pbl blok 14 muskuloskeletal 2

27
PENANGANAN FRAKTUR DISTAL FEMUR DAN TERAPI YANG DIBERIKAN Andy Santoso Hioe Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no.6 - Jakarta Barat e-mail: [email protected] Pendahuluan Dewasa ini, tingkat kecelakaan kendaraan bermotor di Indonesia meningkat. Karena dituntut untuk menandingi kecepatan globalisasi yang ada, masyarakat menjadi tidak memikirkan keselamatan mereka saat di jalan raya. Salah satu akibat dari kelalaian keselamatan lalu lintas adalah fraktur distal femur. Fraktur distal femur merupakan fraktur yang terjadi pada sepertiga panjang tulang paha, dapat bersifat terbuka ataupun tertutup. Sebagai dokter umum, penanganan terhadap fraktur harus dikuasai. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk menjelaskan fraktur distal femur dari penyebab sampai penanganan yang ada. Dalam tinjauan pustaka ini, penulis menjelaskan mekanisme fraktur, pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan, diagnosis, penatalaksanaan, epidemiologi, prognosis, dan komplikasi fraktur distal femur. Anamnesis Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan 1

Upload: andy-santoso-hioe

Post on 02-Dec-2015

83 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

About muskulosceletal system pathology

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

PENANGANAN FRAKTUR DISTAL FEMUR

DAN TERAPI YANG DIBERIKAN

Andy Santoso Hioe

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no.6 - Jakarta Barat

e-mail: [email protected]

Pendahuluan

Dewasa ini, tingkat kecelakaan kendaraan bermotor di Indonesia meningkat. Karena dituntut

untuk menandingi kecepatan globalisasi yang ada, masyarakat menjadi tidak memikirkan

keselamatan mereka saat di jalan raya. Salah satu akibat dari kelalaian keselamatan lalu lintas

adalah fraktur distal femur. Fraktur distal femur merupakan fraktur yang terjadi pada

sepertiga panjang tulang paha, dapat bersifat terbuka ataupun tertutup. Sebagai dokter umum,

penanganan terhadap fraktur harus dikuasai. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk

menjelaskan fraktur distal femur dari penyebab sampai penanganan yang ada. Dalam tinjauan

pustaka ini, penulis menjelaskan mekanisme fraktur, pemeriksaan fisik dan penunjang yang

diperlukan, diagnosis, penatalaksanaan, epidemiologi, prognosis, dan komplikasi fraktur

distal femur.

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan

memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.

Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila

pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang

bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan

berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.1

Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan

30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal

yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:1

1

Page 2: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan

penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan

pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini

merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.

Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti

data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan

pendidikan.

Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,

lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.

Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita

pasien pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang

dialami sekarang.

Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter

dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.

Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai:

sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut

frekuensi serangan atau kualitas penyakit

sifat serangan atau kuantitas penyakit

lamanya penyakit tersebut diderita

perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya

lokasi sakitnya

akibat yang timbul

gejala-gejala yang berhubungan

Mendapatkan anamnesis pasien yang cermat dan lengkap dapat menyediakan

informasi yang berguna untuk memulai daftar diagnosis diferensial sebelum melakukan

pemeriksaan radiologis. Anamnesis harus memberikan spesifikasi mekanisme luka,

mendapatkan informasi mengenai keparahan tenaga yang didapat, dan memperingatkan para

dokter pada luka asosiasi, penyakit, atau problem yang relevan secara medik. Ketika

anamnesis yang akurat mungkin susah atau tidak mungkin didapatkan pada pasies yang

terluka dengan hebat, detail yang lebih selalu dapat dilihat dan direkonfirmasi saat pasien

membaik atau informasi lebih dapat diperoleh. Anamnesis mungkin membantu dalam

menangani fraktur terbuka dengan tersedianya informasi sebagai berikut: identifikasi sumber

dan tingkat kontaminasi; waktu yang berlalu dari terjadinya trauma dan, mempertanyakan

tulang yang menonjol apakah karena luka ekstremitas atau tidak.2

2

Page 3: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

Anamnesis tidak konsisten dengan tingkat keparahan luka menandakan apakah fraktur

merupakan fraktur patologis atau kemungkinan terjadi kekerasan. Anak yang normal,

terutama dibawah 2 tahun, tidak boleh patah femurnya ketika bermain atau dengan kasar,

oleh teman atau orang tua. Pasien yang lebih tua secara normal tidak akan mendapatkan

fraktur femur ketika berbalik saat berbaring. Meskipun fraktur patologis dapat dicurigai pada

pasien dengan penyakit metabolik yang parah dan dapat didahului oleh nyeri lokal, fraktur

dapat terjadi dalam pasien yang benar-benar asimtomatik. Pada anak-anak muda, fraktur

multiple dalam berbagai tingkat penyembuhan merupakan patognomonik pada kekerasan

anak, diagnosis dan penanganan yang tepat dapat menyelamatkan jiwa. Laporan nyeri dan

terganggunya fungsi dari sebuah ekstremitas membutuhkan evaluasi yang teliti untuk

mengeluarkan fraktur atau luka pada sendi, saraf, otot, atau struktur vaskuler.2

Pemeriksaan Fisik

Awalnya, aspek terpenting yang harus diperiksa adalah status neurovascular pasien.

