bab i kti edit

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Obat tradisional biasanya digunakan dalam bentuk pengobatan sendiri atau sebagai obat yang diperoleh dari pembeli pelayanan pengobatan. Obat tradisional telah dikenal luas pemakaiannya di Indonesia, baik untuk pemeliharaan kesehatan maupun untuk pengobatan penyakit-penyakit tertentu. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional adalah daun kembang sepatu. Daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) termasuk kedalam keluarga Malvaceae, mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, senyawa tersebut yang dapat menghambat berkembangnya bakteri di dalam tubuh (Kairupan dkk, 2014).

Upload: nisa

Post on 11-Feb-2016

51 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I KTI edit

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai tingkat

keanekaragaman hayati yang tinggi, pemanfaatan obat tradisional di

Indonesia saat ini sudah cukup luas. Obat tradisional biasanya digunakan

dalam bentuk pengobatan sendiri atau sebagai obat yang diperoleh dari

pembeli pelayanan pengobatan. Obat tradisional telah dikenal luas

pemakaiannya di Indonesia, baik untuk pemeliharaan kesehatan maupun

untuk pengobatan penyakit-penyakit tertentu. Salah satu tumbuhan yang

dapat digunakan untuk pengobatan tradisional adalah daun kembang sepatu.

Daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) termasuk kedalam

keluarga Malvaceae, mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, senyawa

tersebut yang dapat menghambat berkembangnya bakteri di dalam tubuh

(Kairupan dkk, 2014).

Secara tradisional daun kembang sepatu dapat digunakan sebagai obat

panas, batuk, gonorrhoe, gondok, sakit kepala, obat bisul, kencing nanah, dan

haid tidak teratur. Selain itu telah dilakukan penelitian terhadap daun

kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) sebagai antibakteri dengan hasil

penelitian menunjukan bahwa ekstrak etanol daun kembang sepatu (Hibiscus

rosa-sinensis L.) dengan KBM 0,79% digunakan sebagai antibakteri (Avriza,

2011).

1

Page 2: BAB I KTI edit

2

Dalam penelitian ini ekstrak daun kembang sepatu akan

diformulasikan dalam bentuk sediaan topikal salep, karena merupakan

sediaan dengan konsistensi yang cocok untuk terapi penyakit kulit yang

disebabkan oleh bakteri. Formulasi adalah campuran zat aktif dengan zat

lainnya yang mempunyai daya kerja sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

Pada kesempatan ini penulis akan membuat salep dari ekstrak etanol

daun kembang sepatu dengan basis yang berbeda yaitu basis salep

hidrokarbon dan basis salep serap dan menguji stabilitas fisiknya.

Keuntungan basis salep hidrokarbon walaupun sulit dicuci dengan air tapi

mengabsorbsi sedikit air dari formulasi serta menghambat hilangnya

kandungan air dari sel-sel kulit dengan membentuk lapisan film, sedangkan

keuntungan basis salep serap mempunyai sifat yang lebih mudah tercuci

dengan air dibandingkan dasar salep berminyak (Anief, 2006).

Dengan demikian dapat dirumuskan judul penelitian yaitu

“FORMULASI SALEP EKSTRAK ETANOL 70% DAUN KEMBANG

SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L.) DENGAN BASIS HIDROKARBON

DAN SALEP SERAP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

Formula salep dengan basis mana yang menghasilkan sediaan salep yang

stabil ?

