belajar mandiri michael sintong ske f blok 27.docx

38
Belajar Mandiri Tutorial Skenario F Blok 27 Oleh Michael Sintong Halomoan Purba 04121401077 Kelompok 4 Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Upload: michael-sintong

Post on 05-Jan-2016

247 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bla bla bla

TRANSCRIPT

Page 1: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Belajar Mandiri

Tutorial Skenario F Blok 27

Oleh

Michael Sintong Halomoan Purba

04121401077

Kelompok 4

Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya

Page 2: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Analisis Masalah

1. Tuan X, kisaran usia 27 tahun, datang ke puskesmas rawat inap dihantar oleh polisi

setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien tidak membawa kartu identitas.

a) Bagaimana mengevakuasi pasien pada kecelakaan lalu lintas?

Evakuasi Korban

Evakuasi korban adalah salah satu tahapan dalam Pertolongan Pertama yaitu

untuk memindahkan korban ke lingkungan yng aman dan nyaman untuk

mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut.

Prinsip Evakuasi

1. Dilakukan jika mutlak perlu

2. Menggunakan teknik yang baik dan benar

3. Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih serta memiliki

semangat untuk menyelamatkan korban dari bahaya yang lebih besar atau

bahkan kematian

Alat Pengangkutan

Dalam melaksanakan proses evakusi korban ada beberapa cara atau alat bantu,

namun hal tersebut sangat tergantung pada kondisi yang dihadapi (medan, kondisi

korban ketersediaan alat). Ada dua macam alat pengangkutan, yaitu:

1. Manusia

Manusia sebagai pengangkutnya langsung. Peranan dan jumlah pengangkut

mempengaruhi cara angkut yang dilaksanakan.

Bila satu orang maka penderita dapat:

· Dipondong : untuk korban ringan dan anak-anak

· Digendong : untuk korban sadar dan tidak terlalu berat serta tidak patah tulang

· Dipapah : untuk korban tanpa luka di bahu atas,

Bila dua orang maka penderita dapat:

Page 3: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Maka pengangkutnya tergantung cidera penderita tersebut dan diterapkan bila

korban tak perlu diangkut berbaring dan tidak boleh untuk mengangkut korban

patah tulang leher atau tulang punggung.

· Dipondong : tangan lepas dan tangan berpegangan

· Model membawa balok

· Model membawa kereta

2. Alat bantu

· Tandu permanen

· Tandu darurat

· Kain keras / ponco / jaket lengan panjang

· Tali / webbing

Persiapan :

Yang perlu diperhatikan:

Kondisi korban memungkinkan untuk dipindah atau tidak berdasarkanpenilaian

kondisi dari: keadaan respirasi, pendarahan, luka, patah tulang dan angguan

persendian

Menyiapkan personil untuk pengawasan pasien selama proses evakuasi

Menentukan lintasan evakusi serta tahu arah dan tempat akhir korban diangkut

Memilih alat

Selama pengangkutan jangan ada bagian tuhuh yang berjuntai atau badan

penderita yang tidak dalam posisi benar.

2. Dari saksi di tempat kejadian diketahui mechanism of injury yang terjadi ialah pasien

yang mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Pasien

kemudian terpelanting dan membentur trotoar. Saat itu pasien tidak menggunakan helm.

a) Apa saja trauma yang dapat terjadi pada kasus ?

Fraktur tulang-tulang ekstrimitas, fraktur tulang-tulang kepala

Page 4: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

b) Apa saja trauma yang dapat terjadi akibat tidak memakai helm ?

Fraktur tulang-tulang kepala, cedera otak

3. Pasien tidak sadar setelah mengalami kecelakaan. Baju dan celana pasien basah karena

darah. Jarak tempuh antara tempat kejadian dan puskesmas sekitar 20 menit.

a) Makna klinis dari pasien tidak sadar ?

Terdapat syok yang menyebabkan penurunan kesadaran

b) Makna klinis dari baju dan celana pasien basah karena darah ?