Periksa denyut nadi dan pengisisan kapiler, serta sensasi dan kisaran gerak aktif dan pasif

pada ekstremitas (jangan lakukan kisaran gerak pasif pada sendi lutut kecuali jika telah

tercapai fiksasi rigid yang aboslut). Lihat pula apakah ada pembengkakan dan deformitas,

meskipun pembengakakan muncul belakangan terutama pada pasien dengan syok

hipovolemik. Reduksi dan pemasangan splint secepatnya dapat mengurangi rasa nyeri dan

kehilangan darah, dan sering mengembalikan sirkulasi darah pada ekstremitas bawah. Dapat

pula terjadi dislokasi sendi lutut pada fraktur distal femur. Luka intra-artikuler biasanya

menyebabkan hemartrosis kalau kapsula sendi terganggu, dimana dalam kasus ini bengkak

jaringan lunak yang lebih difus terdapat di sekitar sendi. Instabilitas atau gerakan abnormal

ketika meregangkan sendi mungkin sukar untuk didapatkan jika daerah tersebut lunak, tetapi

hal ini penting dan berguna dalam pasien yang dianestesi. Relokasi segera sendi yang

terdislokasi diperlukan terutama ketika terdapat gangguan sirkulasi.3,4

Periksa kompartemen ekstremitas bawah mengenai kekenyalan dan pantau tekanan

kompartemen jika terdapat kecurigaan sindrom kompartemen. Gangguan fungsi sensoris dan

motorik tidak terjadi secara langsung dan berhubungan dengan nekrosis kompartemen. Khas

dari sindrom kompartemen berkembang beberapa jam atau lebih setelah kecelakaan, sebelum

atau sesudah penaganan dimulai, dan dapat bergantung pada bidai atau balutan yang terlalu

ketat yang mengakibatkan bengkak pada ekstremitas. Pelepasan segera balutan dapat menjadi

informasi diagnosis bahkan dapat bersifat terapeutik. Intra-compartmental monitoring

3

Page 4: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

dengan garis arterial dapat membantu pada pasien yang tidak sadar. Pada pasien yang sadar,

nyeri terus-menerus dan kaki yang membengkak dank eras harus diasumsikan sebagai

sindrom kompartemen. Pasien yang diduga mengalami sindrom kompartemen harus segera

dibawa ke ruang operasi untuk dilakukan fasciotomi pada semua kompartemen. Tidak

dianjurkan untuk memotong hanya sebagian kompartemen.3,4

Status neurovaskular mungkin susah untuk dinilai secara klinik pada pasien terluka

parah. Oleh karena itu, kecurigaan yang tinggi harus diperlukan dalam penilaian ini.

Pengisian kapiler buka bukti yang adekuat secara klinik pada cabang vaskuler proksimal yang

utuh. Denyut nadi distal dapat terjadi setelah luka arterial yang signifikan. Mungkin luka

arterial yang paling dapat dikenali pada ekstremitas bawah adalah arteri poplitea yang

berhubungan dengan dislokasi lutut atau fraktur periartikuler. Thrombosis yang terjadi

kemudian sebagai permulaan luka nonoklusif dapat berakibat kehilangan ekstremitas.

Penilaian denyut nadi ekstremitas bawah berkali-kali dibutuhkan untuk beberapa pasien.

Perubahan apapun pada denyut nadi ekstremitas bawah diperlukan penilaian, setidaknya

dengan pengukuran tekanan Doppler. Pengukuran tekanan darah sistolik sendi pergelangan

kaki merupakan hal penting dalam pemeriksaan fisik. Tekanan dibawah 90% dari tangan atau

kaki yang bersebelahan memerlukan penanganan yang lebih dari seorang dokter bedah

vascular. Pewarnaan Doppler atau arteriografi kontras dapat dilakukan bila nadi berkurang,

tetapi tanpa harus menunda konsultasi kepada ahli bedah. Faktor risiko kehilangan kaki

adalah keterlambatan operasi, kontusio arteri dengan trombosis yang berurutan, dan yang

paling bahaya adalah gagalnya revaskularisasi.3,4

Status neurologik ekstremitas harus dicatat sebelum penanganan definitif apapun, jika

dimungkinkan. Pemeriksaan neurologik, seperti pemeriksaan vaskuler, mungkin sukar untuk

didapatkan pada pasien yang mengalami luka parah. Stocking hypoesthesia mungkin

disebabkan iskemia akut, luka saraf langsung, atau mekanisme psikogenik. Tak adanya

sensasi yang terbatas pada area sensoris terisolasi susunan saraf tepi menandakan luka pada

saraf tersebut. Gangguan fungsi motorik mungkin disebabkan oleh nyeri dan instabilitas, luka

saraf tepi, luka sumsum tulang belakang. Luka saraf tepi berasosiasi dengan beberapa luka

ekstremitas bawah. Dislokasi posterior tungkai dapat melukai saraf siatik, lebih sering karena

komponen peronealnya. Dislokasi sendi lutut atau luka yang sebanding dapat melukai nervus

peroneus communis dan/atau nervus tibialis pada fossa popliteal, tanda yang mungkin

berhubungan pada luka arterial. Tekanan dari pembalut dapat juga melukai nervus peroneus

karena nervus ini melingkari collum fibula pada lutut.3

4

Page 5: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

Selain itu, periksa ada-tidaknya eritema atau secret pada luka yang dapat

menunjukkan adanya infeksi. Jika terdapat edema, pasien harus diinstruksikan untuk

mengelevasikan ekstremitasnya.3,4

Bila pasien datang setelah dua minggu terjadi fraktur periksa luka untuk menilai ada-

tidaknya eritema atau secret, dan angkat staples atau benang. Evaluasi ada-tidaknya krepitasi,

atau varus/valgus, atau angulasi sagittal, yang menunjukkan adanya kehilangan fiksasi.

