kti bab 1-3

70
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit degeneratif dan kardiovaskuler merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia, diantaranya adalah hipertensi, diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di Negara berkembang dari 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, et al., 2007). Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Kemenkes, 2010). Di Indonesia, peluang masyarakat menderita hipertensi belum sebesar di negara maju, namun ancaman penyakit ini tidak boleh diabaikan begitu saja, terlebih bagi masyarakat perkotaan yang mudah

Upload: ariev-dietisien-caspian

Post on 01-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KTI bab 1-3

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit degeneratif dan kardiovaskuler merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat di dunia, diantaranya adalah hipertensi,

diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di Negara

berkembang dari 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi

1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka

penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini

(Armilawaty, et al., 2007). Hipertensi merupakan penyebab kematian

nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari

populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Kemenkes, 2010).

Di Indonesia, peluang masyarakat menderita hipertensi belum

sebesar di negara maju, namun ancaman penyakit ini tidak boleh

diabaikan begitu saja, terlebih bagi masyarakat perkotaan yang mudah

mengakses gaya hidup modern yang tidak sehat, seperti banyak

mengkonsumsi makanan cepat saji, kebiasaan hidup yang lebih banyak

duduk dari pada bergerak bagi kebanyakan masyarakat kota yang

bekerja di kantor, dengan gaya hidup tersebut akan menjadi ancaman

yang menakutkan. Pendapat para ahli dari hasil penelitian diperkirakan

bahwa penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan terserang penyakit

hipertensi adalah 1,8% - 2,86%. Namun sebagian besar penelitian

menyatakan 8,6% - 10% persentase penderita di perkotaan lebih besar

Page 2: KTI bab 1-3

2

dibandingkan dengan sejumlah penderita di pedesaan (Dalimartha, et

al., 2008).

Dalam kehidupan sehari-hari sering terdengar seseorang yang

menderita penyakit tekanan darah tinggi. Penyakit tekanan darah tinggi

dalam bahasa medis disebut hipertensi. Penyakit ini sebagian besar

diderita oleh seseorang tanpa merasakan gejala-gejala hipertensi

walaupun sudah dalam tahap yang serius. Oleh karena itu, penyakit ini

sering disebut “silent killer” atau pembunuh diam-diam (Cahyono,

2008).

Satu dari lima pria berusia antara 35-44 tahun memiliki tekanan

darah yang tinggi. Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali lipat

pada usia antara 45-54 tahun. Separuh dari mereka yang berusia 55-64

tahun mengidap penyakit ini. Pada usia 65-74 tahun, prevalensi

menjadi lebih tinggi lagi, sekitar 60% menderita hipertensi. Sampai usia

55 tahun pria berisiko lebih tinggi dibandingkan wanita. Tetapi diatas

usia tersebut, justru wanita setelah mengalami menopouse yang

berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan hormonal

berperan besar dalam terjadinya hipertensi dikalangan wanita usia

lanjut (Sustrani, 2006).

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi

hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah

sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di

Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang mempunyai

Page 3: KTI bab 1-3

3

prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional dengan prevalensi

hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah

33,6%, sementara berdasarkan diagnosis atau riwayat minum obat

hipertensi prevalensinya adalah 9,7% (Riskesdas, 2007).

Tingginya asupan kopi berkafein dapat mempengaruhi tekanan

darah atau risiko penyakit jantung koroner. Dosis satuan kafein

sebanyak 200-250 mg setara dengan 2-3 cangkir kopi, telah terbukti

dapat meningkatkan tekanan darah sistolik 3-14 mmHg dan tekanan

diastolik 4-13 mmHg dengan segera setelah dikonsumsi oleh orang

yang normotensif atau orang yang memiliki tekanan darah normal

(Noordzij, et al., 2005). Kandungan terbesar yang ada pada kopi adalah

kafein yang memiliki efek terhadap tekanan darah secara akut,

terutama pada penderita hipertensi. Risiko hipertensi orang yang

mengkonsumsi kopi 1-2 cangkir per hari lebih tinggi jika dibandingkan

dengan konsumsi kopi 0 cangkir per hari (Klag, et al., 2002).

Di samping kebiasaan minum kopi, lingkar perut juga merupakan

parameter penting untuk menentukan risiko terjadinya penyakit jantung

dan hipertensi. Semakin besar lingkar perut seseorang, risiko terjadinya

penyakit jantung dan hipertensi pada orang tersebut lebih besar. Para

ahli menyimpulkan, setiap penambahan 5 sentimeter pada lingkar

pinggang  atau perut, risiko kematian dini akan meningkat antara 13%

hingga 17% (Misnadiarly, 2007).

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan SP2TP di

Puskesmas Menteng Palangka Raya pada tahun 2012 dilaporkan ada

Page 4: KTI bab 1-3

4

1822 orang penderita hipertensi. Data terakhir yang diperoleh pada

bulan Agustus 2012 tercatat sebanyak 92 orang penderita dan

meningkat pada bulan September 2012 sebanyak 153 orang penderita

dan 175 orang penderita pada bulan Oktober. Kejadian hipertensi

meningkat pada kelompok umur 20-59 tahun, kelompok umur 60-69

tahun dan kejadian hipertensi menurun pada kelompok umur 55-59

tahun serta kelompok umur >70 tahun. Prevalensi hipertensi di

Puskesmas Menteng Palangka Raya Tahun 2012 sebesar 6,4%.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

meneliti hubungan antara kebiasaan minum kopi dan lingkar perut

dengan kejadian hipertensi yang dilaksanakan di Puskesmas Menteng

Palangka Raya tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara kebiasaan minum kopi dan lingkar

perut dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Menteng Palangka

Raya ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara kebiasaan minum kopi dan lingkar

perut dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Menteng Palangka

Raya.

