bab ii-1 kti sex

76
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jantung 2.1.1 Anatomi Jantung Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada diantara kedua paru. Terdapat selaput yang mengitari jantung yang disebut perikardium, terdiri dari dua lapisan: a. Perikardium parietalis : lapisan luar melekat pada tulang dada dan paru b. Perikardium visceralis : Lapisan permukaan jantung / epikardium Diantara kedua lapisan ini terdapat cairan perikardium. (3.4) Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex, dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira- kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebal kira-kira 6 cm. berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau

Upload: wanda-florencia

Post on 26-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 2 kti sex

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II-1 kti sex

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jantung

2.1.1 Anatomi Jantung

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada diantara

kedua paru. Terdapat selaput yang mengitari jantung yang disebut perikardium,

terdiri dari dua lapisan:

a. Perikardium parietalis : lapisan luar melekat pada tulang dada dan paru

b. Perikardium visceralis : Lapisan permukaan jantung / epikardium

Diantara kedua lapisan ini terdapat cairan perikardium.(3.4)

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung

dibentuk oleh organ-organ muscular, apex, dan basis cordis, atrium kanan dan kiri

serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9

cm dan tebal kira-kira 6 cm. berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425

gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak

100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah

atau setara bila dihitung dengan liter maka akan didapatkan 7.571 darah.(4)

Posisi jantung terletak diantara kedua paru dan berada ditengah-tengah

dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas

processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars

cartiliginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal

berada pada tepi cranialis pars cartiliginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral

sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartiliginis costa II

sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5,

kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Dinding jantung terdiri dari 3

lapisan yaitu :

a. Lapisan luar (epikardium)

b. Lapisan tengah (miokardium)

Page 2: BAB II-1 kti sex

c. Lapisan dalam (endokardium)(3.4)

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium

(serambi) dan 2 berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).

A. Atrium

1) Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen

dari seluruh tubuh. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel

kanan melalui katub dan selanjutnya ke paru.

2) Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru

melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke

ventrikel kiri melalui katub dan selanjutnya ke seluruh tubuh

melalui aorta.

B. Ventrikel

Merupakan alur otot yang disebut trabekula. Alur yang menonjol

disebut muskulus papilaris ujungnya dihubungkan dengan tepi daun

katub atrioventrikuler oleh serta yang disebut korda tendinae.

Ventrikel terdiri :

1) Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan

ke paru melalui arteri pulmonalis.

2) Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke

seluruh tubuh melalui aorta.

Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel

yang memisahkan antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri.(3.4)

4

Page 3: BAB II-1 kti sex

Gambar 2. 1. Ruang Jantung

Jantung juga mempunyai katup, yaitu :

a. Katup atrioventrikuler

Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak

diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun

katup (trikuspid). Sedangkan katup yang terletak diantara atrium

kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup (mitral).

Memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase

diastole dan mencegah aliran balik pada fase sistolik.(4)

b. Katup semilunar

1) Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan

pembuluh ini dari ventrikel kanan.

2) Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah

katup yang simetris. Dan katup ini memungkinkan darah mengalir dari

masing-masing ventrikel ke arteri selama sistole dan mencegah aliran

balik pada waktu diastole. Pembukaan katup terjadi pada waktu

masing0masing ventrikel berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih

tinggi dari tekanan di dalam pembuluh darah arteri.(4)

5

Page 4: BAB II-1 kti sex

Gambar 2.2. Katup Jantung

Pembuluh darah koroner terdiri dari :

a. Arteri

Dibagi menjadi dua:

1) Left Coronary Arteri (LCA) : left main kemudian bercabang besar

menjadi: left anterior decending arteri (LAD), left circumplex arteri

(LCX).

2) Right Coronary Arteri (RCA)

b. Vena : vena tebesian, vena kardiaka anterior, dan sinus koronarius.(4)

Gambar 2.3. Anatomi Pembuluh Darah Koroner

6

Page 5: BAB II-1 kti sex

Keterangan :

1. Arteri Koroner Kanan

2. Left Anterior Descending (LAD)

3. Left Circumflex (LCX)

4. Vena Cava Superior

5. Vena Cava Inferior

6. Aorta

7. Artery Pulmonal

8. Vena Pulmonalis

9. Atrium Kanan

10. Ventrikel Kiri

11. Atrium Kiri

12. Ventrikel Kanan

13. Muskulus Papilaris

14. Chordae Tendinaeae

15. Katup Tricuspidalis

16. Katup Mitral

17. Katup Pulmonalis

Lingkaran sirkulasi pada sistem kardiovaskular dibagi atas dua bagian

besar yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonalis.

a. Sirkulasi sistemik

1) Mengalirkan darah ke berbagai organ

2) Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda

3) Memerlukan tekanan permukaan yang besar

4) Banyak mengalami tahanan

5) Kolom hidrostatik panjang

b. Sirkulasi pulmonal

1) Hanya mengalirkan darah ke paru

2) Hanya berfungsi untuk paru

7

Page 6: BAB II-1 kti sex

3) Mempunyai tekanan permulaan yang rendah

4) Hanya sedikit mengalami tahanan

5) Kolom hidrostatik pendek

c. Sirkulasi koroner

Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa

oksigen untuk miokardium melalui cabang-cabang miokardial yang

kecil. Aliran darah koroner meningkat pada :

1) Aktifitas

2) Denyut jantung

3) Rangsang sistem syaraf simpatis(4)

2.1.2 Fisiologi (Sistem Konduksi Jantung)

Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran

listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat khusus:

a. Otomatisasi : menimbulkan impuls / rangsang secara spontan

b. Irama : pembentukan rangsang yang teratur

1) Daya konduksi : kemampuan untuk menghantarkan

2) Daya rangsang : kemampuan bereaksi terhadap rangsang(4.5)

Perjalanan impuls rangsang dimulai dari:

a. Nodus SA (sino atrial): traktus iternodal, Brachman bundle

b. Nodus AV (atrio ventrikel)

c. Bundle of HIS (bercabang menjadi dua: kanan dan kiri): Right bundle branch,

Left bundel brach.

d. Sistem Purkinje(4.5)

Terdapat tiga variabel yang mempengaruhi volume sekuncup (stroke

volume) :

a. Beban awal (Preload)

1) Derajat dimana otot jantung diregangkan sebelum ventrikel kiri

berkontraksi (ventrikel end diastolic volume).

8

Page 7: BAB II-1 kti sex

2) Berhubungan dengan panjang otot jantung, regangan dan volume.

3) Semakin regang serabut otot jantung pada batas tertentu semakin kuat

kontraksi.

b. Beban akhir (Afterload)

1) Tahanan yang harus dihadapi saat darah keluar dari ventrikel kiri

2) Beban untuk membuka katup aorta dan mendorong darah selama fase

sistolik

3) Systemic vascular resistance (SVR)

c. Kontraktilitas

Hukum Frank – Straling: dalam batas fisiologis jantung akan memompakan

semua darah dari vena menuju ke aorta tanpa ada bendungan atau afterload

sama dengan preload.

1) Makin besar volume sewaktu diastole semakin besar jumlah darah yang

dipompakan ke aorta.

2) Dalam batas-batas fisiologis jantung memompakan darah ke seluruh tubuh

dan kembali ke jantung

3) Besar kecilnya volume darah yang dipompakan oleh jantung tergantung

pada jumlah darah yang mengalir kembali ke jantung.(4)

2.1.3 Penyakit Jantung Koroner

2.1.3.1 Defenisi

1. American Hearth Association (AHA), mendefenisikan Penyakit Jantung

Koroner (PJK) atau sering juga disebut penyakit arteri koroner adalah istilah

umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan

serangan jantung. Penumpukan plak pada arteri koroner ini disebut dengan

aterosklerosis koroner.(6)

2. Penyakit jantung koroner dalam suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan,

penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyakit jantung koroner

diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner.

Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot

jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri.(7)

9

Page 8: BAB II-1 kti sex

3. Penyakit jantung koroner adalah keadaan tersumbatnya sirkulasi ke jantung

dan timbul nekrosis, biasaya ditandai dengan nyeri hebat, sering kali disertai

pucat, berkeringat, mual, sesak nafas, dan pusing serta kelainan elektrografi

meliputi perubahan gelombang Q, segmen ST, dan gelombang T.(8)

4. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan pembuluh darah

yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan pembuluh

darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi

keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol dan jaringan

ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan (35), hal ini sering

ditandai dengan keluhan nyeri pada dada.(2)

2.1.3.2 Epidemiologi

Penyakit Jantung Koroner tidak hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga

beresiko terkena PJK mekipun kasusnya tidak sebesar laki-laki. Pada orang yang

berumur 65 tahun ke atas, ditemukan 20% PJK pada laki-laki dan 12% pada

wanita. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan bahwa sekitar 17 juta orang

meninggal tiap akibat penyakit kardiovaskuler, terutama PJK (7,2 juta) dan stroke

(5,5 juta). (9)

Tanda dan gejala PJK banyak dijumpai pada individu-individu dengan usia

yang lebih tua, secara patogenesis permulaan terjadinya PJK terjadi sejak usia

muda namun kejadian ini sulit untuk diestimasi. Diperkirakan sekitar 2% - 6%

dari semua kejadian PJK terjadi pada individu dibawah usia 45 tahun.(10)

Secara umum angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah di

Indonesia belum diteliti secara akurat. Di amerika serikat pada tahun 1996

dilaporkan kematian akibat penyakit jantung mencapai 959.277 penderita, ykni

41,4 % dari seluruh kematian. Setiap hari 2600 penduduk meninggal akibat

penyakit ini. Dari jumlah tersebut 476.124 kematian disebabkan oleh Penyakit

Jantung Koroner.(11)

10

Page 9: BAB II-1 kti sex

2.1.3.3 Etiologi

Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh

penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung.

