pbl blok 20.docx

21
Mengenal Perjalanan Penyakit Gangguan Ginjal Kronik serta Penatalaksanaannya Andreas Esa 102010298 /B3 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat korespodensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat email: [email protected] Pendahuluan Penyakit ginjal memiliki 2 fase waktu yang berbeda, yaitu akut dan kronik. Penyakit ginjal Akut adalah suatu keadaan dimana fungsi ginjal dalam memfiltrasi plasma menurun secara drastis dalam waktu singkat, dimana dapat terjadi nekrosis dari tubulus ginjal maupun tidak, dan kerusakan ini masih dapat bersifat reversibel. Sementara penyakit Ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suata keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi 1

Upload: yohana-cynthia

Post on 14-Dec-2015

203 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: pbl blok 20.docx

Mengenal Perjalanan Penyakit Gangguan

Ginjal Kronik serta Penatalaksanaannya

Andreas Esa

102010298 /B3

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat korespodensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat

email: [email protected]

Pendahuluan

Penyakit ginjal memiliki 2 fase waktu yang berbeda, yaitu akut dan kronik. Penyakit ginjal Akut

adalah suatu keadaan dimana fungsi ginjal dalam memfiltrasi plasma menurun secara drastis

dalam waktu singkat, dimana dapat terjadi nekrosis dari tubulus ginjal maupun tidak, dan

kerusakan ini masih dapat bersifat reversibel. Sementara penyakit Ginjal kronik adalah suatu

proses patofisologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah

suata keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Uremia

adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat

penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.. Karena pathogenesis dan manifestasi

klinis dari gangguan ginjal akut dan kronik berbeda, maka alur penatalaksaanpun berbeda,

sehingga membedakan dan mengerti perjalanan gangguan ginjal kronik dan akut sangat penting1

Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit

dan atas dasar diagnosis etiologi.Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung

dengan mempergunakan rumus Kockkcroft-Gault sebagai berikut:

 

1

Page 2: pbl blok 20.docx

LFG = (140 – umur) X berat badanLFG (ml/menit/1,73 m2) *) : 72 X kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85 1

Tabel 1. Derajat gagal ginjal Kronik 2

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakitginjal kronik

diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka inimeningkat sekitar

8% setiap tahunnya. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800

kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini

diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta penduduk per tahun1

Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya ,tapi perkembangan selanjutnya proses yang terjadi

kuranglebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural

danf u n g s i o n a l n e f r o n y a n g m a s i h t e r s i s a  (surviving nephorns) sebagai upaya

konpensasi yang dipelantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors.

Hal ini mengakibatkan terjadi hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler

dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsungsingkat, akhirnya

diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yangmasih tersisa. Proses ini

akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya

2

Page 3: pbl blok 20.docx

sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatanaktivitas aksis renin- angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut

memberikan kontribusiterhadap terjadinya hiperfiltrasi, skelorosis dan progresifitas tersebut.

Aktivitas jangka panjang aksi renin angiotansin-aldosteron, sebagian dipelantarai oleh growth

factor β (TGF-β).

Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadapterjadinya progresifitas

Penyakit Ginjal Kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, disiplidemia.

Terdapat variabilitas interinvidual untuk terjadinyasklerosis dan fibrosis glomerulus maupun

tubulointerstitial.Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadinya kehilangan daya cadang ginjal

(renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.

Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunanfungsi nefron yang

progresif yang di tandai dengan peningkatan kadar urea dan   kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60%, pasien masih belum merasakankeluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatininserum sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi

keluhan pada pasien seperti,nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan

penurunan berat badan.Sampai pada LFG dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala

uremia yang nyataseperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme,

fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terkenainfeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun

infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hiverpolemia,

gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG

d i b a w a h 1 5 % , a k a n t e r j a d i k o m p l i k a s i y a n g l e b i h s e r i u s d a n p a s i e n

s u d a h memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacemen therapy) antara lain dialysis atau

tranplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.3-4

Etiologi

Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsik difus dan menahun. Tetapi

hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir  dengan gagal ginjal

kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, misal nefropati obstruktif dapat menyebabkan

kelainan ginjal instrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.. Glomerulonefritis, hipertensi esensial

dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60 %. Gagal

ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya

3

Page 4: pbl blok 20.docx

15-20%.Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkhim ginjal progresif dan difus,

seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari w a n i t a , u m u r a n t a r a 2 0 -

4 0 t a h u n . S e b a g i a n b e s a r p a s i e n r e l a t i f m u d a d a n merupakan calon

utama untuk transplantasi ginjal. Glomerulonefritis mungkin  berhubungan dengan

penyakit-penyakit sistem (glomerulonefritis sekunder) seperti l u p u s e r i t o m a t o s u s

s i s t e m i k , p o l i a r t r i t i s n o d o s a , g r a n u l o m a t o s u s w a g e n e r .

