laporan indeks glikemik

44
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Situasi kesehatan manusia belakangan ini semakin memburuk. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor dan diantaranya pola konsumsi makan seseorang. Pola konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan buruknya status kesehatan individu. Pola makan sehat dapat diperoleh dengan makan yang teratur dan makanan yang dikonsumsi mengandung komposisi zat gizi yang seimbang. Komposisi makanan yang baik harus mengandung makronutrien seperti lemak, karbohidrat, protein, vitamin, kalsium, dan zat besi dalamjumlah seimbang dan sesuai. Beberapa penyakit yang disebabkan karena pola makan yang tidak teratur menimbulkan penyakit kronis (chronic non communicable diseases) seperti obesitas, diabetes mellitus, penyakit kardio vaskuler, hipertensi dan stroke, serta beberapa tipe kanker. Angka prevalensi dari penyakit kronis tersebut menunjukkan peningkatan yang sangat mengkhawatirkan dengan prediksi peningkatan sebesar 57% hingga tahun 2020. Berbagai cara telah dilakukan oleh produsen makanan dan pihak kesehatan untuk menekan laju pertumbuhan kesehatan yang buruk ini. Salah satunya yaitu dengan menghitung kadar indeks glikemis suatu bahan pangan. Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. indeks pangan menggunakan indeks glikemik (IG) glukosa murni sebagai perbandingannya (IG gluksoa murni adalah 100) (Rimbawan & Siagiaan 2004).

Upload: nikennyaachyank

Post on 04-Jan-2016

212 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

laporan IG

TRANSCRIPT

Page 1: laporan indeks glikemik

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Situasi kesehatan manusia belakangan ini semakin memburuk. Hal

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor dan diantaranya pola konsumsi makan

seseorang. Pola konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang dapat

menyebabkan buruknya status kesehatan individu. Pola makan sehat dapat

diperoleh dengan makan yang teratur dan makanan yang dikonsumsi

mengandung komposisi zat gizi yang seimbang. Komposisi makanan yang baik

harus mengandung makronutrien seperti lemak, karbohidrat, protein, vitamin,

kalsium, dan zat besi dalamjumlah seimbang dan sesuai. Beberapa penyakit

yang disebabkan karena pola makan yang tidak teratur menimbulkan penyakit

kronis (chronic non communicable diseases) seperti obesitas, diabetes mellitus,

penyakit kardio vaskuler, hipertensi dan stroke, serta beberapa tipe kanker.

Angka prevalensi dari penyakit kronis tersebut menunjukkan peningkatan yang

sangat mengkhawatirkan dengan prediksi peningkatan sebesar 57% hingga

tahun 2020. Berbagai cara telah dilakukan oleh produsen makanan dan pihak

kesehatan untuk menekan laju pertumbuhan kesehatan yang buruk ini. Salah

satunya yaitu dengan menghitung kadar indeks glikemis suatu bahan pangan.

Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya

terhadap kadar gula darah. indeks pangan menggunakan indeks glikemik (IG)

glukosa murni sebagai perbandingannya (IG gluksoa murni adalah 100)

(Rimbawan & Siagiaan 2004). menurut miller (1997) berdasarkan respon

glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu pangan ber-IG

rendah (IG<55), sedang (IG 55-70) dan tinggi (IG >70).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai Indeks Glikemik pada pangan

antara lain : cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel),

perbandingan amilosa dan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotic,

kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar zat-zat anti gizi pangan

(Rimbawan & Siagiaan, 2004).

Oleh karena itu pada praktikum ini akan menghitung kadar indeks glikemiks

beberapa bahan pangan, sehingga mengetahui cara pengukuran IG dan nilai

indeks glikenik pada pangan yang memiliki Indeks Glikemik rendah, sedang,

maupun tinggi.

Page 2: laporan indeks glikemik

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini, yaiitu:

1. Untuk mengetahui cara pengukuran Indeks Glikemik pada berbagai jenis

bahan pangan.

2. Untuk mengetahui respon bahan pangan yang dikonsumsi terhadap

peningkatan Kadar Glukosa dalam tubuh.

Page 3: laporan indeks glikemik

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indeks Glikemik

Indeks glikemik ditemukan pada awal tahun 1981 oleh Dr David Jenkins,

seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu

menentukan penanganan yang paling baik bagi penderita DM. Pada masa itu

diet pada penderita DM didasarkan pada system porsi karbohidrat. Konsep ini

menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh

yang sama pada kadar gula darah.Karbohidrat dalam pangan yang dipecah

dengan cepat selama pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi. Respon gula

darah terhadap jenis pangan (karbohidrat) ini cepat dan tinggi. Sebaliknya

karbohidrat yang dipecah dengan lambat memiliki indeks glikemik rendah

sehingga melepaskan glukosa kedalam darah.

Pengaruh konsumsi pangan terhadap kadar glukosadarah selama periode

tertentu disebut respons glikemik. Jenkins et al. (1981) pertama kali

memperkenalkan konsep indeks glikemik (IG) dengan mengelompokan bahan

pangan berdasarkan efek fisiologisnya terhadap kadar glukosa darah setelah

pangan dikonsumsi. Bahanpangan dicerna dengan kecepatan berbeda-beda,

sehingga respons kadar glukosa darah juga berbeda. IG dapat memberikan

petunjuk kepada efek fali makanan terhadap kadar glukosa darah dan respons

insulin serta cara yang mudah dan efektif untuk mengendalikanfluktuasi glukosa

darah. Secara umum, pangan yang menaikan kadar glukosa darah dengan cepat

memilki IG tinggi, sedangkan pangan yang menaikan kadar gula darah dengan

lambat memilki IG rendah (Ragnhild et al.2004; Rimbawan dan Siagian 2004;

Atkinson et al. 2008).

Menurut Rimbawan 2004 dalam Bawal 2010, indeks glikemik adalah

tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Dengan kata lain

indeks glikemik adalah respon glukosa darah terhadap makanan dibandingkan

dengan respon glukosa darah terhadap glukosa murni. Indeks glikemik berguna

untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan

yang dikonsumsi. Indeks glikemik bahan makanan berbeda-beda tergantung

pada fisiologi, bukan pada kandungan bahan makanan.

Page 4: laporan indeks glikemik

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik

Faktor-faktor yang memengaruhi IG pada pangan antara lain adalah

kadar serat, perbandingan amilosa dan amilopektin (Rimbawan dan Siagian

2004), daya cerna pati, kadar lemak dan protein, dan cara pengolahan, kadar

gula dan daya osmotic, kadar anti gizi pangan (Ragnhild et al. 2004). Masing-

masing komponen bahan pangan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh

hingga menghasilkan respons glikemik tertentu (Widowati 2007).

1) Kadar serat pangan

Serat pangan merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman

seperti pada buah-buahan, sayuran, serealia, dan aneka umbi. Komponen serat

pangan meliputi polisakarida yang tidak dapat dicerna, seperti selulosa,

hemiselulosa, oligosakarida, pektin, gum, dan waxes (Englyst dan Cummings

1985; Sardesai 2003; Astawan dan Wresdiyati 2004; Marsono 2004). Hasil-hasil

penelitian sebelumnya menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara

kadar serat pangan dengan nilai IG pangan tersebut. Secara umum, buah-

buahan yang mengandung kadar serat pangan tinggi memilki nilai IG yang

rendah. Keberadan serat pangan dapat memengaruhi kadar glukosa darah

(Fernandes et al. 2005). Secara umum, kandungan serat pangan yang tinggi

berkontribusi padanilai IG yang rendah (Trinidad et al. 2010). Dalam bentuk utuh,

serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernan. Serat dapat

memperlambat laju makanan saluran pencernan dan menghambat aktivitas

enzim sehingga proses pencernan khususnya pati menjadi lambat dan respons

glukosa darah pun akan lebih rendah.Dengan demikian IG-nya cenderung lebih

rendah.

