bab ii kti

73
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian Kecemasan Kecemasan (ansietas) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang berat tidak sejalan dengan kehidupan. (Stuart, 2006) 8

Upload: fanny

Post on 15-Apr-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

midwifery

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KTI

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kecemasan

2.1.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan (ansietas) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara

interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut yang merupakan

penilaian intelektual terhadap bahaya. Ansietas adalah respon

emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas

diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang berat tidak

sejalan dengan kehidupan. (Stuart, 2006)

Gangguan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi

gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai respon

prilaku, emosional, dan fisiologis. Individu yang mengalami gangguan

ansietas dapat memperlihatkan prilaku yang tidak lazim seperti panik

tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap objek atau kondisi

kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat

dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang traumatik, atau rasa

khawatir yang tidak dapat dijelaskan. Pada kesempatan yang jarang

terjadi, banyak orang memperlihatkan salah satu perilaku yang tidak

8

Page 2: BAB II KTI

9

lazim tersebut terhadap respon normal terhadap ansietas. Perbedaan

antara respon ansietas ialah bahwa respon ansietas cukup berat sehingga

bisa mengganggu kinerja individu, kehidupan keluarga, dan lingkungan

sosial. (Videbeck, 2008)

Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak

didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak

nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa

malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam

tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai

stimulus ansietas. Ansietas merupakan alat peringatan internal yang

memberikan tanda bahaya kepada individu. (Videbeck, 2008)

Takut sebenarnya tidak dapat dibedakan dari ansietas karena

individu yang merasa takut atau ansietas mengalami pola respons

perilaku, fisiologis dan emosional dalam rentang yang sama. Satu-

satunya perbedaan di antara keduanya ialah bahwa rasa takut timbul

sebagai respon terhadap objek mengancam yang dapat diidentifikasi

dan spesifik. Takut adalah mengalami bahwa ada suatu ancaman,

ansietas adalah emosi yang ditimbulakan oleh rasa takut. Ancaman

yang menstimulasi rasa takut dapat nyata atau dipersepsikan.

(Videbeck, 2008)

Page 3: BAB II KTI

10

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

a. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Menurut Stuart dan Laraia terdapat beberapa teori yang dapat

menjelaskan ansietas, diantaranya:

1. Teori psikoanalitik

Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara 2

elemen kepribadian – id dan super ego. Id mewakili dorongan

insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan

hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma

budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan

dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2. Teori interpersonal

Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan

dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan

kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang

mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami

perkembangan ansietas yang berat.

3. Teori prilaku

Ansietas merupakan produksi frustasi yaitu segala sesuatu

yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai

kemampuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap

Page 4: BAB II KTI

11

sebagai dorongan belajar berasarkan keinginan dari dalam untuk

menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan

kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih

sering menunjukan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.

4. Teori keluarga

Ansietas merupakan hal yang biasa di temui dalam

keluarga. Ada tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan

depresi.

5. Teori biologis

Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin.

Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA

juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan

dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain

itu kesehatan umum individu dan riwayat ansietas pada keluarga

memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Ansietas

mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya

menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

(Direja, 2011)

b. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

1. Usia

Secara psikologis pada wanita hamil yang berusia dibawah

20 tahun, kesiapan mental masih sangat kurang, sehingga dalam

menghadapi persalinan mentalnya masih sangat kurang dan

Page 5: BAB II KTI

12

kecemasan pun tidak terpungkiri, selain itu dari segi fisik usia di

bawah 20 tahun memiliki resiko tinggi persalinan. Sedangkan

pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, secara mental

mereka merasa lebih mantap dan tenang, namun dari segi fisik

mereka resiko tinggi persalinan yang lebih besar. Usia diantara

20 tahun dan 35 tahun adalah usia yang aman untuk kehamilan

dan persalinan. (Manuaba, 2010). Wanita di usia 20-35 tahun

dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan karena

pada usia ini kondisi fisik pada wanita dalam keadaan prima.

Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang

maksimal untuk kehamilan. Secara psikis, kondisi mental ibu

telah siap, yang berdampak pada prilaku merawat dan menjaga

kehamilanya secara hati – hati (Tobing, 2009).

2. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula

menangkap dan mencerna suatu informasi yang diberikan oleh

petugas kesehatan, sebaliknya orang dengan pendidikan rendah

akan sulit dalam mencerna informasi yang diberikan petugas

kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan rendah

pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah

mengalami kecemasan, semakin tingkat pendidikannya tinggi

berpengaruh terhadap kemampuan berfikir (Stuart, 2004).

Peningkatan pendidikan dapat pula mengurangi rasa tidak

Page 6: BAB II KTI

13

mampu untuk menghadapi stres. Semakin tinggi pendidikan

seseorang akan mudah dan semakin mampu menghadapi stres

yang ada (Suparyanto, 2011).

3. Pekerjaan

Pada wanita yang bekerja atau wanita karir memutuskan

untuk memiliki seorang anak atau memulai tahap kehamilan

bukanlah hal yang mudah, karena menjadi seorang ibu yang

bekerja memiliki kesulitan yang lebih besar daripada ibu yang

tidak bekerja. Ada perasaan was-was yang mereka alami saat

mereka memutuskan memulai suatu kehamilan, perasaan was-

was ini berkaitan dengan kelanjutan karir mereka. Mereka

memiliki perasaan cemas, perasaan ini berkaitan dengan waktu

dan juga kinerja mereka yang akan berkurang selama masa

kehamilannya. Pada masa kehamilan fokus utama wanita yang

bekerja akan terbagi antara kehamilannya dan juga

pekerjaannya, hal ini akan membuat mereka merasa cemas

karena perasaan takut akan mengabaikan pekerjaannya dan lebih

focus pada kehamilannya ataupun sebaliknya, dan akan

memberikan dampak yang kurang baik pada pekerjaannya

ataupun kehamilannya (Margantari, 2007)

4. Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi terbukti sangat berpengaruh

terhadap kondisi kesehatan fisik dan psikologis ibu hamil. Pada

Page 7: BAB II KTI

14

ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi yang baik, otomatis

akan mendapatkan kesejahteraan fisik dan psikologis yang baik

pula. Ibu tidak terbebani secara psikologis mengenai biaya

persalinan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari setelah

bayinya lahir. Ibu akan lebih fokus mempersiapkan fisik dan

mentalnya sebagai seorang ibu. Sementara pada ibu hamil

dengan kondisi ekonomi yang lemah, ia akan mendapatkan

banyak kesulitan, terutama mengenai pemenuhan kebutuhan

primer. (Asrinah, 2010)

5. Dukungan Keluaga

Pada setiap tahap usia kehamilan, ibu akan mengalami

perubahan baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Ibu harus

melakukan adaptasi pada setiap perubahan yang terjadi, di mana

sumber stress terbesar terjadi karena sedang melakukan adaptasi

terhadap kondisi tertentu. Dalam menjalani proses ini, ibu hamil

sangat membutuhkan dukungan yang intensif dari keluarga,

dengan cara menunjukan perhatian dan kasih sayang (Asrinah,

2010). Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap

psikologi ibu hamil, dukungan yang cukup dari keluarga

terutama suami akan sangat membantu mengurangi rasa cemas,

takut dan bingung ibu akan kehamilannya (Bahiyatun, 2009).