Page 3: BAB I KTI edit

3

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Membuat sediaan salep yang mengandung ekstrak etanol 70%

daun kembang sepatu dengan basis hidrokarbon dan salep serap.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui stabilitas sediaan salep yang mengandung ekstrak

etanol 70% daun kembang sepatu dengan basis hidrokarbon dan salep

serap dengan parameter pengujian organoleptis, pH, homogenitas dan

daya sebar.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi sediaan salep

ekstrak etanol daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan basis

hidrokarbon dan salep serap, kemudian sediaan tersebut di uji stabilitas

fisiknya pada suhu ± 40C, ± 300C dan ± 400C selama 4 minggu. Pengujian

tersebut dilakukan pada hari ke-0, 3, 7, 14, 21 dan 28 yang meliputi uji

organoleptis, pH, homogenitas dan daya sebar. Penelitian ini dilaksanakan di

Laboratorium Farmasetika Akademi Farmasi Muhammadiyah Cirebon dari

bulan Desember 2014 sampai dengan selesai.

Page 4: BAB I KTI edit

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Tanaman

a. Klasifikasi Tanaman Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Dilleniidae

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae

Genus : Hibiscus

Species : Hibiscus rosa-sinensis (Pekamwar S. S, 2013).

Gambar 1. Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

Nama lain dari bunga kembang sepatu adalah kembang wera,

kembang sepatu, bunga wera, bunga capatu, bunga bisu, bunga raya dan

lain-lain. Tanaman ini berbentuk semak dengan tinggi mencapai 3 meter,

4

Page 5: BAB I KTI edit

5

daunnya berbentuk hati dengan bagian tepi bergerigi warnanya hijau

mengkilap. Ukuran bunganya kecil dengan petal seperti kuncup, tetapi

ada juga yang petalnya terbuka seperti terompet berukuran besar.

b. Kandungan dan manfaat kembang sepatu

Daun, bunga, dan akar kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

mengandung flavonoida. Di samping itu daunnya juga mengandung

saponin dan polifenol, bunga mengandung polifenol, akarnya juga

mengandung tanin, saponin, skopoletin, cleomiscosin A dan

cleomiscosin C. Tanaman ini bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai

penyakit, antara lain (Widyaningrum,2011) :

1) Bronchitis

2) Kencing bernanah

3) Haid tidak teratur

4) Demam

5) Sariawan dan batuk

6) Gondok

7) Sakit kepala

c. Efek farmakologis

Efek farmakologis yang dimiliki oleh kembang sepatu diantaranya

antiviral (antivirus), antiradang (anti-inflamasi), antidiuretik,

menormalkan siklus haid dan meluruhkan dahak. Bunga kembang sepatu

juga digunakan untuk mengobati air kencing bernanah (gonorrhoea),

batuk berdahak dan bernanah, batuk rejan, bisul, bisul dikepala, borok,

disentri, haid tidak teratur, infeksi saluran kencing, melancarkan haid,

keputihan, ineksi saluran napas dan TBC. Selain itu, daunnya bisa

Page 6: BAB I KTI edit

6

digunakan untuk mengobati bisul, demam karena malaria, gondongan,

mimisan, radang kulit, radang selaput lendir hidung, radang selaput mata

dan radang usus (Arief, 2008).

B. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak dapat larut menggunakan

pelarut cair (Anonim, 2000). Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh

dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995). Dalam FI

edisi III menyebutkan, ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi

yang merupakan proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur kamar (Anonim, 1979;

2000). Keuntungan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan mudah dan sederhana, sedangkan kekurangan maserasi adalah

proses yang membutuhkan waktu yang relatif lama dan penyariannya kurang

sempurna sehingga proses maserasi cocok digunakan untuk simplisia yang

lunak (Anonim, 1986).

Berdasarkan sifatnya ekstrak dibagi menjadi 3 yaitu ekstrak encer,

ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak encer memiliki konsistensi yang

dapat dituang, saat ini sudah tidak dipakai lagi. Ekstrak kental pada keadaan

dingin tidak dapat dituang serta kandungan airnya sampai 30%. Ekstrak

kering konsistensinya kering dan melalui penguapanncairan pengekstraksi

Page 7: BAB I KTI edit

7

dan sisanya berbentuk suatu produk yang sebaiknya menunjukkan kandungan

lembab tidak lebih dari 5% (Voight, 1984).