Terdapat luka yang mengakibatkan perdarahan yang hebat pada tubuh dan ekstrimitas

4. Pemeriksaan di IGD

Survey primer

Airway = Bersuara saat dipanggil, aroma napas alcohol

Breathing = RR: 32x/menit, SpO: 95 % (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis dan

dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing

Ciculation = Nadi : 145x/menit( isi dan tegangan kurang), TD:70/50 mmHg,akral dingin

lembab pucat, CRT (capillary refill time) 4 detik, urin output inisial 100cc (warna kuning

pekat)

Dissability = respond to verbal ( Skala AVPU)

Exposure = temperature:35,5 C, Fraktur terbuka os humerus sinistra dengan perdarahan aktif,

fraktur terbuka os femur sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur terbuka sinistra dengan

perdarahan aktif.

a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada kasus ?

Airway = Bersuara saat dipanggil, aroma napas alcohol

Page 5: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Bersuara saat dipanggil: normal

Aroma napas alcohol: tidak normal, disebabkan oleh konsumsi alcohol

sebelumnya

Breathing = RR: 32x/menit, SpO: 95 % (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis

dan dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, tidak ada ronkhi, tidak

ada wheezing

RR: Meningkat, disebabkan oleh kompensasi tubuh terhadap turunannya

volume darah yang mengakibatkan turunnya pasokan oksigen

SpO2: Normal

Gerakan thoraks: normal

Auskultasi paru: normal

Ciculation = Nadi : 145x/menit( isi dan tegangan kurang), TD:70/50 mmHg,akral

dingin lembab pucat, CRT (capillary refill time) 4 detik, urin output inisial 100cc

(warna kuning pekat)

Nadi: meningkat, disebabkan oleh kompensasi terhadap turunnya tekanan

darah, namun isi dan tegangan yang kuat disebabkan oleh hypovolemia

TD: hipotensi, disebabkan oleh hiopvolemia akibat perdarahan

Dissability = respond to verbal ( Skala AVPU)

Dissability: kesadaran menurun, akibat syok hipovolemik yang terjadi

Exposure = temperature:35,5 C, Fraktur terbuka os humerus sinistra dengan

perdarahan aktif, fraktur terbuka os femur sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur

terbuka sinistra dengan perdarahan aktif.

Temperatur: menurun akibat hipovolemi

Fraktur: tidak normal, disebabkan oleh trauma pada kecelakaan

Page 6: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

b) Bagaimana pemeriksaan skala AVPU ?

Penilaian Cepat : AVPU

▫ A : Alert = sadar penuh

▫ V : to Verbal = memberikan respon hanya dengan rangsangan suara

▫ P : to Pain = memberikan respon hanya dengan rangsangan nyeri

▫ U : unresponsive = tidak memberikan respon dengan rangsangan nyeri

Hipotesis

Tuan X, kisaran usia 27 tahun, diduga mengalami syok haemorrhagic et causa fraktur

terbuka os humerus dan femur sinistra.

Template

a) How to diagnose

Pada anamnesis pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit

mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang

mengetahui kejadiannya, cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau

perdarahan dalam perut), Riwayat penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi

(suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan

obat)

Pemeriksaan fisik

Kulit

Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena

begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok

septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)

Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).

Tekanan darah

Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang

sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)

Status jantung

Page 7: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.

Status respirasi

Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi

lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)

Status Mental

Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun,

sopor sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam,

kritis)

Fungsi Metabolik

Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai

alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat

takipnea. Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,

meninggi pada syok kardiogenik.

Keseimbangan Asam Basa

Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,

penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang

Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,

kreatinin, glukosa darah. Analisa gas darah, EKG.

b) Differential diagnose

Syok hemoragik

Syok hipovolemik

Syok kardiogenik

Syok septik

Syok neurogenik

c) Working diagnose

Page 8: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Syok hemoragik e.c. fraktur terbuka

d) Etiologi

1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh

seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang

besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur

femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.

3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein

plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.

