hipertensi blok 12.docx

24
HIPERTENSI DEFINISI Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Tekanan darah (TD) ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung adalah hasil kali denyut jantung dan isi sekuncup. Besar ini sekuncup ditentukan oleh kekuatan kontraksi miokard dan alir balik vena. Resistensi perifer merupakan gabungan resistensi pada pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan viskositas darah. Resistensi pembuluh darah ditentukan oleh tonus otot polos arteri dan arteriol dan elastisitas dinding pembuluh darah (Ganiswara,1995:50). Klasifikasi tekanan darah menurut The Sevent Joint National Committee on Prevention Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC7). KLASIFIKASI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg) Normal < 120 < 80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100 (Sumber : Dipiro et al, 2006).

Upload: echaee24

Post on 26-Dec-2015

55 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: HIPERTENSI BLOK 12.docx

HIPERTENSI

DEFINISI

Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Tekanan darah (TD)

ditentukan oleh dua faktor utama yaitu curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung adalah

hasil kali denyut jantung dan isi sekuncup. Besar ini sekuncup ditentukan oleh kekuatan

kontraksi miokard dan alir balik vena. Resistensi perifer merupakan gabungan resistensi pada

pembuluh darah (arteri dan arteriol) dan viskositas darah. Resistensi pembuluh darah ditentukan

oleh tonus otot polos arteri dan arteriol dan elastisitas dinding pembuluh darah

(Ganiswara,1995:50).

Klasifikasi tekanan darah menurut The Sevent Joint National Committee on Prevention

Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC7).

KLASIFIKASI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99

Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100

(Sumber : Dipiro et al, 2006).

ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

a. Hipertensi Primer atau Esensial

Hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya (terdapat sekitar 90% - 95% kasus).

Penyebab hipertensi primer atau esensial adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik dan

lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit

kardiovaskuler dalam keluarga. Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa sensitifitas terhadap

natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskuler

(terhadap vasokonstriksi) dan resistensi insulin (Setiawati dan Bustami, 1995:315-342).

b. Hipertensi sekunder atau Renal

Page 2: HIPERTENSI BLOK 12.docx

Hipertensi yang disebabkan atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain (terdapat sekitar 5% -

10% kasus) penyebabnya antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal),

hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obat dan lain-lain.

PATOGENESIS

Pada geriatri patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi

pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada geriatric adalah:

a. Penurunan kadar rennin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua.

b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium.

c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan

resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi

d. Sistolik saja (ISH = Isolated Systolic Hypertension). (Darmojo dan Martono, 2006:45)

GEJALA

Peninggian tekanan darah kadang–kadang merupakan satu-satunya gejala (Mansjoer, 2001).

Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun adakalanya pasien

merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri ini biasanya hilang setelah bangun

(Tan dan Raharja, 2001). Pada survai hipertensi di Indonesia tercatat berbagai keluhan yang

dihubungkan dengan hipertensi seperti pusing, cepat marah, telinga berdenging, sukar tidur,

sesak nafas, rasa berat ditekuk, mudah lelah, sakit kepala, dan mata berkunang-kunang. Gejala

lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti : gangguan penglihatan, gangguan

neurologi, gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Timbulnya gejala

tersebut merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu segera diturunkan (Susalit et al,

2001:453-472).

Hasil Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien hipertensi meliputi:

1) Pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal.

2) Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan kemungkinan

aldosteronisme primer pada pasien hipertensi.

Page 3: HIPERTENSI BLOK 12.docx

3) Pemeriksaan kalsium penting untuk pasien hiperparatiroidisme primer dan dilakukan sebelum

memberikan diuretik karena efek samping diuretik adalah peningkatan kadar kalsium darah.

4) Pemeriksaan glukosa dilakukan karena hipertensi sering dijumpai pada pasien diabetes

mellitus.

5) Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu menegakan diagnosis penyakit ginjal, juga

karena proteinuria ditemukan pada hampir separuh pasien. sebaiknya pemeriksaan dilakukan

pada urine segar.

6) Pemeriksaan elektrokardiogram dan foto pada yang bermanfaat untuk mengetahui apakah

hipertensi telah berlangsung lama. Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali

dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini (Suyono, 2001:461-462).

PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I

oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam

mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah

menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi

angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan

darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik

(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada

ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit

urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan

cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada

akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron

dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting

pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan

diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya

akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan

multifaktorial dan sangat komplek. Faktor faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap

Page 4: HIPERTENSI BLOK 12.docx

perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi

darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi

neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik,

asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.

Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang

muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi

persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di

aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi

dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung)

kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer

meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi

hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam

Anggreini AD et al, 2009). komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah

terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume

sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan

stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi

faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan

gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang

kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang

lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan

organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan

meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun

(dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan

akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Menurut Sharma S et al,

2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).

TERAPI HIPERTENSI

Terapi pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat

tekanan darah tinggi, ini berarti tekanan darah harus diturunkan serendah mungkin yang tidak

mengganggu fungsi, ginjal, otak, jantung maupun kualitas hidup. Terapi hipertensi dapat

Page 5: HIPERTENSI BLOK 12.docx

dilakukan dengan dua cara yaitu terapi Non farmakologi (tanpa obat) dan terapi farmakologi

(dengan obat)

A. Terapi non farmakologi ditujukan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan jalan

memperbaiki pola hidup pasien. Terapi ini sesuai untuk segala jenis hipertensi.

Modifikasi pola hidup terbukti dapat menurunkan tekanan darah lain penurunan tekanan

darah pada kasus obesitas, diet asupan kalium dan kalsium, pengurangan asupan natrium,

melakukan kegiatan fisik, dan mengurangi konsumsi alcohol (Chobanian et al, 2003).

B. Terapi farmakologi sedikit berbeda dibanding dengan pasien usia muda. Perubahan-

perubahan fisiologis yang terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi

tinggi dan waktu eliminasi menjadi panjang. Juga terjadi penurunan fungsi dan respon

organ-organ, adanya penyakit lain, adanya obat-obat untuk penyakit lain yang sementara

dikonsumsi, harus diperhitungkan dalam pemberian obat anti-hipertensi.

Prinsip pemberian obat pada pasien usia lanjut:

1) Sebaiknya dimulai dengan satu macam obat dengan dosis kecil.

2) Penurunan tekanan darah sebaiknya secara perlahan,untuk penyesuaian autoregulasi guna

mempertahankan perfusi ke organ vital.

3) Regimen obat harus sederhana dan dosis sebaiknya sekali sehari.

4) Antisipasi efek samping obat.

5) Pemantauan tekanan darah itu sendiri di rumah untuk evaluas efektivitas pengobatan.

Pengobatan harus segera dilakukan pada hipertensi berat dan apabila terdapat kelainan target

organ. Oleh karena itu fungsi ginjal telah menurun dan terdapat gangguan metabolisme

obat,sebaiknya dosis awal dimulai dengan dosis yang lebih rendah pada hipertensi tanpa

komplikasi. Hipertensi pada usia lanjut perlu diobati seperti pada usia yang lebih muda,secara

hati-hati sampai tekanan sistolik 140 mmHg dan diastolik 80 mmHg atau kurang. Selain itu perlu

diobati faktor resiko kardiovaskuler yang lain: dislipedemia, merokok, obesitas, diabetes melitus

dan lain-lain (Suharjono,Syakib,2001: 484-485).

KOMPLIKASI

Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan darah (TD) diastolik ≥

130 mmHg atau kenaikan tekanan darah (TD) yang terjadi mendadak dan tinggi. Pada hipertensi

Page 6: HIPERTENSI BLOK 12.docx

ringan dan sedang komplikasi yang sering terjadi adalah pada mata, ginjal, jantung, dan otak.

Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal

jantung merupakan kelainan yang sering dijumpai pada hipertensi berat disamping kelainan

koroner dan miokard. pada otak sering

terjadi pendarahan yang disebabkan pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan

kematian. Kelainan lain yang terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak

sementara. Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi

(Susalit et al, 2001).