Penyakit jantung koroner adalah ketidak seimbangan antara demand dan supplay

atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi kebutuhan

yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan gabungan diantara

keduanya itu, penyebabnya adalah berbagai faktor.(4)

Denyut jantung yang meningkat, kekuatan berkontraksi yang meninggi,

tegangan ventrikel yang meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat

meningkatkan kebutuhan dari otot-otot jantung. Sedangkan faktor yang

mengganggu penyediaan oksigen antara lain, tekanan darah koroner meningkat,

yang salah satunya disebabkan oleh artheroskerosis yang mempersempit saluran

sehingga meningkatkan tekanan, kemudian gangguan pada otot regulasi jantung

dan lain sebagainya.(4)

Faktor resiko penyakit jantung koroner terdiri dari:

1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah

a. Usia

Kerentanan terhadap penyakit ini meningkat seiring bertambahnya

usia. Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia 40

tahun hingga 60 tahun, insiden meningkat lima kali lipat.(4.12)

b. jenis kelamin

Secara keseluruhan resiko lebih besar pada laki-laki dibandingkan

perempuan. Perempuan agaknya relatif lebih kebal terhadap penyakit ini

sampai usia setelah menopouse, dan kemudian menjadi sama rentannya

seperti pada laki-laki. Efek perlindungan estrogen dianggap menjelaskan

adanya imunitas wanita pada usia sebelum menopouse, tetapi pada usia

sebelum menopouse, tetapi pada kedua jenis kelamin dalam usia 60 hingga

70-an frekuensi MI menjadi setara.(4.12)

c. Riwayat keluarga

Faktor familial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam

patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan penting

11

Page 10: BAB II-1 kti sex

dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK. Penyakit

jantung koroner kadang-kadang bisa merupakan manifestasi kelainan gen

tunggal spesifik yang berhubungan dengan mekanisme terjadinya

aterosklerotik. (4.12)

Riwayat keluarga PJK pada keluarga yang langsung berhubungan

darah yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko

independent untuk terjadinya PJK, dengan rasio odd dua hingga empat

kali lebih besar dari pada populasi control. PJK keluarga menandakan

adanya predisposisi genetik pada keadaan ini.(4.12)

Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif dapat

mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat. The Reykjavik Cohort

Study menemukan bahwa pria dengan riwayat keluarga menderita PJK

mempunyai risiko 1,75 kali lebih besa untuk menderita PJK (RR=1,75;

95% CI 1,59-1,92) dan wanita dengan riwayat keluarga menderita PJK

mempunyai risiko 1,83 kali lebih besar untuk menderita PJK (RR=1,83;

95% CI 1,60-2,11) dibandingkan dengan yang tidakmempunyai riwayat

PJK.(4.12)

2. Faktor resiko yang dapat diubah

a. Lipid

Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat

dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas

terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk

lipoprotein, 75 % merupakan lipoprotein densitas rendah (low density

liproprotein/LDL) dan 20 % merupakan lipoprotein densitas tinggi (high

density liproprotein/HDL). (4.12.13)

Kadar kolesterol HDL-lah yang rendah memiliki peran yang baik

pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan insiden

PJK. Pada laki-laki usia pertengahan (45 s.d 65 tahun) dengan tingkat

serum kolesterol yang tinggi (kolesterol : > 240 mg/dL dan LDL

kolesterol : > 160 mg/dL) risiko terjadinya PJK akan meningkat.

Pemberian terapi dengan pravastatin dapat menurunkan rata-rata kadar

12

Page 11: BAB II-1 kti sex

LDL kolesterol sebesar 32 %, pasien yang mendapatkan pengobatan

dengan pravastatin terhindar dari kejadian PJK sebesar 24 %

dibandingkan dengan kelompok placebo. (4.12.13)

Selain itu juga studi yang dilakukan para ahli menyebutkan bahwa

asam lemak omega-3 dapat menurunkan kolesterol LDL, mengurangi

kadar trigliserid dan meningkatkan kolesterol HDL. Beberapa vitamin

diduga mempunyai efek protektif terhadap aterosklerosis, salah satunya

adalah vitamin C dan E sebagai anti oksidan guna mencegah oksidasi

lipid pada plak.(4.12.13)

b. Hipertensi Sistemik

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kalalembang dan Alfrienti

dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit

jantung koroner di RSU Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan”

menyimpulkan bahwa 4 (empat) faktor risiko yang mempunyai pengaruh

bermakna (p < 0,05) adalah tekanan darah (hipertensi), umur, riwayat PJK

pada orang tua dan olah raga. Risiko PJK secara langsung berhubungan

dengan tekanan darah, untuk setiap penurunan tekanan darah disatolik

sebesar 5 mmHg risiko PJK berkurang sekitar 16 %. (4.12.13)

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi

terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi

hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan

oksigen oleh miokardium akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal

ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya

menyebabkan angina dan infark miokardium. (4.12.13)

Disamping itu juga secara sederhana dikatakan peningkatan

tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga

rupture dan oklusi vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang

normotensi. (4.12.13)

13

Page 12: BAB II-1 kti sex

c. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit

jantung, termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki

hubungan kuat untuk terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok

akan mengurangi risiko terjadinya serangan jantung. Merokok sigaret

menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2 sampai 3 kali. Sekitar 24

% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % pada perempuan

disebabkan kebiasaan merokok. (4.12.13)

Meskipun terdapat penurunan yang progresif proporsi pada populasi

yang merokok sejak tahun 1970-an, pada tahun 1996 sebesar 29 % laki-

laki dan 28 % perempuan masih merokok. Salah satu hal yang menjadi

perhatian adalah prevalensi kebiasaan merokok yang meningkat pada

remaja, terutama pada remaja perempuan. Orang yang tidak merokok dan

tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko

sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan

perokok. (4.12.13)

Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana

orang yang merokok 20 batang rokok atau lebihdalam sehari memiliki

resiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum

untuk mengalami kejadian PJK. Peran rokok dalam patogenesis PJK

merupakan hal yang kompleks, diantaranya :

1) Timbulnya aterosklerosis.

2) Peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi (termasuk spasme

arteri koroner)

3) Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.

4) Provokasi aritmia jantung.

5) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard.

6) Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen.

7) Risiko terjadinya PJK akibat merokok turun menjadi 50 % setelah

satu tahun berhenti merokok dan menjadi normal setelah 4 tahun

berhenti. Rokok juga merupakan faktor risiko utama dalam

14

Page 13: BAB II-1 kti sex

terjadinya : penyakit saluran nafas, saluran pencernaan, cirrhosis

hepatis, kanker kandung kencing dan penurunan kesegaran jasmani.(4.12.13)

Manfaat penghentian kebiasaan merokok lebih sedikit

kontroversinya dibandingkan dengan diit dan olah raga. Tiga

penelitian secara acak tentang kebiasaan merokok telah dilakukan

pada program prevensi primer dan membuktikan adanya penurunan

kejadian vaskuler sebanyak 7-47% pada golongan yang mampu

menghentikan kebiasaan merokoknya dibandingkan dengan yang

tidak. Oleh karena itu saran penghentian kebiasaan merokok

merupakan komponen utama pada program rehabilitasi jantung

koroner.(4.12.13)

d. Obesitas

Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko

peningkatan PJK, hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan

beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Data dari

Framingham menunjukkan bahwa apabila setiap individu mempunyai

berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 %

dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5 %. (4.12.13)

Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan

darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan

menurunkan dislipidemia. Hal tersebut ditempuh dengan cara mengurangi

asupan kalori dan menambah aktifitas fisik. Disamping pemberian daftar

komposisi makanan , pasien juga diharapkan untuk berkonsultasi dengan

pakar gizi secara teratur. Diabetes Mellitus Penderita diabetes menderita

PJK yang lebih berat, lebih progresif, lebih kompleks, dan lebih difus

dibandingkan kelompok control dengan usia yang sesuai. (4.12.13)

Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik-pathologi

pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa disfungsi

endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya

meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD). Kondisi

15

Page 14: BAB II-1 kti sex

ini dapat mengakibatkan terjadinya mikroangiopati, fibrosis otot jantung,

dan ketidaknormalan metabolisme otot jantung. (4.12.13)

Risiko terjadinya PJK pada psien dengan NIDDM adalah dua

hingga empat kali lebih tinggi daripada populasi umum dan tampaknya

tidak terkait dengan derajat keparahan atau durasi diabetes, mungkin

karena adanya resistensi insulin dapat mendahului onset gejala klinis 15 –

25 tahun sebelumnya. Sumber lain mengatakan bahwa, pasien dengan

diabetes mellitus berisiko lebih besar (200%) untuk terjadinya

cardiovasculair diseases dari pada individu yang tidak diabetes. (4.12.13)

Diabetes, meskipun merupakan faktor risiko independent untuk

PJK, juga berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid,

obesitas, hipertensi sistemik dan peningkatan trombogenesis (peningkatan

tingkat adhesi platelet dan peningkatan kadar fibrinogen). Hasil coronary

artery bypass grafting (CABG) jangka panjang tidak terlalu baik pada

penderita diabetes, dan pasien diabetic memiliki peningkatan mortalitas

dini serta risiko stenosis berulang pasca angioplasty koroner.(4.12.13)

e. Hiperhomosistein

Peningkatan kadar homosistein dalam darah akhir-akhir ini telah

ditegakkan sebagai faktor risiko independen untuk terjadinya trombosis

dan penyakit vaskuler. Hiperhomosisteinemia ini akan lebih

meningkatkan lagi kejadian aterotrombosis vaskuler pada individu dengan

faktor risiko yang lain seperti kebiasaan merokok dan hipertensi. Lebih

dari 31 penelitian kasus kontrol dan potong lintang yang melibatkan

sekitar 7000 penderita didapatkan hiperhomosisteinemia pada 30 %

sampai 90 % penderita aterosklerosis dan berhubungan dengan

peningkatan risiko penyakit jantung koroner. (4.12.13)

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang Irawan dkk,

tentang “Hiperhomosisteinemia sebagai faktor risiko PJK” yang

dilakukan di RS Sardjito –Yogyakarta dengan desain penelitian kasus

kontrol, pada n case 50 orang dan n control 50 orang, didapatkan 74%

penderita PJK dari kelompok kasus dan 36% penderita PJK dari

16

Page 15: BAB II-1 kti sex

kelompok kontrol. Hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko yang

signifikan terhadap terjadinya PJK (OR 5,06; 95% CI: 2,15-11,91;

p<0,01).(4.12.13)

