemakaian obat mencakup jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya. Perlukah

suplementasi mineral dan vitamin? Obat-obatan yang dipakai jangka panjang

contohnya obat anti tuberculosis dan beberapa jenis lainnya termasuk antibiotikum.

6. Dimanakah pasien dapat memperoleh informasi tentang SLE ini, adakah kelompok

pendukung, yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan SLE dan sebagainya.

Prognosis

Sejauh ini tidak ada pengobatan yang berhasil penuh pada penderita lupus eritematosa

sistemik, seperti yang bermanifestasi pada ginjal paling banyak menyebabkan kecacatan dan

kematian, dan pada beberapa kasus perlu dilakukan dialisis dan transplantasi ginjal. Lebih

dari 85% penderita lupus mengalami kelainan darah seperti trombositopenia dan anemia

hemolitik. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah stroke, emboli paru-paru, perikarditis,

dan miokarditis.

Prognosis penderita lupus pada kulit, seperti diskoid lupus lebih baik, meskipun lesi secara

kosmetik kurang bagus tapi tidak membahayakan jiwa dan biasanya tidak membuat penderita

17

Page 18: Makalah Pbl Blok 14

harus mengubah pola hidupnya. Hanya 10% penderita diskoid lupus yang berkembang

menjadi sistemik lupus.7

Prognosis penyakit lupus pada anak kurang bagus, karena kematian lebih banyak terjadi,

seperti yang dilaporkan pada sebuah studi retrospektif di Brazil yang menyatakan kematian

selama 16 tahun berjalan adalah sebesar 24%, kematian biasanya terjadi karena pengaruh

adanya infeksi (sebanyak 58%), penyakit SSP (36%), penyakit ginjal (7%). Bila penyakit

mulai timbul sebelum usia 15 tahun, maka keterlibatan ginjal dan hipertensi di prediksi dapat

menyebabkan kematian.

Kesimpulan

Hipotesis awal yang dibuat adalah “Kelainan autoimmune dapat menyebabkan kelainan pada

musculoskeletal”.

Penyakit autoimmune seperti lupus eritematosus sistemik dapat menimbulkan komplikasi

bukan sahaja pada sistem musculoskeletal, tetapi juga kulit, renal, gastrointestinal dan juga

neuropsikiatrik. Jadi hipotesis diterima.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid ke 1. Ed 5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.25-9

2. Gleadle J. Alih Bahasa: Rahmalia A. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.196-7

3. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s disease of the skin clinical

dermatology. Ed 10. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006.h.45

4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Jilid 1. Ed 6. Jakarta: EGC; 2006.h.1392-6

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid ke 3. Ed 5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.2445-56, 2495-2512,

2538-48, 2565-79

6. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran pathologic basis of disease. Ed 7.

Jakarta: EGC; 2010.h.235-43

7. Gill JM, Quisel AM, Rocca PV, Walters DT. Diagnosis of systemic lupus

erythematosus. American family Physician. 2003.

18

Page 19: Makalah Pbl Blok 14

19