2) Perbandingan amilosa dan amilopektin

Granula pati terdiri atas dua fraksi, yakni amilosa dan amilopektin yang

keduanya dapat dipisahkan dengan air panas. Amilosa disebut fraksi terlarut,

sedangkan amilopektin sebagai fraksi tidak larut. Amilosa merupakan polimer

rantai lurus glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4)-glikosidik. Amilopektin

merupakan polimer gula sederhana, bercabang, dan struktur terbuka (BeMiler

dan Whistler, 1996). Amilopektin pada dasarnya mirip amilosa, namun memilki

katan α-(1,6)-glikosidik pada titik percabanganya. Amilopektin bersifat lebih rapuh

(amorphous) dibanding amilosa yang struktur kristalnya cukup dominan.

Page 5: laporan indeks glikemik

Kandungan amilosa yang lebih tinggi menyebabkan pencernan menjadi

lebih lambat karena amilosa merupakan polimer glukosa yang memilki struktur

tidak bercabang (struktur lebih kristal dengan ikatan hidrogen yang lebih

ekstensif). Amilosa juga mempunyai katan hidrogen yang lebih kuat

dibandingkan dengan amilopektin, sehingga lebih sukar dihidrolisis oleh enzim-

enzim pencernan (Behal dan Halfrisch 202). Struktur yang tidak bercabang ini

membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan akibatnya

sulit dicerna (Rimbawan dan Siagian 2004). Selain itu,amilosa mudah bergabung

dan mengkristal sehingga mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit

untuk dicerna (Meyer, 1973).

Amilosa sangat berperan pada proses gelatinisasi dan lebih menentukan

karakteristik pasta pati. Kadar amilosa yang tinggi memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap perubahan kekuatan ikatan hidrogen sehingga pati

membutuhkan energi yang lebih besar untuk gelatinisasi. Berbagai hasil

penelitan menunjukkan bahwa pangan yang memilki proporsi amilosa lebih tinggi

dibanding amilopektin memilki nilai IG yang lebih rendah begitu juga sebaliknya.

3) Daya cerna pati

Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk

dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit unit yang lebih sederhana

(Mercier dan Colona 198). Enzim pemecah pati dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu endo-amilase dan ekso-amilase. Enzim alfa-amilase termasuk ke

dalam golongan endo-amilase yang bekerja memutus ikatan di dalam molekul

amilosa dan amilopektin (Tjokroadikoesoemo, 1986).

Proses pencernan pati dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan

faktor ekstrinsik (Tharanthan dan Mahadevamma, 2003). Faktor intrinsik

menyebabkan pati dicerna pada usus halus. Faktor intrinsik berkaitan erat

dengan sifat alami pati, seperti ukuran granula, keberadanya pada matrik

pangan, serta jumlah dan ukuran pori pada permukan pati. Ukuran granula pati

berkaitan dengan luas penampang permukaan totalnya. Semakin kecil ukuran

granula pati, semakin besar luas permukan total granula pati tersebut. Dengan

luas permukan yang lebih besar, enzim pemecah pati memiliki area yang lebih

luas untuk menghidrolisis pati menjadi glukosa. Semakin mudah enzim bekerja,

semakin cepat pencernan dan penyerapan karbohidrat pati.

Page 6: laporan indeks glikemik

Dhital et al. (2010), melaporkan terdapat korelasi negatif antara ukuran

granula pati dengan koefisien laju pencernan. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa proses hidrolisis pati terjadi melalui mekanisme difusi terkendali (difusion-

controled) atau permukan terkendali (surface-controled). Dengan kata lain, luas

permukan granula pati berperan dalam mengendalikan laju pencernan. Oleh

karena itu, jika ukuran granula patikecil, maka pati tersebut diduga akan

memberikan nilai IG tinggi. Argasasmita (2008) dan Hasan et al. (2001) yang

menunjukan bahwa pangan dengan daya cerna pati tinggi menghasilkan nilai IG

yang tinggi.

4) Kadar lemak dan protein

Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang lebihefektif daripada

karbohidrat dan protein. Satu gram lemakmenghasilkan 9 kal energi, sedangkan

karbohidrat danprotein hanya menghasilkan energi 4 kal. Protein adalahsumber

asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H,O, dan N. Fungsi utama

protein adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan

yang telah ada. Protein juga berfungsi sebagai zat pengatur proses metabolisme

tubuh. Pangan dengan kadar lemak yang tinggi cenderung memperlambat laju

pengosongan lambung, sehingga laju pencernaan makanan pada usus halus

juga lambat. Sementara itu, kadar protein yang tinggi diduga merangsang sekresi

insulin (Jenkins et al. 1981) sehingga glukosa dalam darah tidak berlebih dan

terkendali. Oleh karena itu, pangan dengan kandungan lemak dan protein tinggi

cenderung memilki IG lebih rendah dibandingkan dengan pangan sejenis yang

berkadar lemak dan proteinrendah (Jenkins et al. 1981; Rimbawan dan Siagian

2004). Oku et al. (2010), menyatakan bahwa pangan dengan IG rendah dapat

menghasilkan banyak energi jika mengandung banyak lemak dan protein.

Namun, pangan berlemak harus dikonsumsi secara bijaksana. Total konsumsi

lemak tidakboleh melebihi 30% dari total energi dan total konsumsi lemak jenuh

tidak melebihi 10% dari total energi (Nisviaty, 2006).

5) Cara pengolahan

Salah satu faktor yang memengaruhi nilai IG suatu produk pangan adalah

cara pengolahan, seperti pemanasan (pengukusan, perebusan, pengorengan)

dan penggilingan (penepungan) untuk memperkecil ukuran partikel. Cara

pengolahan dapat mengubah sifat fisikokimia suatu bahan pangan seperti kadar

lemak dan protein, daya cerna, serta ukuran pati maupun zat gizi lainnya.

Page 7: laporan indeks glikemik

Pemanasan pati dengan air berlebihan mengakibatkan pati mengalami

gelatinisasi dan perubahan struktur. Pemanasan kembali dan pendinginan pati

yang telah mengalami gelatinisasi juga mengubah struktur pati lebih lanjut yang

mengarah pada terbentuknya kristal baruyang tidak larut, berupa pati

teretrogradasi, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan nilai IG (Haliza et

al., 2006).

Proses penggilingan menyebabkan struktur pangan menjadi halus

sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan diserap. Pangan yang mudah

cerna dan diserap menaikan kadar gula darah dengan cepat. Penumpukan dan

penggilingan biji-bijian memperkecil ukuran partikel sehingga mudah menyerap

air menurut Liljeberg dalam buku Indeks Glikemik Pangan, makin kecil ukuran

partikel maka IG pangan makin tinggi. Butiran utuh serealia, seperti gandum

menghasilkan glukosa dan insulin yang rendah. Namun ketika biji-bijian digiling

sebelum direbus, respon glokusa dan insulin mengalami peningkatan yang

bermakna (Rimbawan dan Siagian, 2004).