2.1.3.4 Patofisiologi

Aterosklerosis adalah suatu kondisi yang menganggu arteri sedang dan

besar, ditandai dengan penebalan dinding arteri yang berhubungan dengan

akumulasi lipid yang dapat berujung dengan kalsifikasi, kemudian dapat menjadi

ruptur akibat kelemahan dinding yang akan merangsang koagulasi darah untuk

membentuk suatu trombus yang akan menghambat perfusi ke jaringan. Plak

aterosklerosis terdiri dari berbagai macam lipoprotein, matriks ekstraseluler

(kolagen, proteoglikan, glikosaminoglikan), kalsium, sel-sel otot polos, sel-sel

inflamasi, dan angiogenesis Aterosklerosis merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. Manifestasi klinis utamanya

yaitu penyakit kardiovaskular dan stroke, diperkirakan akan menjadi global killer

pada tahun 2020.(4)

Proses pembentukan aterosklerosis bukan hanya melibatkan akumulasi

lipid akibat diet saja, tetapi penelitian-penelitian terakhir menyebutkan bahwa ini

merupakan suatu kondisi inflamasi kronik, yang melibatkan lipid, trombosis,

komponen dinding vaskular, dan sel-sel imun . Jadi, aterosklerosis merupakan

penyakit inflamasi dimana terjadi interaksi antara komponen sistem imun dengan

faktor-faktor metabolik yang nantinya akan menginisiasi dan mengaktivasi lesi di

dinding arteri. Proses pembentukan ini sudah mulai terjadi sejak balita sampai

usia tua, ataupun timbul manifestasi lebih dini berupa kejadian akut

kardiovaskular .(4)

Dalam perjalanannya ada beberapa mekanisme yang terlibat dalam proses

inflamasi aterosklerosis, yaitu : disfungsi endotel, akumulasi lipid di subintima,

penarikan leukosit dan sel-sel otot polos ke subintima, pembentukan foam cells.

Proses inflamasi di endotel yang menjadi dasar proses aterosklerosis akan

menyebabkan aktivasi atau disfungsi endotel yang mengakibatkan infiltrasi

17

Page 16: BAB II-1 kti sex

lipoprotein, retensi dan modifikasi disertai dengan pemanggilan sel-sel inflamasi. (4)

Aterosklerosis diawali dengan pembentukan fatty streak, secara

makroskopis terlihat diskolorisasi bagian dalam arteri berupa warna kuning tanpa

adanya protrusi ke intralumen sehingga tidak akan menganggu blood flow. Pada

awalnya stressor akan menyebabkan disfungsi endotel, yang nantinya akan

menyebabkan influks dan modifikasi lipid di subintima, dimana akan terjadi suatu

proses inflamasi yang mendukungya untuk selanjutnya menarik sel-sel leukosit di

darah dan membentuk suatu foam cells.(4)

Disfungsi endotel, dapat terjadi akibat faktor fisik maupun kimiawi. Faktor

fisik yang diistilahkan dengan physical stress sering terjadi pada arteri dengan

banyak cabang, sedangkan pada arteri dengan aliran yang lebih lurus (laminar

flow) lebih menguntungkan, karena akan menghasilkan vasodilator endogen

(NO), penghambat agregasi platelet, substansi anti-inflamasi, dan anti-oksidan

yang bersifat protektif terhadap bahan kimiawi dan keadaan iskemik. Hal

sebaliknya dijumpai pada arteri yang bercabang, akan terjadi gangguan

mekanisme ateroprotektif . (4)

Untuk faktor kimiawi, seperti : rokok, dislipidemia, dan diabetes, yang

juga merupakan faktor risiko aterosklerosis, menyebabkan oxidative stress melalui

produksi oksigen reaktif terutama anion superoksida yang akan berinteraksi

dengan molekul-molekul intrasel dari endotel untuk mempengaruhi fungsi sintesis

dan metabolisme yang berujung pada proses inflamasi. Akibat daripada disfungsi

endotel ini adalah : (1) gangguan fungsi endotel sebagai barier, (2) pelepasan

sitokin-sitokin pro-inflamasi, (3) peningkatan produksi molekul adhesi yang

berfungsi menarik leukosit, (4) pelepasan substansi vasoaktif (prostasiklin dan

NO), (5) menganggu fungsi antitrombotik. (4)

Sebagai akibat gangguan fungsi barier oleh endotel, LDL akan masuk ke

lapisan intima (difasilitasi oleh kadar LDL yang tinggi dalam darah). Kemudian

LDL terakumulasi dan berikatan dengan proteoglikan (matriks ekstraseluler). Hal

ini ditingkatkan oleh hipertensi, yang akan menambah produksi LDL-binding

18

Page 17: BAB II-1 kti sex

proteoglikan oleh sel-sel otot polos. Modifikasi terjadi melalui proses oksidasi

dengan aktivitas oksigen reaktif dan enzim pro-oksidan yang dihasilkan endotel

teraktivasi, serta dapat berasal dari makrofag yang masuk ke lapisan subdendotel.

Pada pasien diabetes LDL dimodifikasi melalui reaksi glikosilasi, yaitu reaksi

non-enzimatis antara glukosa dan protein. Semua modifikasi ini berperan dalam

proses inflamasi, dimana mLDL (modified LDL) akan membantu influks dari

leukosit dan pembentukan foam cell. (4)

Endotel yang teraktivasi juga akan mengeluarkan beberapa sinyal seperti

leukocyte adhesion molecules/LAM (VCAM-1, ICAM-1, E-Selectin, P-Selectin),

kemoreaktan (MCP-1, IL-8, IFN-inducible protein 10), dimana kedua faktor ini

akan menyebabkan diapedesis sel-sel inflamasi terutama monosit dan limfosit T

ke lapisan subintima. LDL yang telah dimodifikasi sebelumnya (mLDL) akan

merangsang endotel dan sel-sel otot polos untuk menghasilkan sitokin-sitokin pro-

inflamasi yang berperan dalam menginduksi pelepasan LAM dan sinyal-sinyal

kemoreaktan tersebut.(4)

Setelah monosit masuk kelapisan subintima, maka sel ini akan

berdiferensiasi menjadi makrofag dan meng-uptake mLDL melalui reseptor yang

bernama scavenger receptors yang ada dipermukaan makrofag sehingga terbentuk

foamy cell. Walaupun influks mLDL kedalam makrofag ini merupakan bentuk

pertahanan (menghentikan pelepasan sitokin oleh mLDL bebas di subintima),

tetapi sel-sel makrofag yang berisi kolestrol ini justru terperangkap dalam lokasi

plak, yang akan menambah ukuran dari plak itu tersebut (4)

Setelah pembentukan fatty streak yang diinisiasi kejadian disfungsi

endotel, maka tahapan selanjutnya adalah proses awal progresi plak yang diawali

dari migrasi sel-sel otot polos dari lapisan media ke lapisan subintima (lokasi

tempat proses inflamasi terjadi) hingga terjadi pembentukan fibrous cap yang

mengelilingi foamy cell.(4)

Pada tahap awal progresi awal plak (remodeling) belum terjadi gangguan

aliran yang signifikan, karena pertumbuhan plak kearah luar lumen, namun

apabila terus berlanjut remodeling akan menyebabkan penyempitan kearah lumen

19

Page 18: BAB II-1 kti sex

dan barulah muncul manifestasi klinis akibat gangguan aliran koroner Teori

terdahulu menyebutkan bahwa perkembangan plak ini terjadi secara gradual dan

berlanjut terus-menerus, tetapi bukti terbaru menunjukan bahwa proses

perkembangan ini dapat terhenti akibat ruptur dari plak, dengan atau tanpa

manifestasi klinis. Manifestasi klinis dapat tidak terlihat akibat plak yang ruptur

yang kecil membentuk trombus yang kecil pula, selanjutnya melalui platelet yang

teraktivasi akan menghasilkan PDGF dan heparinase yang akan membantu proses

penyembuhan plak yang ruptur. (4)

Proses selanjutnya yang dapat terjadi adalah proses rupturnya plak akibat

degradasi dan penurunan matriks (integritas plak) oleh sel inflamasi dan nekrosis

sel-sel otot polos, yang dapat berlanjut dengan pembentukan trombus sebagai

mekanisme utama kejadian sindrom koroner akut.(4)

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh

darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium

lokal. Umumnya gangguan suplai oksigen ini adalah akibat adanya aterosklerosis

di oembuluh darah koroner. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan

perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan , menekan fungsi miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah

metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui

jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme

aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs. Pembentukan fosfat berenergi

tinggi menurun cukup besar. (4)

Hasil akhir metabolisme aerob (yaitu asam laktat) akan tertimbun sehingga

menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia.

Serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrike kiri. Kekuatan kontraksi

daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan

daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang

mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar

setiap kali ventrikel berkontraksi. (4)

20

Page 19: BAB II-1 kti sex

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung

menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi

sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks

kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat

mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup (jumlah darah

yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan

ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. (4)

Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolik

ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan

semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat

iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan

pada volume ventrikel tertentu. Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang

sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung

sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons

kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. (4)

Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh

katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang

terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus. Iskemia

miokardium biasanya disertai oleh dua perubahan EKG akibat perubahan

elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. suatu

varian angina lainnya (disebut juga Angina Prinzmetal) disebabkan oleh spasme

arteri koroner yang berkaitan dengan eleveasi segmen ST.(4)

Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.

Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik yang

terjadi semuanya bersifat reversible. Angina pektoris adalah nyeri dada yang

menyertai iskemia miokardium. Mekanisme pasti bagaimana iskemia dapat

menyebabkan nyeri masih belum jelas. Agaknya reseptor saraf nyeri terangsang

21

Page 20: BAB II-1 kti sex

oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum

diketahui , atau oleh stres mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium.(4)

Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-

kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan yang menggenggam

dan diletakan di atas sternum melukiskan pola angina klasik. Akan tetapi, banyak

pasien tak pernah mengalami angina yang khas; nyeri angina dapat menyerupai

nyeri karena gangguan pencernaan atau sakit gigi. (4)

Umumnya, angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan

oksigen miokardium, seperti latihan latihan fisik, dan hilang dalam beberapa

menit setelah istirahat atau pemberian nitrogliserin. Angina yang lebih jarang

yaitu angina Prinzmetal lebih sering terjadi pada waktu istirahat daripada waktu

bekerja, dan disebabkan oleh spasme setempat pada arteria epikardium.