Periksa sensasi, denyut nadi, dan pengisian kapiler, terutama jika ada gangguan

neurovaskular sebelumnya.3

Untuk empat sampai delapan minggu periksa ada-tidaknya eritema atau secret pada

luka yang menunjukkan adanya infeksi. Evaluasi ada-tidaknya krepitasi atau deformitas

angular.3,4

Dalam delapan sampai dua belas minggu periksa luka untuk menilai ada-tidaknya

eritema atau secret, dan tungkai untuk menilai alignment atau deformitas angular. Dalam dua

belas sampai enam belas minggu periksa kesegarisan dan deformitas angular tungkai. Periksa

luka untuk menilai ada-tidaknya eritema atau sekret.3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada seseorang yang mengalami fraktur

femur distal adalah pemeriksaan radiologi berupa X-ray, CT scan dan MRI.3,5

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang

bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior dan lateral. Bila kedua proyeksi ini

tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak memungkinkan, maka dibuat 2 proyeksi

yang tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya satu proyeksi yang dibuat,

ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus,

misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal.5

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan radiologi adalah lokasi fraktur,

tipe fraktur dan kedudukan fragmen, struktur tulang (normal atau patologis), adanya

dislokasi atau fraktur epifisis bila dekat dengan persendian, adanya pelebaran sela sendi

karena efusi ke dalam rongga sendi. Pemeriksaan radiologi selanjutnya adalah untuk kontrol

a) segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi terbuka

5

Page 6: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

perlu diperhatikan kedudukan pen intramedular (kadang-kadang pen menembus tulang), plate

dan screw, b) pemeriksaan periodik untuk menilai penyebuhan fraktur.5

Pemeriksaan radiologi dalam fraktur femur distal adalah untuk melihat adanya varus-

valgus, dan alignment (kesegarisan) rotasional pada tempat fraktur, serta bandingkan dengan

lutut sehat. Periksa juga adanya dislokasi atau hilangnya fiksasi. Karena fraktur femur distal

umumnya melibatkan daerah metafisis, tempat yang mempunyai suplai darah yang baik,

penyembuhan fraktur biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama setelah cedera. Intepretasi dari

gambaran radiologi tersebut berada dalam kurun waktu saat cedera sampai satu minggu

setelahnya.5

Saat mencapai dua minggu, pemeriksaan radiologi digunakan untuk menilai

kesegarisan pada tempat fraktur. Terutama, bandingkan antara lutut yang sakit dengan lutut

yang sehat untuk menilai alignment varus-valgus, serta deformitas rotasional. Diperiksa pula

ada tidaknya dislokasi atau hilangnya fiksasi.3

Untuk empat sampai delapan minggu dilihat adanya alignment dan kalus pada tempat

fraktur. Pembentukan kalus pada pemasangan alat fiksasi rigid menandakan hilangnya fiksasi

rigid sehingga tidak terjadi penyembuhan tulang secara primer. Bandingkan alignment varus-

valgus, serta deformitas rotasional antara fraktur dan lutut yang sehat. Periksa juga ada-

tidaknya dislokasi atau kehilangan fiksasi.3

Dua belas sampai enam belas minggu dapat dilacak adanya alignment dan kalus pada

tempat fraktur; secara khusus, bandingkan dengan lutut yang sehat mengenai kesegarisan

varus dan valgus, serta ada-tidaknya deformitas rotasional. Periksa juga adanya dislokasi atau

kehilangan fiksasi yang adekuat. Bila tidak ada kalus yang terlihat dan garis fraktur tidak

menghilang, pasien mengalami delayed union atau non-union.3

Diagnosis

Working Diagnosis

Fraktur Distal Femur

Fraktur distal femur melibatkan aspek distal atau metafisis femur. Daerah ini

mencakup 8-15 cm bagian distal femur. Fraktur ini sering melibatkan sendi.3

6

Page 7: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

Sistem klasifikasi AO yang diperbaharui oleh Muller diterima secara luas. Sistem ini

mencakup pembagian fraktur menjadi ekstra-artikular (tipe A), unikondilar (tipe B), dan

bikondilar (tipe C). klasifikasi ini kemudian dibagi lagi menjadi 3 subtipe pada masing-

masing kelompok.derajat keparahan fraktur semakin meningkat dan prognosisnya semakin

buruk sejalan dengan peningkatan tipe dari A ke C, juga 1-3.3

Pasien dengan fraktur distal femur mengalami pembengkakan jaringan lunak sekitar,

kekenyalan, dan deformitas pada daerah bagian distal paha dan lutut. Kulit harus diinspeksi

untuk kemungkinan adanya fraktur terbuka. Meskipun luka arterial di daerah ini jarang

terjadi daripada fraktur proksimal tibia, diperlukan pemeriksaan neurovascular secara cermat.