Page 8: BAB II KTI

15

6. Pengalaman kehamilan yang lalu

Seorang wanita hamil memiliki persepsi mengenai

kehamilan dari pengalaman kehamilan sebelumnya. Persepsi ibu

hamil yang negatif terhadap kehamilan akan cenderung

menyebabkan kecemasan dan penolakan terhadap

kehamilannya. Persepsi buruk tersebut biasanya terjadi pada ibu

multigravida dengan komplikasi pada riwayat obstetrik

sebelumnya. (Rinda Lesti, 2009)

7. Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin

hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Nulipara adalah

seorang wanita yang belum pernah menjalani kehamilan sampai

janin mencapai tahap viabilitas. Primipara seorang wanita yang

sudah menjalani kehamilan sampai janin mencapai tahap

viabilitas. Multipara adalah seorang wanita yang sudah

menjalani kehamilan dua atau lebih kehamilan dan mencapai

janin sampai tahap viabilitas. Viabilitas adalah kapasitas untuk

hidup diluar uterus, sekitar 22 minggu periode menstruasi (20

minggu kehamilan) atau berat janin lebih dari 500 g (Bobak,

2004).

Page 9: BAB II KTI

16

c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Menurut Kartono, penyebab kecemasan dalam menghadapi

persalinan adalah :

1. Takut mati

Sekalipun peristiwa kelahiran itu adalah fenomena

fisiologis yang normal, namun tidak terlepas dari risiko-risiko

dan bahaya kematian. Bahkan, pada proses kelahiran yang

normal sekalipun senantiasa disertai perdarahan dan kesakitan-

kesakitan yang hebat. Peristiwa inilah yang menimbulkan

ketakutan-ketakutan, khususnya takut mati, baik kematian

dirinya sendiri maupun anak bayi yang akan dilahirkan.

2. Trauma Kelahiran

Berkaitan dengan perasaan takut mati yang ada pada

wanita pada saat melahirkan bayinya dan ketakutan lahir (takut

dilahirkan di dunia ini) pada anak bayi, yang kita kenal sebagai

trauma kelahiran. Trauma kelahiran ini berupa ketakutan akan

berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Ketakutan ini merupakan

ketakutan “hipotetis” untuk dilahirkan di dunia dan takut

terpisah dari ibunya.

Page 10: BAB II KTI

17

3. Perasaan Bersalah

Wanita banyak melakukan identifikasi terhadap ibunya

dalam semua aktivitas reproduksinya. Jika identifikasi ini

menjadi salah dan wanita tersebut banyak mengembangkan

mekanisme rasa bersalah dan rasa berdosa terhadap ibunya,

maka peristiwa tadi membuat dirinya menjadi tidak mampu

berfungsi sebagai ibu yang bahagia sebab selalu saja dibebani

atau dikejar-kejar rasa berdosa. Perasaan berdosa terhadap ibu

ini erat hubungannya dengan ketakutan akan mati pada saat

wanita tersebut melahirkan bayinya.

4. Ketakutan riil

Pada setiap wanita hamil, kecemasan untuk melahirkan

bayinya bisa diperkuat oleh sebab-sebab konkret lainnya.

Misalnya, takut bayinya lahir cacat atau lahir dalam kondisi

patologis, takut kalau bayinya akan bernasib buruk disebabkan

oleh dosa-dosa ibu itu sendiri di masa silam, takut kalau beban

hidupnya akan menjadi semakin berat oleh lahirnya sang bayi,

munculnya elemen ketakutan yang sangat mendalam dan tidak

disadari, kalau ia akan dipisahkan dari bayinya, takut kehilangan

bayinya yang sering muncul sejak masa kehamila sampai waktu

melahirkan bayinya. (Kartono, 2007)

Page 11: BAB II KTI

18

2.1.3 Respon Terhadap Kecemasan

1. Respon fisiologis terhadap ansietas

a. Kardiovaskuler

Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa

ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun

d. Pernapasan

Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas

dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik napas

terengah-engah

e. Neuromuskular

Refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip,

insomnia, tremor, regiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah

tegang, kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal.

f. Gastrointestinal

Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak

nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual nyeri ulu hati, diare.

g. Saluran perkemihan

Tidak dapat menahan kencing dan sering berkemih.

h. Kulit

Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan),

gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat

seluruh tubuh.

Page 12: BAB II KTI

19

2. Respon prilaku

Gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut bicara cepat,

kurang koordinasi, cenderung mengalami cidera, menarik diri dari

hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah,

menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.

a. Kognitif

Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam

memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, lapang

persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun,

bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas,

takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cidera

atau kematian, kilas balik, mimpi buruk.

b. Afektif

Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup,

ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati

rasa, rasa bersalah, malu. (Stuart, 2006)

2.1.4 Mekanisme koping

Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai

mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, ketidakmampuan

mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama

terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu untuk

mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas

Page 13: BAB II KTI

20

menjadi lebih intens. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa

pemikiran yang sadar. (Stuart, 2006)

Mekanisme koping tingkat ansietas sedang dan berat

menimbulkan dua mekanisme koping sebagai berikut :

1. Reaksi yang berorientasi pada tugas

Yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan

untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stress, misalnya

perilaku menyerang untuk mengubah atau mengatasi hambatan

pemenuhan kebutuhan, menarik diri untuk memindahkan dari

sumber stress, kompromi untuk mengganti tujuan atau

mengorbankan kebutuhan personal.

2. Mekanisme pertahanan ego

Membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi

berlangsung tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi

realitas dan bersifat maladaptif (Direja, 2011).

2.1.5 Tingkat kecemasan

1. Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,

ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan

meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

Page 14: BAB II KTI

21

2. Ansietas sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting

dan mengesampingkan yang lain. ansietas ini mempersempit lapang

persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak

perhatian yang tidak selektif namun dapat berfokus pada lebih

banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

3. Ansietas berat

Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu

berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir

tentang hal lain. Semua prilaku ditujukan untuk mengurangi

ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk

berfokus pada area lain.

4. Panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan terror. Hal

yang rinci terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan

kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi

kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,

menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

persepsi yang menyimpang, dan kehilangan penelitian yang

menyimpang, dan kehilangan yang rasional. Tingkat ansietas ini

tidak sejalan dengan kehidupan, jika belangsung terus dalam waktu

yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian (Stuart, 2006)

Page 15: BAB II KTI

22

Rentang Respon Ansietas

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Bagan 2.1 Rentang respon ansietas

Tingkat Respon Ansietas

Tingkat Ansietas

Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional

Ringan (1+) Ketegangan otot ringan. Sadar akan lingkungan. Rileks atau sedikit gelisah Penuh perhatian. Rajin

Lapang persepsi luas. Terlihat tenang, percaya diri. Perasaan gagal sedikit. Waspada dan memperhatikan banyak hal. Mempertimbangkan informasi. Tingkat pembelajaran optimal.

Perilaku otomatis. Tedikit tidak sabar. Aktivitas menyendiri. Testimulasi. Tenang

Sedang (2+) Ketegangan otot sedang. Tanda-tanda vital meningkat. Pupil dilatasi, mulai berkeringat. Sering mondar-mandir, memukulkan tangan. Suara berubah bergetar nada

Lapang persepsi menurun. Tidak perhatian secara selektif. Fokus terhadap stimulus meningkat. Rentang perhatian menurun. Penyelesaian masalah menurun. Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

Tidak nyaman. Mudah tersinggung. Kepercayaan diri goyah. Tidak sabar. Gembira

Page 16: BAB II KTI

23

suara tinggi Kewaspadaan dan ketegangan meningkat. Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

Berat (3+) Ketegangan otot berat. Hiperventilasi. Kontak mata buruk. Pengeluaran keringat meningkat. Bicara cepat, nada suara tinggi. Tindakan tanpa tujuan dan serampangan. Rahang menegang, menggertakan gigi. Kebutuhan ruang gerak meningkat. Mondar-mandir berteriak. Meremas tangan, gemetar.

Lapang persepsi terbatas. Proses berpikir terpecah-pecah. Sulit berpikir. Penyelesaian masalah buruk. Tidak mampu mempertimbangkan informasi. Hanya memperhatikan ancaman. Preokupasi dengan diri sendiri. Egosentris.

Sangat cemas. Agitasi. Takut. Bingung. Merasa tidak adekuat. Menarik diri. Penyangkalan. Ingin bebas.

Panik (4+) Flight, fight, atau freeze. Ketegangan otot sangat berat. Agitasi motorik kasar. Pupil dilatasi. Tanda-

Persepsi sangat sempit. Pikiran tidak logis, terganggu. Kepribadian kacau. Tidak dapat menyelesaikan masalah. Fokus pada

Merasa terbebani. Merasa tidak mampu, tidak berdaya. Lepas kendali. Mengamuk

Page 17: BAB II KTI

24

tanda vital meningkat kemudian menurun. Tidak dapat tidur. Hormon stress dan neurotransmitter berkurang. Wajah menyeringai, mulut ternganga.

pikiran sendiri. Tidak rasional. Sulit memahami stimulus eksternal. Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

putus asa. Marah, sangat takut. Mengharapkan hasil yang buruk. Kaget, takut. Lelah.

(Videbeck, 2008)

2.1.6 Penentuan Tingkat Kecemasan

Dengan menggunakan kuesioner tingkat kecemasan yang dibuat

berdasarkan respon fisiologis dan respon perilaku. Dibuat dengan

menggunakan skala likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang

ada di masyarakat atau yang dialaminya (Hidayat, 2007) dalam 4

alternatif jawaban yaitu sangat setuju (ST), setuju (S), tidak setuju (TS),

dan sangat tidak setuju (STS). Bobot nilai yang diberikan bagi jawaban

untuk pernyataan negatif STS = 1, TS = 2, S = 3, SS = 4, dan

pernyataan positif STS = 4, TS = 3, S = 2, SS = 1. Terdiri dari 24

pernyataan. Kemudian berdasarkan kemampuan dalam menjawab

dengan skor nilai maksimal 96 dan nilai minimal 24, untuk menjelaskan

secara deskriptif maka dikategorikan :

Page 18: BAB II KTI

25

< 24 = tidak cemas (<25%)

25-42 = kecemasan ringan (26%-44%)

43-60 = kecemasan sedang (45%-63%)

61-78 = kecemasan berat (64%-81%)

79-96 = panik (82%-100%)

2.1.7 Kecemasan dalam kehamilan

Perasaan cemas seringkali menyertai kehamilan terutama pada

seorang ibu yang berjiwa labil. Kecemasan ini mencapai puncaknya

pada saat persalinan. Rasa nyeri pada waktu persalinan sudah sejak dulu

menjadi momok dalam pembicaraan mengenai kehamilan dan

persalinan. Oleh karena itu, banyak calon ibu muda yang menghadapi

kelahiran anaknya dengan perasaan takut dan cemas.

Trimester ketiga adalah waktu untuk mempersiapkan kelahiran

dan kedudukan sebagai orang tua seperti terpusatnya perhatian pada

kehadiran bayi. Pada periode ini sebagian besar wanita hamil dalam

keadaan cemas yang nyata. Sebagian belum pernah merasakan tingkat

kecemasan ini sebelumnya dan yang lainnya dapat mengatasi

kecemasan tersebut dengan baik. Alasan yang mungkin menyebabkan

bertambahnya kecemasan pada ibu hamil adalah munculnya rasa takut

untuk melahirkan dan khawatir terhadap anak yang akan dilahirkannnya

nanti. (Prilia 2010).

Pada kehamilan anak pertama, merupakan tahap di mana terjadi

ketidakseimbangan dalam kepribadian seorang wanita. Pasalnya pada

Page 19: BAB II KTI

26

masa tersebut, seorang perempuan mulai di hadapkan pada tugas dan

peran baru sebagai seorang ibu. Kehamilan pertama kali bagi seorang

ibu, merupakan satu perjalanan baru, yang ditandai dengan perubahan-

perubahan fisik dan psikis sehingga timbul barbagai masalah

psikologis. Peristiwa yang belum pernah dialami sebelumnya akan

menimbulkan rasa cemas, takut gelisah, tegang bercampur was-was.

Kecemasan menjelang persalinan pada ibu multipara juga akan

semakin meningkat. Pertanyaan dan bayangan apakah dapat melahirkan

normal, cara mengejan, apakah akan terjadi sesuatu saat melahirkan,

atau apakah bayi lahir selamat, akan semakin sering muncul dalam

pikiran ibu (Restyla, 2009)

Ibu multipara juga mengalami kecemasan akibat dari

permasalahan terhadap kelahiran yang terjadi sebelumnya seperti

seorang yang pernah mengalami masalah dalam mendapatkan

keturunan akan menjadi sangat cemas mengenai apakah mereka akan

mampu mempertahankan kehamilannya kali ini, wanita yang pernah

mengalami keguguran akan terus-menerus ketakutan kehilangan bayi

serta wanita yang penah melahirkan seorang bayi yang kemudian

meninggal atau mengalami kelainan. Namun, beberapa wanita lainnya

tetap tenang dan percaya diri (Nolan, 2003)

Disadari atau tidak, penyakit dan komplikasi obstetrik (selama

kehamilan) tidak hanya disebabkan ganguan yang sifatnya biologis saja.