OBAT-OBAT ANTI HIPERTENSI

Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih dari empat tempat kontrol anatomis

dan efek tersebut terjadi dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi tekanan darah. Obat-

obat antihipertensi yang sering digunakan diklasifikasikan sebagai berikut:

Diuretik

Khasiat hipertensi diuretik berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan air,

sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel. Tekanan darah turun akibat

berkurangnya curah jantung, sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal terapi. pada

pemberian kronik, volume plasma kembali tetapi masih kira-kira 5% dibawah nilai sebelum

pengobatan curah jantung kembali mendekati normal. Tekanan darah tetap turun karena sekarang

resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang terjadi kemudian ini tampaknya bukan efek

langsung tetapi karena adanya penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap pengurangan

volume plasma yang terus menerus. Kemungkinan lain adalah berkurangnya volume cairan

intestisial yang berakibat pada berkurangnya kekakuan. Dinding pembuluh darah dan

bertambahnya daya lentur (Ganiswara, 1995).

β-Bloker (beta-bloker).

Mekanisme kerja beta-bloker sebagai antihipertensi masih belum jelas, diperkirakan ada

beberapa cara, cara pertama adalah pengurangan denyut jantung dan kontraktilitas miokard

menyebabkan denyut berkurang. Refleks baroreseptor serta hambatan reseptor B2 Vaskuler

menyebabkan resistensi perifer menurun, mungkin sebagai penyesuaian terhadap

pengurangan curah jantung yang kronik. Cara yang kedua adalah hambatan sekresi rennin

melalui reseptor B1 di ginjal (Ganiswara, 1995:330). Penurunan tekanan darah oleh beta bloker

Page 7: HIPERTENSI BLOK 12.docx

yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1

minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh penurunan tekanan darah lebih

lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Efek samping obat golongan beta bloker dapat

diperkirakan selain itu juga terdapat banyak pilihan sehingga beta bloker sering digunakan

sebagai obat pilihan pertama. Khususnya pada kasus hipertensi dengan aritmia atau ischaemia

heart disease. Kontra indikasi pemakaian beta bloker adalah obstruksi saluran

nafas (asma bronkhial), penyakit pembuluh darah perifer, dan gagal jantung (Raharjo, 2001).

α- Bloker (Alfa-bloker).

Antagonis adrenoreseptorm α memblok reseptor adrenergic α dipembuluh darah sehingga

vasodilatasi. obat ini tidak menimbulkan toleransi pada penggunaan janka panjang sebagai

antihipertensi. Alfa bloker merupakan satu-satunya golongan antihipertensi yang memberikan

efek positif terhadap lipid darah (menurunkan kolesterol LDL dan trigliserida

dan meningkatkan kolesterol HDL). Alfa bloker juga dapat menurunkan resistensi insulin

(disamping penghambat ACE), memberikan sedikit efek bronkodilatasi dan mengurangi

serangan asma akibat latihan fisik, dan tidak berinteraksi dengan AINS. Karena itu, alfa bloker

dianjurkan penggunaanya pada penderita hipertensi yang disertai diabetes, dislipidemia, obesitas,

gangguan resistensi perifer, asma, dan perokok. Merokok meningkatkan trigliserida dan

menurunkan kolesterol HDL dalam darah. Alfa bloker juga dapat dianjurkan untuk penderita

muda yang aktif secara fisik, dan mereka yang menggunakan AINS (Ganiswara,1995:321).

Antagonis kalsium

Pada otot jantung ada otot vaskuler, ion kalsium terutama berperan dalam peristiwa kontraksi.

Meningkatnya kadar ion kalsium dalam sitosol akan meningkatkan kontraksi. Masuknya ion

kalsium dalam ruang ekstrasel kedalam ruang intrasel dipacu oleh perbedaan kadar (kadar

kalsium ekstrasel 10. 000 kali lebih tinggi disbanding kadar ion kalsium intrasel sewaktu

diastole). Obat antihipertensi golongan antagonis kalsium bekerja dengan jalan memblok kanal

kalsium yang terletak pada otot polos sehingga mencegah terjadinya vasokonstriksi (Ganiswara,

1995:325). Antagonis kalsium makin banyak digunakan karena efek sampingnya pada

kardiovaskuler, bronkus, dan metabolism tubuh lebihkecil dibandingkan dengan beta bloker.