Page 5: KTI bab 1-3

5

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik sampel yang meliputi umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

b. Mengidentifikasi kebiasaan minum kopi pada pasien hipertensi

yang berkunjung di Puskesmas Menteng Palangka Raya.

c. Mengidentifikasi lingkar perut pada pasien hipertensi yang

berkunjung di Puskesmas Menteng Palangka Raya.

d. Mengidentifikasi kejadian hipertensi pada pasien hipertensi yang

berkunjung di Puskesmas Menteng Palangka Raya.

e. Menganalisis hubungan kebiasaan minum kopi dengan kejadian

hipertensi di Puskesmas Menteng Palangka Raya.

f. Menganalisis hubungan lingkar perut dengan kejadian hipertensi

di Puskesmas Menteng Palangka Raya.

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi Mahasiswa

Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan

memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan dan

menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan

penelitian ilmiah, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian hipertensi.

b. Bagi Institusi

Sebagai bahan bacaan dan dapat menambah wawasan bagi

mahasiswa serta dapat dijadikan sebagai referensi dalam

Page 6: KTI bab 1-3

6

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kejadian

hipertensi.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan informasi atau masukan tentang

hubungan antara kebiasaan minum kopi dan lingkar perut

dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Menteng Palangka

Raya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Page 7: KTI bab 1-3

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah

suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan

suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, terhambat

sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani,

2006).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan

jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan

tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan

batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan

tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan

sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia

dan jenis kelamin (Marliani, 2007).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah

persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan

diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

Page 8: KTI bab 1-3

8

b. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua

golongan yaitu:

1) Hipertensi primer atau esensial yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatic. Terdapat

sekitar 90% - 95% kasus. Penderita hipertensi ini banyak

dipengaruhi oleh pola hidup, misalnya makanan yang tidak

sehat dan kurang gerak.

2) Hipertensi sekunder terdapat sekitar 5% - 10% kasus.

Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penyakit ginjal,

syndrome chusing, koarktasio aorta (Mansjoer, 2005).

Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada

orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-

perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap

tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung

memompa darah menurun menyebabkan menurunnya

kontraksi dan volumenya.

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi

karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk

oksigenasi

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

Page 9: KTI bab 1-3

9

c. Klasifikasi

1) Menurut The Seventh Report of The Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok

normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2

(Chobanian, 2003).

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII

Kriteria Tekanan Darah

Sistolik(mmHg)

Diastolik(mmHg)

NormalPrehipertensiHipertensi grade IHipertensi grade II

< 120120 – 139140 – 159

≥ 160

< 8080 – 8990 – 99≥ 100

Sumber: Chobanian, 2003.

2) Klasifikasi hipertensi menurut WHO (World Health

Organization) di dalam (Mansjoer, 2005).

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa Menurut WHO

KategoriSistolik(mmHg)

Darah Diastolik(mmHg)

Normal < 130 < 85Normal tinggi 130 – 139 85 – 89Stadium 1 (Hipertensi ringan)

140 – 159 90 – 99

Stadium 2 (Hipertensi sedang)

160 – 179 100 – 109

Stadium 3 (Hipertensi berat)

180 – 209 110 – 119

Stadium 4 (Hipertensi maligna)

≥ 210 ≥ 120

Sumber : WHO di dalam Mansjoer, 2005.

Page 10: KTI bab 1-3

10

d. Faktor Risiko Hipertensi

1) Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol

a) Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama

dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit

kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi

merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya

proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen

dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita

pada usia premenopause. Pada premenopause wanita

mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen

yang selama ini melindungi pembuluh darah dari

kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon

estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan

umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi

pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian

didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi

berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini, et al.,

2009).

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila

terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak

Page 11: KTI bab 1-3

11

menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%

penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering

dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause

(Marliani, 2007).

b) Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi

tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung

mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang

berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus

ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia

tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis

obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi

pada kebanyakan kasus, hipertensi banyak terjadi pada

usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada

usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya

perubahan hormon sesudah menopause.

Wolff (2008), menyatakan bahwa hipertensi makin

meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering

disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh

yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan

hormon. Hipertensi dengan usia kurang dari 35 tahun

akan menaikkan penyakit arteri koroner dan kematian

prematur.

Page 12: KTI bab 1-3

12

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena

hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan

usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan

kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri

kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan

darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada

umur 50-60 tahun. Dengan bertambahnya umur, dapat

meningkatkan risiko hipertensi (Marliani, 2007).

c) Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu

akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko

menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya

rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan

orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali

lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang

yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus

hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam

keluarga (Anggraini, et al., 2009). Seseorang akan

memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan

Page 13: KTI bab 1-3

13

hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi

(Marliani, 2007).

Menurut Rohaendi (2008), tekanan darah tinggi

cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah

seorang dari orang tua ada yang mengidap tekanan

darah tinggi, maka berpeluang sebesar 25% untuk

mewarisinya selama hidup. Jika kedua orang tua

mempunyai tekanan darah tinggi maka peluang untuk

terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.

