makalah blok 23.docx

30
Rinosinusitis Maxillaris akut dan penatalaksanaannya Theresia Chlara Esperansa Obisuru (102012261)/F3 email : [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Pendahuluan Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. 1 Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum 1

Upload: redemtus-yudha

Post on 19-Feb-2016

135 views

Category:

Documents


62 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah blok 23.docx

Rinosinusitis Maxillaris akut dan penatalaksanaannya

Theresia Chlara Esperansa Obisuru (102012261)/F3

email : [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061

Fax. 021-5631731

Pendahuluan

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,

bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau

dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma

(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi

bakteri.1

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua

sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan

maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus

maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi

gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.1

Anatomi sinus maxilla

Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini

membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak dan

membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus

paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi,

sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sphenoidalis di belakang bola mata. Seluruh

sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu

1

Page 2: Makalah blok 23.docx

mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi.

Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.2

Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada saat lahir. Sinus

maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding inferior orbita sebagai batas

superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial, prosesus alveolaris maksila sebagai batas

inferior, dan fossa canine sebagai batas anterior.2

Sinus maksilaris berbentuk pyramid dengan basis di medial yaitu dinding lateral cavum

nasi dan apeknya pada prosesus zygomaticus ossis maxillaris. Atap sinus dibentuk oleh dasar

orbita sedangkan dasar sinus merupakan prosesus alveolaris ossis maxillaries. Dinding

anteriornya memisahkan sinus dengan fasies, sedangkan dinding posteriornya memisahkan

dengan fossa pterigopalatina.2

Sinus maksilaris disebut juga antrum High-more, merupakan sinus yang sering

terinfeksi, oleh karena 1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, 2) letak ostiumnya lebih

tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksilaris hanya tergantung dari

gerakan silia, 3) dasar sinus maksilaris adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), hanya

dipisahkan dengan lamina tulang yang sangat tipis dan bahkan sama sekali tidak dipisahkan

oleh tulang, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis, 4) ostium

sinus maksilaris terletak dimeatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga

mudah tersumbat oleh karena drainase kurang baik. 5) Sinusitis maksilaris dapat

menimbulkan komplikasi orbita melalui duktus nasolakrimalis.2

Gambar 1. Sinus Paranasalis Tampak Depan dan Samping.2 2

Page 3: Makalah blok 23.docx

Vaskularisasi sinus maksilaris sebagian besar berasal dari a. maksilaris dan cabang-

cabangnya yang menembus tulang sinus. Drainase vena pada sinus mulai v.maksilaris dan

v.facialis anterior menuju v.jugularis interna. Selain itu v.maksilaris juga menuju pleksus

pterygoid. Sedangkan drainase cairan limfe ke limfonodi submandibular.

Sinus maksilaris mendapat inervasi dari n. infraorbital, n. maxillaries (n.V2). Inervasi

sekretomotorik mukosa sinus berasal dari nucleus intermediate n.fascialis. Membran mukosa

sinus menerima inervasi dari postganglionik parasimpatetik untuk sekresi mukus.

Anamnesis

Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis

penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis.

Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap

keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan

untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan lain

sebagainya. Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan

sistem dan anamnesis pribadi (meliputi riwayat imunisasi, keadaan sosial ekonomi, budaya,

kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).

1. Identitas pasien

Perlu di tanyakan nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, umur, agama,

suku bangsa, dan pendidikan.

2. Keluhan utama

Keluhan yang membuat pasien datang ke dokter dan perlu di tanyakan onsetnya. Dari

khasus keluhan utama pasien adalah pilek tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien juga mengeluh sakit kepala dan nyeri di pipi bila ditekan. Selain itu juga

ditannyakan karekter sekret, apakah purulent atau tidak, apakah turun ke tenggorok (post

nasal drip), tanyakan juga apakah pasien mengalami demam dan lesu, hiposmia/anosmia,

halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.3

3

Page 4: Makalah blok 23.docx

4. Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami penyakit seperti ini atau tidak. Jika sudah

tanyakan apakah sudah pernah berobat atau belum (riwayat pengobatan)