 

Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes

mellitus(glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal

ginjalkronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering dijumpai pada

pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra,osteomielitis, artritis reumatoid dan

mieloma.3

Gambaran Klinis

Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi ;

a). Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus, urinarius,

batutraktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus Sistemik (LES),dan lain

sebagai nya.

b). Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,mual muntah, nokturia, kelebihan volume

cairan,(Volume Overload) neuropati perifer, proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang

sampai koma.

c). Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,

asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)4

Anamnesis

Anamnesis pada penyakit ginjal kronik tidaklah begitu khas pada suatu kelainan. Anamnesis tidak cukup mengarah

pada sesuatu yang khas, anamnesis harus dilakukan secara menyeluruh untuk mengetahui pasti gejala sindrom

uremia dari penyakit ini seperti mual dan muntah, pusing, lemah, tidak nafsu makan, sesak nafas, kebingungan, dsb.

4

Page 5: pbl blok 20.docx

Pada saat anamnesis, juga penting untuk menanyakan riwayat hipertensi, diabtes, transplantasi ginjal, sering minum

atau tidak, riwayat adanya batu ginjal, riwayat memakai obat-obat tertentu, serta riwayat pernah darah.5

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik ginjal yang khas adalah memeriksa balotemen ginjal serta nyeri sudut costovertebra, untuk

mengecek adanya rasa sakit atau masa atau pembesaran ginjal. Sayangnya pemeriksaan tersebut hanya berguna pada

hidronefrosis, kista ginjal, dan tumor ginjal. Pada kasus penyakit ginjal kronik ini, pemeriksaan fisik langsung

terhadap ginjal tidak akan memberikan informasi yang berarti, pemeriksaan fisik lebih mengarah pada sindroma

uremia sistemik yang dihasilkan karena menurunnya fungsi ginjal. Pemeriksaan fisik dapat dimulai tanda-tanda vital,

untuk mengetahui frekuensi nafas yang mungkin meningkat, tekanan darah untuk mengetahui ada tidaknya

hipertensia, auskultasi pada paru dan jantung, terutama stadium akhir dapat erjadi edema paru dan gagal jantung

kongestif karena gangguan volume cairan dan elektrolit yang parah. Asteriksis juga dapat diperiksa, karena toksik

ureum dapat menyebabkan asteriksis pada tangan.5

Gambaran Laboratorium

Gambaran Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi

a). Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b). Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan penurunan

LFG yang dihitung mempergunakanrumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak

bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c) Kelainan biokimiawi darah berupa peningkatan kadar mioglobin darah, peningkatan kadar asam urat,

hiperkalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic

d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, leukosituria, cast, isostenuria1

Gambaran Radiologis

Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:

a). Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.

b). Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus,

disamping kehawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang

sudah mengalami kerusakan.

5

Page 6: pbl blok 20.docx

c). Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi

d). Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteksyang menipis adanya

hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi

e).Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.1

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien denganukuran ginjal yang masih

mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan

histopatologi ini bertujuan untuk mengetahuietiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan

mengevaluasi hasil terapi yang telahdiberikan. Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada

keadaan dimana ukuranginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik,

hipertensi yang  tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan

obesitas1

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan melalui criteria berikut:

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan fungsional dan structural dengan atau

tanpa penurunan LFG dengan manifestasi kelainan patologis, terdapat kelainan komposisi darah, urin

serta kelainan pencitraan

2. LFG kurang dari 60 ml/menit/ 1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal1

Hipertensi essensial

Hipertensi essensial atau primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, karena proses terjadinya

hipertensi adalah multifaktoral dimana etiologi pasti atau dasar pasti dari hipertensi primer ini tidak dapat diketahui.