2) Faktor risiko yang dapat dikontrol

a) Obesitas

Pada usia pertengahan dan dewasa lanjut,

asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi

karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan

meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.

Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya

berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh

darah, hipertensi (Rohaendi, 2008).

Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas

atau tidak, dapat dilakukan dengan mengukur berat

badan dengan tinggi badan, yang kemudian disebut

dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan

IMT adalah sebagai berikut:

Page 14: KTI bab 1-3

14

Berat Badan (kg)

IMT = -----------------------------------------------

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah,

terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk

menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan seorang yang berat badannya

normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-

30% memiliki berat badan lebih.

Obesitas berisiko terhadap munculnya berbagai

penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut obesitas

apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau Indeks

Massa Tubuh (IMT). BMI untuk orang Indonesia adalah

25. BMI memberikan gambaran tentang risiko kesehatan

yang berhubungan dengan berat badan. Marliani juga

mengemukakan bahwa penderita hipertensi sebagian

besar mempunyai berat badan berlebih, tetapi tidak

menutup kemungkinan orang yang berat badanya

normal (tidak obesitas) dapat menderita hipertensi.

Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita

hipertensi yang obesitas lebih tinggi dibandingkan

dengan berat badannya normal (Marliani, 2007).

Page 15: KTI bab 1-3

15

b) Kurang olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan

pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga

isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer

yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi)

dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa

apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih

berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya

aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi

karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.

Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai

detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras

dan sering jantung harus memompa semakin besar pula

kekuaan yang mendesak arteri. Latihan fisik berupa

berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat

bermanfaat untuk menjaga jantung dan peredaran darah.

Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung atau

masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak

menggunakan beban waktu jalan. Riset di Oregon Health

Science kelompok laki-laki dengan wanita yang kurang

aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik

dapat menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low

Page 16: KTI bab 1-3

16

Density Lipoprotein) faktor penting penyebab pergeseran

arteri (Rohaendi, 2008).

c) Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan

darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan

peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko

terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami

ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh

dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s

Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang

awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak

merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek

merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang

merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus

diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan

dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak

pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih

dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).

d) Mengkonsumsi garam berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health

Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi

garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya

Page 17: KTI bab 1-3

17

hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah

tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium) per

hari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan

konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler

meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler

ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler

meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler

tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi (Wolff,

2008).

e) Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol

dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk

pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan

termasuk salah satu faktor risiko hipertensi (Marliani,

2007).

f) Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi di dapatkan dari

satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di

mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi

meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

Page 18: KTI bab 1-3

18

g) Pil KB

Risiko meninggi dengan lamanya pemakaian (±

12 tahun berturut-turut).

h) Stress

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga

melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat

menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak

menentu). Stress yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun

hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di

masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan

di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan

pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat

yang tinggal di kota (Rohaendi, 2008). Menurut

Anggraini, et al., (2009), stress akan meningkatkan

resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung

sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.

Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan,

kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

e. Patofisiologi

Peningkatan tekanan darah di dalam arteri terjadi melalui

beberápa cara yaitu :

Page 19: KTI bab 1-3

19

1) Jantung memompa lebih kuat sehingga melahirkan lebih

bayak cairan pada setiap detiknya.

2) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku

sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung

memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah

dipaksa melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya

dan menyebabkan naiknya tekanan darah. Kondisi inilah

yang terjadi pada usia lanjut, dinding arterinya telah

menebal dan kaku karena hormone sclerosis. Dengan cara

yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat

terjadi vasokontriksi arteri kecil (arteriola) untuk sementara

waktu mengerut karena rangsangan saraf atau hormon di

dalam darah (hormon adrenalin)

3) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat menyebabkan

meningkatnya tekanan darah, hal ini terjadi jika dapat

kelainan fungsi ginjal, sehingga tidak mampu membuang

sejumlah garam dan air di dalam tubuh. Akibatnya volume

darah juga meningkat.

(Anies, 2006).

f. Manifestasi Klinis

Penyakit ini sebagian besar diderita oleh seseorang

tanpa merasakan gejala-gejala hipertensi walaupun sudah

dalam tahap serius. Dari beberapa penelitian, ada beberapa

Page 20: KTI bab 1-3

20

gejala yang dirasakan oleh seseorang. Gejala-gejala tersebut

bervariasi antara lain :

1) Pusing

2) Rasa berat ditengkuk

3) Sukar tidur

4) Berdebar atau detak jantung terasa cepat

5) Cepat marah

6) Mata berkunang-kunang

7) Lemah dan lelah

8) Muka pucat

(Cahyono, 2008)

g. Komplikasi

Penderita hipertensi berisiko terserang penyakit lain

yang timbul kemudian. Beberapa penyakit yang timbul sebagai

akibat hipertensi diantaranya sebagai berikut:

1) Stroke

2) Gagal jantung

3) Gagal ginjal

4) Penyakit Arteri Koroner

(Rusdi, et al., 2009).

Page 21: KTI bab 1-3

21

h. Penatalaksanaan

1) Pencegahan

Tujuan deteksi penatalaksanaan hipertensi adalah

menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas

yang terkait. Tujuan terapi adalah mencapai dan

mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan

tekanan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor

risiko. Hal ini dicapai dengan modifikasi gaya hidup atau

dengan obat anti hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang

dianjurkan :

a) Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan

(Indeks Masa Tubuh > 27).

b) Meningkatkan aktivitas fisik (aerobic 30 – 45 menit /

hari).

c) Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh

dan kolesterol dalam makanan.

