blok 27.docx

28
1 Universitas Kristen Krida Wacana Anemia Defisiensi Besi Rachellia Agustina 10 2008 036 Email: [email protected] Universita Kristen Krida Wacana Pendahuluan 1 . Anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi masih merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Terjadinya defisiensi besi pada wanita subur, ibu hamil,ibu menyusui dan anak- anak antara lain disebabkan jumlah zat besi dan vitamin C yang diabsorbsi sangat sedikit, tidak cukupnya zat besi yang masuk karena rendahnya bioavailabilitas makanan yang mengandung besi , karena hanya terdiri dari nasi atau umbi-umbian dengan kacang-kacangan an sedikit (jarang sekali) daging, ayam atau ikan, serta dapat disebabkan kenaikan kebutuhan besi selama hamil,periode pertumbuhan dan pada waktu haid. Anemia Defisiensi Besi (D3)

Upload: oky-lampe

Post on 25-Nov-2015

31 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

hhhh

TRANSCRIPT

Universitas Kristen Krida Wacana

Anemia Defisiensi Besi

Rachellia Agustina10 2008 036Email: [email protected] Kristen Krida Wacana

Pendahuluan1. Anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi masih merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Terjadinya defisiensi besi pada wanita subur, ibu hamil,ibu menyusui dan anak- anak antara lain disebabkan jumlah zat besi dan vitamin C yang diabsorbsi sangat sedikit, tidak cukupnya zat besi yang masuk karena rendahnya bioavailabilitas makanan yang mengandung besi , karena hanya terdiri dari nasi atau umbi-umbian dengan kacang-kacangan an sedikit (jarang sekali) daging, ayam atau ikan, serta dapat disebabkan kenaikan kebutuhan besi selama hamil,periode pertumbuhan dan pada waktu haid. Salah satu efek Anemia defisiensi besi (ADB) adalah kelahiran premature dimana hal ini berasosiasi dengan masalh baru seperti berat badan lahir rendah, defisiensi respon imun dan cenderung mendapat masalah psikologik dan pertumbuhan. Apabila hal ini berlanjut maka hal ini berkorelasi dengan rendahnya IQ dan kemampuan belajar. Semua hal tersebut mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia, produktivitas dan implikasi ekonomi.Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi. Dengan frekuensi yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20% (Prawirohardjo,2002). Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%,serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan.Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju.ISIAnamnesis1,2Pada anamnesis ditanya mengenai;1. Riwayat penyakit sekarang?2. Riwayat penyakit dahulu?3. Riwayat kehamilan terdahulu?4. Riwayat gizi selama ini?5. Mengenai lingkungan fisik sekitar,apakah ada paparan terhadap bahan kimia?6. Riwayat pemakaian obat?7. Riwayat penyakit keluarga juga ditanya untuk mengetahui apakah ada faktor keturunan?Pemeriksaan1. Pemeriksaan FisikAkan dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. Apabila anemia sudah berat, dapat ditemui kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok, atrofi papil lidah, stomatitis angularis dan terdapat takikardi pada pemeriksaan auskultasi.2. Pemeriksaan PenunjangKelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah: Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCVdan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia ini hasilnya sering tumpang tindih Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV,MCH, MCHC danb RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami pembahan sebelum kadar hemoglobin menurun,menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis dan poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin berat derajat hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis esktrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang-kadang dijumpai sel target. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai Pada ADB dengan episode perdarahan akut. Konsentrasi Besi Serum Menurun pada ADB, dan TlBc (total iron binding capacity) Meningkat. TlBc menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhada besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besri serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk criteria diagnosis ADB, kadar besi serum menumn < 50 jig/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 (ig/dl, dan saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin < 16%, atau < 18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar, dengan kadar puncak pada jam 8 sampai l O pagi. ; Feritin Serum Merupakan Indikator Cadangan Besi yang Sangat Baik, Kecuali pada Keadaan InHamasi dan Keganasan Tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka< 12{lg/l,tetapiada Juga yang memakai < l 5 |ig/l. Untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya perlu dikoreksi. Pada suatu penelitian pada pasien anemia di rumah sakit di Bali pemakaian feritin serum < 1 2 mg/l dan < 20 Hg/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum < 40 mg/1, tanpa mengurangi spesifitas terialu banyak (92%). Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum < 20 mg/1 sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti arthritis rematoid, maka feritin serum sampai dengan 50-60 (ng/1 masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi. Proitoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme. Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisiensi besi protoporfirin bebas adalah lebih dari 100 mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam. Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9ng/L. Pengukuran reseptor transferin temtama dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi apabila dipakai rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADB dan rasio < l ,5 sangat mungkin karena anemia akibat penyakit kronik. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan best sumsum tulang dengan biru pmsia (Perl 's stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis. Studi ferokinetik. Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif. Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT) yangmengukur kecepatan besi meninggalkan plasma, dan erythrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur pergerakan besi dari sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak banyak digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penelitian. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi. Antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitadf, seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.Diagnosis kerja.1,2,3,4Anemia Defisiensi Besi Pada Ibu Hamil dan Menyusui.Anemia dalam kehamilan Anemia adalah suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi.Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.4Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil. Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambah usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.Diagnosis banding2,3,4,5,6,7.1. Anemia defisiensi megaloblastikAnemia megaloblastik defisiensi asam folat disebabkan karena defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat itu sendiri dapat disebabkan karena banyak faktor. Asupan yang tidak adekuat karena diet yang tidak seimbang (sering pada peminum alkohol, usia belasan tahun, beberapa bayi). Para peminum alkohol akan dapat mengalami defisiensi asam folat karena sumber utama asupan kalori yang dikonsumsi berasal dari minuman beralkohol. Alkohol dapat menganggu metabolisme folat. Pecandu narkotik juga mudah menjadi defisiensi folat karena malnutrisi. Banyak individu fakir miskin dan usia lanjut yang mendapat makanan yang kurang , akan menderita defisiensi asam folatHal lain yang dapat menyebabkan defisiensi asam folat adalah meningkatnya kebutuhan. Jaringan jaringan yang relatif pembelahan selnya sangat cepat seperti sum-sum tulang, mukosa usus, memerlukan cukup besar folat. Karenanya, para pasien anemia hemolitik kronik atau penyebab lain terjadinya eritropoiesis yang aktif akan mengalami defisiensi. Perempuan hamil mempunyai resiko yang tinggi mengalami defisiensi folat karena keperluan yang meningkat bersamaan dengan perkembangan janin.. Defisiensi folat dapat tampak selama pertumbuhan bayi dan remaja. Para pasien dengan hemodialisa kronik perlu diberi suplementasi folat guna mengganti folat yang hilang. Selain itu gangguan absorbsi (malabsorbsi) juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat (contoh: statorrhea idiopatik, tropical sprue, celiac disease). Pada penderita penyakit usus halus tertentu, terutama penyakit Crohn dan sprue, juga dapat terjadi defisiensi asam folat karena terjadi gangguan penyerapan asam folat.Pemakai obat antagonik asam folat juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat, contohnya adalah methotrexat, 6-merkapto purin, pirimetamin, derivate barbiturate, dan lain-lain. Obat anti-kejang tertentu dan pil KB juga merupakan obat antagonik karena mengurangi penyerapan asam folat.Kehilangan folat berlebihan melali urin juga dapat mengakibatkan defisiensi asam folat. Keadaan ini terjadi pada seseoranga yang menderita penyakit hati aktif dan gagal jantung kongestif. Orang yang mengalami kekurangan asam folat akan menderita anemia. Bayi tetapi bukan orang dewasa bisa mengalami kelainan neurologis. Kekurangan asam folat pada wanita hamil bisa menyebabkan terjadinya cacat tulang belakang (korda spinalis) dan kelainan bentuk lainnya pada janin.Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas, dan rasa pusing. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar, mereka merasa sulit bekerja, artinya mutu hidupnya lebih rendah. Anemia juga meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian.Seseorang yang mengalami anemia akan tampak lesu, mudah lelah, kurang darah, cepat mengantuk, nafas pendek (manifestasi berkurangnya pengiriman O2), peradangan pada lidah, mual, hilangnya nafsu makan, sakit kepala, pingsan, dan agak kekuningan.Anemia bersifat makrostik (MCV >95 fl dan sering mencapai 120-140 fl pada kasus berat) dan makrosit tersebut biasanya berbentuk oval. Perhitungan retikulosit memperlihatkan hasil yang rendah, dan jumlah leukosit serta trombosit total mungkin turun sedikit, khususnya pada pasien anemia berat. Suatu proporsi netrofil memperlihatkan adanya hipersegmentasi inti (dengan enam atau lebih lobus). Sumsum tulang biasanya hiperselular, dan eritroblas berukuran besar serta menujukan kegagalan pematangan inti dengan inti yang mempertahankan pola kromatin berlubang-lubang, halus dan berbercak, tetapi hemoglobinisasiny normal.Adanya metamielosit raksasa dan berbentuk abnormal adalah khas pada penyakit ini.