Hadirnya dan kuatnya denyut nadi kaki dan fungsi dari nervus peroneus communis dan

nervus tibialis posterior harus diperiksa. Penggunaan ultrasonografi Doppler dapat

mengarahkan penilaian sirkulasi pada tungkai. Nervus peroneus lebih dimungkinkan untuk

mengalami luka karena fraktur distal femur daripada nervus tibialis posterior. Nervus

peroneus mungkin rusak karena gaya langsung dari sisi posterolateral lutut (disebabkan oleh

hantaman bemper mobil) atau dari luka peregangan yang mengenai saraf ini saat fraktur

mengalami angulasi dan displacement. Evaluasi ekstremitas bawah terus-menerus sangat

penting saat beberapa hari pertama setelah fraktur sehingga sindrom kompartemen yang

sedang berkembang dapat dideteksi. Tekanan kompartemen harus diukur jika tanda-tanda

klinis dan gejala dari sindrom kompartemen terjadi, meskipun adanya nadi yang utuh. Foto

radiologi posisi AP dan lateral pada ujung distal femur dapat mengungkap fraktur. Dengan

kemungkinan adanya fraktur pada beberapa tulang, radiografi terhadap seluruh tulang dapat

dilakukan, termasuk sendi yang berada di atas atau di bawah titik luka. Demikian, radiografi

seluruh femur, termasuk sendi panggul dan lutut, harus dilakukan ketika pasien dimulai untuk

dievaluasi.6

Differential Diagnosis

Fraktur Corpus Femur

Fraktur corpus femur merupakan fraktur diafisis femur yang tidak melibatkan daerah

articular atau metafisis. Fraktur ini disebabkan oleh trauma berenergi tinggi seperti

kecelakaan bermotor. Fraktur ini sering berhubungan dengan trauma jaringan lunak yang

berat dan pada saat yang bersamaan dapat terjadi luka terbuka.6

7

Page 8: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

Trauma berenergi rendah dan gaya tak langsung juga dapat menyebabkan fraktur pada

manula yang tulangnya osteopenik atau melemah akibat tumor. Cedera tulang patologis

biasanya sebagai akibat gaya puntiran atau spiral dan jarang disertai cedera jaringan lunak.6

Pada pemeriksaan fisik harus dievaluasi dengan teliti keluhan nyeri, parestesia, dan

pembengkakan pada ekstremitas yang sakit, yang terjadi pada 1/3 tengah batang femur.

evaluasi untuk menilai ada-tidaknya neuropati, iskemia, atau hematoma paha yang bertambah

luas.6

Gradasi kekuatan gerakan otot kaki sebagai berikut:

1. dorsofleksi : nervus peroneus profundus

2. plantar fleksi : nerbus tibialis

3. ekstensi ibu jari : nervus peroneus profundus

4. eversi : nervus peroneus superficialis

5. inversi : nervus tibialis

Kekuatan gerakan tersebut mencerminkan fungsi pars tibialis dan pars peroneus n.

ischiadicus.3,6

Lalu, evaluasilah sensasi sebagai berikut:

1. n. peroneus superficialis : dorsum pedis

2. n. peroneus profundus : sela jari kaki digiti I dan II

3. n. suralis : batas lateral kaki

4. n. tibialis : aspek medial kaki-cabang plantar: telapak kaki.

Evaluasi kisaran gerak aktif dan pasif lutut dan sendi panggul. Serta bandingkan

kesegarisan tungkai yang diperbaiki dengan sisi yang sehat.3,6

Pemeriksaan penunjang dilakukan foto rontgen AP dan lateral seluruh femur untuk

melihat daerah mana yang mengalami fraktur.3,5,6

Etiologi & Mekanisme Kerja

Fraktur terjadi ketika kekuatan yang diterima tulang melebihi kekuatan tahanannya.

Pola fraktur berhubungan terhadap kekuatan tulang dan kekuatan yang menyebabkan fraktur.

Individu yang aktif dan muda mempunyai tulang yang kuat. Tulang anak-anak dapat

mengalami plastic deformation dan dapat bengkok tanpa patah. Pada orang tua yang

8

Page 9: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

osteoporosis tentu saja mempunyai tulang yang lemah. Defek tulang fokal dapat melemahkan

tulang secara signifikan sehingga dapat terjadi fraktur patologis. Penyebab fraktur patologi

antara lain tumor, infeksi, atau dysplasia, dapat pula karena kondisi umum yang

menyebabkan kelemahan tulang parah, seperti osteoporosis.2,6

Banyaknya energi yang menghasilkan fraktur dinilai dari anamnesis pasien dan pola

fraktur. Remuk (adanya lebih dari dua fragmen fraktur) mengindikasikan luka berenergi

tinggi yang menghasilkan garis fraktur multiple. Pindahnya dan adanya kerusakan lokal

jaringan lunak juga merefleksikan banyak energi yang terserap. Fraktur spiral terjadi karena

gaya torsional tak langsung. Kerusakan jaringan lunak yang ringan umumnya ada, tetapi

fraktur spiral comminutiva yang parah dapat terjadi karena tenaga yang menyebabkan setiap

fragmen seolah-olah menjadi “misil internal” berkecepatan tinggi, menghasilkan kerusakan

yang signifikan pada jaringan sekitar.2,6

Fraktur distal femur paling sering disebabkan oleh gaya langsung ke sisi anterior atau

lateral paha atau jatuh dari ketinggian. Trauma langsung femur distal dapat terjadi dari

trauma kendaraan, jatuh dengan kaki terfleksi, atau saat aktivitas olahraga. Pada anak-anak

kurang dari 4 tahun, terutama yang kurang dari 1 tahun, berhubungan dengan kekerasan

terhadap anak. Kurangnya penjelasan yang beralasan dari luka tersebut, penundaan mencari

bantuan medis yang tak masuk akal, atau adanya luka tambahan membuat kekerasan terhadap

anak menjadi bukti kuat. Fraktur plastis berbentuk busur pada metafisis distal femur yang

telah digambarkan dapat pula menyerupai subluksasi kongenital lutut. Pada anak yang lebih

tua, fraktur dislokasi atau fraktur stress dapat terjadi. Pasien tersebut yang mengalami nyeri

lokal dan kekenyalan, dan radiografi membuktikan tulang periosteal baru. Kemungkinan dari