Mekanisme penyebab masih belum diketahui jelas. Penderita diabetes sering

mengalami “iskemia tersembunyi” dan “infark miokardium tersembunyi” akibat

neuropati otonom.(4)

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan

kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium

yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.

Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang

berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah

iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah

infark ini akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan akan

memperkecil daerah nekrosis. (4)

Perbaikan daerah iskemia dan pemulihan aliran darah koroner dapat

tercapai dengan pemberian obat trombolitik atau angioplasti koroner transluminal

perkutaneus primer. Apabila terjadi perbaikan arah iskemia, maka nekrosis aerah

iskemik meningkatkan ukuran infark. Infark miokard biasanya menyerang

ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang

bersangkutan, seangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam

22

Page 21: BAB II-1 kti sex

miokardium. Infark digambarkan lebih lanjutsesuai letaknya pada dinding

ventrikel. (4)

Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot

yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedang otot yang iskemia disekitarnya

juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium

akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia yaitu : daya

kontraksi menurun, gerakan inding abnormal, perubahan daya kembang dinding

ventrikel, pengurangan volume sekuncup, pengurangan fraksi injeksi, peningkatan

volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel, dan peningkatan tekanan akhir

diastolik ventrikel kiri. Infark miokardium biasanya berkaitan dengan trias

diagnostik yang khas: penampilan pasien, perubahan EKG, dan peningkatan

biomarker kimiawi.(4)

2.1.3.5 Gejala Klinik

Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan nyeri dada tipikal

(angina). Sifat nyari dada angina sebagai berikut :

a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial. Sifat nyeri: rasa sakit,

seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa

diperas, dan dipelintir.

b. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi,

punggung/interskapula,

c. dan dapat juga ke lengan kanan.

d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.

e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah

makan

f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.

g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh

nyeri dada akibat neuropati diabetik.(14)

Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan supplay oksigen.

Gejala ini lain menyertai jantung koroner akibat penyempitan pembuluh nadi

23

Page 22: BAB II-1 kti sex

jantung adalah rasa tercekik (angina pectoris). Kondisi ini timbul secara tidak

terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik dipaksa

bekerja keras atau mengalami tekanan emosional.(14)

Menurut PERKI, manifestasi klinik PJK diklasifikasikan sebagai berikut.:

a. Angina pektoris stabil: nyeri dicetuskan oleh pencetus dengan gradasi yang

sama, hilang dengan istirahat atau obat nitrat sublingual.

b. Sindroma Koroner Akut (SKA)

1) Angina pektoris tidak stabil

Angina tipikal yang timbul saat istirahat dan berkepanjangan biasanya

lebih dari 20 menit. Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya keluhan

angina tipikal yang dapat disertai perubahan EKG spesifik tanpa disertai

peningkatan marker jantung.

2) Sindrom Koroner Akut tanpa elevasi segmenh ST

Pada prinsipnya gejalanya sama dengan angina tidak stabil, diagnosis

ditegakkan bila terdapat angina dan tidak ditemukan elevasi segmen

Stpada perekaman EKG namun terdapt peningkatan marker jantung, dan

berlanjut pada infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI)

3) Sindrom Koroner Akut dengan elevasi segmen ST

Karakteristik utamanya adalah angina tipikal dan perubahan EKG dengan

gambaran elevasi segmen ST> terdapat peningkatan marker jantung,

sehingga berlangsung menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST

(STEMI).(14.15)

2.1.3.6 Diagnosa

Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti.

Diagnosis yang tepat amat penting, karena bila diagnosis PJK telah dibuat di

dalamnya terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan

akan dapat mengalami infark atau kematian mendadak. Diagnosis yang salah

selalu mempunyai konsekuensi buruk terhadap kualitas hidup penderita. Pada

orang-orang muda, pembatasan kegiatan jasmani yang tidak pada tempatnya

24

Page 23: BAB II-1 kti sex

mungkin akan dinasihatkan. Selain itu kesempatan mereka untuk mendapat

pekerjaan mungkin akan berkurang. (14.16)

Bila hal ini terjadi pada orang-orang tua, maka mereka mungkin harus

mengalami pensiun yang terlalu dini, harus berulang kali di rawat di rumah sakit

atau harus makan obat-obatan yang potensial toksin untuk jangka waktu lama. Di

lain pihak, konsekuensi fatal dapat terjadi bila adanya PJK tidak diketahui atau

bila adanya penyakit-penyakit jantung lain yang menyebabkan angina pektoris

terlewat dan tidak terdeteksi. (14.16)

Cara diagnostik

Tabel 1 memperlihatkan cara-cara diagnostik PJK yang terpeenting, baik

yang di saat ini ada atau yang di masa yang akan datang potensial akan

mempunyai peranan besar. Dokter harus memilih pemeriksaan apa saja yang

dilakukan terhadap menderita untuk mencapai ketepatan diagnostik yang

maksimal dengan resiko dan biaya yang seminimal mungkin. (14.16)

Tabel 2.1. Cara-Cara Diagnostik

1. Anamnesis

Nyeri dada angina seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, identifikasi

faktor pencetus dan atau faktor resiko.

2. Pemeriksaan fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus

dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK. Hipertensi tak terkontrol,

takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat (bising sistolik), dan

kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati

hipertensi/diabetik. Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung

(hipotensi, murmur dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.

Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa

pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).

3. Laboratorium

Leukositosis /normal, anemia, gula darah tinggi/normal, dislipidemia, SGOT

25

Page 24: BAB II-1 kti sex

meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat Enzim Jantung Penanda

Infark Miokardium 12-24 jam

4. Foto dada : Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru

5. Pemeriksaan jantung non-invasif

- EKG istirahat

- Uji latihan jasmani (treadmill)

- Uji latihan jasmani kombinasi pencitraan:

a. Uji latihan jasmani ekokariografi (Stress Eko)

b. Uji latihan jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard

c. Uji latihan jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging

- Ekokardiografi istirahat

- Monitoring EKG ambulatoar

- Teknik non-invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner:

a. Computed Tomography

b. Magnetic Resonanse Angiography

6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner

- Arteriografi koroner

- Ultrasound intra vaskular (IVUS)

2.1.3.7 Penatalaksanaan

1. Terapi non farmakologi

Selain intervensi dari farmakologi, tuan Danu juga harus mendapat

intervensi non farmakologi berupa menghindari faktor – faktor predisposisi

yang dapat di modifikasi antara lain : Merubah gaya hidup, memberhentikan

kebiasaan merokok dan olah raga, Olah raga dapat meningkatkan kadar HDL

kolesterol dan memperbaiki kolateral koroner sehingga risiko PJK dapat

dikurangi. Olah raga bermanfaat karena

a. memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard

b. menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang

bersamasama dengan menurunnya LDL kolesterol

26

Page 25: BAB II-1 kti sex

c. menurunkan kolesterol, trigliserid dan kadar gula darah pada penderita

DM

d. menurunkan tekanan darah

e. meningkatkan kesegaran jasmani

f. Diet, tuan Danu memiliki kadar total kolestrol yang meninggi sehingga

membutuhkan pengaturan diet : Diet merupakan langkah pertama dalam

penanggulangan hiperkolesterolemi serta dapat menurunkan berat badan.

Beberapa petunjuk diet untuk menurunkan kolesterol:

1) makanan harus mengandung rendah lemak terutama kadar lemak jenuh

tinggi

2) mengganti susunan makanan yang mengandung lemak jenuh dengan

lemak tak jenuh

3) makanan harus mengandung rendah kolesterol

4) memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung dan

serat

5) makanan mengandung sedikit kalori bila berat badan akan diturunkan

pada obesitas dan memperbanyak olah raga(4.14)

2. Terapi Farmakologi

A. Trombolitik

Trombolitik jarang menjadi pilihan dibandingkan dengan

percutaneous coronary intervention (PCI). Menurut studi GISSI-1 dan

ISIS-2, tindakan ini masih memberi keuntungan memperbaiki hasil

akhir pada Lansia yang mengalami ST-elevation myocardial infarction

(STEMI) dibandingkan tanpa tindakan revaskularisasi. (Jokhadar,

2009) Konsensus ACC/AHA menyebutkan bahwa trombolitik dapat

digunakan pada Lansia STEMI bila tidak ada kontraindikasi dan PCI

tidak tersedia.(4.14)

Untuk meminimalkan efek samping tersering trombolitik yaitu

perdarahan ntraserebral, maka dipilih golongan tissue plasminogen

activator (tPA) seperti tenecteplase atau alteplase. Dosis yang

27

Page 26: BAB II-1 kti sex

diberikan setengah dari dosis standar ditambah terapi antikoagulan. (4.14)

B. Anti agregasi trombosit

Aspirin atau clopidogrel dapat dipakai pada saat akut maupun

setelah fase akut terlewati, tanpa penyesuaian dosis. Studi mengenai

kombinasi 2 obat tersebut pada sampel Lansia masih belum ada namun

tetap diberikan terutama pada mereka yang terpasang stent hingga

terjadi endotelialisasi komplit. (4.14)

Konsensus ACC/AHA dan ESC merekomendasikan

glycoprotein (GP) IIb/IIIa pada kasus NSTEMI yang beresiko tinggi

tanpa memandang usia. Pemberian obat ini harus dihitung berdasarkan

berat badan penderita dan harus disesuaikan dengan keadaan fungsi

ginjal penderita. (4.14)

Kecepatan infus eptifibatide disesuaikan apabila klirens

kreatinin penderita <50ml/menit menjadi 1μg/kg/menit sedangkan

tirofiban disesuaikan bila klirens kreatinin <30ml/menit menjadi

6μg/kg bolus dan infus 0,05μg/kg/menit.(4.14)

C. Antikoagulan

Penggunaan heparin lebih ditoleransi dibandingkan heparin

berat molekul rendah dalam hal kejadian perdarahan intracranial.