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena relatif lebih selektif,

kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun,

netral, penetrasinya baik, etanol dapat bercampur dengan air. Namun

penggunaan etanol sebagai penyari mempunyai kerugian relatif lebih mahal

serta dapat melarutkan damar dan klorofil. Penyarian untuk bahan baku obat

tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau

campuran etanol-air (Anonim, 1986).

C. Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan

digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen

dalam dasar salep yang cocok. Dasar salep yang cocok harus disesuaikan

dengan sifat obat dan tujuan pemakaian. Salep tidak boleh berbau tengik,

kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau

obat narkotika kadar bahan obat adalah 10%.

Salep jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang

cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen. Kecuali dinyatakan lain,

salep disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan

ditempat sejuk. Pada etiket juga harus tertera “OBAT LUAR” (Anomin,

2009).

Page 8: BAB I KTI edit

8

1. Berdasarkan daya penetrasi bahan obat dapat dibedakan atas :

a) Salep epidermik

Salep ini tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit dan efek

terapinya terbatas pada permukaan kulit, jadi bekerja lokal. Tujuan

pemakaiannya sebagai salep penutup, guna melindungi jaringan

tertentu. Dasar salep yang dipakai : dasar salep hidrokarbon.

b) Salep endodermik

Salep ini mampu berpenetrasi ke dalam kulit, tetapi tidak

sampai melewati kulit. Tujuannya untuk pengobatan permukaan

kulit dan digunakan untuk melembutkan kulit, menghilangkan rasa

sakit, stimulans (merangsang) dan lokal iritasi. Dasar salep yang

digunakan : dasar salep serap.

c) Salep diadermik

Salep ini mampu berpenetrasi ke dalam kulit dan melewati

kulit, dapat mencapai peredaran darah dan menghasilkan efek

sistemik. Tujuannya untuk melindungi jaringan di bawah kulit.

Dasar salep yang digunakan : dasar salep yang dapat dicuci dengan

air dan dasar salep yang dapat larut dalam air.

2. Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep

a. Peraturan Salep Pertama

Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan

kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.

b. Peraturan Salep Kedua

Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada

peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan

Page 9: BAB I KTI edit

9

air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep.

Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.

c. Peraturan Salep Ketiga

Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam

lemak dan air, harus diserbuk terlebih dahulu kemudian diayak

dengan pengayak B40.

d. Peraturan Salep Keempat

Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan,

campurannya harus digerus sampai dingin (Anonim, 2009).

D. Evaluasi salep

1. Organoleptis

Pengujian kualitas salep diawali dengan uji organoleptis. Pengamatan

yang dilakukan dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau dan warna

sediaan (Anief, 1997).

2. Homogenitas

Pengujian ini dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan

salep pada kulit dan plat kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak

terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan

memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik

akhir pengolesan (Anonim, 1979).

3. pH

Pengujian nilai pH dimaksudkan untuk membandingkan nilai pH

salep dengan nilai pH kulit agar tidak mengiritasi kulit dan nyaman

digunakan, nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan

Page 10: BAB I KTI edit

10

nilai pH kulit manusia. Pengukuran nilai ph ini menggunakan pH

universal (Tranggono dan Latifa, 2007).

4. Daya sebar

Pengujian daya sebar ini dilakukan dengan memberikan beban pada

salep dan diukur diameter penyebarannya. Pengukuran diameter daya

sebar dilakukan setelah salep tidak menyebar lagi atau kurang lebih 1

menit setelah pemberian beban, sediaan salep yang nyaman digunakan

memiliki daya sebar 5-7 cm (Grag et al, 2002).

E. Stabilitas

Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan

kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat yang tidak memiliki

kestabilan yang cukup dapat mengakibatkan perubahan fisik serta

karakteristik kimia. Penentuan kadaluarsa obat dilakukan melalui serangkain

pengujian yang disebut uji stabilitas obat.