fraktur patologis dapat diasumsikan pada pasien ini. Fraktur distal femur juga dilaporkan

berasosiasi dengan beberapa kondisi musculoskeletal, seperti osteogenesis imperfecta, spinal

muscular atrophy, dan hemofilia.2,6

Trauma tak langsung disebabkan karena gaya varus/valgus atau

hiperekstensi/hiperfleksi; menghasilkan kompresi simultan terhadap satu aspek fisis dengan

distraksi ke yang lain. Yang paling khas, patah tulang Salter-Harris tipe 2 merupakan yang

tersering. Luka sekunder pada kelahiran sungsang atau arthrogryposis dapat menyebabkan

fraktur ini.2,6

9

Page 10: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

Epidemiologi

Fraktur distal femur merupakan kejadian fraktur yang jarang terjadi. Data yang telah

diambil dari beberapa laporan menyebutkan bahwa pria lebih sering mengalami fraktur distal

femur, dengan kejadian penyebab fraktur terbanyak adalah jatuh dan kecelakaan lalu lintas.

Dilaporkan pula bahwa orang tua lebih sering mengalami fraktur, mungkin disebabkan

karena proses degeneratif yang menyebabkan berkurangnya BMD orang tua, seperti

osteoporosis. 2/3 dari kasus fraktur merupakan fraktur Salter-Harris tipe 2 dan terjadi pada

remaja.7

Penatalaksanaan

Medika Mentosa

Pasien dengan trauma ganda (termasuk luka pada kepala) membutuhkan analgesik,

dan pemberian ini tidak dapat ditunda oleh alasan apapun yang dapat membingungkan

penilaian pasien. Dalam memberikan analgesik, terdapat tiga faktor yang harus

dipertimbangkan:

1. Kondisi pasien dan apakah ia mempunyai alergi atau sedang berada dalam

pengobatan lain.

2. Rute pemberian obat, yang dapat menentukan kecepatan onset dan durasi aksi

obat tersebut

3. Efek dan efek samping obat tersebut.

Blok anestesi lokal berguna dan sering dilupakan dan dihindari karena risiko yang

terkadang lebih besar daripada efek pengobatannya, seperti depresi pernapasan pada

pemberian opioid. Ketika memberikan analgesik opioid secara sistemik, diharuskan untuk:

memperhatikan titrasi obat bila diberikan intravena, catat dosis dan waktu pemberian,

monitor perkembangan pasien dengan cermat, sediakan nalokson, dan sediakan alat bantu

respirasi.2,8

Banyak opioid yang diabsorbsi lemah secara oral karena harus melewati metabolisme

lintas pertama. Pada pasien trauma sebaiknya diberikan intravena dan dititrasi sampai

menimbulkan efek. Dosis tinggi sering dibutuhkan pada luka yang parah, dan terdapat

variabilitas yang luas dalam kebutuhan dosis setiap pasien- 20-30 mg i.v. morfin yang

10

Page 11: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

dibutuhkan dalam dosis titrasi pada pasien usia muda dan sehat dengan luka parah. Analgesik

opioid yang dapat diberikan antara lain:

1. Morfin

Morfin merupakan opioid yang digunakan secara luas. Dosis permulaan intravena

yang diperbolehkan adalah 2,5-5 mg bergantung pada usia, ukuran dan kondisi

pasien, dengan tambahan 2-5 mg bila dibutukan. Morfin kurang lipofilik daripada

opioid yang lain, dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menembus

sawar darah-otak. Onset dari morfin baru terlihat sekitar 10-15 menit. Lepasnya

histamine sistemik dapat berkontribusi pada hipootensi sedang setelah pemberian

intravena. Pada pasien trauma dengan disfungsi hepar atau ginjal, efeknya

mungkin dapat beragregasi oleh akumulasi morfin atau metabolitnya dalam

pemakaian jangka panjang.2,8

2. Pethidine

Aksi dan efek samping dari pethidine serupa dengan morfin. Pethidine

mempunyai efek kolinergik, yang menyebabkan mulut kering dan takikardia.

Pethidine kurang memberikan efek sedasi dan miosis daripada morfin. 2,8

3. Fentanyl

Fentanyl merupakan opioid sintetik lipofilik. Mempunyai onset yang lebih cepat

daripada morfin ketiak diberikan intravena dan mempunyai aksi yang lebih

singkat. Mempunyai efek samping yang kurang lebih sama dengan morfin, tetapi

fentanyl kurang menyebabkan hipotensi dan tidak menyebabkan pelepasan

histamine. Fentanyl biasanya digunakan dalam konjungsi dengan agen

penginduksi-anestetik untuk membantu mengurangi respons hipertensif intubasi. 2,8

4. Nalbuphine

Nalbuphine merupakan agonis ƙ parsial dan µ antagonis. Dengan dosis lebih dari

30 mg tidak terdapat penambahan efek analgesik dan yang lebih penting, tidak

terdapat penambahan efek depresi pernapasan. 2,8

5. Kodein

Kodein merupakan opioid lemah yang lebih baik diserap secara oral daripada

morfin. Sekitar 10-20% kodein dimetabolisme menjadi morfin. Kurang

menyebabkan sedasi daripada morfin, dan mempunyai efek minimal pada respons

pupil.2,8

11

Page 12: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

6. Tramadol

Tramadol merupakan agonis µ yang juga menginhibisi reuptake noradrenalin dan

serotonin pada spina chordalis. Dosis harian maksimum yang dianjurkan adalah

400 mg.2,8

Efek samping dari opioid antara lain depresi pusat pernapasan, mual, muntah, pusing,