(Anies, 2006).

2) Pengobatan

a) Non Farmakologis

Terapi non farmakologis terdiri dari

menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan berat

badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih, asupan

Page 22: KTI bab 1-3

22

garam dan asupan lemak, latihan fisik serta

meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

(1) Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih

Peningkatan berat badan di usia dewasa

sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya.

Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat

penting dalam mengontrol hipertensi.

(2) Meningkatkan aktifitas fisik

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko

terkena hipertensi 30-50% dari pada yang aktif.

Oleh karena itu, aktivitas fisik (misalnya senam

aerobik dan jalan cepat) antara 30-45 menit

sebanyak 3-4 kali seminggu penting sebagai

pencegahan primer dari hipertensi.

(3) Mengurangi asupan natrium

Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan,

maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh

dokter.

(4) Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih

cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan

pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol

lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko

hipertensi (Rusdi, et al., 2009).

Page 23: KTI bab 1-3

23

b) Farmakologis

Pengobatan hipertensi biasanya dikombinasikan

dengan beberapa obat :

1) Diuretic Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix

(Furosemide). Merupakan golongan obat hipertensi

dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine.

Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang

dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi

potasium harus dilakukan.

2) Beta-blockers Atenolol (Tenorim), Capoten

(Captopril). Merupakan obat yang dipakai dalam

upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses

memperlambat kerja jantung dan memperlebar

(vasodilatasi) pembuluh darah.

3) Calcium channel blockers Norvasc (amlopidine),

Angiotensin converting enzyme (ACE). Merupakan

salah satu obat yang biasa dipakai dalam

pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi melalui

proses rileksasi pembuluh darah yang juga

memperlebar pembuluh darah

(Rusdi, et al., 2009).

Page 24: KTI bab 1-3

24

2. Kopi

a. Definisi

Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses

pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Sejarah kopi telah

dicatat pada abad ke-9. Pertama kali, kopi hanya ada di

Ethiopia, dimana biji-bijian asli ditanam oleh orang Ethiopia

dataran tinggi. Pada saat itu, banyak orang di Benua Afrika,

terutama bangsa Etiopia yang mengkonsumsi biji kopi yang

dicampurkan dengan lemak hewan dan anggur untuk

memenuhi kebutuhan protein dan energi tubuh. Akan tetapi,

ketika bangsa Arab mulai meluaskan perdagangannya, biji kopi

pun telah meluas sampai ke Afrika Utara dan biji kopi disana

ditanam secara massal. Dari Afrika Utara itulah biji kopi mulai

meluas dari Asia sampai pasaran Eropa dan ketenarannya

sebagai minuman mulai menyebar. Kopi kemudian terus

berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling

populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan

masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih

dari 400 ribu ton kopi per tahunnya. Indonesia di era tahun

1990-an pernah menjadi negara pengekspor kopi 3 terbesar di

dunia setelah Brazil dan Columbia (Cahyono, 2011).

Page 25: KTI bab 1-3

25

b. Klasifikasi

Klasifikasi kopi menurut (Anonim, 2010) adalah sebagai

berikut :

Kerajaan : Plantae

Ordo : Gentianales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies : Coffea arabica

Minuman kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari

proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Ada 2 jenis

kopi yang memiliki nilai komoditas ekonomi yang tinggi

dipasaran, yaitu :

1) Kopi Arabika

Kopi arabika berasal dari Etiopia & Abessinia. Kopi

arabika dapat tumbuh dengan ketinggian 700-1700 mdpl

dan temperatur 16-200 C. Kopi arabika berbuah setahun

sekali. Kopi arabika menguasai pasar kopi di dunia hingga

70%. Kopi arabika memiliki aroma yang khas. Kopi arabika

memiliki rasa yang asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis

robusta. Kopi arabika memiliki perbedaan antara kopi

lainnya karena rasa kopi tergantung dari cuaca dan tanah

tempat kopi di tanam (Anonim, 2010).

Page 26: KTI bab 1-3

26

Meski di seluruh dunia ada sekitar 70 spesies pohon

kopi, dari yang berukuran seperti semak belukar hingga

pohon dengan tinggi 12 meter. Kopi arabika juga memiliki

jenis lainnya yang masih satu jenis antara lain Abesinia,

Pasumah, Margo Type dan Congensis. Kedua spesies ini

digunakan untuk produksi sekitar 98% produksi kopi dunia.

Kopi yang pertama kali dikembangkan di dunia adalah kopi

arabika yang berasal dari spesies pohon kopi Coffea

arabica. Kopi jenis ini yang paling banyak diproduksi, yaitu

sekitar lebih dari 60% produksi kopi dunia. Kopi arabika dari

spesies Coffea arabica menghasilkan jenis kopi yang

terbaik. Pohon spesies ini biasanya tumbuh di daerah

dataran tinggi. Tinggi pohon kopi ini antara 4 hingga 6

meter. Kopi arabika memiliki kandungan kafein tidak lebih

dari 1,5% serta memiliki jumlah kromosom sebanyak 44

kromosom (Anonim, 2010).