6) Kadar gula dan daya osmotic

Pengaruh gula secara alami terdapat didalam pangan dalam berbagai porsi

terhadap respon gula darah sangat sulit diprediksi. Hal ini dikarenakan

pengosongan lambung diperlambat oleh peningkatan konsumsi gula apapun

strukturnya (Sarwono, 2002).

7) Kadar anti gizi pangan

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) beberapa pangan secara alamiah

mengandung zat yang dapat menyebabkan keracunan bila jumlahnya besar. Zat

tersebut dinamakan zat anti gizi. Beberapa zat anti gizi tetap aktif walaupun

sudah melalui proses pemasakan. Zat anti gizi pada biji-bijian dapat

memperlambat pencernaan karbohidrat didalam usus halus. Akibatnya IG

pangan menurun.

2.3 Jenis-Jenis Indeks Glikemik

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), menyatakan nilai IG dapat

diartikan secara intuitif sebagai persentase pada skala mutlak dan biasanya

dikategorikan sebagai berikut:

1. IG rendah, rentang IG <55 menaikkan kadar glukosa darah dengan lambat

memilki IG rendah diantaranya sayur-sayuran.

Page 8: laporan indeks glikemik

2. IG sedang, rentang IG 55 – 70 diantaranya : beras merah, nasi putih, es krim,

kismis, gula meja, nanas, roti putih, dan lain-lain

3. IG tinggi, rentang IG > 70 pangan yang menaikan kadar glukosa darah dengan

cepat memilki IG tinggi, diantaranya : wortel, semangka, madu, rice instant,

corn flakes, dan lain-lain (Bawal, 2010). Pangan IG tinggi kebanyakan memiliki

kandungan karbohidrat, pati dan atau glukosa tinggi, kadar serat rendah, lewat

matang (oveeripened) pada buah-buahan, lewat masak (overcooked) pada

makanan, dan bertekstur halus.

Jenis-jenis makanan dengan indeks glikemik rendah (55 atau kurang)

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Makanan dengan IG rendah

No. Makanan IG1. Dipanggang dan kacang asin 142. Rendah lemak yogurt dg pemanis 143. Ceri 224. Jeruk bali 255. Beras Belanda 256. Red lentil 267. Seluruh susu 278. Aprikot 319. Mentega kacang 3110. Fettucine pasta 3211. Susu skim 3212. Rendah lemak yoghurt buah 3313. Wholemeal spaghetti 3714. Apel 3815. Pir 3816. Sup tomat, kalengan 3817. Jus apel, tanpa pemanis 4018. Mie 4019. Spaghetti putih 4120. Bran semuanya 4221. Kacang polong chick, kaleng 4222. Persik 4223. Bubur yang dibuat dengan air 4224. Sup lentil 4425. Jeruk 4426. Makaroni 4527. Anggur hijau 4628. Jus Jeruk 4629. Kacang Polong 4830. Panggang kacang dlm saus tomat 4831. Wortel, rebus 4932. Coklat susu 49

Page 9: laporan indeks glikemik

33. Buah kiwi 5234. Stoneground roti gandum 5335. Keripik 5436. Pisang 5537. Baku oatbran 5538. Jagung manis 55

Jenis-jenis makanan dengan indeks glikemik sedang (56-69) dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Makanan dengan IG Sedang

No. Makanan IG1. Muesli, non panggang 562. Kentang rebus 563. Sultana 564. Roti Pitta 575. Beras Basmati 586. Madu 587. Biskuit yg mudah dicerna 598. Keju dan pizza tomat 609. Es krim 6110. Kentang baru 6211. Coca cola 6313. sirup 6414. Kismis 6415. Biskuit shortbread 6416. Couscous 6517. Roti gandum hitam 6518. Nanas, segar 6619. Melon melon 6720. Croissant 6721. Gandum giling 6722. Mars bar 6823. Ryvita 6924. Crumpet panggang 6925. Weetabix 6926. Roti gandum 69

Jenis-jenis makanan dengan indeks glikemik tinggi (70 atau lebih) dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Makanan dengan IG tinggi

No. Makanan IG1. Kentang tumbuk 702. Roti tawar 703. Semangka 724. Swede 725. Bagel 726. Branflakes 747. Cheerios 748. Kentang goreng 75

Page 10: laporan indeks glikemik

9. Coco Pops 7710. Jelly kacang 8011. Kue beras 8212. Rice Krispies 8213. Cornflakes 8414. Jaket kentang 8515. Gandum puffed ]8916. Baguette 9517. Parsnip direbus 9718. Nasi putih, dikukus 98

2.4 Metode Uji Indeks Glikemik

Sampel yang digunakan yaitu sampel yang mengandung 50 gr karbohidrat

tersedia (AC) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh

kecuali minum air selama semalam (sekitar pukul 20.00 sampai pukul 08.00 pagi

pada esok harinya). Relawan yang digunakan adalah individu sehat, tidak

menderita diabetes, dan memiliki IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan kisaran

normal (18-25). Relawan yang digunakan berjumlah 8 orang (4 pria dan 4

wanita). Selama dua jam pasca pemberian sampel darah sebanyak 50 µl (finger-

prick capillary blood sample method) diambil setiap 30 menit selama 2 jam untuk

diukur kadar glukosanya (pengukuran menit ke-0, ke-30, ke-60 ke 90 dan ke

120). Pada waktu berlainan yaitu 3 hari, hal yang sama dilakukan dengan

memberikan roti tawar sebanyak 50g AC (sebagai pangan acuan) kepada

relawan (Miller, Powel, and Colagiuri, 1996).

Kadar glukosa darah pada setiap waktu pengambilan sampel ditebar pada

dua sumbu (X) dan sumbu gula darah pada sumbu (Y). Indeks glisemik

ditentukan dengan membandingkan luas daerah bawah dikurva (AUC). Antara

pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan (roti tawar). AUC yang

digunakan menggunakan kaidah incremental AUC dimana nilai respon glukosa

yang digunakan tidak lebih nol (Guyton, 2001).

2.5 Penerapan Indeks Glikemik

Sebuah makanan yang mengandung IG rendah akan melepaskan glukosa

lebih lambat dan mantap. Sebuah makanan IG tinggi menyebabkan kenaikan

lebih cepat kadar glukosa darah dan cocok untuk pemulihan energi setelah

latihan ketahanan atau untuk seseorang mengalami hipoglikemia. Konsumsi

pangan dengan nilai IG rendah diyakini memiliki keuntungan dibandingkan

Page 11: laporan indeks glikemik

dengan IG tinggi. Penerapan konsep IG berguna bagi orang yang sedang

mengatur kadar gula darah, misalnya orang yang mengalami diabetes. Penderita

diabetes mellitus dapat memilih makanan yang tidak akan menaikkan kadar

glukosa darah dengan cepat (makanan memiliki IG rendah), sehingga kadar

glukosa darah dapat dikontrol pada kadar yang tetap normal (70-110 mg/dl). Hal

ini dikarenakan pada penderita diabetes terjadi kerusakan sel beta pancreas

yang jika mengonsumsi makanan tidak diimbangi oleh sekresi insulin (Widowati,

2007).

Selain itu, penerapan konsep IG juga berguna untuk orang yang sehat.