2. GAKY(Gangguan Kekurangan Yodium) GAKY merupakan salah satu masalah serius diseluruh dunia karena dapat mengakibatkan antara lain penyakit gondok,kematian neonatal,IQ berkurang .GAKY merupakan hal yang sangat sulit untuk ditekan prevalensinya karena penyuntikan minyak yodium yang mahal,penyebaran garam beryodium yang kurang merata dan pengertian masyarakat d.daerah endemik masih kurang. Survei epidemiologis untuk gondok endemik biasanya didasarkan atas besarnya kelenjar tiroid, dilakukan dengan metode Palpasi, menurut klasifikasi Perez atau modifikasinya (1960) : Grade 0 : Tidak teraba Grade 1 : Teraba dan terlihat hanya dengan kepala yang ditengadahkan Grade 2 : Mudah terlihat, kepala posisi biasa Grade 3 : Terlihat dari jarak tertentu.Karena perubahan gondok pada awalnya perlu diwaspadai, maka grading system, khususnya grade 1 dibagi lagi dalam 2 klas, yaitu: Grade 1a : Tidak teraba atau teraba tidak lebih besar daripada kelenjar tiroid normal. Grade 1b : Jelas teraba dan membesar, tetapi pada umumnya tidak terlihat meskipun kepala ditengadahkan.Kelenjar tiroid tersebut ukurannya sama atau lebih besar dari falangs akhir ibu jari tangan pasien. Masalah yang timbul pada pasien yang menderita GAKY adalah sebagai berikut;1. Defisiensi pada janinPengaruh utama defisiensi yodium pada janin ialah kretinisme endemis. Gejala khas kretinisme terbagi menjadi dua jenis, yaitu jenis saraf yang menampilkan tanda dan gejala seperti kemunduran mental, bisu-tuli dan diplegia spastik. Jenis kedua yaitu bentuk miksedema yang memperlihatkan tanda hipotiroidisme dan dwarfisme (2. Defisiensi pada bayi baru lahir.Selain berpengaruh pada angka kematian, kekurangan yang parah dan berlangsung lama akan mempengaruhi fungsi tiroid bayi yang kemudian mengancam perkembangan otak secara dini. (Arisman, 2004)3. Defisiensi pada anak dan remajaKekurangan yodium pada anak khas terpaut dengan insiden gondok. Angka kejadian gondok meningkat bersama usia, dan mencapai puncaknya setelah remaja. Prevalensi gondok pada wanita lebih tinggi daripada lelaki. Total Goitre Rate (TGR) anak sekolah lazim digunakan sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY masyarakat suatu daerah. Gangguan pada anak dan remaja akibat kekurangan Yodium yaitu Gondok, hipoiroidisme Juvenile dan perkembangan fisik terhambat. 4. Defisiensi pada DewasaPada orang dewasa, kekurangan yodium menyebabakan keadaan lemas dan cepat lelah, produktifitas dan peran dalam kehidupan sosial rendah (isna, 2009), Gondok dan penyulit, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme diimbas oleh yodium. 5. Defisiensi pada ibu hamilPada ibu hamil menyebabkan keguguran spontan, lahir mati dan kematian bayi, mempengaruhi otak bayi dan kemungkinan menjadi cebol pada saat dewasa nanti. Seorang ibu yang menderita pembesaran gondok akan melahirkan bayi yang juga menderita kekurangan yodium. Jika tidak segera diobati, maka pada usia 1 tahun, sudah akan terjadi pembesaran pada kelenjar gondoknya.Etiologi11. Tidak cukup zat besi dalam makanan.Menurut Depkes RI 1998 apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup banyak mengandung zat besi atau absorpsinya rendah, maka kertersediaan zat besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat besi. Karena didalam tubuhmanusia zat besi mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan, penyimpanan dan pemanfaatan oksigen dan berada dalam bentuk haemoglobin, myoglobin dan eytochrom, sebagian besar zat besi yang digunakan untuk pembentukan haemoglobin berasal dari pemanfaatan kembali hasil pemecahan sel darah merah, sedang kekurangannya diperoleh dari makanan yang dimakan. Kebutuhan zat besi sehari-hari dimaksudkan sebagai pengganti yang dikeluarkan tubuh melalui kulit, keringat, tinja, air seni dan rambut yang besarnya sekitar 0,5-1,0 mg.