Ciri-ciri dari tanaman kopi arabika ini yaitu panjang

cabang primernya rata-rata mencapai 123 cm, sedangkan

ruas cabangnya pendek – pendek. Batangnya

berkayu ,keras, dan tegak serta berwarna putih keabu-

abuan. Keunggulan dari kopi arabika antara lain bijinya

berukuran besar, beraroma harum, dan memiliki cita rasa

yang baik. Secara umum, ciri-ciri kopi arabika yaitu sebagai

berikut :

Page 27: KTI bab 1-3

27

a) Beraroma wangi yang sedap menyerupai aroma

perpaduan bunga dan buah

b) Terdapat cita rasa asam yang tidak terdapat pada kopi

jenis robusta

c) Saat disesap di mulut akan terasa kental

d) Cita rasanya akan jauh lebih halus (mild) dari kopi

robusta

e) Terkenal pahit

(Anggara, et al., 2011).

2) Kopi Robusta

Kopi robusta berasal dari Kongo dan tumbuh pada

ketinggian 400-700 mdpl. Produksi kopi robusta lebih

sedikit daripada kopi arabika. Kopi robusta hanya mencapai

30% di pasaran komoditi dunia. Kopi robusta juga sudah

banyak tersebar di wilayah Indonesia dan Filipina. Kopi

robusta memiliki rasa seperti cokelat, memiliki aroma yang

khas dan rasa yang manis, memiliki warna bervariasi

sesuai dengan cara pengolahan. Kopi robusta memiliki

tekstur lebih kasar dari kopi arabika. Jenis lainnya dari kopi

robusta seperti Qillou, Uganda dan Chanepora. Dalam

pertumbuhannya kopi robusta hampir sama dengan kopi

arabika yakni tergantung pada kondisi tanah, cuaca dan

proses pengolahan dan pengemasan kopi ini akan berbeda

Page 28: KTI bab 1-3

28

untuk setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit

banyak juga berbeda (Anonim, 2010).

Kopi robusta biasanya digunakan sebagai kopi instant

atau cepat saji. Kopi robusta memiliki kandungan kafein

yang lebih tinggi, rasanya lebih netral, serta aroma kopi

yang lebih kuat. Kandungan kafein pada kopi robusta

mencapai 2,8% serta memiliki jumlah kromosom sebanyak

22 kromosom. Produksi kopi robusta saat ini mencapai

sepertiga produksi kopi seluruh dunia (Anonim, 2010).

Secara umum, ciri – ciri dari kopi robusta adalah sebagai

berikut :

a) Memiliki rasa yang menyerupai coklat

b) Aroma yang dihasilkan khas dan manis

c) Warna bijinya bervariasi, tergantung dari cara

pengolahannya

d) Teksturnya lebih kasar dari kopi arabika

(Anggara, et al., 2011).

3) Kopi Jenis Lain

Selain jenis kopi arabika dan robusta, masih ada

beberapa jenis kopi yang juga dikenal (Anggara, et al.,

2011), yaitu di antaranya :

Page 29: KTI bab 1-3

29

a) Kopi Liberika ( Coffe libberica )

Kopi yang dapat tumbuh di daerah dataran

rendah ini berasal dari Angola dan mulai masuk ke

Indonesia pada tahun 1965. Kopi ini berbuah

sepanjang tahun, tetapi kualitas buahnya relative

rendah dan tidak seragam.

b) Kopi golongan Ekselsa

Kopi golongan ini memiliki cabang primer yang

daoat bertahan lama, berbatang kekar, dan dapat

berbunga pada batang tua. Kopi golongan ini memiliki

daya adaptasi terhadap iklim yang lebih luas dan

resisten terhadap penyakit HV, tetapi pembentukan

buah kopi ekselsa lambat serta memiliki ukuran buah

yang kecil dan tidak seragam.

c) Kopi Hibrida

Kopi hibrida merupakan jenis kopi hasil

persilangan antara dua spesies atau varietas yang

memiliki sifat – sifat unggul. Pembiakan kopi hibrida

biasanya dilakukan melalui cara vegetative, misalnya

dengan stek atau sambungan.

d) Kopi Luwak

Kopi luwak dikenal banyak masyarakat di dunia

dikarenakan proses pembentukannya yang unik

sehingga kopi luwak kerap disebut sebagai subvarietas

Page 30: KTI bab 1-3

30

yang baru dari kopi. Keunikannya berasal dari biji buah

kopi yang telah dimakan oleh musang kelapa Asia /

luwak (Paradoxurus hermaphroditus) dan kerabat

musang lainnya.

Kopi luwak menjadi lebih istimewa karena luwak

hanya mencari buah kopi yang 90% matang dengan

menggunakan daya penciumannya yang tajam. Dalam

satu pohon kopi, hanya 1 – 2 butir buah saja yang

dimakan, yakni buah dengan kematangan tertinggi.

Sampai saat ini kopi luwak dikenal sebagai kopi paling

dicari dan paling mahal di dunia. Di Indonesia, kopi

luwak diproduksi di Sumatera, Bali, Sulawesi, dan

Kepulauan Indonesia lainnya. Di negara lain, kopi luwak

diproduksi di Filipina, dengan nama kopi motit di daerah

Cordillera dan kape alamid di daerah Tagalog. Selain di

Filipina, kopi luwak diproduksi juga di Timor Leste

dengan nama kafe-laku.

Page 31: KTI bab 1-3

31

c. Komposisi

Tabel 3. Komposisi Nutrisi Secangkir Kopi Tanpa Gula(237 ml)

Komposisi mg/cangkir (237 ml)Protein 300Kalsium 4,7Omega 6 2,4Magnesium 7,9Vitamin K 0,002Fosfor 7,1Niasin 0,5Kalium 116Folat 4,7Natrium 4,7Kolin 6,2Kafein 94,8Polifenol (antioksidan) 200

Sumber: Adrogue, 2007.