Beberapa diantaranya ditimbulkan atau diperberat oleh gangguan

Page 20: BAB II KTI

27

psikologik seperti hiperemesis gravidarum, abortus, preeklamsi dan

eklamsi, serta persalinan yang lama.

Mengingat kecemasan mempunyai akibat buruk pada kehamilan,

maka diperlukan suatu tindakan pencegahan dan pengobatan bila

diperlukan, agar tidak menimbulkan komplikasi dan penyakit pada

kehamilan. (Prilia, 2010)

2.1.8 Kehamilan sebagai pencetus kecemasan

Kehamilan adalah sebuah penanda bahwa akan hadir manusia

baru dengan segala perasaan yang ikut terbawa bersamanya seperti

harapan, kebahagiaan bahkan kekecewaan. Seorang wanita hamil

mungkin telah siap secara fisik untuk menghadapi akhir dari proses

kehamilan dan persalinan atau pengalaman sendiri pada kehamilan

sebelumnya akan mempengaruhi makna kehamilan dalam diri seorang

wanita.

Bisa saja seorang wanita hamil mengalami perasaan ambivalen di

dalam benaknya. Artinya di satu sisi dia menginginkan kelahiran bayi

tersebut, namun di sisi lain dia menolak. Jika perasaan ini dapat

diekspresikan secara bebas biasanya tidak menimbulkan perasaan

bersalah, ketakutan, dan kecemasan.

Jika perasaan yang negatif kurang dapat diekspresikan dengan

baik, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap kehamilan yang

dijalani. Perasaan negatif yang berusaha untuk menolak kelahiran bayi

ini meliputi.

Page 21: BAB II KTI

28

a. Cemas dan takut akan sakit waktu melahirkan, terutama kelainan

pada persalinan sebelumnya,

b. Kehilangan sifat menarik,

c. Perasaan tidak nyaman akibat pembesaran perutnya, terganggunya

pekerjaan dan aktivitas sosial,

d. Kelelahan,

e. Kesediaan merawat bayi,

f. Masalah biaya,

g. Perasaan cemas atau bertanggung jawab sebagai ibu.

Jika kehamilan dapat diterima dengan baik oleh ibu, maka

gangguan-gangguan yang dialaminya, serta perubahan-perubahan yang

ditimbulkannya akan diterima dengan lebih baik. Rasa takut

menghadapi persalinan dapat diatasi atau diimbangi dengan perasaan

positif terhadap harapan untuk memperoleh anak yang menjadi buah

hatinya, dan sebagai pengikat cinta mesra suami terhadap dirinya. Lebih

baik lagi jika harapan tersebut ditambah dengan keyakinan bahwa ia

akan mendapat pertolongan tepat pada saat persalinan tiba.

Sikap jiwa yang positif tersebut merupakan inti dari kesehatan

jiwa, munculnya karena sebuah manifestasi dari :

Masa kanak-kanak ibu yang menyenangkan.

Anak yang dikandungnya memang merupakan ‘a wanted child’ atau

anak yang sangat diharapkan keluarga.

Page 22: BAB II KTI

29

Ibu itu tidak khawatir akan terjadi kekurangan atau kesulitan

materiil, misalnya biaya perawatan, perumahan, pendidikan, dan

nasib anaknya yang akan datang.

Ibu memandang kehamilan sebagai nikmat anugrah dari Tuhan Yang

Maha Esa.

Sebaliknya ada wanita yang menghadapi peristiwa kehamilan

dengan sikap yang negatif. Sikap negatif yang ditunjukan oleh ibu dapat

berpangkal pada 2 masalah psikologis seperti :

Rasa penolakan terhadap anak yang dikandungnya.

Ketakutan untuk melahirkan dan kekhawatiran akan nasib anaknya

yang akan diahirkan di masa yang akan dating

Mengenai ketakutan untuk melahirkan dan kekhawatiran terhadap

anaknya, dapat diuraikan menjadi dua bentuk kecemasan

1. Kecemasan terhadap diri sendiri.

Umumnya, kecemasan berhubungan dengan kesehatan dan

keselamatan, wanita cemas terhadap kemungkinan komplikasi

waktu bersalin, cemas terhadap nyeri waktu bersalin, kekhawatiran

tidak segera memperoleh pertolongan ataupun perawatan yang

semestinya, dan mungkin pula cemas terhadap ancaman bahaya

maut yang menyertai persalinan tiba dan menimbulkan rasa cemas

yang tidak langsung berhubungan dengan proses kehamilannya,

misalnya sosial rumah tangga, mata pencaharian suami, ataupun

mengenai hubungan dengan suami.

Page 23: BAB II KTI

30

2. Kecemasan terhadap bayi yang akan dilahirkannya.

Kecemasan ini misalnya mengenai cacat, perlukaan,

keguguran, kematian dalam kandungan, kemungkinan beranak

kembar, dan juga kapasitas anaknya. Berbagai perasaan cemas ini

akan mudah timbul apabila mendengar hal-hal yang tidak

diinginkan telah menimpa tetangganya, saudaranya, atau temannya.

(Prilia, 2010)

2.2 Kehamilan

2.2.1 Pengertian

Kehamilan adalah dimulai dari terjadinya konsepsi (pertemuan

Antara spermatozoa dengan ovum yang terjadi pada masa subur)

sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal 280 hari (40 minggu atau

9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. (Saifudin, dkk,

2006).

Kehamilan adalah dimulai dari hasil konsepsi (bertemunya sel

telur dengan sperma) dan berakhir dengan permulaan persalinan.

(Maryuani, 2010)

Kehamilan nomal adalah masa kehamilan di mulai dari konsepsi

sampai lahirnya janin lamanya hamil normal adalah 280 hari

atau (40 minggu ), dan tidak lebih dari 300 hari ( 43 minggu ).

(Wiknjosastro, 2006)

Page 24: BAB II KTI

31

2.2.2 Perubahan Anatomi dan Fisiologi

Proses kehamilan sampai persalinan merupakan suatu kesatuan

dimana banyak terjadi perubahan-perubahan baik anatomis maupun

fisiologi. Menurut Kusmiati 2009 : 66-68, perubahan – perubahan

tersebut ialah :

a. Sistem reproduksi

Pada trimester III istmus uteri lebih nyata menjadi bagian

korpus uteri dan berkembang menjadi segmen bawah rahim (SBR).