Karena multifaktoral yang berperan dalam hipertensi primer, pendekatan patogensis juga berdasarkan dasar-dasar

resiko terjadinya hipertensi seperti merokok, diet garam, stress, ras, obesitas, sistem saraf simpatis, keseimbangan

modulasi vasodilator dan vasokopnstriksi serta sistem RAA. Hipertensi primer yang terus menerus tidak diobati

ini lama-kelamaan akan menimbulkan degenerasi pada beberapa organ target seperti jantung, otak, penyakit ginjal

kronis, penyakit arteri perifer, serta retino pati. Pengobatan hipertensi essensial adalah obat-obat antihipertensi

seperti diuretic, ACE-inhibitor, ARB, dsb1

6

Page 7: pbl blok 20.docx

Diabetes Mellitus 2

Diabetes mellitus adalah suatu kelainan metabolic dengan karakteristik hiperglikemia, dimana DM tipe 2 adalah

DM yang didapat karena pola hidup. Diabetes mellitus dapat menyebabkan berbagai gangguan sistem organ,

salah satunya ginjal yang disebut nefropati diabetic yang akhirnya menjadi ganggua ginjal kronik karena penyakit

diabetes ini. Gangguan ginjal kronik karena peningkatan glukosa darah yang diduga menyebabkan disfungsi

endotel vaskuler renal, ini akan menyebabkan hiperfiltrasi yang diikuti penurunan filtasi oleh nefron Karen

banyaknya nefron yang mengalami sklerosis.1

Diagnosis banding

Diagnosis banding dari sindroma uremia adalah koma hepatikum karena keracunan ammonia, suatu zat yang

semestinya dimetabolisme di hati, namun karena fungsi hati yang sudah rusak, sehingga zat ini menjadi

menumpuk di dalam darah dan memberiksan manifestasi klinik yang mirip dengan sindrom uremia. Pada

ensefalopati hepatic terdapat kelainan yang mirip dengan uremia yaitu lemah, mual, kesadaran yang menurun,

fenomena asteriksis, namun pada sirosis hati ini terdapat muntah darah karena varises esophagus, asites, ikteruis

dan fetor hepaticus yang tidak ditemukan pada sindroma uremia

Diagnosis banding lain adalah gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut adalah suatu penyakit ginjal yang secara

mendadak menurunnya fungsi ginjal sehingga produksi urin menurun bahkan tidak terproduksi dalam 6 jam serta

terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum lebih besar sama dengan 0,3 mg/dl dalam waktu 48 jam dimana

fungsi ginjal dapat membaik seperti sermula, atau mengalami lesi minimal atau menjadi kerusakan ireversibel dan

menjadi kronik.

Serta diagnosis banding untuk hipertensi esensial adalah hipertensi sekunder yang sudah diketahui penyebabnya.

Pada prinsipnya hipertensi primer/essensial tidak diketahui etiologi dasarnya karena banyak factor yang berperan

dalam membentuk hipertensi, sehingga terapi hipertensi primer menjadi tatalaksana sendiri dengan diuretic, ACE-

inhibitor, dsb sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi sebagai komorbid/manifestasi dari suatu penyakit

lain, dimana terapi hipertensi sekunder lebih ditujukan menyembuhkan terapi penyakit primernya, sementara obat-

obat antihipertensi juga diberikan dengan evaluasi dan monitoring pepmberi obat-obat tersebut tidak

memperparah penyakit primernya.

Gejala utama gagal jantung adalah kelelahan dan nafas yang pendek. Walaupun kelelahan telah

dihubungkan dengan cardiac output yang rendah pada gagal jantung, namun sepertinya

abnormaliti dari muskulo – skleletal dan penyakit noncardiac lainnya juga terlibat pada gejala ini

(misalnya anemia). Pada stadium awal dari gagal jantung, dyspnea terlihat hanya saat aktifitas;

7

Page 8: pbl blok 20.docx

bagaimanapun, sesuai dengan berjalannya penyakit, dyspnea terjadi pada aktifitas yang lebih

ringan, dan akhirnya mungkin terjadi pada saat istirahat. Dyspnea pada gagal jantung mungkin

multifaktorial. Mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru dengan akumulasi

interstitial atau cairan intra – alveolar, yang mengaktivasi reseptor juxtracapillary J, yang pada

gilirannya merangsang pernafasan yang dangkal dan cepat sebagai karakteristik dari dyspnea.

Faktor – faktor lainnya yang berkontribusi terhadap dyspnea saat beraktifitas termasuk

berkurangnya compliance paru, meningkatnya resistensi jalan nafas, kelelahan otot pernafasan

dan / atau diafragma, dan anemia. Dyspnea mungkin tidak sering bila kelainan pada ventrikel

kanan dan regurgitasi trikuspid.