1) Kafein

Sebagai kandungan utama kopi yang bersifat

stimulan (perangsang) yang mencandu. Kandungan kafein

pada biji kopi bervariasi menurut jenisnya. Kafein terdapat

pada biji, daun atau di bagian lain kopi. Kafein

mempengaruhi sistem kardiovaskuler seperti peningkatan

detak jantung dan tekanan darah. Satu cangkir (250 ml)

kopi rata-rata mengandung 100-150 miligram kafein

(Krummel, 2004).

2) Kalium

Kopi menurunkan darah sistolik dan diastolik dengan

menghambat pelepasan renin sehingga terjadi peningkatan

ekskresi natrium dan air. Hal tersebut menyebabkan

terjadinya penurunan volume plasma, curah jantung, dan

Page 32: KTI bab 1-3

32

tekanan perifer sehingga tekanan darah akan turun

(Adrogue, 2007).

3) Polifenol

Kopi merupakan minuman utama penduduk dunia

dengan kandungan antioksidan terbanyak sekitar 200-550

mg per cangkir. Kopi mengandung senyawa polyphenol

total. Kandungan polifenol (antioksidan) pada kopi sekitar

6%, sedangkan buah berry 25%, teh 23%, anggur 13% dan

sayuran 6% dari seluruh total antioksidan. Polifenol bersifat

menurunkan tekanan darah dan menghambat terjadinya

atherogenesis dan memperbaiki fungsi vaskuler (Krummel,

2004).

4) Asam amino dan protein

Asam amino merupakan unsur-unsur yang

membentuk protein. Kumpulan asam amino disebut protein.

Asam amino terdapat secara bebas atau terikat protein

pada biji kopi. Protein merupakan polimer yang tersusun

dari asam amino. Kandungan protein pada biji kopi antar

varietas sedikit bervariasi yaitu antara 8,7 – 12,2%

(Krummel, 2004).

Page 33: KTI bab 1-3

33

5) Cafestol dan kahweol

Cafestol dan kahweol merupakan bahan kimia yang

muncul saat bubuk kopi dituangi oleh air panas. Kafestol

adalah senyawa yang dapat meningkatkan kadar

kolesterol dalam tubuh manusia terutama kolesterol LDL

hingga sebesar 10% serta dapat meningkatkan risiko

penyakit jantung, pembuluh darah dan hipertensi (Anonim,

2010).

d. Kebiasaan Minum Kopi

Kebiasaan minum kopi merupakan kebiasaan subjek tiap

harinya dalam hal minum kopi, yang didefinisikan sebagai

subjek yag memiliki kebiasaan minum kopi apabila secara rutin

mengkonsumsi kopi minimal satu cangkir per hari. Kebiasaan

minum kopi ini dilihat berdasarkan sendok kopi per cangkir

yang dikonsumsi, lama minum kopi, frekuensi minum kopi

(cangkir per hari, dengan air 150 cc per cangkir), dan

kekentalan kopi ( rasio kopi, gula, dan krim dalam satuan sdt

serta air dalam satuan cc) (Krummel, 2004).

Kandungan terbesar dalam kopi yaitu kafein, memiliki

efek terhadap tekanan darah secara akut, terutama pada

penderita hipertensi. Peningkatan tekanan darah ini melalui

mekanisme biologi antara lain kafein mengikat reseptor

adenosin, mengaktifasi sistem saraf simpatik dengan

Page 34: KTI bab 1-3

34

meningkatkan konsentrasi cathecolamines dalam plasma dan

menstimulasi kelenjar adrenalin serta meningkatkan produksi

kortisol. Hal ini berdampak pada vasokontriksi dan

meningkatkan total resistensi perifer yang akan menyebabkan

tekanan darah naik (Uiterwaal, 2007).

Kandungan kafein pada kopi berbeda-beda tergantung

pada jenis kopi, asal kopi, iklim daerah kopi dibudidayakan dan

proses pengolahan kopi. Kopi yang diproduksi dan

diperdagangkan di Indonesia sebagian besar adalah kopi

robusta. Jenis kopi ini memiliki kandungan kafein (2-3%) yang

lebih tinggi dibandingkan kopi arabika (1-1,3%). Kandungan

kafein tiap cangkir kopi adalah 60,4 - 80 mg (Kenneth, 2009).

Jenis kopi dibagi menjadi dua yaitu kopi murni dan kopi

tidak murni. Kopi murni adalah kopi hitam yang diseduh tanpa

menggunakan campuran susu atau krim. Tiap cangkir kopi

yang dikonsumsi oleh sampel mengandung 1-2 sdt kopi hitam.

Takaran kopi yang digunakan oleh subjek penelitian ini

sebagian besar menggunakan 2 sdt. Takaran ini berhubungan

dengan kekentalan kopi. Semakin kental kopi, maka kandungan

kafein semakin tinggi.

Sedangkan kopi tidak murni adalah kopi instan yang

merupakan campuran kopi, krimer dan gula. Tiap 1 sdm krimer

mengandung 10 mg kalori, 2 gr karbohidrat, 500 mg gula, 500

mg lemak dan 5 mg natrium. Rendahnya kandungan gizi yang

Page 35: KTI bab 1-3

35

terdapat dalam krimer ini tidak banyak mempengaruhi tekanan

darah, walaupun di dalamnya terkandung natrium yang

diketahui dapat meningkatkan tekanan darah jika dikonsumsi

dalam jumlah yang berlebihan (Wanyika, 2010).