2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

e) Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul

gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.

Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah

ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital.

Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume

darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan

kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak

dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi

untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi

karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler.

Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

Page 9: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.

Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi

sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri

menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,

metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian

sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi

bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler

diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa

ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa

yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke

otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini

menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan

bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok

(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan

penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.

Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat

timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas

mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme

dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan

asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.

Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem

kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi

kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan

hiperkapnea

Efek Dari Syok Seluler

Page 10: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan metabolisme

energy pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy pada sel-sel tersebut

akan terganggu. Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi dipecahkan

dan disimpan dalam bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan

energy ini untuk melakukan berbagai fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa

biokimia dan melakukan fungsi seluler khusus seperti konduksi impuls listrik.

Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan

oksigen dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui anaerob dan

nutrient, karena sel-sel harus menghasilkan energy melalui anaerob. Metabolisme ini

menghasilkan tingkat energy yang rendah dari sumber nutrient, dan lingkungan

intraseluler yang bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi sel menurun. Sel

membengkak dan membrannya menjadi lebh permiabel, sehingga memungkinkan

elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam sel. Pompa kalium-natrium menjadi

terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel

Respon Vaskuler

Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke sel-

sel tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada

aliran darah ke area spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur

ulang kembali melalui paru-paru untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-

produk akhir metabolism seluler seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan

pompa yang dikeluarkan untuk mengeluarkan darah segar yang dioksigenasi ke luar

jaringan tubuh. Vaskulatur dapat berdilatasi dan berkontraksi sesuai dengan mekanisme

pengatur pusat dan local. Mekanisme pengaturan pusat menyebabkan dilatasi dan

konstriksi vaskuler untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Mekanisme

pengaturan local, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan vasodilatasi/vasokontriksi

dalam berespon terhadap bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang

mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan nutrient.

Page 11: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Pengaturan Tekanan Darah

Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dan

vaskular harus berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik neural,

kimiawi, dan hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya

memberikan perfusi jaringan.

Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan darah)

terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls

ke pusat saraf simpatik yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan

darah, ketokolamin (epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang

menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan demikian

memulihkan tekanan darah.

Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif

dan vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi

jaringan. Jika salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi

dengan meningkatkan kerja kedua komponen lain. Jika mekanisme kompensasi tidak

mampu lagi mengkompensasi system yang gagal, maka jaringan tubuh tidak memperoleh

perfusi yang adekuat dan syndrome syok dimulai kecuali jika intervensi cepat dilakukan,

syok akan berlanjut dan menyebabkan kegagalan organ dan kematian

f) Tatalaksana

1. Airway dan Breathing

Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan

oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.

2. Sirkulasi

Kontrol pendarahan dengan:

- Mengendalikan pendarahan

- Memperoleh akses intravena yang cukup

- Menilai perfusi jaringan

Page 12: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Pengendalian pendarahan:

Dari luka luar: tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).

Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah: PASG (Pneumatic Anti Shock

Garment).

Pendarahan internal: operasi

3. Disability : pemeriksaan neurologi

Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, funsi motorik dan

sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan

meramalkan pemulihan.

4. Exposure : pemeriksaan lengkap

Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi

hipotermi pada penderita.

5. Dilatasi Lambung: dekompresi

Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya

hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung

menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi

lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan

memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk

mengeluarkan isi lambung.

6. Pemasangan kateter urin

Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau

produksi urin.

Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

B. Akses pembuluh darah

Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter

intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang

digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam

jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila

tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada

anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intaosseus harus dicoba sebelum

Page 13: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

menggunakan jalur vena sentral. Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk

crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan

pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.

C. Terapi Awal Cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat mengisi ruang

intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan volume vaskuler dengan cara

mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler.

Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan

kedua, karena NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik.

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi

awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan

adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid.

Sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang

interstisial dan intraseluler, dikenal dengan “hukum 3 untuk 1” (3 for 1 rule).

Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka

diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui

atau penyebab syok yang lain.

g) Komplikasi

Kerusakan ginjal

Kerusakan otak

Gangren pada lengan atau tungkai hingga amputasi

Serangan jantung

Syok yang berat dapat berujung pada kematian

h) Prognosis

Dubia

Page 14: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

i) Edukasi dan preventif

Menghindari kecelakaan

Berkendara dengan aman

Menggunakan pengaman saat berkendara (helm, seat belt)

j) SKDI

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan

dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling

tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti

sesudah kembali dari rujukan.

Learning Issue

1. Syok haemorrhagic

1.1 Definisi Syok

Ketidak-normalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan

oksigenasi jaringan yang tidak adekuat.

1.2 Definisi Syok Perdarahan

Syok perdarahan disebut juga syok hipovolemia yang diartikan sebagai ketidak-normalan

dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan

yang tidak adekuat akibat dari kehilangan akut volume peredaran darah.

2. Etiologi Syok Perdarahan

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya

terjadi pada:

1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh

seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang

besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur

femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.

Page 15: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein

plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.

2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

3. Patofisiologi

Pada syok hemoragik, penurunan volume darah yang akut mengakibatkan mekanisme

kompensasi dari saraf simpatis melalui vasokonstriksi perifer, takikardi dan

meningkatnya kontraktilitas myokardia, yang mana meningkatkan kebutuhan oksigen

dari myokard sampai pada suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi. Secara tidak

langsung hipoperfusi jaringan akibat dari vasokonstriksi mengakibatkan metabolisme

anaerob dan asidosis.

Hipoksia jaringan, asidosis dan pelepasan berbagai mediator mengakibatkan respon

inflamasi sistemik. Reperfusi luka timbul ketika radikal oksigen dilepaskan selama fase

akut secara sistemik selama perbaikan perfusi seluruh tubuh. Humoral dan selular

inflamator juga teraktivasi dan dikonstribusi ke vaskuler dan seluler yang luka.

Berpindahnya mikroorganisme dan endotoksin melalui pertahanan mukosa yang lemah

mengakibatkan terjadinya systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multipel

organ failure. Gagalnya mekanisme kompensasi pada syok perdarahan dapat

mengakibatkan kematian.

Pada bentuk syok ringan, tekanan darah arterial dipertahankan oleh peningkatan

resistensi pembuluh darah perifer dan takikardi ringan dalam usahanya meningkatkan

curah jantung, menimbulkan pengecilan tekanan pulsasi. Karena jantung bekerja lebih

keras, maka terjadi peningkatan konsumsi O2. Bentuk hipovolemik yang ringan

ditoleransi oleh tubuh dengan perpindahan cairan ekstraselular ke dalam ruang

intravaskular dan menyebabkan hemodilusi, kecuali pada syok hemoragik yang terjadi

sangat cepat, karena hematokrit tidak akan berubah karena banyaknya darah yang keluar

dari tubuh tidak mempunyai cukup waktu untuk memindahkan cairan ke tekanan osmotik

yang lebih tinggi.

Page 16: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Pada syok berat, fungsi ginjal terganggu, dimana ginjal hanya mampu menoleransi

pengalihan darah ke organ-organ penting untuk periode ± 1,5 jam. Jika melewatinya,

maka kerusakan berkembang menjadi nekrosis tubular akut.

Beberapa faktor mempengaruhi respon hemodinamis terhadap pendarahan, yakni

meliputi: usia penderita, parahnya cedera (jenis dan lokasi anatomis), rentang waktu

antara cedera dan mulai terapi, terapi cairan pra-rumah sakit, obat-obatan yang pernah

dikonsumsi oleh karena penyakit kronis

.

4. Klasifikasi

Berdasarkan persentase kehilangan volume darah yang akut, syok hemoragik dibedakan

atas kelas-kelas, yaitu:

1. Pendarahan kelas I : kehilangan volume darah hingga 15%

Gejala klinis minimal. Bila tidak ada komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak

ada perubahan berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernapasan. Pada

penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti,

karena pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi akan memulihkan volume

darah dalam 24 jam.