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau

kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang

periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,

kualitas, dan kemurnian produk. Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas

adalah ukuran partikel, pH, sifat air dan pelarut yang digunakan, suhu,

radiasi, cahaya, kelembaban dll.

1. Metode Pengujian Stabilitas Obat

a. Uji Stabilitas Jangka Panjang

Untuk produk baru biasanya pengujian dilakukan padda suhu

kamar yang dikendalikan (300C ± 20C), kecuali untuk obat yang peka

Page 11: BAB I KTI edit

11

terhadap suhu dilakukan pada suhu rendah (50C ± 20C) dengan rentan

waktu pengujian pada hari ke 0, 3, 9, 12, 18, 24, 36, 48, dan 60.

b. Uji Stabilitas Dipercepat

Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapat informasi yang

diinginkan dalam waktu sesingkat mungkin dengan menyimpan

sediaan pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya

perubahan yang biassa terjadi pada kondisi normal. Jika hasil

pengujian pada uji dipercepat selama tiga bulan diperoleh hasil yang

stabil, berarti menunjukkan bahwa sediaan tersebut stabil pada suhu

kamar selama setahun.

Untuk produk baru biasanya pengujian dilakukan pada suhu

ekstrem yang dikendalikan (400C ± 20C), kecuali untuk obat yang

peka terhadap suhu dilakukan pada suhu ruangan (250C ± 20C) dengan

rentan waktu pengujian pada bulan ke 0, 1, 2, 3, dan 6.

Pengujian uji dipercepat dapat dilakukan dengan cara :

1) Suhu yang dinaikkan

Setiap kenaikkan suhu 100C akan mempercepat reaksi dua

smpai tiga kalinya, tetapi cara ini agak terbatas karena perubahan

yang terjadi pada suhu yang jauh diatas normal.

2) Kelembaban yang dinaikkan

Uji ini dilakukan untuk menguji produk dan kemasannya.

Jika terjadi perubahan pada produk dalam kemasannya karena

pengaruh kelembaban, maka hal ini menandakan bahwa

kemasannya tidak memberikan perlindungan cukup dari atmosfer.

Page 12: BAB I KTI edit

12

3) Cycling test

Uji ini bertujuan sebagai simulasi adanya perubahan suhu

setiap tahun bahkan setiap harinya. Uji ini dilakukan pada suhu

atau kelembaban pada interval tertentu, misalnya dengan

menyimpan sediaan pada suhu 40C selama 24 jam lalu

menyimpannya pada suhu 400C selama 24 jam. Waku

penyimpanan dengan suhu yang berbeda dianggap sebagai satu

siklus dan dilakukan sebanyak 6 siklus (12 hari).

4) Centrifugal test

Tujuannya untuk mengalami terjadinya pemisahan dari fase

emulsi. Sampel di sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama

5 jam atau 5000-10000 rpm selama 30 menit. Sebaiknya

sentrifugasi pada kecepatan tinggi cenderung dapat mengubah

bnetuk globul fase internal yang terdispersi dan memicu

terjadinya koalesen (Budiman, 2008).

F. Pemerian bahan

1. Adeps Lanae

Pemerian : Zat berupa lemak, liat, lekat, kuning muda atau kuning pucat,

agak tembus cahaya, bau lemah dan khas.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol

(95%) P, mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

Khasiat : Zat tambahan (Anonim. 1979; 61).

Page 13: BAB I KTI edit

13

2. Cetyl Alcohol

Pemerian : Butiran atau potongan, licin, putih, bau khas lemah, rasa

tawar.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P dan dalam

eter P.

Khasiat : Zat tambahan (Anonim. 1979; 570).

3. Cera Alba

Pemerian : Zat padat, lapisan tipis bening, putih kekuningan, bau khas

lemah.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol

(95%) P dingin, larut dalam kloroform P, dalam eter P

hangat, dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri.