Pada kehamilan tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus,

SBR menjadi lebih lebar dan tipis, tampak batas yang nyata antara

bagian atas yang lebih tebal dan segmen bawah yang lebih tipis.

Batas itu dikenal sebagai lingkaran retraksi fisiologis dinding uterus.

Batas lingkaran ini jauh lebih tebal daripada dinding SBR.

1. 28 minggu : fundus uteri terletak kira-kira tiga jari diatas pusat

atau 1/3 jarak antara pusat ke prosesus xifoideus (25 cm).

2. 32 minggu : fundus uteri terletak kira-kira antara jarak pusat dan

prosesus xifoideus (27 cm).

3. 36 minggu : fundus uteri kira - kira 1 jari di bawah prosesus

xifoideus (30 cm).

4. 40 minggu: fundus uteri teretak kira-kira 3 jari di bawah prosesus

xifoideus (33 cm).

Page 25: BAB II KTI

32

Setelah minggu ke-28 kontraksi braxton hicks semakin jelas,

terutama pada wanita yang langsing. Umumnya akan menghilang

bila wanita tersebut melakukan latihan fisik atau berjalan.

b. Sistem traktus urinarius

Pada akhir kehamilan kepala janin mulai turun ke pintu atas

panggul keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung

kencing akan mulai tertekan kembali. Selain itu juga terjadi

hemodilusi menyebabkan metabolisme air menjadi lancar.

c. Sistem respirasi

Pada kehamilan 32 minggu ke atas, usus - usus tertekan

uterus yang membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang

leluasa bergerak mengakibatkan kebanyakan wanita hamil

mengalami derajat kesulitan bernafas.

d. Kenaikan berat badan

Terjadi kenaikan berat badan sekitar 5,5 kg, penambahan BB

dari mulai awal kehamilan sampai akhir kehamilan adalah 11-12 kg.

e. Sirkulasi darah

Aliran darah meningkat cepat seiring dengan pembesaran

uterus, kecepatan aliran darah uterus ialah 500 ml/menit dan

konsumsi rata-rata oksigen uterus gravid ialah 25 ml/menit. Tekanan

Page 26: BAB II KTI

33

arteri maternal, kontraksi uterus dan posisi maternal mempengaruhi

aliran darah uterus.

f. System muskuloskeletal

g. Sendi pelvik pada saat kehamilan dapat sedikit bergerak. Perubahan

tubuh secara bertahap dan peningkatan berat badan wanita hamil

menyebabkan postur tubuh dan cara berjalan wanita hamil berubah

menyolok. Otot dinding perut meregang dan akhirnya kehilangan

sedikit tonus otot. Selama trimester tiga otot rektus abdominis dapat

memisah, menyebabkan isi perut menonjol digaris tengah tubu.

Umbilikus menjadi lebih datar atau menonjol. Setelah melahirkan

tonus otot secara bertahap kembali, tapi pemisahan otot (diastesis

recti abdominis) menetap. (Kusmiyati, 2009)

2.2.3 Perubahan dan Adaptasi Psikologis Kehamilan

1. Trimester I

Trimester pertama sering dikatakan sebagai periode penentuan.

Penentuan untuk membuktikan wanita dalam keadaan hamil. Pada

saat inilah tugas psikologis pertama sebagai calon ibu untuk dapat

menerima kenyataan akan kehamilannya.

Selain itu akibat dari dampak terjadinya peningkatan hormon

estrogen dan progesteron pada tubuh ibu hamil akan mempengaruhi

perubahan pada fisik sehingga banyak ibu hamil yang merasakan

kekecewaan, penolakan, kecemasan, kesedihan.

Page 27: BAB II KTI

34

Dia akan merenungkan keadaan dirinya. Dari munculnya

kebingungan tentang kehamilannya dengan pengalaman buruk yang

pernah dialaminya sebelum kehamilan, efek kehamilan yang akan

terjadi pada hidupnya (terutama jka ia wanita karir), tanggung jawab

baru atau tambahan yang akan dipikul, kecemasan tentang

kemampuan dirinya untuk menjadi seorang ibu, keuangan dan

rumah, penerimaan kehamilannya oleh orang lain. Saat itu beberapa

ketidaknyamanan pertama berupa mual, lelah, perubahan selera,

emosional, mungkin mencerminkan konflik dan depresi yang

dialami dan dapat terjadi pada saat ia teringat tentang kehamilannya.

2. Trimester II

Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran

kesehatan, saat ibu merasa sehat. Ini disebabkan pada trimester ini

umumnya wanita sudah merasa baik dan terbebas dari

ketidaknyamanan kehamilan. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar

hormon yang lebih tinggi dan rasa tidak nyaman karena hamil sudah

berkurang. Perut ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasakan

sebagai beban. Ibu sudah menerima kehamilannya dan mulai dapat

menggunakan energi dan pikiran secara lebih konstruktif. Pada

trimester ini pula ibu dapat merasakan gerakan bayinya, dan ibu

mulai merasakan kehadiran bayinya sebagai seorang diluar dari

dirinya sendiri. Banyak ibu yang terlepas dari rasa kecemasan dan

Page 28: BAB II KTI

35

rasa tidak nyaman seperti yang dirasakannya pada trimester pertama

dan merasakan meningkatnya libido.

3. Trimester III

Timester ketiga sering disebut periode penantian. Pada periode

ini wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari dirinya,

dia menjadi tidak sabar untuk segera melihat bayinya. Ada perasaan

tidak menyenangkan ketika bayinya tidak lahir tepat pada waktunya,

fakta yang menempatkan wanita tersebut gelisah dan hanya bisa

melihat dan menunggu tanda-tanda gejalanya.

Trimester ketiga adalah waktu untuk mempersiapkan kelahiran

dan kedudukan sebagai orang tua, seperti terpusatnya perhatian pada

kehadiran bayi. Saat ini orang-orang disekelilingnya akan membuat

rencana pada bayinya. Wanita tersebut akan berusaha melindungi

bayinya, dengan menghindari kerumunan atau seseorang atau

apapun yang dianggap membahayakan. Dia akan membayangkan

bahwa bahaya terdapat di dunia luar.

Sejumlah ketakutan terlihat selama trimester ketiga. Wanita

mungkin khawatir terhadap hidupnya dan bayinya, dia tidak akan

tahu kapan dia melahirkan. Mimpinya mencerminkan perhatian dan

kekhawatirannya. Dia lebih sering bermimpi tentang bayinya, anak-

anak, persalinan, kehilangan bayi, atau terjebak di suatu tempat kecil

dan tidak bisa keluar. Ibu mulai merasa takut akan rasa sakit dan

bahaya fisik yang akan timbul pada waktu melahirkan. Rasa tidak

Page 29: BAB II KTI

36

nyaman timbul kembali karena perubahan body image yaitu merasa

dirinya aneh dan jelek. Ibu memerlukan dukungan dari suami,

keluarga dan bidan.

