makalah blok 17.docx

22
Pendahuluan Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Didalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun atau obat yang masuk dalan tubuh kita. Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat ekskresi.. Dibalik manfaatnya yang luar biasa hati juga bisa terserang berbagai penyakit, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati. Beberapa penyakit hati antara lain : penyakit hati karena infeksi, penyakit hati karena racun, genetik atau keturunan, gangguan imun, dan kanker. Penyakit hati yang paling sering dijumpai adalah adanya peradangan pada organ hati yang disebut hepatitis. Mengingat fungsinya yang sangat banyak maka oleh karena itu perlu perhatian pada hati untuk menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit hati tersebut, dan bila telah terjadi penyakit hati tersebut, harus dapat dideteksi dengan segera. Sesuai dengan skenario, seorang perempuan 23 tahun mual sejak 3 hari smrs. Satu minggu OS demam ringan selama 3 hari. Dua hari smrs kulit mulai gatal. Satu hari smrs BAK seperti the pekat. Tiga minggu smrs OS makan di tempat yang kurang bersih. Maka dari itu, untuk mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentang hepatitis akut kolestasis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya. 1

Upload: chompz-mumu-phantars

Post on 06-Nov-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pendahuluan

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Didalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun atau obat yang masuk dalan tubuh kita. Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat ekskresi.. Dibalik manfaatnya yang luar biasa hati juga bisa terserang berbagai penyakit, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.

Beberapa penyakit hati antara lain : penyakit hati karena infeksi, penyakit hati karena racun, genetik atau keturunan, gangguan imun, dan kanker. Penyakit hati yang paling sering dijumpai adalah adanya peradangan pada organ hati yang disebut hepatitis. Mengingat fungsinya yang sangat banyak maka oleh karena itu perlu perhatian pada hati untuk menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit hati tersebut, dan bila telah terjadi penyakit hati tersebut, harus dapat dideteksi dengan segera.

Sesuai dengan skenario, seorang perempuan 23 tahun mual sejak 3 hari smrs. Satu minggu OS demam ringan selama 3 hari. Dua hari smrs kulit mulai gatal. Satu hari smrs BAK seperti the pekat. Tiga minggu smrs OS makan di tempat yang kurang bersih. Maka dari itu, untuk mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentang hepatitis akut kolestasis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya.

Anamnesis

Menanyakan riwayat penyakit disebut Anamnesa. Anamnesa berarti tahu lagi, kenangan. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis.

Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting.Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan.1 Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding. Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya, serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien.

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat pen6

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, kondisi lingkungan tempat tinggalnya, apakah bersih atau kotor, dirumahnya terdapat berapa orang yang tinggal bersamanya, yang memungkinkan dokter untuk mengetahui apakah penyakitnya tersebut merupakan penyakit bawaan atau ia tertular penyakit tersebut.

Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:

1. Anamnesa Umum

Nama, umur, alamat, pekerjaan.

2. Keluhan Utama

Mual sejak tiga hari smrs.

Pelengkap: satu minggu smrs demam ringan selama tiga hari, dua hari smrs kulit mulai gatal, satu hari smrs BAK seperti teh pekat.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Apakah sedang mengalami suatu penyakit tertentu atau tidak

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebaiknya, ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama seperti sekarang.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama.

6. Riwayat Pengobatan

Sudah mengkonsumsi obat apa saja, atau sudah mendapat pengobatan apa dan

apakah keadaan membaik atau tidak.

Anamnesa tambahan yang bisa di tanyakan pada OS:

Apa warna kulit kuning? (ikterus/jaundice)

Apakah pasien merasa fatique, myalgia, malaise, sakit kepala, anoreksia dan nausea?

Apakah pasien mengalami hematemesis-melena?

Adakah sakit perut di kuadran kanan atas?

Adakah bengkak-edema di kaki, asites, berat badan turun, gatal-gatal?

Apakah warna tinja apakah seperti dempul/putih?

Pemeriksaan

Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik.

Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang tidak

memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).

1. Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan keterangan yang menuju ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran, tanda-tanda vital (TTV), pemeriksaan mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki dan juga untuk kasus ini dilakukan pemeriksaan fisik abdomen.

Hasil yang di dapat dari pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu:

1. Suhu tubuh (37,8)

2. Tekanan darah - normal

3. Frekuensi denyut nadi - normal

4. Frekuensi pernapasan - normal

Dari hasil pemeriksaaan fisik didapati bahwa pemeriksaaan tanda tanda vital pasien dalam batas normal.