(Hanon, 2009) Dosis antikoagulan tersebut dihitung berdasarkan berat

badan penderita. Selain itu pemberian heparin terfraksi juga harus

disesuaikan apabila klirens kreatinin penderita <30ml/menit, menjadi

1mg/kg subkutan tiap 24jam. Jenis antikoagulan baru yaitu direct

antitrombotics secara teori lebih unggul daripada heparin berat

molekul rendah tetapi penelitian mengenai keamanan dan efikasi pada

Lansia masih belum ada. (4.14)

D. Penghambat Reseptor Beta

28

Page 27: BAB II-1 kti sex

Penghambat reseptor beta masih memberi keuntungan pada

penderita Lansia dan direkomendasikan sebagai terapi lini pertama

terutama pada kasus disfungsi ventrikel kiri, setelah menyingkirkan

kontraindikasi seperti dekompensasi jantung, asma dan penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK). (4.14)

Monitor tekanan darah, denyut jantung dan EKG secara ketat

diperlukan pada pemberian penghambat reseptor beta. Dosis yang

diberikan tidak memerlukan penyesuaian dosis namun perlu dipilih

jenis penghambat reseptor beta yang lama kerja pendek, diberikan

mulai dosis kecil dan dititrasi sampai mencapai target denyut jantung

60x/menit. (4.14)

E. Penghambat Renin-Angiostensin

Penghambat system renin-angiostensin baik angiostesin

converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiostensin receptor blocker

(ARB) memberi manfaat jangka pendek dan jangka panjang bagi

penderita PJK Lansia. Masing-masing memberi manfaat yang sama

bila diberikan tunggal maupun dikombinasikan. Menurut studi

Valsartan in Acute Myocardial Infarction (VALIANT) efek samping

yang terjadi lebih sering pada penderita yang mendapat kombinasi

ACEI dan ARB. Saat pemberian, monitor ketat terhadap fungsi ginjal

dan elektrolit sangat diperlukan bagi penderita PJK Lansia. (14)

F. Nitrat

Golongan nitrat direkomendasikan oleh ACC/AHA pada

penderita PJK Lansia berdasarkan studi GISSI-3 yang menggunakan

nitrat transdermal yang diberikan selama 24 jam sejak awitan keluhan

dikaitkan dengan penurunan angka kematian, gagal jantung dan

disfungsi ventrikel kiri selama 6 bulan pertama sebesar 12%.

Walaupun demikian, penggunaan nitrat lain tetap bermanfaat pada

29

Page 28: BAB II-1 kti sex

Lansia karena efeknya terhadap preload, afterload dan penurunan

iskemia berulang, tanpa melupakan potensi efek hipotensinya. (14)

G. Hydroxymethylglutaryl Coenzyme A Reductase Inhibitors (Statin)

Efek pleiotropik statin secara teori bermanfaat bagi Lansia

karena efeknya terhadap fungsi endotel dan proses inflamasi.

Penggunaan statin untuk mencegah kejadian infark miokard berulang

serta kematian bermanfaat lebih besar pada Lansia dibandingkan

dengan dewasa muda. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yaitu

Myocardial Ischemia Reduction with Aggressive Cholesterol Lowering

(MIRACL) dan Pravastatin or atorvastatin Evaluation and Infection

Theraphy (PROVE-IT). (14)

2.2 Organ Reproduksi Manusia

2.2.1 Anatomi

2.2.1.1 Organ reproduksi pria

Organ reproduksi pria mempunyai dua fungsi reproduksi,yaitu reprodusi

sel kelamin dan pelepasan sel-sel saluran sel kelamin wanita. Organ reproduksi

pria terdiri atas empat bagian utama yaitu testis, vas defferens, kantor sperma dan

penis.(3.17)

Dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.

1. Organ reproduksi luar terdiri dari :

a. Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan

dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina.

Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat

dikhitan/sunat.

b. Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung

testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.

2. Organ reproduksi dalam terdiri dari :

a. Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan

menghasilkan sel-sel sperma serta hormon testosteron. Dalam testis banyak

30

Page 29: BAB II-1 kti sex

terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus. Testis berfungsi

sebagai tempat pembentukan sel sperma dan hormon kelamin (testosteron).

b. Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari

testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan mematangkan

sperma.

c. Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas

dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma

menuju vesikula seminalis.

d. Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dan menghubungkan

vesikula seminalis dengan urethra.

e. Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan

terdapat di penis. (3.17)

Kelenjar pada organ reproduksi pria

a. Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga

disebut dengan kantung semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan getah

berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat

alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran

reproduksi wanita.

b. Kelenjar Prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan

getah putih yang bersifat asam.

c. Kelenjar Cowper’s/Cowpery/Bulbourethra merupakan kelenjar yang

menghasilkan getah berupa lender yang bersifat alkali. Berfungsi untuk

menetralkan suasana asam dalam saluran urethra. (3.17)

31

Page 30: BAB II-1 kti sex

Gambar 2.4. Organ Reproduksi Pria

2.2.1.2 Organ Reproduksi Wanita

Dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.

1. Organ reproduksi luar terdiri dari :

a. Vagina merupakan saluran yang menghubungkan organ uterus dengan

tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran persalinan

keluarnya bayi sehingga sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam

vagina ditemukan selaput dara. berfungsi sebagai organ persetubuhan dan

untuk melahirkan bayi. Organ tersebut mempunyai banyak lipatan sehingga

pada saat melahirkan dapat mengembang. Dalam vagina terdapat lendir

yang dihasilkan oleh dinding vagina dan oleh suatu kelenjar, yaitu kelenjar

bartholin.

b. Vulva merupakan suatu celah yang terdapat di bagian luar dan terbagi

menjadi 2 bagian yaitu :

c. Labium mayor merupakan sepasang bibir besar yang terletak di bagian luar

dan membatasi vulva.

d. Labium minor merupakan sepasang bibir kecil yang terletak di bagian

dalam dan membatasi vulva (3.18)

32

Page 31: BAB II-1 kti sex

2. Organ reproduksi dalam terdiri dari :

a. Ovarium merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah sepasang dan

terletak di dalam rongga perut pada daerah pinggang sebelah kiri dan

kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormon wanita seperti

estrogen yang berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada

wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan sel ovum dan

progesterone yang berfungsi dalam memelihara masa kehamilan.

Ovarium berjumlah sepasang dan berfungsi menghasilkan sel telur (ovum).

ovarium terletak di rongga perut tepatnya didaerah pinggang kiri dan

kanan. Ovarium diselubungi oleh kapsul pelindung dan mengandung

beberapa volikel. Setiap volikel mengandung satu sel telur. Folikel

merupakan struktur, seperti bulatan-bulatan yang mengelilingi oosit dan

berfungsi menyediakan makanan dan melindungi perkemangan sel telur.

Sel telur yang telah masak akan lepas dari ovarium. Peristiwa itu disebut

ovulasi. (3.18)

b. Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal

ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk

menangkap sel ovum yang telah matang yang dikeluarkan oleh ovarium.

c. Infundibulum merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk

corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung

sel ovum yang telah ditangkap oleh fimbriae.

d. Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang

bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus

dengan bantuan silia pada dindingnya.

e. Oviduct merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba fallopi. Berfungsi

sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan

bantuan silia pada dindingnya. Oviduk berjumlah sepasang dan berfungsi

menggerakan ovum kearah rahim dengan gerakan Peristaltik. Ujungnya

berbentuk lorong berjumbal (fimbrae).

f. Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk seperti buah

pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi sebagai tempat

33

Page 32: BAB II-1 kti sex

pertumbuhan embrio. Tipe uterus pada manusia adalah simpleks yaitu

dengan satu ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai 3

macam lapisan dinding yaitu :

a) Perimetrium yaitu lapisanyang terluar yang berfungsi sebagai pelindung

uterus.

b) Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk

kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk

semula setiap bulannya.

c) Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah

merah. Bila tidak terjadi pembuahanmaka dinding endometrium inilah

yang akan meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.

g. Cervix merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit

sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan

saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran

vagina.

h. Saluran vagina merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada

vagina.

i. Klitoris merupakan tonjolan kecil yang terletak di depan vulva. Sering

disebut dengan klentit. (3.18)

Gambar 2.5 Organ Reproduksi Wanita

34

Page 33: BAB II-1 kti sex

2.2.2 Fisiologi

Siklus Respon Seksual

1. Fase Perangsangan (Fase Eksitasi)

Perangsangan terjadi sebagai hasil dari rangsangan, bisa berbentuk

fisik maupun psikis. Terkadang, fase perangsangan ini berlangsung singkat

dan segera masuk ke fase plateau. Namun, tak jarang pula fase perangsangan

berlangsung secara lambat dan bertahap, sehingga memerlukan waktu yang

lebih lama. Pemacu rangsangan seksual dapat berasal dari rangsangan erotis

maupun nonerotis, seperti pandangan, suara, bau, lamunan, pikiran, mimpi,

dan lain sebagainya.

2. Fase Plateau (Fase Gaieah Seksual)

Berikut adalah beberapa hal yang terjadi selama fase plateau :

a. Kebangkitan seksual mencapai derajat tinggi, tepatnya sebbelum mencapai

ambang batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme

b. Terjadi peningkatan tekanan darah, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi,

dan ketegangan otot-otot tertentu.

3. Fase orgasme (Fase Puncak Seksual)

Orgasme adalah perasaan kepuasan seksual yang bersifat fisik dan

psikologis dalam aktivitas seksual sebagai akibat pelepasan memuncaknya

ketegangan seksual (sexual tension) setelah terjadi fase rangsangan yang

memuncak pada fase plateau. Perlu diketahui bahwa fase orgasme dapat

berlangsung tanpa adanya stimulasi fisik yang nyata, misalnya melalui

berbagai bentuk fantasi seksual.