Wanita juga mengalami proses berduka seperti kehilangan

perhatian dan hak istimewa yang dimiliki selama kehamilan,

terpisahnya bayi dari bagian tubuhnya, dan merasa kehilangan

kandungan dan menjadi kosong. Perasaan mudah teluka juga terjadi

pada masa ini. Wanita tersebut mungkin merasa canggung, jelek,

tidak rapi, dia membutuhkan perhatian yang lebih besar dari

pasangannya. Pada pertengahan trimester ketiga, hasrat seksual tidak

setinggi pada trimester kedua karena abdomen menjadi sebuah

penghalang.

a. Adaptasi maternal

Adaptasi terhadap peran sebagai ibu akan dilakukan oleh

semua ibu hamil selama 9 bulan kehamilannya. Rubin, Affonso

dan Sheptak menyatakan bahwa adaptasi ini merupakan proses

sosial dan kognitif kompleks yang bukan didasarkan pada naluri,

tetap dipelajari. Menurut Mercer, untuk menjadi seorang ibu,

seorang remaja harus dapat beradaptasi dari kebiasaan dirawat ibu

menjadi seorang ibu yang melakukan perawatan. Sebaliknya,

seorang dewasa harus mengubah kehidupan rutin yang dirasa

mantap menjadi suatu kehidupan yang tidak dapat diprediksi,

yang diciptakan seorang bayi. Leaderman, berpendapat bahwa

Page 30: BAB II KTI

37

adaptasi ini merupakan adaptasi nullipara, atau wanita tanpa anak,

menjadi wanita yang mempunyai anak, menjadi wanita yang

mempunyai anak, dan multipara, wanita yang memiliki anak,

menjadi wanita yang memiliki anak-anak.

b. Menerima kehamilan

Langkah pertama dalam beradaptasi terhadap peran ibu

ialah menerima ide kehamilan dan mengasimilasi status hamil

kedalam gaya hidup wanaita tersebut. Tingkat penerimaan

dicerminkan dalam kesiapan wanita dan respon emosionalnya

dalam menerima kehamilan.

c. Kesiapan menyambut kehamilan

Kesediaan keluarga berencana mengandung makna bahwa

kehamilan bagi banyak wanita merupakan suatu komitmen

tanggung jawab bersama pasangan. Namun, merencanakan suatu

kehamilan tidak selalu berarti menerima kehamilan. Wanita lain

memandang kehamilan sebagai suatu hasil alami hubungan

perkawinan, baik diinginkan maupun tidak diinginkan,

bergantung pada keadaan. Pada beberapa wanita, termasuk

banyak remaja, kehamilan merupakan akibat percobaan seksual

tanpa menggunakan kontrasepsi.

Page 31: BAB II KTI

38

Wanita yang siap menerima suatu kehamilan akan

mendeteksi gejala-gejala awal dan mencari kebenaran tentang

kehamilannya. Beberapa wanita yang memiliki perasaan kuat,

seperti “tidak sekarang”, “bukan saya”, dan “tidak yakin”,

mungkin menunda mencari pengawasan dan perawatan. Namun

beberapa wanita menunda ke pelayanan kesehatan karena akses

ke perawatan terbatas, merasa malu, atau karena alasan budaya.

Untuk orang lain, kehamilan dipandang sebagai suatu peristiwa

alami sehingga tidak perlu buru-buru periksa ke tenaga kesehatan

untuk memastikan kehanilannya.

d. Respon emosional

Wanita yang senang dan bahagia dengan kehamilannya

akan memandang hal tersebut sebagai pemenuhan biologis dan

bagian dari rencana hidupnya. Mereka memiliki harga diri dan

cenderung percaya diri akan hasil akhir untuk dirinya sendiri,

untuk bayinya, dan unutk anggota keluarga yang lain. Meskipun

secara umum keadaan mereka baik, namun sering dijumpai

kelabilan emosional yang terlihat pada perubahan mood pada

wanita hamil.

e. Respon terhadap perubahan bentuk tubuh.

Perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan

bentuk tubuh yang cepat dan nyata. Selama trimester pertama

bentuk tubuh sedikit berubah dan kadang-kadang belum terlihat

Page 32: BAB II KTI

39

perubahan dalam bentuk tubuh, tetapi pada trimester kedua

pembesaran abdomen yang nyata, penebalan pinggang dan

pembesaran payudara memastikan perkembangan kehamilan.

Wanita merasa seluruh tubuhnya bertambah besar dan terlihat

lebih gemuk. Perasaan ini semakin kuat seiring kemajuan

kehamilan

f. Ambivalen selama kehamilan

Ambivalen didefinisikan sebagai konflik perasaan yang

simultan atau berubah-ubah. Ambivalen adalah respon normal

yang dialami individu yang mempersiapkan diri untuk suatu peran

baru. Kebanyakan wanita memiliki sedikit perasaan ambivalen

selama hamil.

Perasaan ambivalen ini muncul pada semua wanita hamil

bahkan pada wanita yang menghendaki dan bahagia dengan

kehamilannya. Wanita dapat memiliki sifat bermusuhan terhadap

kehamilan atau janin. Perasaan ambivalen ini dapat meningkat

hanya karena hal-hal sepele seperti pernyataan pasangan tentang

kecantikan seorang wanita yang tidak hamil atau pembicaraan

teman mengenai keputusan untuk memiliki seorang anak berarti

melepaskan pekerjaan dan lain-lain. Sensasi tubuh, perasaan

bergantung, dan kenyataan tanggung jawab dalam merawat anak

dapat memicu perasaan tersebut.

Page 33: BAB II KTI

40

g. Menyiapkan peran ibu

Banyak wanita selalu menginginkan seorang bayi, meyukai

seorang anak dan menenti menjadi seorang ibu. Mereka sangat

dimotivasi menjadi orang tua. Pada wanita yang lain tidak

mempertimbangkan arti menjadi seorang ibu bagi diri mereka

sendiri maka konflik selama masa hamil seperti tidak

menginginkan kehamilan dan keputusan-keputusan yang

berkaitan dengan karir dan anak, harus diselesaikan dengan segera

agar segera dapat menyesuaikan diri dan tidak timbul masalah-

masalah lebih banyak dalam masa kehamilannya.

h. Menyiapkan hubungan ibu – anak

Ikatan emosional dengan anak mulai periode prenatal, yakni

ketika wanita mulai membayangkan dan melamunkan dirinya

menjadi ibu. Mereka berfikir mereka seolah-olah seorang ibu dan

membayangkan kualitas seorang ibu seperti apa yang mereka

miliki. Orang tua yang sedang menanti seorang bayi berkeinginan

menjadi orang tua yang hangat, penuh cinta, dan dekat dengan

anaknya. Mereka mencoba mengantisipasi perubahan-perubahan

yang mungkin terjadi pada kehidupannya akibat kehadiran anak

dan membayangkan apakah mereka bisa tahan terhadap

kebisingan, kekacauan, kekurang bebasan dan bentuk perawatan

yang harus mereka berikan

(Kusmiyati, 2009)

Page 34: BAB II KTI

41

2.2.4 Kunjungan Selama Kehamilan

Kunjungan antenatal yang dilakukan menurut WHO sebaiknya

dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, yaitu :

a. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu).

b. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara 14-28 minggu)

c. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36

dan sesudah minggu ke 36). (Kusmiyati, 2009)

2.3 Persalinan

2.3.1 Pengertian

Persalinan adalah pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan

lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan

(kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi

persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara

progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta. (sulistyawati, 2011)

Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan

presentasi belakng kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa

komplikasi baik pada ibu dan janin. (Saifudin, 2006).