Berdasarkan efek tersebut, antagonis kalsium ini terutama digunakan pada hipertensi, apabila

diuretic dan atau beta bloker kurang efektif. Golongan obat antihipertensi ini menurunkan darah

Page 8: HIPERTENSI BLOK 12.docx

secara efektif, dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik serta menekan kejadian stroke.

Indikasi terutama hipertensi sistolik pada lansia.

Penghambat Enzim konversi Angiotensin (ACE-inhibitor)

Mekanisme kerja penghambat ACE adalah mengurangi pembentukan angiotensin II sehingga

terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldostero yang menyebabkan terjadinya ekresi natrium

dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah akibat penghambat ACE

disertai dengan penurunan resistensi perifer. Tampaknya kerja golongan obat ini tidak hanya

melalui system rennin-angiotensinaldosteron, tetapi juga melalui system rennin. Hambatan

inaktivasi bradikinin oleh penghambat ACE meningkatkan bradikinin dan prostaglandin

vasodilator sehingga meningkatkan vasodilatasi akibat hambatan pembentukan angiotensin II

(Ganiswara,1995).

Obat Antihipertensi Kerja Sentral

Kelompok ini termasuk metildopa, yang mempunyai keuntungan karena aman bagi pasien asma,

gagal jantung, dan kehamilan. Efek sampingnya diperkecil jika dosis perharinya dipertahankan

tetap dibawah 1g. Klonidin mempunyai kerugian karena penghentian pengobatan secara tiba-tiba

bisa menyebabkan krisis hipertensif. Maksonidin, obat yang bekerja sentral, belum lama ini

diperkenalkan untuk hipertensi esensial ringan sampai sedang (DepKes RI, 2000).

Antagonis Reseptor Angiotensin II.

Ada dua tipe reseptor angiotensin II. tipe I Mengontrol vasokonstriksi dan sintesis aldosteron,

dan tipe 2 yang aksinya kurang spesifik. Antagonis angiotensin II menghambat pada reseptor tipe

I dan memiliki tipe yang sama dengan penghambat ACE dan menurunkan tekanan darah namun

efek sampingnya lebih kecil (Clarke and Hebron, 1999).

Vasodilator

Obat antihipertensi golongan ini dapat mengembangkan dindingdinding arteriola sehingga daya

tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah menurun. Mekanisme kerjanya langsung

terhadap obat-obat licin pembuluh yang daya kontraksinya dikurangi, tanpa hubungan dengan

saraf-saraf adrenergic. (Tan Raharja, 2002).

Page 9: HIPERTENSI BLOK 12.docx

PENGATURAN TEKANAN DARAH

BP= CO x PVR

Tekanan darah dipertahankan melalui pengaturan cardiac output dan peripheral vascular

resistence pada lokasi:

Arteriol

Postcapillary venules

Jantung

Lokasi ke-4 adalah ginjal

Mengatur tekanan darah dengan cara mengatur volume intravascular

Barorefleks diperankan oleh saraf otonom yang bekerja dengan mekanisme humoral,

sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Berfungsi untuk mengkoordinasi 4 lokasi pengaturan untuk mempertahankan tekanan

darah

Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau lebih mekanisme pengaturan tekanan

darah

Terdapat 4 kelompok obat antihipertensi:

Diuretika

Obat-obatan simpatoplegia

Vasodilator

Obat-obatan yang menghambat produksi atau kerja angiotensin

Reseptor Adrenergik:

Reseptor yang menerima signal dari SSP menuju target organ

Ada 4 tipe reseptor adrenergik:

a1: pada otot polos arteriol dan vena; efek vasokonstriksi

a2: ujung saraf adrenergik; umpan balik menghambat pelepasan

noradrenalin

b1:

pacemaker jantung: denyut jantung meningkat

miokardium: kontraktilitas meningkat

korteks ginjal: sekresi renin meningkat

Page 10: HIPERTENSI BLOK 12.docx

b2: otot polos bronkus; bronkodilatasi

Diuretika

Telah lama diketahui bahwa pembatasan natrium melalui diet dapat menurunkan tekanan

darah pada penderita hipertensi

Diuretika menurunkan tekanan darah terutam amelalui penurunan natrium.