2. Pendarahan kelas II: kehilangan volume darah 15-30%

Pada laki-laki 70 kg, kehilangan volume darah 750-1500 cc.

Gejala klinis berupa takikardi ( >100 x/menit), takipneu, penurunan tekanan nadi,

perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan, atau sikap

permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun

produksi urin hanya sedikit terpengaruh (20-30 ml/jam untuk orang dewasa).

3. Pendarahan kelas III: kehilangan volume darah 30-40%

Kehilangan darah dapat mencapai 2000 ml. Penderita menunjukkan tanda klasik perfusi

yang tidak adekuat, antara lain: takikardi dan takipneu yang jelas, perubahan status

mental dan penurunan tekanan darah sistolik. Penderitanya hampir selalu memerlukan

transfusi darah. Keputusan untuk memberikan transfusi darah didasarkan atas respon

penderita terhadap resusitasi cairan semula, perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.

4. Pendarahan kelas IV: kehilangan volume darah > 40%

Page 17: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Jiwa penderita terancam. Gejala: takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik

yang besar, tekanan nadi sangat sempit (atau tekanan diastolik tidak teraba), kesadaran

menurun, produksi urin hampir tidak ada, kulit dingin dan pucat.

Penderita membutuhkan transfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Keputusan

tersebut didasarkan atas respon terhadap resusitasi cairan yang diberikan. Jika kehilangan

volume darah >50%, penderita tidak sadar, denyut nadi dan tekanan darah menghilang.

5. Perubahan Cairan Sekunder Pada Cedera Jaringan Lunak

Cedera jaringan lunak dan patah tulang yang berat, menyebabkan gangguan

hemodinamik dengan dua cara:

a. Kehilangan darah pada tempat cedera

Terutama pada patah tulang panjang. Fraktur tibia dan humerus menyebab kehilangan

darah sebanyak 750 ml, fraktur femur menyebabkan kehilangan darah sebanyak 1500 ml

dan beberapa liter darah dapat berkumpul di hematom retroperitoneal pada patah tulang

panggul. Fraktur tulang panggul (pelvis) kehilangan darah dapat melebihi 2 liter 8.

b. Edema pada jaringan lunak

Tergantung pada beratnya cedera jaringan lunak. Cedera mengakibatkan aktivasi respon

peradangan sistemik dan produksi serta pelepasan banyak cytokin yang mengakibatkan

peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan pergeseran cairan dari plasma ke

ruang ekstraseluler. Pergeseran tersebut mengakibatkan hilangnya volume intravaskuler

menjadi bertambah

6. Penatalaksanaan

Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk penderita trauma,

penanganan dilakukan seolah-olah penderita mengalami syok hipovolemik, kecuali bila

terbukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan

hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan pendarahan dan mengganti

kehilangan volume.

Page 18: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Penatalaksanaan awal

A. Pemeriksaan jasmani 1

Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-

tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.

1. Airway dan Breathing

Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan

oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.

2. Sirkulasi

Kontrol pendarahan dengan:

- Mengendalikan pendarahan

- Memperoleh akses intravena yang cukup

- Menilai perfusi jaringan

Pengendalian pendarahan:

Dari luka luar: tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).

Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah: PASG (Pneumatic Anti Shock

Garment).

Pendarahan internal: operasi

3. Disability : pemeriksaan neurologi

Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, funsi motorik dan

sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan

meramalkan pemulihan.

4. Exposure : pemeriksaan lengkap

Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi

hipotermi pada penderita.

5. Dilatasi Lambung: dekompresi

Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya

hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung

menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi

lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan

Page 19: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk

mengeluarkan isi lambung.

6. Pemasangan kateter urin

Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau

produksi urin.

Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.

B. Akses pembuluh darah

Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter

intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang

digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam

jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila

tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada

anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intaosseus harus dicoba sebelum

menggunakan jalur vena sentral. Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk

crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan

pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.