Khasiat : Zat tambahan (Anonim. 1979; 140).

4. Vaselinum Album

Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap setelah zat

dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.

Berfluoresensi lemah, juga jika dicairkan, tidak berbau, tidak

hampir berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut

dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak

tanah P.

Khasiat : Zat tambahan (Anonim. 1979; 633).

5. Methylis Parabenum

Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak

mempunyai rasa, kemudian agak membakar dikuti rasa tebal.

Page 14: BAB I KTI edit

14

Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,

dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton

P; mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali

hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam

40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan

larutan tetap jernih.

Khasiat : Zat pengawet (Anonim. 1979; 378).

Konsentrasi : Sediaan topikal adalah 0,02-0,3% (Johnson & Steer, 2006).

6. Natrii Metabisulfit

Pemerian : Hablur atau serbuk, yang berbentuk hablur tidak berwarna,

yang berbentuk serbuk berwarna putih atau kuning gading,

bau belerang, rasa asam dan asin.

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air, sukar larut dalam etanol (95%) p.

bebas larut dalam gliserin.

Khasiat : Antioksidan.

Konsentrasi : Sediaan topikal adalaah 0,01-1,0% (Anomin, 1995).

Page 15: BAB I KTI edit

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian yang digunakan dengan menggunakan metode penelitian

deskriptif yaitu penelitian untuk menggambarkan stabilitas salep ekstrak daun

kembang sepatu.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang digunakan adalah salep ekstrak etanol 70%

daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan basis salep serap

dan basis hidrokarbon yang dibuat di Laboratorium Farmasetika Akademi

Farmasi Muhammadiyah Cirebon.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika Akademi

Farmasi Muhammadiyah Cirebon yang bertempat di jalan Cideng Indah no.3

Cirebon, waktu pelaksanaan pada bulan Desember 2014 sampai dengan

selesai.

D. Cara Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian

atau percobaan yang dilakukan terhadap massalah yang diamati dengan

15

Page 16: BAB I KTI edit

16

menguji stabilitas, pH dan organoleptis sediaan topikal salep buatan

sendiri.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan hasil study

literatur dari beberapa buku sumber dari perpustakaan, sebagai acuan bagi

penyusun dalam melakukan penelitian.

E. Alat dan Bahan

I. Alat

1. Batang pengaduk ( Pyrex )

2. Botol maserasi

3. Cawan penguap ( Pyrex )

4. Kaca arloji ( Pyrex )

5. Lemari pendingin

6. Mortir

7. Oven

8. pH indikator universal

9. Penangas air

10. Spatel

11. Stamper

12. Timbangan mg dan gram

II. Bahan

1. Simplisia daun kembang sepatu

2. Adeps lanae ( Mustika Lab )

3. Setil alkohol ( Bratacho )

Page 17: BAB I KTI edit

17

4. Cera alba ( Bratacho )

5. Vaselin album ( Mustika Lab )

6. Methyl paraben ( Bratacho )

7. Natrii metabisulfit ( Mustika Lab )

F. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan ekstrak etanol daun kembang sepatu

a. Daun kembang sepatu dikeringkan dengan cara dioven dengan suhu

400C.

b. Kemudian simplisia daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

dirajang dan diekstraksi dengan metode maserasi.

c. 100 gram simplisia dengan derajat halus dimasukkan kedalam bejana

kemudian tuangi 750ml etanol 70%, tutup dan biarkan selama 3 hari

terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang di aduk.

d. Setelah 3 hari sari disaring, ampas diperas kemudian ampas dicuci

dengan etanol 70% hingga 1000ml.

e. Kemudian ekstrak cair tersebut divakum evaporator untuk

mempermudah pada proses penguapan.

f. Setelah divakum evaporator hasil tersebut akan diuapkan diwaterbath

sampai terbentuk massa kental.