4. Fase resolusi

Pada fase resolusi, perubahan anatomik dan faal alat kelamin serta luar alat

kelamin yang telah terjadi akan kembali ke keadaan asal. (19)

2.2.2.1 Aktivitas Seksual Pria

1. Ereksi penis

Ereksi disebabkan karena impuls parasimpatis yang melepaskan nitric

oxide dan atau peptide intestinal vasoaktif selain asetilkolin. Selama ereksi,

35

Page 34: BAB II-1 kti sex

jaringan arteri memasok darah sekurang-kurangnya 100-140 ml. Pada puncak

ereksi, tekanan intrakavernosa melebihi tekanan sistolik.25

2. Lubrikasi

Selama perangsangan seksual, serabut saraf parasimpatis juga menyebabkan

glandula uretral dan bulbouretral mensekresi cairan mukosa yang mengalir

melewati uretra.

3. Emisi dan ejakulasi

Emisi adalah pergerakan semen ke dalam uretra. Ejakulasi merupakan proses

terdorongnya semen keluar dari uretra di saat orgasme. 16

4. Resolusi

Pada fase terahir terjadi konstriksi otot polos trabekuler dan vasokonstriksi

arteriol yang memasok darah ke jaringan erektil. Terjadi aliran darah keluar

dari sinus venosus sehingga penis menjadi lemas atau flaksid. Fase ini

diperantarai oleh saraf adrenergik simpatis.

Mekanisme fungsi seksual melibatkan beberapa unsur : libido, ereksi dan

ejakulasi. Disfungsi seksual dapat terjadi akibat gangguan fungsi tersebut dan

kombinasinya. Oleh beberapa peneliti, proses ereksi dan detumesens diringkaskan

menjadi beberapa fase, yaitu:

1. Fase 0, yaitu fase flaksid. Pada keadaan lemas, yang dominan adalah pengaruh

sistem saraf simpatik. Otot polos arteriola ujung dan otot polos kavernosum

berkontraksi. Arus darah ke korpus kavernosum minimal dan hanya untuk

keperluan nutrisi saja. Kegiatan listrik otot polos kaverne dapat dicatat,

menunjukkan bahwa otot polos tersebut berkontraksi. Arus darah vena terjadi

secara bebas dari vena subtunika ke vena emisaria.

2. Fase 1, merupakan fase pengisian laten. Setelah terjadi perangsangan seks,

sistem saraf parasimpatik mendominan, dan terjadi peningkatan aliran darah

melalui arteria pudendus interna dan arteria kavernosa tanpa ada perubahan

tekanan arteria sistemik. Tahanan perifer menurun oleh berdilatasinya arteri

helisin dan arteri kavernosa. Penis memanjang, tetapi tekanan intrakavernosa

tidak berubah.

36

Page 35: BAB II-1 kti sex

3. Fase 2, fase tumesens (mengembang). Pada orang dewasa muda yang normal,

peningkatan yang sangat cepat arus masuk (influks) dari fase flaksid dapat

mencapai 25 - 60 kali. Tekanan intrakavernosa meningkat sangat cepat.

Karena relaksasi otot polos trabekula, 6 daya tampung kaverne meningkat

sangat nyata menyebabkan pengembangan dan ereksi penis. Pada akhir fase

ini, arus arteria berkurang

4. Fase 3 merupakan fase ereksi penuh. Trabekula yang melemas akan

mengembang dan bersamaan dengan meningkatnya jumlah darah akan

menyebabkan tertekannya pleksus venula subtunika ke arah tunika albuginea

sehingga menimbulkan venoklusi. Akibatnya tekanan intrakaverne meningkat

sampai sekitar 10 - 20 mmHg di bawah tekanan sistol.

5. Fase 4, atau fase ereksi kaku (rigid erection) atau fase otot skelet. Tekanan

intakaverne meningkat melebih tekanan sistol sebagai akibat kontrasi volunter

meningkat melebihi tekanan sistol sebagai akibat kontrasi volunter ataupun

karena refleks otot iskiokavernosus dan otot bulbokavernosus menyebabkan

ereksi yang kaku. Pada fase ini tidak ada aliran darah melalui arteria

kavernosus.

6. Fase 5, atau fase transisi. Terjadi peningkatan kegiatan sistem saraf simpatik,

yang mengakibatkan meningkatnya tonus otot polos pembuluh helisin dan

kontraksi otot polos trabekula. Arus darah arteri kembali menurun dan

mekanisme venoklusi masih tetap diaktifkan.

7. Fase 6 yang merupakan fase awal detumesens. Terjadi sedikit penurunan

tekanan intrakaverne yang menunjukkan pembukaan kembali saluran arus

vena dan penurunan arus darah arteri.

8. Fase 7 atau fase detumesens cepat. Tekanan intrakaverne menurun dengan

cepat, mekanisme venoklusi diinaktifkan, arus darah arteri menurun kembali

seperti sebelum perangsangan, dan penis kembali ke keadaan flaksid. (12.19)

37

Page 36: BAB II-1 kti sex

2.2.2.2 Aktivitas Seksual Wanita

a. Perangsangan aksi seksual wanita

Rangsangan seksual setempat pada wanita terjadi kurang lebih sama seperti

pada pria. Dimana keberhasilan kinerja dari aksi seksual wanita bergantung

baik pada rangsangan fisik maupun pada rangsangan seksual setempat.

b. Ereksi wanita dan pelumasan

Jaringan erektil yang mirip dengan jaringan erektil penis terletak disekitar

introitus dan meluas ke klitoris. Dimana jaringan erektil ini seperti pada penis

dikendalikan oleh saraf simpatis. Sinyal dari saraf parasimpatis juga

menyebabkan kelenjar bartholin menyekresikan mukus yang berfungsi

sebagai pelumas dalam hubungan seksual.

c. Orgasme wanita

Fase orgasme ini terpusat di daerah klitoris, vagina, dan uterus. Pada puncak

fase orgasme, otot-otot di sekitar vagina, uterus, perut bagian bawah dan anus

mengalami kontraksi secara ritmis. Kontraksi pada detik-detik pertama sangat

kuat. Dan perlu diketahui bahwa wanita dapat mengalami orgasme berulang

kali sebelum masuk ke fase resolusi.

d. Fase resolusi

Vagina, klitoris dan daerah sekitarnya kembali normal. (1.5)

2.2.3 Disfungsi Seksual

2.2.3.1 Defenisi

1. Disfungsi seksual merujuk terhadap adanya gangguan pada salah satu atau

lebih aspek fungsi seksual.(1)

2. Disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh

hubungan seksual.(20)

38

Page 37: BAB II-1 kti sex

2.2.3.2 Etiologi

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, disfungsi seksual dapat terjai

pada pria ataupun wanita. Berdasarkan etiologinya (penyebab penyakit), disfungsi

seksual dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni disfungsi seksual yang

disebabkan oleh faktor fisik dan disfungsi seksual yang disebabkan oleh faktor

psikis.(1.12)

1. Disfungsi seksual karena faktor fisik

Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan

tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat

menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai tingkat . Faktor fisik yang

sering mengganggu seks pada usia tua sebagian karena penyakit-penyakit

kronis yang tidak jelas terasa atau tidak diketahui gejalanya dari luar. Makin

tua usia makin banyak orang yang gagal melakukan koitus atau senggama.

Kadang-kadang penderita merasakannya sebagai gangguan ringan yang tidak

perlu diperiksakan dan sering tidak disadari.(1.12)

Dalam Product Monograph Levitra (2003) menyebutkan berbagai faktor

resiko untuk menderita disfungsi seksual sebagai berikut.

a. Gangguan vaskuler pembuluh darah

Gangguan vaskular adalah segala kondisi yang mempengaruhi

peredaran darah. Ini mencakup penyakit-penyakit arteri-arteri, vena-vena,

dan pembuluh-pembuluh limfa, termasuk juga gangguan atau kekacauan-

kekacauan darah yang mempengaruhi sirkulasi. Kondisi inilah yang juga

akan mempengaruhi sirkulasi darah pada saat terjadi ereksi. Kekurangan

sirkulasi darah ini juga akan menyebabkan nimpotensi.

Penyakit-penyakit vaskuler yang memicu disfungsi seksual ini diantaranya

adalah aterosklerosis, penyakit jantung iskemik, penyakit vaskuler perifer

(pembuluh darah tepi), inkompetensi vena, dan penyakit kavernosus.

b. Penyakit sistemik

39

Page 38: BAB II-1 kti sex

Penyakit sistemik ini meliputi diabetes melitus, hipertensi (HTN),

hiperlipidemia (kelebihan lemak darah).

c. Gangguan neurologis

Gangguan neurologis ini dapat disebabkan oleh adanya penyakit-

penyakit ataupun trauma tertentu yang mempengaruhi otak dan sistem

persarafan. Misalnya penyakit serebral (otak), trauma spinal (tulang

belakang), penyakit medula spinalis neuropati, dan trauma nervus

pudendus.

Sebagian besar gangguan neurologis akan menyebabkan masalah

perilaku pada manusia. Orang-orang dalam kondisi ini, tentu saja

perilakunya berbeda dengan orang-orang alam kondisi normal. Kebiasaan

yang dapat terjadi sebagai gangguan neurologis adalah kemarahan,

kebingungan, keraguan, masa bodoh, tindakan tergesa-gesa, bimbang,

cemas, gelisah, dan lain-lain.

Gangguan neurologis tersebut juga dapat mempengaruhi

perilakunya dalam beraktivitas seksual. Bisa saja secara medis, elaki ini

fungsi ereksinya sempurna dan tidak ada masalah kesehatan. Namun pada

gangguan neurologis tersebut, perilakunya bisa saja menyimpang dan

akhirnya berakibat terjadinya disfungsi seksual.

d. Gangguan hormonal

Hormon memiliki peran yang sangat penting dalam metabolisme

tubuh dan kinerja organ secara keseluruhan. Demikian pula dalam hal

ereksi. Terdapat hormon-hormon penting yang berperan. Apabila hormon-

hormon tersebut terganggu keseimbangannya, dapat menyebabkan

terjadinya gangguan ereksi.