Page 35: BAB II KTI

42

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika

prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu)

tanpa disertai adanya penyulit. (JNPK, 2008)

2.3.2 Tanda dan Gejala Persalinan

1. Tanda persalinan sudah dekat :

a. Lightening

Menjelang minggu ke-36 pada primigravida, terjadi

penurunan fundus uterus karena kepala bayi sudah masuk ke

dalam panggul. Penyebab dari proses terjadinya ini adalah

1. Kontraksi Braxton hikcs

2. Ketegangan dinding perut

3. Ketegangan ligamentum rotundum

4. Gaya berat janin, kepala kearah bawah uterus.

Masuknya kepala janin kedalam panggul dapat dirasakan

oleh wanita hamil dengan tanda-tanda sebagai berikut

1. Terasa ringan di bagian atas dan rasa sesak berkurang.

2. Di bagian bawah terasa penuh dan mengganjal.

3. Kesulitan saat berjalan

4. Sering berkemih.

Page 36: BAB II KTI

43

Gambaran lightening pada primigravida menunjukkan

hubungan normal antara ketiga P, yaitu power (his), passage

(jalan lahir), dan passenger (bayi dan plasenta). Pada multipara

gambaran menjadi tidak sejelas pada primigravida, karena pada

masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul terjadi

bersamaan dengan proses persalinan.

b. Terjadinya his permulaan/ his palsu

Pada hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton hicks

yang kadang dirasakan sebagai keluhan karena rasa sakit yang

ditimbulkan. Biasanya pasien mengeluh adanya rasa sakit di

pinggang dan terasa sangat mengganggu, terutama pada pasien

dengan ambang rasa sakit yang rendah. Adanya perubahan kadar

hormon estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin

semakin meningkat dan dapat menjalankan fungsinya dengan

efektif untuk menimbulkan kontraksi atau his permulaan. His

permulaan ini sering di istilahkan sebagai his palsu dengan ciri-

ciri :

1. Rasa nyeri ringan dibagian bawah

2. Datang tidak teratur

3. Tidak ada perubahan pada servik atau tidak ada tanda

kemajuan persalinan

4. Durasi pendek

5. Tidak bertambah bila beraktivitas.

Page 37: BAB II KTI

44

2. Tanda masuk dalam persalinan

a. Terjadi his persalinan

1. Pinggang terasa sakit menjalar ke depan

2. Sifat his teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin

besar

3. Terjadi perubahan pada servik

4. Jika pasien bertambah aktivitasnya, maka kekuatan his

bertambah

5. Pengeluaran lendir dan darah (penanda persalinan)

Dengan adanya his persalinan, terjadi perubahan pada

servik yang menimbulkan :

1. Pendataran dan pembukaan

2. Pembukann menyebabkan selaput lendir yang terdapat pada

kanalis servikalis terlepas

3. Pengeluaran cairan

b. Pengeluaran cairan

Sebagian pasien mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya

selaput ketuban. Jika ketuban sedah pecah, maka ditargetkan

persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namum jika tidak

tercapai, maka persalinan akhirnya diakhiri dengan tindakan

tertentu, misalnya ekstrasi vakum, atau sectio caesaria.

(Sulistyawati, 2010)

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Page 38: BAB II KTI

45

Pada setiap persalinan harus diperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Tiga faktor utama yang menentukan prognosis

persalinan adalah jalan lahir (passage), janin (passanger), kekuatan

(power) dan ada dua faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan asuhan persalinan yaitu faktor posisi dan psikologis.

a. Passage (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat,

dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun

jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut

menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan

dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya

terhadap jalan lahir yang relatif kaku.

b. Passenger ( janin dan plasenta)

Passanger (janin/plasenta) bergerak sepanjang jalan lahir

merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala

janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga

harus melewati jalan lahir, maka dianggap juga sebagai bagian dari

passenger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang

menghambat proses persalinan pada kehamilan normal.

c. Power (kekuatan)

Kekuatan terdiri dari kemampuan ibu melakukan kontraksi

involunteer secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta

Page 39: BAB II KTI

46

dari uterus. Kontraksi involunteer disebut juga kekuatan primer,

menandai dimulainya persalinan. Apabila serviks berdilatasi, usaha

involunteer dimulai untuk mendorong yang disebut kekuatan

sekunder, dimana kekuatan ini memperbesar kekuatan kontraksi

involunteer.

d. Posisi ibu

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi

persalinan posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah

posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan

memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan,

duduk, jongkok. Posisi tegak memungkinkan gaya gravitasi

membantu penurunan janin. Kontraksi uterus yang lebih kuat dan

efisien dapat membantu penipisan dan dilatasi serviks. Pada posisi

tegak dapat mengurangi insiden penekanan tali pusat juga membantu

mengurangi tekanan pada pembuluh darah ibu, mencegah kompresi

pembuluh darah.

e. Psikologis

Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat

jika ia tidak memahami apa yang ada dalam dirinya atau yang

disampaikan padanya. Wanita bersalin mengatakan kekhawatiran

jika ditanya. Perilaku dan penampilan ibu serta pasangannya

merupakan petunjuk berharga tentang jenis dukungan yang akan

Page 40: BAB II KTI

47

diperlukannya. Membantu wanita berpartisipasi sejauh yang

diinginkan dalam melahirkan, memenuhi harapan wanita akan hasil

akhir persalinannya, membantu wanita menghemat tenaga,

mengendalikan rasa nyeri merupakan suatu upaya dukungan dalam

mengurangi kecemasan pasien. Tindakan mengupayakan rasa

nyaman dengan menciptakan suasana yang nyaman dalam kamar

bersalin, memberi sentuhan, memberi penenangan nyeri non

farmakologi, memberi analgesia jika diperlukan dan yang paling

penting berada disisi pasien adalah bentuk-bentuk dukungan

psikologis. Dengan kondisi psikologis positif proses persalinan akan

berjalan lebih mudah. (Sumarah, 2009)

2.3.4 Perubahan Psikologis Menghadapi Persalinan

Pada setiap tahap persalinan, pasien akan mengalami perubahan

psikologis dan perilaku yang cukup spesifik sebagai respon dari apa

yang ia rasakan dari proses persalinannya. Berbagai perubahan ini dapat

digunakan untuk mengevaluasi kemajuan persalinan pada pasien dan

bagaimana ia mengatasi tuntutan terhadap dirinya yang muncul dari

persalinan dan lingkungan tempat ia bersalin.