5. Riwayat penyakit dalam keluarga

Tanyakan pada ibu pasien apakah di keluarga atau teman sebayanya ada yang terkena

penyakit seperti ini atau tidak.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palapsi, transiluminasi, rhinoskopi

anterior dan posterior. Pada inspeksi diperhatikan adalah pembengkakan di pipi sampai

kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan dapat menunjukkan sinusitis maksila

akut. Pada palpasi, terdapat nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan

adanya sinusitis maksila. Pada pemeriksaan transiluminasi, manfaatnya terbatas sehingga

sudah sangat jarang dilakukan. Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk memeriksa sinus

maksila dan frontal bila tidak tersedia pemeriksaan radiologik. Apabila transiluminasi tampak

gelap di daerah infraorbita, kemungkinan antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal

atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus

maksila, akan tampak terang pada transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak

adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila.3

Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior dan posterior, dan pemeriksaan

naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khasnya

adalah adanya pus di meatus medius. Naso-endoskopi juga dapat mempermudah dan

memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian yang rumit termasuk KOM.3

Pemeriksaan penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:1,4

4

Page 5: Makalah blok 23.docx

a. Pemeriksaan transluminasi.

Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau gelap. Hal

ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah, karena akan nampak

perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit.

b. Gambaran Radiologi

Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak

perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada

sinus yang sakit. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk

mengetahui adanya abses gigi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai

berikut:

a) Posisi Caldwell

Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja

sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus

lateralis mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus

terhadap film. Sudut sinar rontgen adalah 15° kraniokaudal dengan titik

keluarnya nasion.

Gambar 2. Posisi Caldwell.4

b) Posisi Waters

Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud dari posisi ini adalah

untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum 5

Page 6: Makalah blok 23.docx

maksila. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian

rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus

medial mata dan tragus membentuk sudut lebih kurang 37° dengan film

proyeksi waters dengan mulut terbuka memberikan pandangan terhadap semua

sinus paranasal.

Gambar 3. Waters Photo Sinusitis Maxillaris dextra.4

c). Posisi Lateral

Kaset dan film diletakkan paralel terhadap bidang sagital utama tengkorak

Gambar 4. Posisi lateral.4

c. CT-Scan, terdapat air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan

atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas

dan beratnya sinusitis.

6

Page 7: Makalah blok 23.docx

d. MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai

sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut.

e. Kultur

Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab,

maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus medius, meatus

superior, atau aspirasi sinus. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang

merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus,

streptococcus, staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga

ditemukan virus atau jamur.

Gejala klinis sinusitis

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa

tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).

Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan

didaerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri

juga terasa ditempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri

diantara atau dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri didahi atau

seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di vertex,

oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada

nyeri alih ke gigi dan telinga.1,3

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang

menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit

didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala

kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan

kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis),

bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.1,3,5,6

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan

di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis

dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak

7

Page 8: Makalah blok 23.docx

mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di

nasofaring (post nasal drip).

Gambar 5. Pus pada meatus medius.6 Gambar 6. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis.6

Working diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-

endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas pada

sinusitis maksilaris ialah adanya pus di meatus medius. Pada rinosinusitis akut, mukosa

edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus

medius.3 Dari hasil anamnesis dan semua pemeriksaan, pasien menderita rinosinusitis

maksilaris akut.

Klasifikasi :

Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana

adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala. Rinosinusitis didefinisikan

akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila

durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis

diklasifikasikan sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12

minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu

hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang

(recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa

gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP mendefinisikan rinosinusitis akut

berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik,

hampir semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis 8

Page 9: Makalah blok 23.docx

yang menetap selama 12 minggu atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala

rinosinusitis yang menetap selama 8 minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.7

Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology – Head

and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on

Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas

kategori gejala mayor dan minor untuk diagnosis rhinosinusitis.3

Tabel 1: Bagan Task force on Rhinosinusitis 19963

RINOSINUSITIS

Major Symptoms Minor Symptoms

Facial pain/pressure Headache

Facial congestion/fullness Fever (non acute)

Nasal obstruction/blockage Halitosis

Nasal discharge/purulence/discolored

posterior drainage

Fatique

Hyposmia/anosmia Dental pain

Purulence on nasal exam Cough

Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness

a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis in

the absence of another symptom or sign.

b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history for diangosis

in the absence of another symptom or sign.

Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 mayor dan 2

faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor mayor atau 2

atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana rinosinusitis perlu

di masukkan ke dalam diagnosa banding.