Kafein memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap

reseptor adenosin. Adenosn merupakan neuromodulator yang

mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan saraf pusat. Hal

ini berdampak pada vasokontriksi dan meningkatkan total

resistensi perifer yang akan menyebabka tekanan darah naik.

e. Klasifikasi Kebiasaan Minum Kopi

Tabel 4. Klasifikasi Kebiasaan Minum Kopi Setiap Hari

Frekuensi (cangkir) Kategori1-3 Ringan4-6 Sedang> 6 Berat

Sumber: Krummel, et al., 2004.

3. Lingkar Perut

a. Definisi

Menurut Endang (2009), lingkar perut adalah parameter

penting untuk menentukan risiko terjadinya penyakit jantung

dan hipertensi. Semakin besar lingkar perut seseorang, risiko

terjadinya penyakit jantung dan hipertensi pada orang tersebut

lebih besar. Jenis kegemukan atau obesitas dapat dibagi dua,

yaitu yang merata seluruh tubuh dan yang lokal terutama di

Page 36: KTI bab 1-3

36

perut yang disebut obesitas sentral. Kedua jenis obesitas ini

mempunyai dampak pada kesehatan tubuh secara langsung.

Tubuh yang berat akan membebani lutut mengakibatkan

keradangan sendi, memicu hipertensi, mengganggu kesuburan

dan dapat mengakibatkan kematian mendadak saat tidur.

Kelebihan asupan makanan mengakibatkan meningkatnya

lemak darah yang tidak diinginkan (kolesterol LDL dan

Trigliserida). Selain itu, jaringan lemak tubuh yang merupakan

tempat deposit kelebihan kalori, terutama dibagian dalam

rongga perut, ikut mengganggu kerja insulin (resistensi insulin)

(Endang, 2009).

Gangguan lemak darah dan resisitensi insulin

mengkibatkan kumpulan gejala yang disebut sindroma

metabolik, yang ditandai dengan obesitas sentral, hipertensi,

dislipidemia (kolesterol total, LDL, trigliserida tinggi, sedangkan

kolesterol HDL rendah) dan gula darah puasa yang meningkat. 

Keadaan ini akan memicu terjadinya diabetes dan

menimbulkan penyempitan pembuluh darah yang pada

akhirnya meningkatkan kejadian serangan jantung dan stroke

(Endang, 2009).

Page 37: KTI bab 1-3

37

b. Klasifikasi

Para ahli menyimpulkan, setiap penambahan 5

sentimeter pada lingkar pinggang  atau perut, risiko kematian

dini akan meningkat antara 13% hingga 17% (Endang, 2009).

Tabel 5. Kriteria Lingkar Perut dan Risiko Hipertensi

KategoriLingkar Perut (cm)

Pria WanitaRisiko rendah < 90 < 80Risiko sedang 90 80Risiko berat > 90 > 80

Sumber: Endang, 2009.

Page 38: KTI bab 1-3

38

c. Cara Mengukur Lingkar Perut

1) Jelaskan pada responden tujuan pengukuran lingkar perut

dan tindakan apa saja yang akan dilakukan dalam

pengukuran.

2) Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang

santun untuk membuka pakaian bagian atas atau

menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk

terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran.

3) Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.

4) Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.

5) Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk

terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul

dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis.

6) Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan

normal (ekspirasi normal).

7) Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik

tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari

pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal

pengukuran.

8) Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke

bawah, pengukuran mengambil bagian yang paling buncit

lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi.

(Depkes, 2007).

Page 39: KTI bab 1-3

39

B. Kerangka Konsep

Kejadian Hipertensi

Obesitas

Kurang Olahraga

Kebiasaan Merokok

Konsumsi Garam Berlebih

Konsumsi Alkohol

Pil KB

Kebiasaan Minum Kopi

Page 40: KTI bab 1-3

40

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

C. Variabel Penelitian

1. Variabel terikat : Kejadian hipertensi

2. Variabel bebas : Kebiasaan minum kopi dan lingkar perut

D. Hipotesis

1. Ada hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian

hipertensi.

2. Ada hubungan antara lingkar perut dengan kejadian hipertensi.

E. Definisi Operasional

1. Kebiasaan Minum Kopi

Jenis kelaminUmurKeturunan (Genetik)

stress

Lingkar Perut

Page 41: KTI bab 1-3

41

Jumlah kopi yang biasa diminum atau dikonsumsi dalam sehari

yang diukur dengan menggunakan alat bantu kuesioner.

Skala : Nominal

Kategori :

a. Bukan peminum kopi : 0 cangkir per hari

b. Peminum kopi tingkat ringan : 1 – 3 cangkir per hari

c. Peminum kopi tingkat sedang : 4 – 6 cangkir per hari

d. Peminum kopi tingkat berat : > 6 cangkir per hari

2. Lingkar Perut

Pengukuran lingkar perut dimulai atau diambil dari titik tengah

kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut

kembali menuju titik tengah diawal pengukuran yang diukur dalam

satuan sentimeter dengan menggunakan alat bantu meteran merk

“clever cat metals” yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.