Konsumsi pangan yang memiliki IG rendah sangat baik untuk memelihara sistem

metabolisme tubuh. Penelitian Willet et al (2002), menyatakan konsumsi pangan

yang memiliki IG tinggi secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya

stress oksidatif secara kronik. Stress oksidatif adalah keadaan yang tidak

seimbangn antara produk radikal bebas dengan antioksidan yang ada di dalam

tubuh. Selain itu, konsumsi pangan dengan IG yang tinggi juga dapat

meningkatkan resiko penyakit jantung.

Indeks glisemik dapat diterapkan hanya untuk makanan dengan

kandungan karbohidrat yang wajar, sebagai tes bergantung pada mata pelajaran

cukup mengkonsumsi makanan uji untuk menghasilkan sekitar 50 g karbohidrat

tersedia. Banyak buah-buahan dan sayuran (tetapi tidak kentang) sangat sedikit

mengandung karbohidrat per porsi, dan rata-rata orang tidak mungkin untuk

makan 50 g karbohidrat dari makanan ini. Buah-buahan dan sayuran cenderung

memiliki indeks glikemik rendah dan beban glikemik yang rendah. Ini juga

berlaku untuk wortel, yang awalnya dan salah dilaporkan sebagai memiliki GI

tinggi. Minuman beralkohol telah dilaporkan memiliki nilai GI rendah, tetapi perlu

dicatat bahwa bir memiliki GI moderat. Studi terbaru menunjukkan bahwa

konsumsi minuman beralkohol sebelum makan mengurangi GI makanan itu

sekitar 15%. Sedang konsumsi alkohol lebih dari 12 jam sebelum tes tidak

mempengaruhi GI.

2.6 Metabolisme Indeks Glikemik dalam Tubuh

Setelah makanan dikonsumsi, komponen makanan akan dicerna

olehserangkaian enzim di dalam tubuh. Karbohidrat dicerna oleh α-amilase di

dalam air liur dan α-amilase yang dihasilkan oleh pankreas yang bekerja di usus

Page 12: laporan indeks glikemik

halus. Disakarida diuraikan menjadi monosakarida. Sukrase mengubah sukrosa

menjadi glukosa dan fruktosa,laktase mengubah laktosa menjadi glukosa dan

galaktosa. Sel epitel usus akan menyerap monosakarida, glukosa, dan fruktosa

bebas dan dilepaskan dalam vena porta hepatika (Champe P. C. et al., 2005).

Tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan, yaitu

sekitar 80-100 mg/dl bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak, walaupun pasokan

makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan

bekerja. Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa yang rendah

(hipoglikemia) dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati

yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis glukosa dari laktat, gliserol,

dan asam amino di hati melalui jalur glukonoegenesis dan melalui pelepasan

asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak

mencukupi. Kadar glukosa darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh

perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi

triasilgliserol di jaringan adiposa. Keseimbangan antar jaringan dalam

menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama

dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik yaitu insulin dan

glukagon.

a) Metabolisme Glukosa di Hati

Jaringan pertama yang dilewati melalui vena hepatika adalah hati. Di dalam

hati, glukosa dioksidasi dalam jalur-jalur yang menghasilkan ATP untuk

memenuhi kebutuhan energi segera sel-sel hati dan sisanya diubah menjadi

glikogen dan triasilgliserol. Insulin meningkatkan penyerapan dan penggunaan

glukosa sebagai bahan bakar, dan penyimpanannya sebagai glikogen serta

triasilgliserol. Simpanan glikogen dalam hati bisa mencapai maksimum sekitar

200-300 g setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat.Sewaktu

simpanan glikogen mulai penuh, glukosa akan mulai diubah oleh hati menjadi

triasilgliserol (Marks D. B. et al., 2000).

b) Metabolisme Glukosa di Jaringan lain

Glukosa dari usus, yang tidak dimobilisis oleh hati, akan mengalir dalam

darah menuju ke jaringan perifer. Glukosa akan dioksidasi menjadi karbon

dioksida dan air. Banyak jaringan misalnya otot menyimpan glukosa dalam

jumlah kecil dalam bentuk glikogen.

Page 13: laporan indeks glikemik

c) Metabolisme Glukosa di Otak dan Jaringan Saraf

Otak dan jaringan saraf sangat bergantung kepada glukosa untuk

memenuhi kebutuhan energi. Jaringan saraf mengoksidasi glukosa menjadi

karbon dioksida dan air sehingga dihasilkan ATP. Apabila glukosa turun di

ambang di bawah normal, kepala akan merasa pusing dan kepala terasa ringan.

Pada keadaan normal, otak dan susunan saraf memerlukan sekitar 150 g

glukosa setiap hari.

d) Metabolisme Glukosa di Sel Darah Merah

Sel darah merah hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar.

Ini kerana sel darah merah tidak memiliki mitokondria, tempat berlangsungnya

sebagian besar reaksi oksidasi bahan seperti asam lemak dan bahan bakar lain.

Sel darah merah memperoleh energi melalui proses glikolisis yaitu pengubahan

glukosa menjadi piruvat. Piruvat akan dibebaskan ke dalam darah secara

langsung atau diubah menjadi laktat kemudian dilepaskan. Sel darah merah tidak

dapat bertahan hidup tanpa glukosa. Tanpa sel darah merah, sebagian besar

jaringan tubuh akan menderita kekurangan energi karena jaringan memerlukan

oksigen agar dapat sempur na mengubah bahan bakar menjadi CO2 dan H2O.

e) Metabolisme Glukosa di Otot

Otot rangka yang sedang bekerja menggunakan glukosa dari darah atau

dari simpanan glikogennya sendiri, untuk diubah menjadi laktat melalui glikosis

atau menjadi CO2 dan H2O. Setelah makan, glukosa digunakan oleh otot untuk

memulihkan simpanan glikogen yang berkurang selama otot bekerja melalui

proses yang dirangsang oleh insulin. Otot yang sedang bekerja juga

menggunakan bahan bakar lain dari darah, misalnya asam-asam lemak.

f) Metabolisme Glukosa di Jaringan Adiposa

Insulin merangsang penyaluran glukosa ke dalam sel-sel adiposa. Glukosa

dioksidasi menjadi energi oleh adiposit. Selain itu, glukosa digunakan sebagai

sumber untuk membentuk gugus gliserol pada triasilgliserol yang disimpan di

jaringan adiposa (Bell D. S., 2001).

2.7 Indeks Glikemik Sampel

a) Singkong Rebus

Singkong termasuk umbi akar yang mengandung cadangan energi dalam

bentuk karbohidrat (amylum). Singkong merupakan sumber karbohidrat yang

Page 14: laporan indeks glikemik

terbesar dari pada biji bijian lainya, berdasarkan bobot segar singkong dapat

menghasilkan 150 kkal/100g bobot segar dibandingkan dengan ubi jalar yang

menghasilkan 115 kkal/100g bobot segar. Singkong juga merupakan sumber

vitamin C yang baik, mengandung 30-38 mg /100g bobot segar dan biasanya

rendah kandungan serat 1,4% dan lemaknya 0,3% (Vincent, 1998). Menurut

Haryadi (2006), kadar amilosa singkong (27,38%) lebih tinggi dari tepung terigu

(25%). Menurut Widowati et al (2007) nilai indeks glikemik dari ubi kayu rebus

sebesar 46 %.