2. Bertambah kebutuhan.Pada waktu hamil kurang lebih 500 mg zat besi diperlukan sebagai tambahan dari kebutuhan biasa pada sebelum hamil.Pada waktu menyusui kurang lebih Jika jumlah ini tidak terpenuhi dari makanan atau tidak diberikan suplemen zat besi pada waktu hamil atau kebutuhan yang cukup waktu menyusui kemungkinan besar yang bersangkutan akan menderita anemia Kebutuhan akan zat besi selama hamil meningkat untuk memasok kebutuhan janin tumbuh, pertumbuhan plasenta dan peningkatan volume darah ibu dan kebutuhan zat besi selama menyusui meningkat untuk memasok kebutuhan ibu dan bayi.3. Kehilangan darah.Pada perjalanan penyakit yang menyebabkan kehilangan darah seperti abortus, kehamilan etopik, juga terjadi kehilangan haemoglobin yang dapat mengakibatkan anemia.4. Malnutrisi.Banyak berpantang makanan tertentu selagi hamil dapat memperburuk keadaan anemia gizi besi. Biasanya ibu hamil enggan makan daging, ikan, hati dan pangan hewani lainnya. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi absorpsinya. Malnutirisi adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi.Faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya anemia gizi besi adalah kurangnya konsumsi zat besi yang berasal dari makanan atau rendahnya absorpsi zat besi yang ada dalam makanan. Ketersediaan zat besi dari makanan yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan mengakibatkan tubuh mengalami anemia.Penyakit penyakit kronik seperti malaria, penyakit sel sabit, infeksi bakteri, parasit usus atau cacing tambang.Epidemiologi7Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) meperkirakan bahwa 35 75% ibu hamil di negara berkembang dan 18 % ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Namun, banyak di antara mereka yang telah menderita anemia pada saat konsepsi, dengan perkiraan prevalensi sebesar 43% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang dan 12% di negara yang lebih maju.Patofisiologi2,5 Pada kehamilan, kebutuhan oksigen menjadi lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan. sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Pada puncaknya volume plasma menjadi sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan dengan perempuan yang tidak hamil. Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan anemia.Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu. Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron tahapan terjadinya anemia defisiensi besi pada kehamilan :1. Tahap pertama: terjadi apabila simpanan besi berkurang yang terlihat dari penurunan feritin dalam plasma yang sedang,hal ini dikonpensasikan dengan peningkatan absorpsi besi yang terlihat dari peningkatan kemampuan mengikat besi total (total iron binding capacity/TIBC) pada tahap ini belum terlihat perubahan fungsional pada tubuh.

2. Tahap kedua: terjadi apabila simpanan besi berkurang yang terlihat dari penurunan feritin dalam plasma hingga 12 g/l. hal ini dikonpensasikan dengan peningkatan absorpsi besi yang terlihat dari peningkatan kemampuan mengikat besi total (total iron binding capacity/TIBC) pada tahap ini belum terlihat perubahan fungsional pada tubuh.

3. Tahap ketiga: terlihat dengan habisnya simpanan besi, menurunnya jenuh transferin hingga kurang dari 16% pada orang dewasa dan meningkatnya protoporfirin yaitu pendahulu (precursor) hem. Pada tahap ini nilai haemoglobin dalam darah masih berada pada 95 % nilai normal. Hal ini dapat mengganggu metabolisme energi sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan bekerja.