Inspeksi.

Apakah orientasi pasien baik ? Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat?

Apakah pasien mengalami ikterus, lihat sklera/konjungtivanya, dan dapat dilihat pada kulit pasien sklera ikterik

Adakah tanda ekskoriasi yang adanya menunjukkan pruritus

Palpasi.

Dilakukan dengan palpasi dari kuadran kanan bawah menuju ke kuadran kanan atas. Tujuannya untuk mengetahui adanya perbesaran organ hati dan juga rasa nyeri. Hasil palpasi didapatkan:

Nyeri tekan + kanan atas

Perbesaran hati 1 jari di bawah kosta, 2 jari di bawah proc. Xyphoideus

Hati: tepi tajam, permukaan datar, konsistensi lunak

Murphy sign

Shifting dullness

Balotemen

Perkusi

Dilakukan perkusi dengan tujuan memeriksa apakah ada perbesaran hati dilihat dari batas paru hati.

2. Pemeriksaan Penunjang

Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis

suatu penyakit. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk kasus ini adalah:

a) Tes fungsi hati:

AST/SGOT

AST ditemukan dalam sel-sel hati, jantung dan otot-otot lainnya. Jika AST tersebut ditemukan degan kadar yang tinggi di dalam darah, hal ini mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati. (nilai rujukan: 8-48 U/L). 496 U/L

ALT/SGPT

Enzim yang ditemukan di dalam sel hati. Dalam kondisi normal, kadar ALT di dalam darah adalah rendah. Kadar ALT yang tinggi mengindikasikan adanya kerusakan hati. (nilai rujukan: 7-55 U/L). 1200 U/L

ALP

Enzim ALP ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di hati dan saluran empedu. Jika kadar ALP meningkat, mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati, terutama bila terjadi sumbatan di saluran empedu. (nilai rujukan: 45-115 U/L). 192 U/L

Bilirubin

Bilirubin dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin dalam hati. Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses. Peningkatan kadar bilirubin menunjukan adanya penyakit hati atau saluran empedu. Bilirubin direk: 16,25 mg/dL

Bilirubin indirek: 4,3 mg/dL

b) Tes Kolestas

Jikaenzim GGT dalam darah meningkat mengindikasikan adanya

kerusakan hati atau saluran empedu. (nilai rujukan: 0-30 U/L). 154 U/L

5-NT

Enzim 5-NT merupakan enzim kolestatik yang terdapat dalam sel hati. 5-NT meningkat pada penyakit hepatobilier seperti ikterus obstruktif, hepatitis, sirosis hati dan Ca hati sekunder. (nilai rujukan: 0-11 U/L).

c) Tes Serologi Hepatitis Virus2

HAV IgM adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut.

HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B untuk diagnostik hepatitis B akut.

d) USG Hati3

Bisa membantu menegakkan diagnosis klinis, karena bisa menunjukkan abnormalitas hati fokal seperti metastasis, abses hati, atau kelainan vaskular. Bisa menemukan tanda-tanda obstruksi bilier (dilatasi duktus biliaris) dan penyebab ikterus (batu empedu, kanker pankreas). Bisa juga tidak nampak kelainan. Selanjutnya, diperlukan pemeriksaan USG, CT scan dan MRI untuk membedakan jenis kolestasis, yaitu intra atau ektrahepatik. Hepatitis kolestasis merupakan salah satu penyebab kolestasis intra hepatik.

Pada keadaan hepatitis kolestasis terjadi peningkatan 3 enzim pertanda kolestasis yaitu alkaline phosphatase (ALP), 5'-nucleotidase (5NT), dan y-glutamyl transpeptidase (GGT). ALP dan 5'-NT terletak dikanalikuli biliaris hepatosit, sedangkan GGT terdapat di reticulum endoplasma dan sel epitel duktus biliaris. Bilirubin yang tinggi, enzim transaminase meninggi sedang (jarang >500 U/L), dan peningkatan enzim pertanda menunjukkan adanya kolestasis.3Diagnosis

Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani suatu penyakit. Proses diagnosa adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan untuk menentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan diagnosis penyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat dengan jenis penyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).4Diagnosa dilakukan berdasarkan prinsip bahwa suatu penyakit dapat dikenali dengan

memperhatikan ciri gejala klinis pada tubuh pasien yang ditimbulkan penyakit tersebut.