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Berbagai Macam Produk Singkong dalam 100 gram Bahan

Zat Gizi Gaplek Singkong Tepung Singkong

Kalori (k.kal) 338 146 353Protein (gr) 1,5 1,6 1,1Lemak (gr) 0,7 0,3 0,5Karbohidrat (gr) 81,3 34,7 88,2Zat Kapur (gr) 80 33 40Fosfor (mg) 60 40 125Zat Besi (mg) 1,9 0,7 1Vitamin A 0 0 0Thiamin (mg) 0,04 0,02 0,02Vitamin B1 (mg) 0 38 0

Sumber: Daftar Komposisi Makanan, Depkes RI (1964).

b) Biskuit

Biskuit merupakan makanan kering yang tergolong makanan panggang

atau kue kering. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya awet

yang tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan mudah dibawa

dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan akibat adanya

proses pengeringan (Whiteley, 1971). Produk ini merupakan produk kering yang

memiliki kadar air rendah. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang

diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan

makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan

yang diizinkan.

Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari

warna, aroma, cita rasa dan kerenyahannya. Menurut Sidik (2014) nilai indeks

glikemik biskuit gandum sebesar 90,22%. Secara umum bahan pembuatan

biskuit adalah tepung terigu biasanya biskuit hanya mengandung zat gizi makro

seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya

Page 15: laporan indeks glikemik

seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara

umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-

1992), seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji KlasifikasiAir Maksimum 5%Protein Minimum 9%Lemak Minimum 9,5%Karbohidrat Minimum 70%Abu Maksimum 1,6%Logam berbahaya NegatifSerat Kasar Maksimum 0,5%Kalori (kal/100gr) Minimum 400Bau dan Rasa NormalWarna Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992).

c) Ubi Jalar Rebus

Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi,

jagung, dan ubi kayu. Menurut Lingga (1984), ubi jalar dapat dimanfaatkan

sebagai pengganti makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang

efisien. Selain itu, ubi jalar juga mengandung vitamin A dalam jumlah yang

cukup, asam askorbat, tianin, riboflavin, niasin, fosfor, besi, dan kalsium. Di

samping sumbangan vitamin dan mineral, kadar karotin pada ubi jalar sebagai

bahan utama pembentukan vitamin A setaraf dengan karotin pada wortel

(Daucus carota). Kandungan Vitamin A yang tinggi dicirikan oleh umbi yang

berwarna kuning kemerah-merahan. Kadar vitamin C yang terdapat di dalam

umbinya memberikan peran yang tidak sedikit bagi penyediaan dan kecukupan

gizi. Kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kandungan gizi dan kalori ubi jalar dibandingkan dengan beras, ubi kayu, dan jagung per 100 g bahan.

Bahan Kalori (kal)

Karbohidrat (g)

Protein (g)

Lemak (g)

Vitamin A (SI)

Vitamin C

(mg)

Ca (mg

)Ubi Jalar (merah)

123 27,9 1,8 0,7 7000 22 30

Beras 360 78,9 6,8 0,7 0 0 6Ubi kayu 146 34,7 1,2 0,3 0 30 33Jagung (kuning)

361 72,4 8,7 4,5 350 0 9

Sumber: Harnowo et al. (1994)

Page 16: laporan indeks glikemik

Ubi jalar sebagai sumber karbohidrat memiliki nilai IG rendah sampai

medium dengan kisaran 54-68, lebih rendah bila dibandingkan dengan beras, roti

tawar, dan kentang, namun sedikit lebih tinggi daripada ubi kayu. Menurut

Mendosa (2008), nilai indeks glikemik dan beban glikemik ubi jalar putih dikupas,

direbus 8 menit adalah 75%.

d) Kentang Rebus

Kentang salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum dan jagung

yang dapat dijadikan sumber karbohidrat dan mempunyai potensi dalam program

diversifikasi pangan. Ditinjau dari nilai gizinya, kentang merupakan salah satu

jenis umbi- umbian yang dapat dijadikan sebagai sumber gizi yang potensial. Zat-

zat gizi yang terdapat dalam umbi kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi,

fosfor magnesium, natrium, kalsium dan potasium), protein serta vitamin

terutama vitamin C dan vitamin B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak

dalam jumlah yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,0-1,5 persen (Talburt dan Smith,

1987).

Kentang mengandung mineral natrium dengan kadar alkalin yang cukup

tinggi dan dapat berfungsi untuk meningkatkan pH yang terlalu asam di dalam

tubuh. Hal ini akan membuat aktivitas hati menjadi lebih baik, jaringan menjadi

elastis, dan otot menjadi lentur. Juga menghasilkan keluwesan tubuh dan

berguna untuk proses peremajaan. Selain itu, baik untuk pengobatan jantung

dan dapat pula digunakan untuk pengobatan catarrhal (penyakit hidung

tenggorokan yang menyebabkan hidung selalu beringus). Kandungan protease

inhibitornya yang tinggi dapat menetralkan virus-virus tertentu dan menghambat

serangan kanker (Hidayah, 2009). Indeks glikemik kentang rebus menurut

(Foster-Powel et al., 2002) adalah 96%.

e) Roti Tawar (Pangan Standar)

Roti tawar adalah roti yang dibuat dari tepung terigu berprotein tinggi, air,

yeast, lemak dan garam yang di fermentasi dengan ragi roti dan dipanggang

(Mudjajanto, 2004). Secara umum roti merupakan bahan makanan sumber

karbohidrat pengganti nasi yang sangat potensial dan praktis. Komposisi roti

tawar umumnya terdiri dari 57% tepung terigu, 36% air, 1,6% gula, 1,6%

shortening (mentega atau margarin), 1% tepung susu, 1% garam dapur, 0,8%

ragi roti (yeast), 0,8% malt dan 0,2% garam mineral (Astawan, 2005).

Page 17: laporan indeks glikemik

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Alat Glucotest (glukometer)

2. Wadah steril

3. Wadah kotor

4. Finger prick capillary

5. Stopwatch (jam)

6. Piring

3.1.2 Bahan

1. Strip analis glukosa

2. Blood Lancets

3. Kapas

4. Alkohol

5. Ubi jalar rebus

6. Singkong rebus

7. Biskuit

8. Kentang rebus

9. Roti tawar

Page 18: laporan indeks glikemik

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Pengukuran Kadar Glukosa

3.2.2 Pengukuran Nilai Indeks Glikemik

Subjek

Puasa 12 jam

Pemberian pangan uji (ubi jalar rebus,

kentang rebus, singkong rebus dan biskuit)

Pengukuran kadar glukosa darah (15’, 30’,

45’, 60’, 90’, dan 120`)

Pemasangan strip analis pada glukometer

Penyalaan glukometer

Pembersihan menggunakan kapas beralkohol

Pembersihan menggunakan tissue

Jari subject

Penusukan menggunakan blood lancets

Pemasukan darah pada strip analis kadar glukosa

Catat nilai yang terdapat pada glukometer

Pengolahan data menggunakan Microsoft excel for Window

Page 19: laporan indeks glikemik

3.3 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

3.3.1 Pengukuran Kadar Glukosa

Dalam praktikum ini, dilakukan pengukuran kadar glukosa awal setelah

berpuasa 12 jam. Proses berpuasa yang dilakukan subjek berfungsi untuk

menetralkan kadar gula dalam darah, sehingga kadar gula dalam darah subjek

normal ketika akan dilakukan pengukuran indeks glikemik pangan uji.

Selanjutnya dilakukan pemasangan strip analis pada glukometer. Strip analis

pada glukometer berfungsi sebagai tempat pemasukan darah yang telah

diambil dari subjek.