4. Tahap keempat: terjadinya anemia gizi besi dimana kadar haemoglobin total turun dibawah nilai normal. Anemia gizi besi berat ditandai oleh sel darah merah yang kecil (mikrositosis) dan nilai haemoglobin rendah (hipokromia). Oleh sebab itu anemia gizi besi dinamai anemia hipokromik mikrositik.Saat menyusui, meski biasanya wanita tidak mengalami haid, ibu tetap kehilangan zat besi dan kalsium melalui ASI. Selain kehilangan basal normal sekitar 0,8 mg, kehilangan zat besi melalui ASI mencapai sekitar 0,3 mg per hari. Maka, ibu menyusui butuh tambahan zat besi 2 mg per hari serta kalsium 400 mg per hari.Manifestasi klinis1,2,5,7Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas,tanda-tanda gejala anemia gizi besi;1. Pucat2. Lemah3. Lesu4. Pusing5. Penglihatan berkunang-kunag6. Tinnitus7. Spoon shaped nails8. Glossitis9. Stomatitis angularis10. Cardiac failureDerajat anemiaNilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dlKlasifikasi anemia yang lain adalah :a. Hb 11 gr% : Tidak anemiab. Hb 9-10 gr% : Anemia ringanc. Hb 7 8 gr%: Anemia sedangd. Hb < 7 gr% : Anemia berat.Dampak anemia defisiensi besi pada kehamilan. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).Penatalaksanaan 1,3,4,6,71. Pemberian tablet besiWanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam program suplementasi, dosis yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 mg asam folat) yang dimakan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.Efek samping dari sediaan Fe adalah mual,nyeri lambung,muntah,diare/sembelit. Konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti para wanita hamil harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemi dan harus pula diyakini bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi.2. Modifikasi makananAsupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama pemastian konsumsi makanan yang cukup makanan yang cukup kalori sebesar yang dikonsunsi. Kedua meningkatkan ketersediaan zat besi yang dimakan yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.3. Pengawasan penyakit infeksiPengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak di.inginkan ,Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit.Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat, pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi dan kebersihan perorangan.Komplikasi1,7 Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partusimatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).

PrognosisBaik,apabila diperbaiki dan ditangani dengan adekuat.Buruk,apabilabila tidak ditangani dengan adekuat.Preventif1Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:1. Pendidikan kesehatan: Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering dujumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan antielmentik dan perbaikan sanitasi.3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan. Di Negara Barat dilakukan dengan mencampurkan tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

Kesimpulan Anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi masih merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Terjadinya defisiensi besi pada wanita subur, ibu hamil,ibu menyusui dan anak- anak antara lain disebabkan jumlah zat besi dan vitamin C yang diabsorbsi sangat sedikit, tidak cukupnya zat besi yang masuk karena rendahnya bioavailabilitas makanan yang mengandung besi , karena hanya terdiri dari nasi atau umbi-umbian dengan kacang-kacangan an sedikit (jarang sekali) daging, ayam atau ikan, serta dapat disebabkan kenaikan kebutuhan besi selama hamil,periode pertumbuhan dan pada waktu haid. Anemia pada ibu hamil mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia yang terjadi selama kehamilan memberikan akibat pada ibu dan janinnya. Bagi ibu, keadaan anemia akan menurunkan daya tahan tubuh ibu, sehingga rentan terhadap infeksi. Selain itu akibat yang terjadi pada persalinan antara lain adalah lemahnya kontraksi rahim, tenaga mengejan yang lemah. Kehilangan darah hingga satu liter selama persalinan tidak akan membunuh seorang wanita yang sehat, tetapi pada wanita yang jelas anemia kehilangan sekitar 150 ml saja dapat berakibat fatal. Suplementasi TTD dapat meningkatkan kadar Hb yang diikuti dengan peningkatan berat badan. Peningkatan berat badan tersebut disebabkan karena peningkatan kadar Hb dalam darah. Dengan meningkatnya kadar Hb akan menyebabkan oksigenasi sel menjadi lebih baik, metabolisme meningkat dan fungsi sel akan optimal sehingga daya serap makanan lebih baik dan timbul rasa lapar sehingga nafsu makan bertambah yang menyebabkan asupan makanan meningkat dan terjadi kenaikan berat badan,dengan at makanan yang meningkat dalam catatan juga beragam diharapkan anemia defsiensi besi dapat ditekan.

Daftar Pustaka1. Departemen Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diakses tanggal 24 September 2011. http://www.depkes.go.id.2. Baldy C M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC.3. Sadjaja,Artamarita.2009.Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga.Jakarta: Kompas Media Nusantara.4. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.5. Guyton Arthur C dan John E H. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC6. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC7. Sediaoetama, Ahmad Djaelani. 2006. Ilmu Gizi II. Jakarta : Dian Rakyat.8. Amiruddin, Ridwan, Ermawati Syam, Rusnah, Septi Tolanda, Irma Damayanti. 2007. Anemia Defisiensi Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia (Evidenced Based). Diakses tanggal 23 September 2010. http://ridwanamiruddin.wordpress.com

18Anemia Defisiensi Besi (D3)