Penyakit-penyakit dengan gangguan pada hormonal diantaranya adalah

hypogonadism, hyperprolactinemia (meningkatnya prolaktin di dalam

darah), hyperthyroidism atau hypothyroidism, Cushing’s syndrome, dan

40

Page 39: BAB II-1 kti sex

penyakit addison. Penyakit – penyakit tersebut menyebabkan menurunnya

libido (gairah seks) sehingga membuat fungsi ereksi tidak berjalan

sempurna.

e. Gangguan anatomi penis

Contohnya adalah penyakit peyronie (penis bengkok), hipospadia (meatus

urethra berada pada dorsal penis), dan epispadia (meatus urethra berada di

ventral penis)

f. Faktor lain seperti prostatektomi, merokok, alkohol, obesitas, dan obat-

obatan.

Merokok akan membawa nikotin dan zat vasokonstriktor

(penyempit pembuluh darah) lainnya sehingga dapat menutup aliran

pembuluh darah

Penggunaan obat dalam jangka panjang dan terus menerus akan

mempengaruhi metabolisme dan kadar hormon tertentu di dalam tubuh.

Menurut penelitian, beberapa obat-obatan anti depresan dan psikotropika

juga dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain:

barbiturat,benzodiazepin, selective serotonin seuptake inhibitors (SSRI),

lithium, tricyclic antidepressant.(1.12)

2. Disfungsi sexual karena faktor psikis (Psikoseksual)

Kondisi fisik orang yang masih muda, terutama organ-organ tubuhnya,

masih kuat dan normal sehingga jarang sekali menyebabkan terjadinya

disfungsi seksual. Karena itulah, sebagian besar disfungsi seksual pada orang

yang masih muda disebabkan oleh faktor psikoseksual. Yang dimaksud faktor

psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri penderita.

Gangguan ini mencakup gangguan jiwa misalnya depresi, anxietas

(kecemasan) yang menyebabkan disfungsi seksual. (1.12)

Tetapi apapun etiologinya, penderita akan mengalami problem psikis,

yang selanjutnya akan memperburuk fungsi seksualnya. Dalam hal ini,

41

Page 40: BAB II-1 kti sex

disfungsi seksual yang dialami pria pun bisa menimbulkan disfungsi seksual

pada wanita pasangannya. Masalah psikis meliputi perasaan bersalah, trauma

hubungan seksual, kurangnya pengetahuan tentang seks, keluarga yang tidak

harmonis dan lain sebagainya. (1.12)

2.2.3.3 Macam-Macam Disfungsi Seksual

1) Gangguan Dorongan Seksual (GDS)

Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hormon testosteron,

kesehatan tubuh, faktor psikis dan pengalaman seksual sebelumnya. Jika di

antara faktor tersebut ada yang menghambat atau faktor tersebut terganggu,

maka akan terjadi GDS (Pangkahila, 2007), berupa:

a. Dorongan seksual hipoaktif

The Diagnostic and Statistical Manual-IV memberi definisi

dorongan seksual hipoaktif ialah berkurangnya atau hilangnya fantasi

seksual dan dorongan secara persisten atau berulang yang menyebabkan

gangguan yang nyata atau kesulitan interpersonal.

b. Gangguan eversi seksual

Timbul perasaaan takut pada semua bentuk aktivitas seksual

sehingga menimbulkan gangguan. Masalah ini bisa timbul akibat trauma

masa lalu, kekerasan seksual, atau kekerasan fisik yang lama, sehingga

keinginan berhubungan intim menjadi sirna. Kendati tidak mudah memulai

dari awal aktivitas hubungan intim akan membantu mengurangi sedikit

demi sedikit masalah ini.(1.12.21)

Diduga lebih dari 15 persen pria dewasa mengalami dorongan seksual

hipoaktif. Pada usia 40-60 tahun, dorongan seksual hipoaktif merupakan keluhan

terbanyak. Pada dasarnya GDS disebabkan oleh faktor fisik dan psikis, antara lain

adalah kejemuan, perasaan bersalah, stres yang berkepanjangan, dan pengalaman

seksual yang tidak menyenangkan.(1.12.21)

2) Gangguan Ereksi

42

Page 41: BAB II-1 kti sex

Disfungsi ereksi (DE) berarti ketidakmampuan mencapai atau

mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk melakukan hubungan seksual

dengan baik. Disfungsi ereksi disebut primer bila sejak semula ereksi yang

cukup unutuk melakukan hubungan seksual tidak pernah tercapai. Sedang

disfungsi ereksi sekunder berarti sebelumnya pernah berhasil melakukan

hubungan seksual, tetapi kemudian gagal karena sesuatu sebab yang

mengganggu ereksinya.(1.12.21)

Pada dasarnya DE dapat disebabkan oleh faktor fisik dan faktor psikis.

Penyebab fisik dapat dikelompokkan menjadi faktor hormonal, faktor

vaskulogenik, faktor neurogenik, dan faktor iatrogenik Faktor psikis meliputi

semua faktor yang menghambat reaksi seksual terhadap rangsangan seksual

yang diterima. Walaupun penyebab dasarnya adalah faktor fisik, faktor psikis

hampir selalu muncul dan menyertainya.(1.12.21)

3) Disfungsi Orgasme

Disfungsi orgasme adalah terhambatnya atau tidak tercapainya orgasme

yang bersifat persisten atau berulang setelah memasuki fase rangsangan

(excitement phase) selama melakukan aktivitas seksual. (1.12.21)

Hambatan orgasme dapat disebabkan oleh penyebab fisik yaitu penyakit

SSP seperti multiple sklerosis, parkinson, dan lumbal sympathectomy.

Penyebab psikis yaitu kecemasan, perasaan takut menghamili, dan kejemuan

terhadap pasangan. Pria yang mengalami hambatan orgasme tetap dapat ereksi

dan ejakulasi, tapi sensasi erotiknya tidak dirasakan. (1.12.21)

1) Fitur-fitur gangguan orgasme meliputi:

Keterlambatan atau tidak terjadinya orgasme yang persisten atau berulang

kali terjadi menyusul fase perangsangan seksual normal. 

Distres yang signifikan atau kesulitan interpersonal karena

ketidakmampuan ini.

Ketidakmampuan ini bukan lebih menjadi bagian menjadi penentu bagi

gangguan lain (misalnya: gangguan suasan perasaan, kecemasan, kognitif)

43

Page 42: BAB II-1 kti sex

dan bukan disebabkan karena efek-efek fisiologis obat atau pengalahgunan

obat.(1.12.21)

2) Gangguan Ejakulasi

a. Ejakulasi dini

Ada beberapa pengertian mengenai ejakulsi dini (ED). ED merupakan

ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sampai pasangannnya

mencapai orgasme, paling sedikit 50 persen dari kesempatan

melakukan hubungan seksual. Berdasarkan waktu, ada yang

mengatakan penis yang mengalami ED bila ejakulasi terjadi dalam

waktu kurang dari 1-10 menit. Untuk menentukan seorang pria

mengalami ED harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : ejakulasi

terjadi dalam waktu cepat, tidak dapat dikontrol, tidak dikehendaki

oleh yang bersangkutan, serta mengganggu yang bersangkutan dan

atau pasangannya .(1.12)

ED merupakan disfungsi seksual terbanyak yang dijumpai di

klinik, melampaui DE. Survei epidemiologi di AS menunjukkan

sekitar 30 persen pria mengalami ED. Ada beberapa teori penyebab

ED, yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyebab psikis dan

penyebab fisik. Penyebab fisik berkaitan dengan serotonin. Pria

dengan 5-HT rendah mempunyai ejaculatory threshold yang rendah

sehingga cepat mengalami ejakulasi. Penyebab psikis ialah kebiasaan

ingin mencapai orgasme dan ejakulasi secara tergesa-gesa sehingga

terjadinya ED.(1.12)

b. Ejakulasi terhambat

Berlawanan dengan ED, maka pria yang mengalami ejakulasi

terhambat (ET) justru tidak dapat mengalami ejakulasi di dalam

vagina. Tetapi pada umumnya pria dengan ET dapat mengalami

ejakulasi dengan cara lain, misalnya masturbasi dan oral seks, tetapi

sebagian tetap tidak dapat mencapai ejakulasi dengan cara apapun.

44

Page 43: BAB II-1 kti sex

Dalam 10 tahun terakhir ini hanya 4 pasien datang dengan keluhan

ET. Sebagian besar ET disebabkan oleh faktor psikis, misalnya

fanatisme agama sejak masa kecil yang menganggap kelamin wanita

adalah sesuatu yang kotor, takut terjadi kehamilan, dan trauma

psikoseksual yang pernah dialami. (1.12)

4) Dispareunia

Dispareunia adalah suatu kondisi timbulnya rasa sakit pada alat

kelamin atau area kelamin saat hubungan seksual berlangsung, dan ini

merupakan salah satu gangguan seksual yang tanpa disadari pernah

dialami oleh pasangan suami istri. Salah satu penyebab dispareunia ini

adalah infeksi pada kelamin. Jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat,

infeksi tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan disfungsi seksual yang

lebih buruk lagi. Karena itu dispareunia tidak boleh dianggap remeh.

Selain itu, dispareunia yang berkepanjangan juga dapat menghambat

aktivitas seksual dengan pasangan dan akan sangat menyiksa, baik psikis

maupun mental individu yang bersangkutan, serta sangat berpotensi terjadi

penularan infeksi kepada pasangan bila dispareunia disebabkan oleh

infeksi. (1.12)

Kasus dispareunia pada pria memang tidak sebanyak seperti kasus yang

ditemukan pada wanita. Namun, bagi pria yang mengalaminya, tidak boleh

menganggap remeh beberapa faktor yang menimbulkan rasa sakit saat

berhubungan tersebut. Sebab, apabila dibiarkan berlangsung lama, akan

mengakibatkan ejakulasi dini dan disfungsi ereksi. Pada pria, dispareunia hampir

bisa dipastikan dikarenakan penyakit atau gangguan fisik berupa infeksi pada

penis, buah zakar, saluran kencing, kelenjar prostat, atau kelenjar kelamin lainnya.