gangguan mental (kesedihan, cemas, marah), disforia, pruritus, konstipasi, peningkatan

tekanan dalam saluran empedu, retensi urin dan hipotensi.6

Nalokson harus disediakan ketika opioid sedang digunakan. Jika nalokson diberikan

pada pasien yang secara mental tidak sadar karena overdosis opiate, respons nalokson tidak

akan terlihat kecuali diberikan dosis yang cukup besar. Dosis 2 mg atau lebih diperlukan pada

dewasa. Dosis bolus harus diberikan secara hati-hati, karena pelepasan opioid dapat

menghasilkan nyeri yang parah, hipertensi dan kejang. Jika diberikan untuk mengatasi efek

kelebihan obat, dosis 0,1-0,2 mg cukup adekuat, dan ideal untuk membalikkan kondisi dari

depresi pernapasan dan sedasi hebat tanpa mempengaruhi efek analgesik. Efek baru terlihat

saat 2-3 menit, dan durasi kerjanya 20-30 menit. Pasien sebelumnya harus diobservasi secara

saksama, mengingat efek opioid akan terjadi lagi bila efek nalokson telah habis, dan

pengulangan dosis atau infus mungkin diperlukan.2,6

Mual dan muntah merupakan efek samping umum dari opioid, dan antiemetic yang

dapat diberikan dengan opioid antara lain:2

Prochloperazine; 12,5 mg; i.m.

Cyclizine; 50 mg; i.v. atau i.m.

Metoclopramide; 10 mg; i.v. atau i.m.

Ondansetron; 4-8 mg; i.v. atau i.m.

Ketamine merupakan analgesik dan agen anestesi yang berguna, terutama dalam

departemen kegawatdaruratan. Menghasilkan keadaan dimana pasien dapat berbicara dan

bergerak, dan tetap membuka mata mereka, tetapi tak dapat mengingat kejadian tersebut.

Dalam dosis subanestetik, ketamine merupakan analgesik kuat dan dapat menyebabkan

stimulasi simpatetik yang menghasilkan takikardia dan hipertensi. Dengan pasien yang

hipovolemik, keadaan ini sangat membantu, mengingat ketamine tidak dapt menyebabkan

hipotensi seperti agen anestesi lain. Tetapi, ketamine mempunyai efek depresan miokardial

langsung, dan dapat menimbulkan hipotensi pada pasien yang syok hebat dan telah

dirangsang saraf simpatetiknya secara maksimal. Ketamine dapat pula mengakibatkan

hipotensi pada trauma berat saraf tulang belakang. Respirasi spontan biasanya dijaga oleh

12

Page 13: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

ketamine, meskipun depresi pernapasan dapat terjadi. Ketamine menambah tonus otot pada

rahang bawah dan faring, sehingga reflex jalan nafas dapat terjadi dan ketamine mempunyai

efek bronkodilator. Secara umum, ketamine menyebabkan peningkatan aliran darah otak

yang menghasilkan penambahan tekanan intracranial pada pasien dengan trauma kepala, dan

menambah konsumsi oksigen otak. Pasien yang telah sadar dari efek ketamine mengalami

halusinasi, yang dapat dicegah dengan benzodiazepine dan biarkan pasien beristirahat dalam

ruangan yang tenang dan gelap. Untuk efek analgesik dibutuhkan 0,25-0,5 mg/kgBB i.v.2,6

Non medika mentosa

Gaya yang dihasilkan otot pada fragmen distal dapat mengakibatkan masalah dalam

mendapatkan dan mempertahankan kesegarisan yang tetap dari fraktur distal femur. Secara

umum, fragmen distal berpindah ke arah posterior, sering dengan adanya fleksi, karena

tarikan dari caput m. gastrocnemius. Jika garis fraktur berada pada proksimal insertion distal

m.adductor magnus, fragmen distal dapat pula mengalami angulasi menjadi posis varus.

Pilihan penanganan dari luka ini termasuk traksi diikuti dengan pembalutan hemi spica,

aplikasi cast brace, fiksasi eksternal, fiksasi pin perkutaneus diikuti dengan balutan tungkai,

ORIF, dan submuscular bridge plating.2,9

Osteosintesis dari fraktur distal femur telah menjadi tantangan tersendiri bagi para

praktisi karena tingkat risiko yang tinggi. Problem khas yang terdapat pada fraktur ini adalah

hilangnya fiksasi pada pada fragmen femur distal, terutama pada tulang yang mengalami

osteoporosis, oleh karena penggunaan implant konvensional, seperti condylar buttress plate.

Kedua plate osteosintesis konvensional bersamaan dengan prosedur intramedullary nailing

telah dihubungkan dengan tingginya tingkat hilangnya reduksi, malunion, nonunion, dan

infeksi secara primer dan sekunder. Temuan terbaru menunjukkan pendekatan biologis

dengan teknik invasive minimal yang berkaitan dengan perkembangan implant angular-

stable yang memungkinkan penempatan perkutaneus pada locking head screw yang

menghasilkan perkembangan yang baik. Termasuk didalamnya menambah tingkat penyatuan

tulang tanpa perlu adanya penambahan donor tulang dan mengurangi tingkat infeksi dan

menghilangkan reduksi oleh karena penggunaan teknik minimal-invasive atau less-invasive

locked plating atau retrograde intramedullary nails.9

Secara umum telah disetujui prinsip penaganan fraktur artikuler termasuk reduksi

anatomis dan fiksasi permukaan sendi, dengan fiksasi yang cukup stabil yang memungkinkan

pergerakan sendi aktif dan/atau pasif, dan penundaan penahanan berat sapai permukaan sendi