Differential diagnosis9

Page 10: Makalah blok 23.docx

Dokter perlu memahami keluhan pasien yang menggambarkan sinus mereka

bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan sinus. Banyak kondisi yang

mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala yang harus dipertimbangkan. Sindrom

sakit kepala bisa termasuk tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis

temporal. Pada keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan

strabismus. Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan

temporomandibular juga harus dipertimbangkan. Sakit kepala mungkin disebabkan dari

kontak septum hidung dengan salah satu konka, disebut sakit kepala rhinologic (rhinologic

headache). Kontak tersebut bisa dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis

alergi, dapat memperbaiki sakit kepala pada beberapa pasien. Pasien yang mempunyai sinus

sejati mungkin memiliki rhinitis alergi atau oklusi sinus karena neoplasma. Neoplasma yang

sering adalah karsinoma epitel nasofaring yang biasanya berasal dari sel skuamosa. Kejadian

ini lebih banyak di negara Mediterania dan Timur Jauh. Faktor genetik dan lingkungan juga

mungkin memainkan peranan. DNA virus Epstein-Barr telah dideteksi pada tumor dan

kondisi premaligna, dan beberapa kelompok antigen limfosit manusia (HLA) juga telah

diidentifikasi.5

Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan rinosinusitis

maksilaris yaitu : 2,6

1. Rinosinusitis frontalis : nyeri didahi atau seluruh kepala

Komplikasi rinosinusitis frontalis di antaranya : kelainan intrakranial, dapat berupa

meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus

Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott bengkak(Pott’s

puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal menyebabkan dahi edema.

Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan bedah drainase. Osteomelitis dan

abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada

anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada

pipi

2. Rinosinusitis etmoidalis akut : nyeri diantara atau dibelakang kedua bola mata

Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).

Yang paling sering adalah sinusitis etmoid. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis 10

Page 11: Makalah blok 23.docx

dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita,

abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.

Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat

melibatkan pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis . Gejalanya

meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika

tidak diobati, dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan. Perluasan pada

intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau

sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan

demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai

memiliki komplikasi intrakranial.

Etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam

rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal

(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada

sindrom Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi

yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat

memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga

perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan

rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta

kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak

silia. 1

Penyebab sinusitis dibagi menjadi:2,7

1. Rhinogenik

Penyebab kelainan atau masalah di hidung. Segala sesuatu yang menyebabkan

sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis

11

Page 12: Makalah blok 23.docx

alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi

sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang

membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan

epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.

2. Dentogenik/odontogenik

Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis adalah

infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri penyebab adalah

Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans,

Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.

Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya

kerusakan pada gigi.

Sinusitis Dentogen

Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus

maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang

tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau

inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau

melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada

sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas

berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan

dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga

diperlukan irigasi sinus maksila.1

Sinusitis Jamur

Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang

jarang ditemukan. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya pemakaian

antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang

merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,

neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang

sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Candida.1

Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut:

Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran

kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu

pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk

12

Page 13: Makalah blok 23.docx

yang invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut

fulminan dan invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke

jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol,

pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain steroid yang

lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah

meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus,

jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum

warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering kali

berakhir dengan kematian. 1

Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan

imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa

menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat

gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-

gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan

bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni

jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di

dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering

mengenai sinus maksila. Gejala klinik menyerupai sinusitis kronik berupa rinore

purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum

nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor

dengan atau tanpa pus di dalam sinus.1

Epidemiologi

Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak signifikan pada

kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka yang

produktivitas kerjanya menurun. Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di

Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,

dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia

sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus

13

Page 14: Makalah blok 23.docx

berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817

penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin

atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,8

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel

epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu

lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel

epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandung zat-zat

yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama

udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika

jumlahnya berlebihan. 1,5,7,8

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu

apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan

terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel

mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan

menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk

KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling

bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan

negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.

Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam

waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1,5,7,8

Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik

untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut

sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga

faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu

dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.1

14

Page 15: Makalah blok 23.docx

Penatalaksanaan

Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari :9,10

1. Istirahat

Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya

beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan

kelembaban udara tetap.

2. Antibiotika

Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas yang relative murah dan aman.

Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh beberapa kepustakaan juga bervariasi

tergantung kondisi penderita. Pada kasus akut, antibiotika diberikan selama 5-7 hari

sedangkan pada kasus kronik diberikan selama 2 minggu hingga bebas gejala selama 7

hari. Antibiotika yang dapat diberikan antara lain:

a. Amoksisilin 3 kali 500 mg

b. Ampicillin 4 kali 500 mg

c. Eritromisin 4 kali 500 mg

d. Sulfametoksasol – TMP

e. Doksisiklin

3. Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan Alpha adrenergik agonis

menyebabkan vasokontriksi, sehingga memperlancar drainase sinus

a. Sol efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung

b. Sol.Oksimetasolin HCL 0,05%(semprot hidung untuk dewasa).

c. Oksimetasolin HCL 0,025%(semprot hidung untuk anak-anak)

d. Tablet pseudoefedrin 3 kali 60mg (dewasa)

4. Analgetika dan antipiretik: parasetamol

5. Antihistamin

Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel

target. Bekerja dengan menghambat hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet dan

menghambat peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mencegah rinore dan sebagai

vasokontriksi sinusoid untuk mencegah hidung tersumbat. Antihistamin berguna untuk

mengurangi obstruksi KOM pada pasien alergi yang menderita sinusitis akut. Terapi

antihistamin ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien dengan

15

Page 16: Makalah blok 23.docx

sinusitis akut, karena dapat menimbulkan komplikasi melalui efeknya yang mengentalkan

dan mengumpulkan sekresi sinonasal.

6. Mukolitik

Secara teori, mukolitik seperti bromhexin atau ambroxol hidroklorida memiliki kelebihan

dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki drainase. Namun tidak biasa digunakan

dalam praktek klinis untuk mengobati sinusitis akut.

7. Tindakan operatif

a. Pungsi dan Irigasi sinus maksilaris (antrum wash out)

Tujuan dilakukan Irigasi antrum adalah 1) sebagai tindakan diagnostik untuk

memastikan ada tidaknya sekret pada sinus maksilaris, 2) untuk mengeluarkan sekret

yang terkumpul didalam rongga sinus maksilaris, 3) memperbaiki aliran mukosiliar,

4) jika dalam waktu 10 hari, penderita tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan

dengan terapi konservatif, atau telah didapatkan adanya air fluid level dalam antrum,

5). untuk memperoleh material yang dapat digunakan untuk kultur dan tes sensitifitas.

Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan

eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.

Komplikasi orbita dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan

mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering

kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi

orbita ini :5

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan

b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi

orbita namun pus belum terbentuk

c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis

d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur

dengan isi orbita

16

Page 17: Makalah blok 23.docx

e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri

melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu

tromboflebitis septik.

Pencegahan

Terdapat beberapa pencegahan rhinosinusitis diantaranya:11

1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga kebiasaan

cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu .

2. Disarankan mendapatkan vaksinasi influenza tahunan untuk membantu mencegah flu

dan infeksi berikutnya dari saluran pernapasan bagian atas.

3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza), oseltamivir

(Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine (Symmetrel), jika diambil pada

awal gejala, dapat membantu mencegah infeksi .

4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti mengurangi durasi

gejala pilek.

5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan segar dan

sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh .

6. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:

a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan supaya sekresi

hidung tipis.

b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu menjaga saluran

hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen infeksius. Menghirup uap

dari semangkuk air mendidih atau mandian panas beruap juga dapat membantu.

c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan semprotan

dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga bagian sinus agar

terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray selama penerbangan.

7. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis harus

menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti asap rokok

dan menyelam di kolam diklorinasi.

Prognosis

17

Page 18: Makalah blok 23.docx

Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya. Namun,

sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus yang jarang

dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan

tanpa antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %. Pasien dengan sinusitis

akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.

Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak

adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali.

Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan

komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan

abses otak.1,6

Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-tanda

edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan

sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat

menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus.1,6

Kesimpulan

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal.Yang paling sering ditemukan ialah

sinusitis maksila dan sinusitis etmoid. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau

kronis. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang

atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa lesu. Pada hidung

dijumpai ingus kental. Dirasakan nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke

alveolus. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan.

Pada pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi

anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak

mukopus di nasofaring (post nasal drip). Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-

14 hari. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian.

Daftar pustaka

18

Page 19: Makalah blok 23.docx

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,

tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2010.h.150-4.

2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht.

Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-240

3. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the diagnosis

and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari

informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 . 21 Maret 2015 .

4. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology

head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201.

5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy and

immunology. California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.

6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 21 Maret 2015.

7. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician: a

synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43

8. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc. 2012 ;33 Suppl

1:24-7

9. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM, Sachs APE. Systemic

corticosteroid monotherapy for clinically diagnosed acute rhinosinusitis: a randomized

controlled trial. CMAJ. 2012; 184: 751-7

10. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and

chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):2

11. Rhinosinusitis, diunduh dari :

https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-

sinusitis,-rhinosinusitis.aspx , 21 Maret 2015.

19