Prinsip dasar yang membedakan gagal jantung kongestif dengan gangguan ginjal kronik adalah

pada gagal jantung kongestif murni, biasanya gagal jantung akan bersifat progresivitas buruk

karena mekanisme kompensasi jantung terhadap gangguan akan memperburuk daya pompa,

sedangkan pada gagal jantung kongestif pada sindroma uremia karena gangguan ginjal kronik,

gagal jantung ini bersifat sementara dimana apabila toksin uremik ini disembuhkan atau dosisi

diturunkan maka gagal jantung akan sembuh sempurna. Selain itu manifestasi yg berbeda pada

gagal jantung kongestif murni tidak ditemukan peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum

dimana pada gangguan ginjal kronik terdapat peningkatan dari BUN dan kreatinin serum1,6

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:

• Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

• Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)

• Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

• Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular 

• Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

• Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

A.Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya

penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Padaukuran ginjal yang masih

normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaanhistopatologi ginjal dapat menentukan

8

Page 9: pbl blok 20.docx

indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30%

dari normal terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

Tabel 2. Rencana Tatalaksana Gagal Ginjal Kronik sesuai Derajat1

Derajat GFR (ml/mnt/1,73 m2) Rencana tatalaksana

1 Lebih besar sama dengan 90 Terapi penyakit dasar, komorbid, evaluasi

pemburukan fungsi ginjal, memperkecil

resiko kardivaskuler

2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

B. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat penurunan LFG pada passien penyakit ginjal

kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposedfactors) yang dapat

memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid iniantara lain gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol infeksitraktus urinarius, obat-obat

nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

C.Menghambat Pemburukan Fungsi Ginjal

Fak to r u t ama penyebab pemburukan fungs i g in j a l ada l ah t e r j ad inya

hiperfiltrasi glomerulus..Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus

ini adalah:

Pembatasan Asupan Protein.

Pembatasan asupan protein mulai dilakukan padaLFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut,

pembatasan asupan protein tidak s e l a lu d i an ju rkan . P ro t e in d ibe r i kan 0 ,6 -0 ,8

kg .bb /ha r i , yang 0 ,35 – 0 ,50 g r   diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.

Jumlah kalori yang diberikansebesar 30 -35 kkal/kgBB/hari. Ddibutuhkan pemantauan yang

teratur terhadapstatus nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi jumlah asupan kalori dan protein

dapatditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein

9

Page 10: pbl blok 20.docx

tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah dipecah menjadi urea dan subtansi

nitrogenlain , yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi

protein pada pasien Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan subtansi nitrogen dan ion

anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia De ngan

demik i a n pemb a t a sa n a s up an p r o t e in akan me ngak iba tk an  berkurangnya

sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih(protein overload)

akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah

dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkattkan

progresifitas pemburuan fungsi ginjal.Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan

asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat

perluuntuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia

Terapi Farmakologis.

Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.Pemakaian obat anti hipertenasi, disamping

bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat

pemburukan kerusaka nnefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi

glomerulus.Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai peranyang sama

pentingnya dengan pembatasan asupan protein dalam memperkecil hipertensi

intraglomerulus dan hipertrogi glomerulus. Disamping itu, sasaran terapifarmakologis sangat terkait dengan

derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor resiko terjadi

pemburukan fungsi ginjaldengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses

pemburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. .Beberapa obat antihipertensi, terutama

Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE

inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini

terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.

D.Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular

Pencegahan dan t e r ap i t e rhadap ka rd iovasku l a r me rupakan ha l yang  penting,

karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kaediovaskular

adalah, pengedalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian

anemia, pengendalian hiperfosfatemia danterapi terhadap kelebihan cairan dengan gangguan

keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan penncegahan dan terapi terhadap

komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

10

Page 11: pbl blok 20.docx

E.Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi

Penyakit ginjal kronik dapat memberikan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai

dengan penurunan fungsi Ginjal.

Anemia.

Anemia t e r j ad i pada 80 -90% pas i en penyak i t g in j a l k ron ik . Anemia pada penyakit

ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritopoitin.Hal – hal yang ikut berperan dalam

terjadinya anemia adalah defisiensi besikehilangan darah (missal; pendarahan saluran cerna,

hematuri) masa hidup eritrosityang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan

sumsumtulang oleh subtansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik.

Evaluasiterhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g % atau hematokrit <

30%meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besis serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ Total Iron

Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber pendarahan,m o r f o l o g i e r i t r o s i t ,

k e m u n g k i n a n a d a n y a h e m o l i s i s d a n l a i n s e b a g a i n y a . Penatalaksanaan

terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebablain bila ditemukan. Pemberian eritropoipin

(EPO) merupakan hal yang dianjurkan.Dalam pemberian EPO ini status besi harus selalu mendapat

perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian tansfusi pada

penyakitginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat

dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat

mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjalsasaran hemoglobin menurut

berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.

Osteodistrofi Renal.

Osteodistrofi Renal merupakan komplikasi penyakitginjal kronik yang sering terjadi. Penatalaksanaan

Osteodistrofi Renal dilaksanakandengan ca r a menga t a s i h ipe r fo s f a t emia dan

pembe r i an ho rmone Ka l s i t r i o l (1.25(OH)2D3). Penatalaksanaan hiperfosfatemia

meliputi pembatasan asupanfosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan absorbsi fosfat

disaluran cerna.Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan

dalam mengatasi hiperfosfatemia

11

Page 12: pbl blok 20.docx

Mengatasi Hiperfosfatemia

a .Pemba t a san a supan fo s f a t . Pembe r i an d i e t r endah fo s f a t s e j a l an dengan

d i e t  pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori, rendah protein dan

rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalamdaging dan produk hewan seperti

susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat yang

terlalu ketat tidak dianjurkan,untuk menghindari terjadinya malnutrisi

b.Pemberian pengikat fosfat. Pengikat fosfat yang banyak dipeke adalah, garamka l s i um,

a lumun ium h id roks ida , ga r am magnes ium. Ga ram-ga ram in i diberikan secra

oral, untuk menghambat absorbsi fofat yang berasal dari makanan . Ga ram ka l s i um

yang banyak d ipake ada l ah ka l s i um ka rbona t (CaCO3) dan kalsium

c. Pemberian bahan kalsium memetik (calcium mimetic agent). Akhir-akhir inidikembangkan

sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar  paratiroid, dengan nama

sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium mimetic agent, dan dilaporkan mempunyai

efektivitas yang sangat baik serta efek samping yang minimal

 

Pemberian Kalsitriol (1.25(OH2D3)

Pemberian Kalsitriol untuk mengatasi osteodistrofi renal banyak dilaporkan.Tetapi pemakaiannya tidak

begitu luas, karena dapat meningkatkan absorbsi fosfatdan kalsium disaluran cerna sehingga

dikhawatirkan mengakibatkan penumpukan barang calcium carbonate dijaringan, yang disebut

kalsifikasi metastatik.Disampingi t u j uga dapa t mengak iba tkan penekanan yang

be r l eb ihan t e rhadap ke l en j a r    paratiroid. Oleh karena itu pemakainnya dibatasi pada

pasien dengan kadar fosfatdarah normal dan kadar hormone paratiroid (PTH)>2,5 kali normal.

Pembatasan Cairan dan Elektrolit

Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perludilakukan.

Hal ini bertujuan untuk mencegahter jadinya edem dan komplikasi kardiovaskular. Air

yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air yangkeluar baik melalui urine maupun

insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insible water antara 500-

800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubu), maka air yang masuk dianjurka 500-800 ml

ditambah jumlah urine .E l ek t ro l i t yang ha rus d i awas i a supannya ada l ah ka l i um

dan na t r i um. Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan

aritnia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung

12

Page 13: pbl blok 20.docx

kaliumdanmakanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi kadar kalium

darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan

hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya

tekanan darah derajat edema yang terjadi.

F.Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)

Terapi pengganti ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15

ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau

transplantasi ginjal.1,7

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus KS, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid I. 5th ed. Jakarta: Internal Publishing; 2009

2. Diunduh dari http://drdjebrut.wordpress.com/2012/01/03/strategi-penatalaksanaan-

laboratorium-pada-gagal-ginjal-kronis/

3. Price SA,Wilson MCL. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. edisi ke-

6.Jakarta: EGC; 2005

4. Robbins. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC; 2007

5. Gleadle.Jonathan.At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta.Erlangga; 2007

6. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit.Edisi ke-5. Jakarta; Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2007

7. Wilmana F, Gan S. Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007

13