13

Page 14: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

telah sembuh dan fraktur telah membaik. Implant klasik yang ditemukan oleh Maurice Muller

merupakan condylar blade plate yang menyediakan stabilitas yang cukup untuk

penyembuhan fraktur distal femur. Namun, pemasangan condylar blade plate merupakan

teknik yang sangat rumit sehingga akan gagal bila tidak dipasang dengan benar.9

Fraktur intraartikular parsial pada condylus femoralis biasanya ditangani dengan

teknik open reduction and internal fixation (ORIF), agar tercapai reduksi anatomis dari

fraktur pada permukaan sendi. Pada penggunaan teknik fiksasi retrograde intramedullary

nail, nail dimasukkan secara minimal-invasive melalui sendi lutut, melewati fossa

intercondylaris pada distal femur, dan melewati tempat fraktur. Fraktur pada permukaan

sendi harus direduksi dan difiksasi terlebih dahulu, dengan maksud untuk menghindari

dislokasi atau interferensi perkakas operasi saat nail dimasukkan dan dimasukkan locking

screw proksimal dan distal.9

Pada pengaplikasian traksi dan balutan, traksi digunakan pada ekstremitas bawah

untuk memperoleh reduksi tetap dari fraktur sampai kalus terbentuk agar kesegarisan dapat

dipertahankan secara aman pada gips hemi spica. Pada anak-anak, traksi kulit dapat

digunakan pada bagian bawah tungkai, tetapi traksi pin tulang lebih dipilih pada anak-anak

lebih dari 3 tahun.9

Traksi tulang dapat dilakukan melalui bagian proksimal tibia atau bagian distal femur.

Pin traksi tulang yang berupa K-wire atau pin Steinmann digunakan secara aseptik saat

anestesi lokal atau umum. Bila tibia proksimal yang dipilih, pin harus dimasukkan dengan

arah lateral ke medial untuk meminimalisasi luka nervus peroneus. Jika dipilih distal femur,

pin harus dimasukkan secara medial ke lateral untuk mengurangi risiko luka arteri femoralis

pada bagian kanalis adduktorius. Karena terdapat gaya otot yang khas, traksi tunggal tidak

dapat menahan kesegarisan secara adekuat. Traksi pin-berganda biasanya sering digunakan.

Pin tibia proksimal dapat digunakan untuk traksi longitudinal, tetapi perlu pula dimasukkan

pin kedua ke dalam distal femur untuk menyediakan gaya ke anterior untuk mendapatkan

posisi lateral yang diinginkan. Sama pula jika fragmen distal femur cukup panjang, dua pin

dapat dimasukkan pada fragmen femur proksimal. Meskipun traksi dua pin dapat

menyediakan kontrol bidang sagittal yang memuaskan, perlunya mempertahankan sendi

panggul dan lutut tetap dapat fleksi pada traksi 90/90 membuat kesukaran dalam menetukan

secara akurat apakah posisi varus atau valgus yang terjadi. Jika kalus pertama telah terbentuk

dan kesegarisan bidang agital memuaskan, lutut dapat diluruskan secara perlahan; foto lateral

14

Page 15: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

dapat diambil untuk memastikan kesegarisan bidang sagittal terjaga. Dengan lutut yang

berada pada posisi lebih ekstensif, posisi varus atau valgus dapat dikoreksi ketika gip hemi

spica digunakan, saat kalus masih lunak.9

Durasi imobilisasi beragam bergantung pada umur pasien; semakin muda umur pasien

semakin cepat penyembuhannya. Setelah pelepasan balutan, rehabilitasi dimulai untuk

menguatkan m. quadriceps femoris dan hamstring. Penahanan berat badan dapat ditoleransi,

tetapi alat penyokong diperlukan untuk menjaga sampai gerakan lutut dan kekuatan otot paha

adekuat. Diperbolehkan untuk kembali ke aktivitas regular setelah m. quadriceps femoris

telah kembali kuat dan pergerakan penuh dari sendi lutut tercapai.9

Cast brace dapat digunakan setelah periode permulaan traksi pada remaja dengan

fraktur yang tidak mempunyai angulasi eksesif posterior. Penggunaan cast brace dapat

memberikan kesempatan untuk ambulasi lebih cepat dan menghindari kekakuan sendi lutut

dan atrofi otot yang terjadi pada imobilisasi hemi spica.9

Pada teknik yang dijelaskan oleh Gross dan kawan-kawan, pin Steinmaan besar

dimasukkan ke dalam ujung distal femur dengan pasien berada dalam keadaan anestesi

umum. Pin harus dilapisi dengan cast padding, dan cylinder cast dimasukkan dengan hati-hati

pada tempat fraktur untuk menghindari angulasi varus. Bila radiografi menunjukkan reduksi

telah tercapai, plaster elliptical dilepas dari bagian posterior lutut.9

Secara umum, cast braces untuk penanganan fraktur femur telah jarang digunakan.

Meskipun metode lain lebih canggih daripada metode cast brace, beberapa praktisi masih

menganggap metode ini lebih baik untuk fraktur distal femur. 9

Prognosis

Prognosis dari fraktur distal femur bergantung terhadap penanganan yang dilakukan

serta tipe fraktur yang dialami. Jika penaganan dilakukan segera secara tepat, maka tingkat

kesembuhan akan besar. Risiko terjadinya sindrom kompartemen dapat diatasi dengan

melakukan tinjauan terus-menerus pada pasien setelah penanganan trauma diberikan. Secara

umum, dengan penanganan yang tepat prognosis dari fraktur ini baik.2,9,10

15

Page 16: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

Komplikasi

Komplikasi umumnya terjadi pada fraktur distal femur adalah delayed-union,

malunion, nonunion, luka pada pembuluh popliteal dan nervus perineus communis, kaku

lutut, vena thrombosis dalam, infeksi, kegagalan implant, dan lain-lain.2,9,10

Diagnosis nonunion dibuat ketika terjadi kegagalan dalam penyembuhan komplit

dalam waktu enam sampai sembilan bulan diikuti dengan pengobatan fraktur definitif.