Keadaan penyakit yang diderita dapat juga di ukur dengan memperhatikan gejala klinis. Semua gejala yang teramati kemudian dibandingkan dengan pengetahuan menenai penyakit dan ciri-cirinya yang dimiliki ahli tersebut, bila terdapat kecocokan maka ahli tersebut dapat menentukan jenis penyakitnya.4I. Differential Diagnosis

Differential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bias dicurigai menderita beberapa penyakit seperti:

a. Hepatitis Akut Kolestasis Ekstrahepatik

Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokos dan kanker pankreas. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu. Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubiemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke urin.5

b. Hepatitis Akut Kolestasis e.c imbas obat

Hepatitis imbas obat atau drug induced hepatitis merupakan hepatitis yang disebabkan pemakaian obat-obat hepatotoksik dalam jangka waktu lama dan dosis besar.3 Beberapa obat yang dapat menimbulkan penyakit ini adalah:3 Obat Anti Tuberkulosis: rifampisin, isoniazid & pirazinamid

Obat Anti Inflamasi Non Steroid: asetaminofen, ibuprofen, indometasin

Anti Hipertensi Metildopa

Fenitoin: kerusakan hati yang disebabkan mirip hepatitis dan bisa terjadi kerusakan duktus empedu dan kolestasis intrahepatik

Kontrasepsi oral: kombinasi kontrasepsi oral estrogenik dan progesteronik steroid menyebabkan kolestasis intrahepatik dengan gejala pruritus dan ikterus setelah beberapa minggu hingga bulan.

Gejala klinis pada diagnosis adalah berupa: mual, muntah, nyeri abdomen dan

juga ditemukan ikterus dan rash pada pemeriksaan fisik.

AI. Working Diagnosis

Working Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Berdasarkan gejala-gejala yang timbul dan hasil dari pemeriksaan fisik serta penunjang, dapat ditarik kesimpulan kalau pasien tersebut menderita hepatitis akut kolestasis et causa HAV.

Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat, atau alkohol. Hepatitis akibat virus bersifat akut dan dapat menular. Virus penyebab meliputi hepatitis virus A (HVA), virus hepatitis B (HVB), virus hepatitis non-A non-B (NANB), virus hepatitis C (HVC), dan virus hepatitis D (delta). Komplikasi potensial dari hepatitis adalah degenerasi progresif hati. Pantau adanya tanda degenerasi hati yang meliputi gejala hepatitis tidak menghilang (mis., ikterus, nyeri epigastrik, feses warna nanah) dan kadar enzim hati dan tes koagulasi tidak mau kembali ke normal. Periode kembali normal adalah 2-12 minggu. Kondisi ini dapat berakhir sebagai gagal hati dan kematian. 6

Kolestasis adalah kondisi dimana terjadi penghambatan aliran empedu secara akut atau kronis. Hepatitis kolestasis adalah hepatitis yang menyebabkan kolestasis intrahepatik yang ditandai dengan penghambatan luas duktus biliaris sehingga ekskresi cairan empedu gagal. Selain itu ditandai oleh adanya ikterus, pruritus, anoreksia, diare persisten, urin berwarna gelap dan tinja pucat seperti dempul. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterus, ekskoriasi yang menunjukkan kolestasis lama atau obstruksi bilier yang lama, pada kasus yang kronik dapat terjadi asites dan splenomegali.3Etiologi

Hepatitis Virus A (HAV) adalah single stranded RNA, nonenveloped virus yang tergolong dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus. Terdiri dari satu serotype, tiga atau lebih genotype, bereplikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi. Hepatitis A menginfeksi menusia melalui fecal-oral dimana sangat berhubungan dengan kebersihan lingkungan dan kepadatan penduduk.3

Epidemiologi

HAV berdistribusi di seluruh dunia dan endemisitas tinggi di Negara yang berkembang. Infeksi tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Kematian disebabkan hepatitis fulminan meningkat seiring peningkatan usia tetapi prevalensi infeksi menurun sesuai peningkatan usia.3

Patofisiologi

Kolestasis disebabkan oleh obstruksi di dalam hati (intrahepatik). Virus hepatitis akan menyebabkan penyumbatan yang meluas pada duktuli kandung empedu dan terjadilah kolestasis. Obstruksi tersebut menyebabkan cairan empedu yang mengandung bilirubin tidak dapat mengalir keluar dan menyebabkan lemak terakumulasi di dalam darah dan tidak tereksresi secara normal

Manifestasi Klinik

Kolestasis ditandai oleh adanya ikterus, pruritus, anoreksia, diare persisten, urin berwarna gelap dan tinja pucat seperti dempul.3Pada infeksi yang sembuh spontan ditemukan:5