Apabila dispareunia tersebut disebabkan oleh infeksi kelamin, maka bisa

menimbulkan gejala lain, seperti alat vital membengkak dan terluka, terasa sakit

saat kencing, mengeluarkan nanah saat kencing atau speDisfungsi seksual baik

yang terjadi pada pria ataupun wanita dapat dapat mengganggu keharmonisan

45

Page 44: BAB II-1 kti sex

kehidupan seksual dan kualitas hidup, oleh karena itu perlu penatalaksanaan yang

baik dan ilmiah. (1.12)

Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria dan wanita adalah

sebagai berikut):

a. Membuat diagnosa dari disfungsi seksual

b. Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut

c. Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual

d. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan

bedah dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-

obatan, alat bantu seks, serta pelatihan jasmani). (1.12)

Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual.

Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan

masalahnya semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan

dokter terhadap apa yang diceritakan pasien. Banyak pasien dengan disfungsi

seksual membutuhkan konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit yang

peduli (1.12)

Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan kedua belah pihak yaitu

pria dan wanita, dimana masalah disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan

disfungsi seksual ataupun stres pada wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu

dilakukan dual sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter

ataupun dua orang dokter dengan wawancara keluhan.(1.12)

2.2.3.4 Tanda-tanda terjadinya disfungsi seksual

1. Pada Pria

a. Terjadinya penurunan libido

b. Obesitas

c. Mempunyai penyakit impoten

d. adanya penyakit infeksi, seperti TBC, hepatitis, sehingga hilangnya kadar

hormon estrogen

46

Page 45: BAB II-1 kti sex

2. Pada Wanita

a. penurunan gairah seksual

b. terjadinya gangguan orgasme akibat kecemasan atau trauma seksual

c. terjadinya dispareunia, ini adalah akibat vagina yang mengering

d. terjadinya vaginismus, ini adalah vagina menjadi berkerut saat beraktivitas

e. stres dan lelah (1.12)

2.2.3.5 Diagnosis

Diagnosis DE dapat ditegakkan melalui pemeriksaan berikut ini:

1. Anamnesa

Dalam anamnesis perlu ditanyakan tentang penyakit-penyakit seperti diabetes

melitus, hiperkolesterolemia, hiperlipidemia, penyakit jantung, merokok,

alkohol, obat-obatan, operasi yang pernah dilakukan, penyakit tulang

punggung, dan penyakit neurologik dan psikiatrik. (1.12)

Pada diagnosis pasien DE harus digali riwayat seksual, penyakit yang pernah

diderita dan psikoseksual. Pada pria yang mengalami DE ditanyakan hal–hal

di bawah ini :

a. Gangguan ereksi dan gangguan dorongan seksual

b. Ejakulasi, orgasme dan nyeri kelamin

c. Fungsi seksual pasangan

d. Faktor gaya hidup : merokok, alkohol yang berlebihan dan

penyalahgunaan narkotika

e. Penyakit kronis

f. Trauma dan operasi daerah pelvis / perineum / penis

g. Radioterapi daerah penis

h. Penggunaan obat – obatan

i. Penyakit saraf dan hormonal

j. Penyakit psikiatrik dan status psikologik (1.12)

DE dapat dibedakan dengan jelas dari masalah seksual lainnya seperti

ejakulasi, libido dan orgasme. Pada penelusuran riwayat penyakit harus

ditanya tentang hipertensi, hiperlipidemia, depresi, penyakit neurologis,

47

Page 46: BAB II-1 kti sex

diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit adrenal dan tiroid. Riwayat trauma

panggul pembedahan pembuluh darah tepi juga harus ditanyakan karena hal

tersebut merupakan faktor resiko impotensi. (1.12)

Pencatatan daftar obat yang dikonsumsi juga harus diperhatikan,

karena sekitar 25% dari semua kasus DE terkait dengan obat–obatan.

Pengguanaan alkohol yang berlebihan dan narkotika.(1.12)

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis

kecil, ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut)

memerlukan perhatian khusus.9 Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk

mengetahui ada tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu

dilakukan palpasi transrektal dan USG transrektal. Tidak jarang DE

disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis. (1.12)

Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian

tonus sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflex (kontraksi muskulus

bulbokavernous pada perineum setelah penekanan glands penis) untuk menlai

keutuhan dari sacral neural outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat

adanya tanda-tanda penyakit vaskuler.20 Dan untuk melihat komplikasi

penyakit diabetes.(1.12)

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis DE antara

lain: kadar serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat

dipengaruhi oleh kadar luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan

lipid, hitung darah lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal.

Sedangkan pengukuran vaskuler berdasarkan injeksi prostaglandin E1 pada

corpora penis, duplex ultrasonography, biothensiometry, atau nocturnal penile

tumescence tidak direkomendasikan pada praktek rutin/sehari-hari namun

dapat sangat bermanfaat bila informasi tentang vascular supply diperlukan,

48

Page 47: BAB II-1 kti sex

misalnya, untuk menentukan tindakan bedah yang tepat (implantation of a

prosthesis vs. penile reconstruction).(1.12)

2.2.3.6 PENATALAKSANAAN

Dalam terapi DE, yang menjadi sasaran terapi (bagian yang akan diterapi)

adalah ereksi penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah

meningkatkan kualitas dan kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan

seksual. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan dan

menjaga ereksi. Sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah seberapa lama waktu

yang dibutuhkan untuk menjaga ereksi (waktu untuk tiap-tiap orang berbeda

untuk mencapai kepuasan orgasme, tidak ada waktu normal dalam ereksi). (1.12)

Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor

risiko pada pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya DE. Hal ini

terkait dengan beberapa penyebab DE yang terkait. Dengan demikian, jika

diketahui penyebab DE yang benar maka dapat diberikan terapi yang tepat pula.

Terapi untuk DE dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat

(nonfarmakologis pola hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum

ereksi) dan terapi menggunakan obat (farmakologis). (1.12)

Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien DE adalah harus

memperbaiki pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola

hidup sehat antara lain olah raga, menu makanan sehat (asam amino arginin,

bioflavonoid, seng, vitamin C dan E serta makanan berserat), kurangi dan hindari

rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dalam tubuh, mengurangi berat

badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola hidup

sehat pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi, maka pasien tidak

perlu menggunakan obat.(1.12)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen DE menyangkut

terapi psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu :

a. Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi

(edukasi, medikamentosa oral / intrauretral, vacum constricsi device).

49

Page 48: BAB II-1 kti sex

b. Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya

c. Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar

testoteron rendah , kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti

testoteron. Jika Prolaktin tinggi, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan

pituitary imaging dan dikonsulkan.(1.2)

2.3 Hubungan Penyakit Jantung Koroner dengan Seksualitas

Aterosklerosis adalah penyakit vaskuler sistemik dan merupakan penyebab

terbanyak dari disfungsi ereksi pada laki-laki usia lanjut. Disfungsi ereksi

memiliki beberapa faktor resiko yang sama dengan penyakit kardiovaskuler, yaitu

aterosklerosis, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, merokok, dan obesitas.

Hasil penelitian terbaru menyimpulkan bahwa disfungsi ereksi merupakan

indikator akan adanya penyakit kardiovaskuler.(4.12)

Disfungsi endotelial diduga memiliki peran penting terhadap hubungan

anatara disfungsi ereksi dan penyakit kardiovaskuler. Perubahan yang terjadi pada

relaksasi otot polos yang dimediasi NO terjadi pada penderita aterosklerosis. Hal

ini mendukung konsep bahwa aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah

arteri di penis mencerminkan hal yang sama pada arteri koroner.(4)

Dewasa ini vaskulopati dianggap adalah penyebab utama dari terjadinya

disfungsi ereksi, dan disfungsi ereksi dianggap sebagai manifestasi paling awal

dari terjadinya penyakit vaskuler. Seseorang yang menderita disfungsi ereksi

harus dicurigai menderita vaskulopati sampai terbukti sebaliknya. Laki-laki yang

memiliki faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler, seperti hipertensi,

merokok, dislipidemia, diabetes, dan obesitas, dianggap memiliki faktor resiko

yang tinggi untuk menderita disfungsi ereksi. (12)

Disfungsi endotel dianggap sebagai penyebab utama terjadinya disfungsi

endotel dan penyakit aterosklerosis. Laki-laki yang menderita disfungsi ereksi

tanpa adanya tanda-tanda klinis penyakit kardiovaskuler terbukti mengalami

penurunan aliran darah akibat vasodilatasi pada arteri brankialis sebagai respon

dari pemberian nitrogliserin sublingual. Kejadian ini mengindikasikan adanya

50

Page 49: BAB II-1 kti sex

adanya disfungsi endotel dan relaksasi otot polos yang abnormal. Disfungsi

endotelial telah terbukti sebagai perubahan fungsional awal yang menandakan

kemungkinan terjadinya aterosklerosis pada serebrovaskuler, koroner, dan sistem

sirkulasi perifer. (4.12)

Penyakit vaskular seperti penyakit jantung koroner mempengaruhi

peredaran darah yang juga dapat mempengaruhi pada saat terjadi ereksi. Selama

ereksi, jaringan arteri memasok darah sekurang-kurangnya 100-140 ml. Pada

puncak ereksi, tekanan intrakavernosa melebihi tekanan sistolik.25 mmHG. Pada

keadaan penyakit jantung koroner yang dapat menyebabkan nekrosis otot jantung

akan berakibat pada adanya gangguan venoocclusion (macet atau tersumbatnya

pembuluh darah vena) sehingga aliran dipembuluh darah arteri tidak memadai

atau tidak mampu mempertahankan ereksi yang sedang terjadi.(4.12)

Disfungsi seksual pada pasien penyakit jantung koroner juga dapat dipicu

adanya perasaan takut akan timbulnya nyeri saat berhubungan. Umumnya, angina

atau nyeri tersebut dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen

miokardium, seperti karena latihan fisik. Perasaan takut tersebut dapat

menimbulkan gangguan psikologis seperti stres atau anxietas (cemas) sehingga

terjadi gangguan pelepasan NO (Nitrit Oxide) sehingga tidak timbul ereksi.(4.12)

Obat jantung yang dikonsumsi seperti Gemfibrozil dan digoxin juga

berdampak pada aktivitas seksual karena penggunaan obat dalam jangka panjang

dan terus menerus akan mempengaruhi metabolisme dan kadar hormon tertentu di

dalam tubuh.(12)

51