C. Terapi Awal Cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat mengisi ruang

intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan volume vaskuler dengan cara

mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler.

Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan

kedua, karena NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik.

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi

awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan

adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid.

Sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang

interstisial dan intraseluler, dikenal dengan “hukum 3 untuk 1” (3 for 1 rule).

Page 20: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka

diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui

atau penyebab syok yang lain.

II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ

A. Umum

Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda

positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak

memberi informasi tentang perfusi organ.

B. Produksi urin

Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian

volume yang memadai mengahsilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada

orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika

jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik

menandakan resusitasi yang tidak cukup.

C. Keseimbangan Asam-Basa

Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu.

Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini

tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu

lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus

diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk

mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri

dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut.

III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal

Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi

berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:

Page 21: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

1. Respon cepat

Penderia cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal

kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan

maintenance.

2. Respon sementara (transient)

Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan

diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih

berlangsuna.

3. Respon minimal atau tanpa respon

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi

segera.

IV. Transfusi Darah

Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari

volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian

cairan.

a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa

Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari

volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.

b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O

- Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.

- Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau singkat.

- Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk penderita

dengan pendarahan exsanguinating.

c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid

Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam keadaan

hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada penderita yang menerima volume kristaloid

adalah menghangatkan cairannya sampai 39˚C sebelum digunakan.

d. Autotransfusi

Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk

penderita dengan hemothoraks berat.

Page 22: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

e. Koagulopati

Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.

Penyebab koagulopati:

- Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan

- Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade.

f. Pemberian Kalsium

Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.

V. Pertimbangan Khusus dalam Diagnosis dan Terapi Syok

a. Menyamakan tekanan darah dengan output jantung

Peningkatan dalam tekanan darah jangan disamakan dengan peningkatan output jantung.

Peningkatan dalam tahanan perifer, tanpa perubahan dalam output jantung menghasilkan

peningkatan tekanan darah, tetapi tidak menghasilkan perbaikan dalam perfusi jaringan

atau oksigenasi.

b. Usia

Mortalitas dan morbiditas meningkat sebanding dengan usia dan status kesehatan kronis.

c. Atlit

Pada atlit, walaupun terjadi kehilangan darah yang banyak respon biasa terhadap

hipovolemi mungkin tidak terlihat karena perubahan dinamika kardiovaskuler pada

kelompak ini.

d. Kehamilan

Hipervolemi fisiologis akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak sebelum

menunjukkan gangguan perfusi.

e. Obat-obatan

Reseptor beta adrenergik bloker dan kalsium channel blockers secara signifikan dapat

mengubah respon hemodinamis penderita terhadap pendarahan. Overdosis insulin

menyebabkan hipoglikemi. Terapi diuretik kronis dapat menyebabkan hipokalemi yang

tak terduga dan unsur anti-infeksi non steroid dapat mengurangi fungsi trombosit.

Page 23: Belajar Mandiri Michael Sintong Ske f Blok 27.Docx

f. Hipotermia

Penderita dengan hipothermia dan syok hemorrhagic tidak memberi respon normal

kepada resusitasi darah dan cairan dan seringkali mengakibatkan berkembangnya

koagulopati

g. Alat pacu jantung (pacemaker)

Penderita dengan pacemaker tidak mampu berespon terhadap kehilangan darah, karena

output jantung langsung terkait dengan denyut jantung. Pemantauan tekanan vena sentral

sangat penting bagi penderita tersebut sebagai acuan pemberian terapi cairan.

VI. Menilai Kembali Respon Penderita dan Menghindari Komplikasi

Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak

adekuat.

1. Pendarahan yang berlanjut

Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk penderita

terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara

2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP

Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil

dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP

merupakan pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk

menerima beban cairan.

3. Menilai masalah lain

Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan adanya

tamponade jantung, penumothoraks tekanan, masalah ventilator, kehilangan cairan yang

tidak diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis diabetikum,

hipoadrenalisme dan syok neurogenik.