Pada awal pemberian diuretika terjadi penurunan volume darah dan cardiac output. PVR

dapat meningkat

Setelah 6 –8 minggu CO kembali normal sedangkan PVR menurun

Natrium diyakini memiliki kontribusi terhadap PVR melalui peningkatan kekakuan

vascular dan reaktivitas neural, yang mungkin menyebabkan peningkatan pertukaran Na-

Ca, dengan hasil peningkatan kalsium intraselula

Beberapa diuretika memiliki efek vasodilatasi, misalnya indapamide

Contoh diuretika

Thiazide, misalnya HCT

Diuretika kuat, misalnya furosemid (lasix)

Diuretika hemat kalium (potassium sparing diuretics)

Toksisitas diuretika

Hipokalemia, kecuali pada diuretika hemat kalium

Hipomagnesia

Impair glucose tolerance

Peningkatan konsentrasi lemak serum

Peningkatan konsentrasi asam urat

Obat-obatan yang mempengaruhi fungsi saraf simpatis

Digunakan pada hipertensi sedang

Pada obat yang bekerja pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan sedasi,

depresimental serta gangguan tidur

Jenis obat anti hipertensi yang mempengaruhi fungsi saraf simpatis

Page 11: HIPERTENSI BLOK 12.docx

Simpatoplegia sentral, misalnya metildopa, clonidine

Penghambat ganglion, misalnya trimetaphan

Obat penghambat neron adrenergik, misalnya guanetidin, reserpin

Beta blocker, misalnya propranolol, metoprolol, labetalol

o menghambat reseptor beta adrenergik

o pengurangan denyut jjantung dan kontraktilitas miokard

Alfa blocker, misalnya prazosin

Vasodilator

Ada cara pemberian obat vasodilator, yaitu

Vasodilator oral, misalnya hidralazine dan minoxidil

Vasodilator parenteral, misalnya nitroprusside, diazoxide. Digunakan pada kasus

emergensi di RS

Efek samping

Sakit kepala

Mual

Muntah

Jantung berdebar

Flushing

Contoh vasodilator

Hidralazin

Minoxidil

Nitroprussid

Calcium Channel Blockers (CCB), misalny anifedipin, amlodipin, felodipin, dll)

Menghambat masuknya ion Ca2+ melewati slow channel yang

terdapat pada membrane sel

dilatasi arteriol perifer dan koroner --> tahanan perifer ↓

menghambat kontraksi otot jantung

verapamil, diltiazem, nifedipin

efek samping: konstipasi, mual, pusing, sakit kepala, hipotensi,

edema

Page 12: HIPERTENSI BLOK 12.docx

Penghambat Angiotensin

Renin yang dikeluarkan oleh korteks ginjal dirangsang oleh penurunan tekanan arteri

renal, simpatis, peningkatan konsentrasi natrium pada tubulus distalis ginjal

Renin bekerja dengan cara memecah decapeptide angiontensinI.

AngiotensinI diubah oleh ACE (angiotensin-converting enzyme) menjadi Angiotensin II

di paru-paru. AngiotensinII merupakan vasokonstriktor

Jenis obat penghambat angiotensin

Angiotensin-covertingenzyme inhibitors (ACE-inhibitors), misalnya captopril, enalapril,

lisinopril

Angiotensin–Reseptor Blockers (ARB), misalnya losartan, valsartan,

Efek toksik ACE inhibitors

Hipotensi, biasanya terjadi pada dosis awal pemberian pada penderita hipovelimi karena

diuretika, pembatasan garam dan diare

Hiperkalemia, pada gangguan ginjal atau diabetes

Batuk kering

Angioedema

Tidak boleh diberikan pada wanita hamil trimester 2 dan 3

Efek toksik ARB

Hampir sama dengan ACE inhibitor

Tidak memiliki efek samping batuk kering dan angioedema karena tidak mempengaruhi

bradikinin

Page 13: HIPERTENSI BLOK 12.docx

PENGATURAN TEKANAN DARAH

Page 14: HIPERTENSI BLOK 12.docx

BAROREFLEKS

Page 15: HIPERTENSI BLOK 12.docx
Page 16: HIPERTENSI BLOK 12.docx
Page 17: HIPERTENSI BLOK 12.docx