Fraktur mempunyai perbedaan perkiraan waktu penyembuhan bergantung pada tempat dan

tipe fraktur. Fraktur femur lebih cepat sembuh daripada fraktur tibia. Nonunion menjadi lebih

rumit jika terdapat kehilangan tulang (bone loss), malalignment yang signifikan, atau infeksi.

Terapi untuk memperoleh kesatuan kembali tulang-tulang membutuhkan waktu dua sampai 5

tahun dan banyak tindakan operasi.2,9,10

Nonunion digolongkan menjadi bersifat hipertrofi, normotrofi, dan atrofi. Perbedaan

ini kritikal karena mendeskripsikan penyebab pokok dari nonunion dan pemilihan

penanganan yang tepat. Nonunion hipertrofi merupakan fraktur yang telah gagal sembuh

karena adanya suplai darah lokal yang baik dan pembentukan kalus yang nyata. Stabilisasi

mekanik sendiri biasanya dapat menggabungkan tulang-tulang tersebut dalam situasi tersebut.

Nonunion normotrofik menunjukkan pembentukan kalus minimal tetapi tanpa resorpsi

tulang. Kondisi ini memerlukan stabilisasi mekanik dan lokal autogenous bone graft.

Nonunion atrofik menunjukkan sedikit atau tidak adanya pembentukan kalus dan terdapat

resopsi tulang lokal. Nonunion atrofik mempunyai suplai darah lokal yang kurang dan akan

membutuhkan stabilisasi mekanik rigid, bone graft lokal, dan dalam banyak kasus reseksi

tulang yang mati dan dilapisis penutup. Jika reseksi tulang signifikan, distraksi osteogenesis

dengan cincin atau fiksator transport eksternal monolateral (monolateral transport external

fixator) akan dibutuhkan. Jika deformitas masih ada dengan fraktur nonunion, kedua problem

harus ditangani secara simultan, jika memungkinkan.2,9,10

Malunion meliputi pemendekan (shortening), angulasi, dan/atau malrotasi yang

mengikuti fraktur. Ketika jumlah shortening dapat ditoleransi dengan baik, shortening lebih

dari 2 cm membutuhkan sepatu yang dimodifikasi untuk menyamai panjang kaki.

Pemanjangan tungkai elektif, pemendekan ekstremitas kontralateral, bahkan amputasi

merupakan alternative operasi untuk mendapatkan panjang kaki yang sama. Bermacam

teknik tersedia menggunakan fiksator eksternal atau specialized lengthening intramedullary

nails untuk memperoleh panjang tungkai yang sesuai.2,9,10

16

Page 17: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

Deformitas angular dan rotasional dapat ditoleransi lebih baik pada femur daripada

tibia. Deformitas varus atau valgus mungkin tidak dapat diterima secara kosmetik dan dapat

menyebabkan gejala pada lutut dan pergelangan kaki yang harus dilakukan osteotomy

korektif. Deformitas signifikan dapat juga menjadi osteoarthritis progresif dari pengisian

asimetrik sendi.2,9,10

Penutup

Fraktur distal femur merupakan fraktur yang terjadi pada sepertiga distal femur.

Tanda-tanda dari fraktur distal femur adalah nyeri pada sepertiga distal femur diikuti dengan

kekakuan. Analgesik opioid diberikan pada pasien fraktur untuk mengurangi rasa sakit yang

tak tertahankan. Prognosis bergantung pada tipe fraktur dan penaganan yang tepat dari fraktur

tersebut. Komplikasi dari fraktur femur adalah malunion, naonunion, dan deformitas angular.

Daftar Pustaka

1. Santoso M. Peemriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan

Diabetes Indonesia; 2004. h. 2-3

2. Greaves I, Porter K, Garner J. editor. Trauma care manual. CRC Press. 2008. p.

237-45

3. Mahode AA, Halim MJ, Bourman V, et al. editor. Terapi dan rehabilitasi medik.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. h. 290-321

4. Dwijayanthi L, Novrianti A, Karolina S. editor. Buku ajar pemeriksaan fisik dan

riwayat kesehatan bates. Ed. 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h.

487-526

5. Rasad S. Radiologi diagnostic. Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2005. h. 31-61

6. Rockwood CA, Green DP. Rockwood & green’s fracture in adults. USA:

Lippincot Williams & Wilkins. 2010. p. 201-15

7. Ebnezar J. Textbook of orthopedics. 4th ed. India: Jaypee Brothers Medical

Publishers. 2010. P. 236-8

8. Gutstein HB, Akil H. Analgesik Opioid. Dalam: Tim Alih Bahasa Sekolah

Farmasi ITB. Translator. Goodman & gilman dasar farmakologi terapi. ed. 10.

vol. 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. h. 553-95

9. Egol KA, Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of fracture. USA: Lippincott

William Wilkins. 2010. P. 200-15.

17

Page 18: PBL Blok 14 Muskuloskeletal 2

10. Feliciano DV, Mattox KL, Moore EE. Editors. Trauma. 6th ed. USA: The

Mcgraww-Hill Companies. 2008. p. 907-36

18