1) spektrum penyakit mulai dari asimptomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut

2) sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti:

a) malaise, anoreksia, mual, dan muntah

b) gejala flu, faringitis, batuk, coryza, fotofobia, sakit kepala, dan mialgia

3) awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV

4) demam jarang ditemukan kecuali pada infeksi HAV

5) immune complex mediated, serum sickness like syndrome dapat ditemukan pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV, jarang pada infeksi virus lain

6) gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap

7) ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat

8) pemeriksaan fisis menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati

9) splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15%-20% pasien

Komplikasi

Hepatitis kronik

Dikatakan hepatitis kronik bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau

laboratorium atau pada gambaran patalogi anatomi, selama 6 bulan. Ada dua bentuk

hepatitis kronik, yaitu hepatitis kronik persisten dan hepatitis kronik aktif. Sangat penting untuk membedakan 2 bentuk tersebut sebab yang disebut pertama mempunyai prognosis yang baik dan akan sembuh sempurna. Diagnosis hanya dapat dipastikan dengan pemeriksaan biopsi dan gambaran PA. Hepatitis kronik aktif umumnya berakhir menjadi sirosis hepatis

Sirosis Hepatis

Sirosis adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini memengaruhi struktur normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati menjadi rusak dan mati sehingga hati secara bertahap kehilangan fungsinya.

Penatalaksanaan

Pengobatan dibagi atas atas medica mentosa (menggunakan obatobat yang di minum)

dan juga non-medica mentosa (tidak mengonsumsi obat).

a) Medica mentosa

Tujuan utama terapi adalah menghilangkan keluhan. Untuk itu dapat diberikan:3

Prednisolone 30mg/hari tapping off diberikan dalam jangka waktu pendek untuk mengatasi pruritus.

Kolestiramin 12-16 g sehari dibagi dalam 2-4 bagian.

Asam ursodioksikolat dosis tinggi 20mg/kgBB

Sebagian ahli tidak lagi menggunakan steroid dan menggantikannya dengan rifampisin. Suplemen kalsium dan vitamin D dapat membantu mencegah kehilangan massa tulang pada pasien kolestasis kronis.

b) Non-medica mentosa

Rawat jalan kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan dehidrasi

Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat

Tidak ada rekomendasi diet khusus

Makan dengan porsi kecil tapi sering

Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise

Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A,E,D. Pemberian interferon alfa pada hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian infeksi kronik.

Peran lamivudin atau adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas. Obat-obat yang tidak perlu harus dihindarkan.

. Infeksi virus hepatitis A akan mengalami penyembuhan sendiri apabila tubuh cukup kuat, sehingga pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan yang ada, disertai pemberian vitamin dan istirahat yang cukup.5

Upaya Pencegahan dan pengobatan untuk hepatitis A dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi atau imunisasi hepatitis A bisa dilakukan dengan bentuk sendiri/havrix atau bentuk kombinasi dengan vaksin hepatitis B (twinrix). Imunisasi juga diberikan kepada balita dan anak-anak mulai dari usia 2-18 tahun sebanyak satu kali. Sedangkan pada orang dewasa dapat dilakukan dengan imunisasi ulang (booster) setelah 6-12 bulan imunisasi pertama. Pemberian imunisasi ini dapat bertahan 15-20 tahun.

Higiene personal mengingat bahwa hepatitis A menular terutama melalui makanan dan minuman, maka setiap orang sebaiknya selalu menjaga kebersihan dirinya. Cucilah tangan dengan air mengalir serta gunakan sabun stiap kali selesai buang air besar dan kecil. Demikian juga sebelum makan dan saat mengolah maupun menyiapkan makanan.

Prognosis

Keluhan akan berkurang seiring dengan perbaikan penyakit dasar.5

Kesimpulan

Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada pasien, dan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, pasien diduga menderita hepatitis akut kolestasis e.c HAV dan hipotesis diterima.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD. Kanker, apakah itu? Jakarta: Arcan; 2005.h.104.

2. Halim SL, Iskandar I, Edward H, Kosasih R, Sudiono H. Patologi klinik: kimia klinik. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.h.125-7.

3. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.h.129-140.

4. Juanda HA. Solusi tepat bagi penderita TORCH. Solo: PT Wangsa Jatra Lesatari; 2007.h.19.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.639-652.

6. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC; 2000.h.146.