Kemudian jari subjek dibersihkan dengan menggunakan kapas

beralkohol. Pembersihan ini dilakukan untuk mensterilkan jari yang akan

ditusuk oleh lanset. Setelah itu, jari subjek dibersihkan dengan tissue untuk

menghilangkan alcohol yang tersisa di jari subjek. Pengambilan darah

dilakukan dengan menusukkan blood lancet pada jari subjek untuk dilakukan

pengukuran kadar glukosa dalam darah dengan alat glukometer. Darah yang

telah diambil dengan blood lancet dimasukkan pada strip analis kadar glukosa

dan nilainya akan keluar pada glukometer. Nilai tersebut merupakan nilai kadar

gula normal dalam darah subjek.

3.3.2 Pengukuran Nilai Indeks Glikemik

Pada pengukuran nilai indeks glikemiks pangan uji, subjek yang telah

berpuasa selama 12 jam diukur kadar gula darah normalnya. Setelah dilakukan

pengukuran kadar gula darah normal, selanjutnya subyek diberi pangan uji

yang mengandung 50 gr karbohidrat berupa ubi jalar rebus, kentang rebus,

singkong rebus dan biskuit untuk setiap subjek. Subjek yang digunakan ada 4

orang yang memiliki kadar gula darah antara 70-120 mg∕dL.

Setelah subjek memakan pangan uji dan meminum air putih sebanyak

220 mL, subjek akan diukur kadar gulanya setelah 2 jam selesai memakan

pangan uji. Hal ini karena proses absorbsi gula kedalam darah habis setelah 2

jam. Sampel darah subjek diambil sebanyak 50 µl dengan menggunakan finger

prick capillary. Pada 1 jam pertama, dilakukan 4 kali pengambilan darah setiap

15 menit dan 1 jam berikutnya dilakukan sebanyak 2 kali pengambilan darah

setiap 30 menit untuk dilakukan pengukuran kadar gula dalam darah.

Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kadar gula dalam darah pada

Page 20: laporan indeks glikemik

subjek setelah pengkonsumsian pangan uji. Kemudian data yang diperoleh

diolah menggunakan Microsoft excel for Window. Perhitungan ini dilakukan

untuk mengetahui AUC pangan uji.

Tiga hari setelah perlakuan pemberian pangan uji, perlakuan yang sama

juga dilakukan dengan pemberian pangan acuan berupa roti tawar yang

mengandung 50 gr karbohidrat. Pemberian jumlah karbohidrat ini disamakan

dengan pangan uji yang diberikan untuk mengetahui indeks glikemik pangan uji

karena roti tawar sebagai standar dalam pengukuran indeks glikemik.

Pengukuran indeks glikemik pangan uji dihitung dengan rumus :

Indeks glikemik (%) = AUC panganuji

AUC panganacuan(standar) X 100%

Page 21: laporan indeks glikemik

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Sampel Uji

Subjek

Produk Pangan

(Jam makan

produk)

RentanWaktu(Menit)

Jam Pengambilan (WIB)

Jam Real Pengambilan (WIB)

Kadar Gula (mg∕dL)

Daniar W. N.

Singkong Rebus

(06.00 WIB)

0 10.08 10.08 11715 10.23 10.23 5030 10.38 10.38 6945 10.53 10.53 8460 11.08 11.08 3790 11.38 11.38 75

120 12.08 12.09 85

Claudia Ayu R.

Biskuit (10.20 WIB)

0 10.20 10.20 6515 10.35 10.35 8630 10.50 10.50 8945 11.05 11.05 8760 11.20 11.20 8790 11.50 11.50 75

120 12.20 12.20 83

Ely A.Ubi jalar

rebus(10.08 WIB)

0 10.08 10.08 8715 10.23 10.23 7630 10.38 10.38 7845 10.53 10.53 5960 11.08 11.08 7590 11.38 11.38 85

120 12.08 12.08 78

Albertus Ryan W.

Kentang rebus

(10.00 WIB)

0 10.08 10.08 8715 10.23 10.23 6630 10.38 10.38 7745 10.53 10.53 7160 11.08 11.08 4590 11.38 11.38 84

120 12.08 12.08 84

Page 22: laporan indeks glikemik

4.1.2 Pangan Acuan (Roti Tawar)

Subjek

Produk Pangan

(Jam makan

produk)

RentanWaktu(Menit)

Jam Pengambilan (WIB)

Jam Real Pengambilan (WIB)

Kadar Gula (mg∕dL)

Ely A.Roti tawar

(10.20 WIB)

0 10.20 10.20 10615 10.35 10.35 10330 10.50 10.50 9245 11.05 11.05 11160 11.20 11.20 9590 11.50 11.50 105

120 12.20 12.20 93

4.2 Hasil Perhitungan

4.2.1 Pangan Uji

a. Singkong rebus

Rencana (jam)

Realisasi (jam)

t menit

glukosa (mg/dL)

(CP)ln Cp'

ln (CP'-CP)

CP" ln (CP-CP")

10.08 10.08 0 11710.23 10.23

1550

220.5226 5.1389

10.38 10.3830

6926.926

23.7394 66.8198

0.779410.53 10.53

4584

33.1685

3.9285 20.24694.1550

11.08 11.0860

373.6109

40.8579

1.3501

11.38 11.38 90 75 4.317512.08 12.08 120 85 4.4427

b. Biskuit

Rencana (jam)

Realisasi (jam)

t menit

Glukosa (mg/dL)

(CP)ln Cp'

ln (CP'-CP)

CP" ln (CP-CP")

10.20 10.20 0 6510.35 10.35 15 86 3.2252 4.416110.50 10.50

3089

85.3961

1.2820 3.23494.4516

11.05 11.0545

8784.377

40.9642 3.2446

4.427911.20 11.20

6087

4.465983.371

01.2890

11.50 11.50 90 75 4.3175

Page 23: laporan indeks glikemik

12.20 12.20 120 83 4.4188

Page 24: laporan indeks glikemik

c. Ubi jalar rebus

Rencana (jam)

Realisasi (jam)

t menit

Glukosa (mg/dL)

(CP)ln Cp'

ln (CP'-CP)

CP" ln (CP-CP")

10.08 10.08 0 8710.23 10.23 15 76 2.6424 4.295310.38 10.38

3078

76.2868

0.5384 3.44084.3116

10.53 10.5345

5977.092

02.8955 4.4803

3.998611.08 11.08

6075

4.317577.905

81.0667

11.38 11.38 90 85 4.442712.08 12.08 120 78 4.3567

d. Kentang rebus

Rencana (jam)

Realisasi (jam)

t menit

glukosa (mg/dL)

(CP)ln Cp'

ln (CP'-CP)

CP"ln

(CP-CP")

10.08 10.08 0 8710.23 10.23

15 66146.218

24.384

810.38 10.38

30 77 36.5434 3.7002 51.01403.257

610.53 10.53

45 71 42.7129 3.3424 17.79823.974

111.08 11.08

60 453.806

749.9239 1.5941

11.38 11.3890 84

4.4308

12.08 12.08120 84

4.4308

4.2.2 Pangan Acuan (Roti Tawar)

Rencana (jam)

Realisasi (jam)

t menit

glukosa (mg/dL)

(CP)ln Cp'

ln (CP'-CP)

CP" ln (CP-CP")

10.20 10.20 0 10610.35 10.35 15 103 15.1591 4.475510.50 10.50 30 92 99.4943 2.0141 10.0654 4.405911.05 11.05 45 111 98.8991 2.4933 6.6832 4.647411.20 11.20