Pada awal persalinan, kadang pasien belum cukupyakin bahwa ia

benar-benar melahirkan meskipun tanda persalinan sudah cukup jelas.

Pada tahap ini penting bagi orang terdekat dan bidan untuk meyakinkan

dan memberikan support mental terhadap kemajuan perkembangan

persalinan.

Page 41: BAB II KTI

48

Sering dengan kemajuan proses persalinan dna intensitas rasa

sakit akibat his yang meningkat, pasien akan mulai merasakan putus asa

dan lelah. Ia akan selalu menanyakan apakah ini sudah hampir

berakhir? Pasien akan tenang setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam

dan berharap bahwa hasil pemeriksaan mengidikasikan bahwa proses

persalinan akan segera berakhir.

Beberapa pasien akhirnya dapat mencapai suatu coping

mechanism terhadap rasa sakit yang timbul akibat his, misalnya dengan

pengaturan nafas atau dengan posisi yang dirasa paling nyaman dan

pasien dapat menerima keadaan bahwa ia harus menghadapi tahap

persalinan dari awal sampai selesai.

Memasuki kala I fase aktif, sebagian besar pasien mengalami

penurunan stamina dan sudah tidak mampu lagi untuk turun dari tempat

tidur, terutama pada primipara. Pada fase ini pasien sangat tidak suka

jika diajak bicara atau diberi nasehat mengenai apa yang seharusnya ia

lakukan. Ia lebih fokus berjuang untuk mengendalikan rada sakit

dengan pengaturan nafas dengan benar, maka ia akan mulai menangis

atau bahkan berteriak-teriak dan mungkin akan meluapkan kemarahan

kepada suami atau orang terdekatnya. Perhatian terhadap orang-orang

disekitarnya akan sedikit berpengaruh, sehingga jika ada teman atau

keluarga yang datang untuk memberikan dukungan mental, sama sekali

tidak akan bermanfaat dan mungkin justru akan d=sangat

Page 42: BAB II KTI

49

mengganggunya. Kondisi ruangan yang tenang dan tidak banyak orang

akan sedikit mengurangi perasaan kesalnya.

Hal yang paling tepat untuk dilakukan adalah membiarkan pasien

mengatasi keadaannya sendiri namun tidak meninggalkannya. pada

beberapa kasus akan sangat membantu jika suami berada di sisinya

sambil membisikkan doa di telinganya.

Menjelang kala II pasien sudah dapat mengatasi kembali rasa

sakit akibat his dan kepercayaan dirinya mulai tumbuh. Pada fase ini

akan kembali bersemangat untuk menghadapi persalinannya. Ia akan

fokus dengan instruksi yang diberikan oleh bidan. Pada fase ini sangat

membutuhkan dukungan mental untuk tahap persalinan berikutnya dan

apresiasi terhadap keberhasilannya dalam melewati tahap-tahap

sebelumnya. (sulistyawati, 2011)

2.3.5 Tahapan Persalinan

a. Kala I : Pembukaan Servik

Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika sudah

terjadi pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur minimal 2

kali dalam 10 menit selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan

yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan

lengkap). Proses ini terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten (8 jam)

dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam)

dimana serviks membuka dari 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan

Page 43: BAB II KTI

50

sering terjadi selama fase aktif. Pada permulaan his, kala

pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu

yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I

untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada

multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman,

diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm per jam dan

pembukaan multigravida 2 cm per jam. Dengan perhitungan

tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan.

b. Kala II : Pengeluaran Janin

Pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan lengkap sampai

bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan

meneran akan mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya

berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.

Diagnosis kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala

janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.

Gejala utama kala II adalah sebagai berikut

3. His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-

100 detik.

4. Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan

ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.

5. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti

keinginan meneran karena tertekannya fleksus frankenhouser.

Page 44: BAB II KTI

51

6. Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala

bayi sehingga kepala membuka pintu; suboksiput bertindak

sebag ai hipomochlion, berturut-turut lahir ubun-ubun besar,

dahi, hidung dan muka, serta kepala seluruhnya.

7. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar,

yaitu penyesuaian kepala pada punggung.

8. Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka pertolongan

persalinan bayi ditolong dengan jalan berikut.

Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu,

kemudian ditarik curam kebawah untuk melahirkan bahu

depan, dan curam keatas untuk melahirkan bahu belakang.

Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk

melahirkan sisa badan bayi.

Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.

9. Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan muligravida

30 menit.

Dimulai dari pembukaan lengkap sampai pengeluaran janin,

rasa mulas terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3

menit sekali dengan durasi 50-100 detik. Kala II pada primigravida

berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.

c. Kala III : Pengeluaran Plasenta

Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran

plasenta. Setelah kala II yang berlangsung tidak lebih dari 30

Page 45: BAB II KTI

52

menit, kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit. Dengan

lahirnya bayi dan proses retraksi uterus, maka plasenta terlepas.

Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan

memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut.

1. Uterus menjadi berbentuk bundar.

2. Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen

bawah rahim.

3. Tali pusat bertambah panjang. Terjadi perarahan.

Melahirkan plasenta dengan dorongan ringan secara crede pada

fundus

d. Kala IV: Dua jam setelah plasenta lahir.

Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada

kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan,

paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan

adalah sebagai berikut.

1. Tingkat kesadaran pasien.

2. Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, dan

pernafasan.

3. Kontraksi uterus.

4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika

jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc.

(Sulistyawati, 2010)

Page 46: BAB II KTI

53

2.4 Kerangka Teori

Faktor Pemungkin Kecemasan

1. Teori Psikoanalitik

2. Teori Interpersonal

3. Teori Perilaku

4. Teori Keluarga

5. Teori Biologis

Faktor Penguat Kecemasan

1. Takut Mati

2. Trauma Kelahiran

3. Perasaan Bersalah

4. Ketakutan Riil

Kecemasan Menghadapi Persalinan

Faktor predisposisi kecemasan

a. Usia

b. Pendidikan

c. Pekerjaan

d. Ekonomi

e. Dukungan keluarga

f. Pengalaman

g. Paritas

Page 47: BAB II KTI

54

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Sumber: Stuart, Kartono, Manuaba, Bobak, Asrinah