Page 18: BAB I KTI edit

18

2. Formulasi salep

BahanKonsentrasi (gram)

F 1 (hidrokarbon) F 2 (salep serap)

Ekstrak daun kembang sepatu 0,8 0,8

Methyl paraben 0,1 0,1

Natrii metabisulfit 0,5 0,5

Adeps lanae - 2,95

Setil alkohol - 2,95

Cera alba 4,93 7,88

Vaselin album 93,67 84,79

3. Pembuatan salep ekstrak etanol daun kembang sepatu

a. Formulasi 1

1) Timbang masing-masing bahan

2) Lelehkan cera alba + vaselin album diwaterbath, setelah leleh

masukkan ke dalam mortir gerus hingga dingin.

3) Masukkan ekstrak daun kembang sepatu ke mortir, gerus hingga

homogen.

4) Masukkan methyl paraben ke mortir, gerus hingga homogen.

5) Masukkan natrii metabisulfit ke mortir, gerus hingga homogen.

6) Masukkan ke dalam pot salep dan uji stabilitas fisiknya.

b. Formulasi 2

1) Timbang masing-masing bahan

2) Lelehkan adeps lanae + setil alkohol + cera alba + vasselin album

diwaterbath, setelah leleh masukkan ke mortir gerus hingga dingin.

Page 19: BAB I KTI edit

19

3) Masukkan ekstrak daun kembang sepatu ke mortir, gerus hingga

homogen.

4) Masukkan methyl paraben ke mortir, gerus hingga homogen.

5) Maukkan natrii metabisulfit ke mortir, gerus hingga homogen.

6) Masukkan kedalam pot salep dan uji stabilitas fisiknya.

G. Evaluasi Sediaan Salep

1. Uji organoleptis

Uji ini dilakukan dengan pengamatan secara organoleptis dimana

sediaan disimpan pada suhu ± 40C, ± 300 C dan ± 400C dalam wadah.

Tiap 1 minggu sekali diamati dalam jangka waktu 4 minggu mulai hari

ke-0. Pengamatan meliputi perubahan bau, warna dan proses pemisahan.

2. Uji pH

Uji ini menggunakan stik pH indikator universal dengan cara

mengencerkan 0,5 gram salep dengan 5 ml aquadest, kemudian stik

dicelupkan ke dalamnya. Pengujian ini dilakukan tiap 1 minggu sekali

selama 4 minggu mulai hari ke-0.

3. Uji homogenitas

Uji ini dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan pada plat

kaca dan pengolesan dipermukaan kulit. Salep yang homogen ditandai

dengan tidak terdapatnya gumpalan yang dapat mengiritasi kulit.

Pengujian ini dilakukan tiap 1 minggu sekali selama 4 minggu mulai hari

ke-0.

Page 20: BAB I KTI edit

20

4. Uji daya sebar

Uji ini dilakukan dengan cara meletakkan 0,5 gram salep diantara dua

lempeng objek transparan yang diberi beban secara bertahap selama

kurang lebih 1 menit, kemudian hitung diameter daya sebar salep

tersebut. Pengujian ini dilakukan tiap 1 minggu sekali selama 4 minggu

mulai hari ke-0.

H. Skema Penelitian

1. Ekstraksi daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

Daun Kembang Sepatu

- Sortasi basah- Di oven 400C

Simplisia daun kembang sepatu

- Sortasi kering- Rajang- Timbang

Simplisia daun kembang sepatu 100 gram

Maserasi dengan etanol 70%

AmpasEkstrak etanol 70% cair

daun kembang sepatu

- Vakum evaporator- Penguapan di waterbath

Ekstrak kental daun kembang sepatu

Page 21: BAB I KTI edit

21

2. Perlakuan

Uji pHUji organoleptis Uji homogenitas

Evaluasi sediaan salep

Formulasi 2

Basis salep serap

Formulasi 1

Basis hidrokarbon

Ekstrak kental daun kembang sepatu

Uji daya sebar