60 954.553

998.3075 1.1962

11.50 11.5090 105

4.6540

12.20 12.20120 93

4.5326

Page 25: laporan indeks glikemik

4.2.3 Indeks Glikemiks Pangan Uji

Subjek Sampel UjiAUC Uji

(mg dL-1menit)

AUC Standar(mg dL-

1menit)IG (%)

Daniar W. NSingkong

rebus8077.2003 239148.2080 3.3775

Claudia A. R Biskuit 82345.7622 239148.2080 34.4329Ely A. Ubi jalar rebus 97751.7936 239148.2080 40.8750

Albertus R. W Kentang rebus 3254.2452 239148.2080 1.3608BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Analisa Data

Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui persen Indeks Glikemik dari

beberapa bahan pangan menurut literatur dan hasil praktikum dapat dilihat dalam

diagram berikut:

Singkong rebus Biskuit Ubi jalar rebus Kentang rebus0

20

40

60

80

100

120

3.3775

34.432940.875

1.3608

46

90.22

75

96

IG praktikum IG literatur

pangan uji

nila

i IG

(%)

Gambar 1. Nilai IG literature dan IG hasil praktikum setiap bahan pangan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan nilai IG pada

singkong rebus 3.3775%, biskuit 34.4327%, ubi jalar rebus 40.875%, dan

kentang rebus 1.3608%. Sedangkan menurut literatur yang didapat menunjukkan

bahwa nilai IG singkong rebus 46% (Widowati, dkk, 2007), biskuit gandum

90.22% (Sidik, 2014), ubi jalar kupas rebus 75% (Ginting, dkk, 2010), dan

kentang rebus 96% (Siagian, dkk, 2010). Dari data tersebut dapat diketahui

bahwa nilai IG yang dihasilkan pada praktikum tidak sesuai dengan nilai IG dari

literatur. Hal ini dapat dikarenakan ketidakdisiplinan subyek pada saat

pengukuran kadar glukosa dalam darah saat pengujian. Hal lain yang dapat

Page 26: laporan indeks glikemik

menyebabkan perbedaan niali IG antara literature dan hasil praktikum, yakni

faktor individu subjek dan perbedaan proses pengolahan. Menurut El (1999)

dalam Hasan dkk (2011), syarat-syarat sukarelawan atau subjek yang digunakan

untuk penentuan IG adalah sehat, nondiabetes, memiliki kadar glukosa puasa

normal (70-120 mg/dl) dan memiliki nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam

kisaran normal 18.5-25 Kg/m2. Pemberian air minum saat subyek memakan

pangan uji juga akan mempengaruhi IG bahan pangan uji. Menurut literature

Enhas (2014) menyatakan bahwa untuk setiap makanan uji dapat disertai

dengan 250–500 ml air atau tea atau 50 ml susu. Pada praktikum IG ini, air yang

diminum oleh subjek hanya berkisar 220 mL saja. Ketidakpatuhan syarat subjek

juga ditunjukkan saat pengukuran kadar gula puasa salah satu subjek diketahui

memiliki nilai glukosa darah kurang dari 70 mg/dL sebelum dilakukan pengujian

indeks glikemik. Selain itu juga dapat dimungkinkan karena adanya faktor-faktor

lain yang dapat mempengaruhi nilai IG.

Munurut Kalergis et al., (2005), faktor yang mempengaruhi indeks glikemik

makanan yaitu faktor individu dan faktor makanan. Faktor lain yang

mempengaruhi perbedaan nilai IG adalah perbedaan metode pemasakan antara

praktikum dan litelatur. Proses pemasakan (pengolahan) dapat mempengaruhi

IG adalah perebusan. Dalam proses perebusan akan terjadi gelatinisasi pati

pada bahan pangan, sehingga mudah dicerna oleh enzim dalam usus, dan dapat

mempercepat kenaikan kadar gula darah.

Nilai IG suatu makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu proses

pengolahan, kadar serat pangan, kadar amilosa dan amilopektin, serta kadar

lemak dan protein dalam bahan pangan uji. Proses pengolahan mempengaruhi

IG karena proses pengolahan akan mempengaruhi daya cerna dan daya serap

suatu bahan pangan. Proses pengolahan berpengaruh terhadap nilai IG,

khususnya pada umbi-umbian, sedangkan untuk buah dapat dipengaruhi oleh

tingkat kematangannya. Semakin tinggi daya cerna dan daya serapnya, maka

semakin cepat menaikan kadar gula, sehingga semakin tinggi nilai IG bahan

pangan tersebut (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Berdasarkan respon glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi IG

rendah (<55), IG sedang (55-70), dan IG tinggi (>70). Bahan yang digunakan

dalam praktikum semuanya menunjukkan nilai IG rendah, yaitu <55. Sedangkan

menurut literatur singkong rebus dan ubi jalar rebus memiliki nilai IG rendah

Page 27: laporan indeks glikemik

(<55), serta untuk biskuit dan kentang rebus memiliki nilai IG tinggi >70.

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa nilai IG pada semua bahan

pangan uji rendah, hal ini juga diperkirakan bahwa kandungan gula darah dari

subyek sebelum mengonsumsi sampel juga cukup rendah.

Page 28: laporan indeks glikemik

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum pengukuran indeks glikemik yang telah dilakukan

dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengukuran Indeks Glikemik pada kentang rebus, ubi jalar rebus, biskuit dan

singkong rebus dilakukan dengan finger-prick capillary blood samples method

pada 4 subyek relawan dengan perhitungan IG bahan pangan dapat dihitung

dengan persamaan regresi eliminasi, distribusi dan absorbis serta

menggunakan

rumus = AUC panganuji

AUC panganacuan(standar) X 100%

2. Nilai IG praktikum singkong rebus 3.3775%, biskuit 34.4327%, ubi jalar rebus

40.875%, dan kentang rebus 1.3608% serta ilai IG yang ditunjukkan pada

saat praktikum berbeda dengan nilai literatur yang didapatkan, yakni nilai IG

singkong rebus 46%, biskuit gandum 90.22%, ubi jalar kupas rebus 75%, dan

kentang rebus 96%.

3. Faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan yaitu faktor individu

(ketidaksiplinan subyak mengikuti persyaratan pengukuran), faktor makanan,

kadar serat pangan, kadar amilosa dan amilopektin, serta kadar lemak dan

protein.dan proses pengolahan pangan uji.

6.2 Saran

Dalam praktikum selanjutnya, sebaiknya pengukuran kadar gula dalam

darah baik saat gula darah puasa ataupun kadar gula setiap menitnya lebih teliti,

sehingga nilai IG bahan pangan uji hamper sama dengan literature.

Page 29: laporan indeks glikemik

DAFTAR PUSTAKA

Argasasmita, T.U. 2008. Karakterisasi sifat fisikokimia dan indeksglikemik varietas beras beramilosa rendah dan tinggi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. 84 hlm.

Arvidson-Lener, R., N.G. Asp, M. Axelsen, S. Bryngelson, E. Hapa, A. Järvi, B. Karlström, A. Raben, A. Sohlström, I. Thorsdotir, and B. Vesby. 2004. Glycemic index. Scandinavian J. Nutr. 48(2): 84-89.

Astawan, M. dan T. Wresdiyati. 2004. Diet sehat dengan makanan berserat. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo.