Skala : Ordinal

Kategori :

a. Risiko rendah : ≤ 90 cm (Laki-laki)

≤ 80 cm (Perempuan)

b. Risiko tinggi : > 90 cm (Laki-laki)

> 80 cm (Perempuan)

3. Kejadian hipertensi

Suatu kondisi tekanan darah di atas normal yang diketahui dari

data status pasien.

Skala : Ordinal

Page 42: KTI bab 1-3

42

Kategori :

a. Hipertensi grade I : 140 - 159 / 90 - 99 mmHg

b. Hipertensi grade II : ≥ 160 / ≥ 100 mmHg

Page 43: KTI bab 1-3

43

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup gizi masyarakat

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan minum

kopi dan lingkar perut dengan kejadian hipertensi yang dilaksanakan

di Puskesmas Menteng Palangka Raya pada Bulan April - Mei Tahun

2013.

B. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian

analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini mengidentifikasi

melalui pengukuran lingkar perut secara langsung kepada sampel

yang sudah ditetapkan dan dikumpulkan dalam waktu bersamaan,

kemudian dilakukan analisis ada tidaknya hubungan kebiasaan minum

kopi dan lingkar perut dengan kejadian hipertensi.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek

atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Saryono, 2008).

Page 44: KTI bab 1-3

44

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien hipertensi

usia 20-59 tahun yang berkunjung ke poli umum Puskesmas

Menteng Palangka Raya pada Bulan April - Mei Tahun 2013.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti oleh

peneliti (Saryono, 2008).

a. Besar Sampel

Dari data yang diperoleh dari laporan tahunan SP2TP

Puskesmas Menteng Palangka Raya, jumlah kunjungan

penderita hipertensi pada tahun 2012 sebanyak 1822 orang.

Rata-rata jumlah kunjungan per bulan dengan kisaran usia

antara 20-59 tahun sebanyak 98 orang. Dengan demikian

jumlah sampel dapat diketahui dengan rumus sampel :

n = N

1 + N (d)2

Keterangan :

n = Sampel

N = Populasi

d = Derajat Kesalahan

Dengan mengambil derajat kesalahan 10 %, Caranya :

n = 98

1 + 98 ( 0,1)²

Page 45: KTI bab 1-3

45

n = 98

1 + 98 (0,01)

n = 98

1 + 0,98

n = 98

1,98

n = 50 orang

Jadi didapat jumlah sampel sebanyak 50 orang. Namun

pada saat penelitian ada 38 orang sampel, ini dikarenakan

kurangnya waktu bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian

yaitu hanya 20 hari kerja, sehingga jumlah sampel tidak sesuai

dengan target.

b. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

a) Bersedia menjadi sampel

2) Kriteria Eksklusi

a) Ada gangguan berbicara, mendengar atau melihat.

b) Tidak berdomisili di wilayah kerja Puskesmas

c. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel adalah Non Probability

Sampel dengan menggunakan teknik Accidental Sampling,

Page 46: KTI bab 1-3

46

yaitu sampel yang dipilih adalah yang berkunjung ke poli umum

Puskesmas Menteng pada saat penelitian dilakukan.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Karakteristik Sampel

Meliputi data umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan

pekerjaan yang dikumpulkan melalui wawancara menggunakan

kuesioner.

b. Lingkar Perut

Dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung menggunakan

alat bantu meteran merk “clever cat metals” dengan ketelitian

0,1 cm.

c. Kebiasaan Minum Kopi

Dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan

kuesioner.

2. Data Sekunder

Yaitu data gambaran poli umum Puskesmas Menteng yang

diperoleh dari laporan tahunan SP2TP di Puskesmas Menteng

Palangka Raya pada tahun 2012.

Page 47: KTI bab 1-3

47

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program

Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Kemudian data

dikelompokkan sesuai dengan variabel independen, lalu dihitung

persentasenya. Tahap – tahap pengolahan data yaitu :

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan

terhadap hasil pengukuran yang diperoleh.

b. Coding

Merupakan kegiatan pengelompokan data dengan

pemberian lambang atau kode tertentu.

c. Prossesing

Setelah hasil pengukuran dan perhitungan kebiasaan

minum kopi dan lingkar perut diperoleh dilanjutkan dengan

pengolahan data.

d. Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali kemungkinan terdapat

kesalahan pada data yang telah diolah.

2. Analisis Data

a) Analisis Univariat

Data dari kriteria sampel penelitian dan variabel

independen diolah dan dianalisis menggunakan analisis

Page 48: KTI bab 1-3

48

univariat dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

untuk mencari persentase dari kriteria sampel variabel

independen digunakan rumus :

Keterangan :

P : Persentase sampel sesuai dengan kriteria sampel dan

variabel independen

F : Frekuensi

n : Jumlah sampel

b) Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan

antar variabel. Kemudian dilakukan pengujian statistik dengan

menggunakan program SPSS 16.0. Uji Chi-Square digunakan

untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan minum kopi

dengan kejadian hipertensi dan uji Fisher Exact Test digunakan

untuk mengetahui hubungan antara lingkar perut dengan

kejadian hipertensi.

Apabila p-value ≤ 0,05 maka Ho ditolak. Berarti ada

hubungan yang signifikan antara kebiasaan minum kopi dan

lingkar perut dengan kejadian hipertensi. Sedangkan apabila p-

value > 0,05 maka Ho diterima. Berarti tidak ada hubungan

yang signifikan antara kebiasaan minum kopi dan lingkar perut

dengan kejadian hipertensi.

P = F x 100 % n