Astawan, M. 2005. Proses UHT: Upaya Penyelamatan Gizi pada Susu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Atkinson, F.S., K. Foster-Powel, and J.C. Brand Miler. 2008. International tables of glycemic index and glycemic load values: 2008. Diabetes Care 31: 281-283.

Bawal Hot. 2010. Penelitian Indeks Glikemik. In O.R. Fenema (Ed.). Fod Chemistry 3rd Ed. Marcel Deker Inc., New York.

Bell D. S., 2001. Importance of Postprandial Glucose Control. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

BeMiler, J.N. and R.L. Whistler. 1996. Carbohydrates. p. 157-24. In O.R. Fenema (Ed.). Food Chemistry 3rd Ed. Marcel Deker Inc., New York.

Champe P. C., Harvey R. A., Ferrier D. R. 2005. Lippincott’s Illustrated Review Biochemistry. 4th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Dalimartha, Nisviaty. 2004. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Melitus. Penebar Semangat, Jakarta.

Dhital, S., A.K. Shrestha, and M.J. Gidley. 2010. Relationship betwen granule size and in vitro digestibility of maize and potato starches. Carbohydrate Polymers 82(2): 480-48.

Departemen Perindustrian. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit: Standar Industri Indonesia (SNI 01-2973-1992). Departemen Perindustrian Indonesia.

Direktorat Gizi. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Bhatara.

Englyst, H.N. and J.H. Cummings. 1985. Digestion of the polysacharides of some cereal fods in the human small intestine. Am. J. Clin. Nutr. 34: 21217. FAO/WHO. 198. Carbohydrates in human nutrition: the role of the glycemic index in fod choice. FAO Fod and Nutrition Paper-6, Report of a Joint FAO/WHO Expert Consultation, Rome, 1418 April 197.

Page 30: laporan indeks glikemik

Enhas A.R. 2014. Perbedaan Indeks Glikemiks Beberapa Menu Makanan Berbahan Dasar Nasi. Skripsi. Jakarta : Universitas Negeri Syarif Hidayatulloh

Fernandes, G.A. Velangi, and T.M.S. Wolever. 2005. Glycemic index of potatoes commonly consumed in North America. J. Am. Diet. Asoc. 105: 57-562.

Foster-Powel K, Holt SHA, Miler JCB. 2002. International table of glycemic index and glycemic load. Am J Clin Nutr 76:5-56

Ginting, Erliana, Joko S. Utomo, Rahmi Yulifianti, dan M. Yusuf. 2010. Potensi Ubijalar Ungu sebagai Pangan Fungsional. Jurnal Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1

Guyton, A.C. 2001. Insulin, Glukagon, dan Diabetes Melitus: Human Physiology and Disease Mechanism 3th. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Haliza, W., E.Y. Purwani, dan S. Yuliani. 2006. Evaluasi kadar pati tahan cerna dan nilai indeks glikemik mi sagu. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XVI(2): 149-152.

Hasan, V., S. Astuti, dan Susilawati. 2001. Indeks glikemik dari umbi garut, suweg, dan singkong. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 16(1): 34-50.

Hasan, Verawati, Sussi Astuti dan Susilawati. 2011. Indeks Glikemik Oyek dan Tiwul dari Umbi Garut (Marantha Arundinaceae L.), Suweg (Amorphallus campanullatus BI) dan Singkong (Manihot utillisima). Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 16, No. 1

Harnowo, D., S.S. Antarlina, dan H. Mahagyosuko. 1994. Pengolahan ubi jalar guna mendukung difersivikasi pangan dan agroindustri. Dalam Winarto, A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds.). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 145-157.

Jenkins, D.J.A., T.M.S. Wolever, R.H. Taylor, H. Barker, H. Fielden, J.M. Baldwin, A.C. Bowling, H.C. Newman, A.L. Jenkins, and D.V. Gof. 1981. Glycemic index of fods: a physiological basis for carbohydrate exchange. Am. J. Clin. Nutr. 34: 362-366.

Kalergis M, De Grandpre E, Andersons C. 2005. The Role of The Glychemic Index In The Prevention and Management of Diabetes: A Review and Discussion. Canadian Journal of Diabetes

Lingga, P. 1984. Pertanaman Ubi-Ubian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Page 31: laporan indeks glikemik

Marks D. B., MarksA. D., SmithC. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Edisi Ke-1. Jakarta: EGC. Judul Asli; Basic Medical Biochemistry:A Clinical Approach.

Marsono, Y., P. Wiyono, dan Z. Nor. 2002. Indeks glikemik kacang-kacangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13(3): 13-20.

Mecies and Colona. 1986. Rice Grain Quality Evaluation and Improvement at IRRI. 17th GEU Training. IRRI, Los Banos, Philipines.

Mendosa, D. 2008. Revised international table of Glycemic Index (GI) and Glycemic Load (GL) values-2008.

Meyer. 1973. Blood glucose responses of diabetes melitus type I patients to some local fruits. Asia Pacific J. Clin. Nutr. 9: 202-208.

Miller JCB, Powel KF, Colagiuri S. 1996. The GI Factor : The GI Solution Hodder and Stoughton. Australia : Hodder Headine Australia Pty Limited.

Miller JCB, S Hayne, P petozc, S Colagiuri. 2003. Low-glykemic index diets in the management of diabetes. A meta-analysis of randomized controlled trials. diabetes care 26 : 2261-2267.

Mudjajanto, Eddy Setyo dan Lilik Noor Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rimbawan, Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Jakarta : Penerbit Swadaya

Sarwono. 2012. Indeks glikemik buah dan implikasinya dalam pengendalian kadar glukosa darah. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 8(2): 80-98.

Siagian, Albiner, Rimbawan, Hidayat Syarief, dan Darwin Dalimunthe. 2010. Pengaruh Indeks Glikemik, Komposisi, Dan Cara Pemberian Pangan Terhadap Nafsu Makan Pada Subyek Obes Dan Normal. [Hasil Penelitian] Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM. Medan : Univesitas Sumatera Utara

Sidik, Abdul. J. 2014. Perbedaan Indeks Glikemik Dan Beban Glikemik Dua Varian Biskuit. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Negeri Sayarif Hidayatulloh.

Talburt, W.F. and O. Smith. 1987. Potato Processing. AVI Book Published by Van Nostrand Reinhold, CO. New York.

Tjokrohadikoesoemoe.1986. Analysis of macronutrient content, glycemic index and calcium oxalate elimination in Amorphopalus campanulatus (Roxb). J. Nat. 12(2): 1-8.

Page 32: laporan indeks glikemik

Trinidad. 2008. Nilai indeks glikemik beras beberapa varietas padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 27(3): 127-134.

Vincent dan Rubatzky E. 1998. Sayuran Dunia 1. Bandung: ITB.

Widowati S. 2007. Pemanfaatan Ekstrak The Hijau dalam Pengembangan Beras Fungsional untuk Penderita Diabetes Mellitus. Tesis. Bogor: Pascasajana.

Widowati, S., B.A.S. Santosa, dan A. Budiyanto. 2007. Karakterisasi mutu dan indeks glikemik beras beramilosa rendah dan tinggi. Makalah disampaikan pada Seminar Padi di BB Padi, Sukamandi, 15-16 Nopember 2007.

Whiteley PR. 1971. Biskuit Manufacture Fundamental of in-live Production. London: Applied Science Publishers.

Willet W, Manson J, Liu S. 2002. Glycemic index, glycemic load and risk of type 2 diabetes. Am J Clin Nutr 76 (1):274S-280S.