kti bab 1-4 print1

44
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini obesitas sudah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun anak, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang (WHO, 2000). Di Amerika Serikat, overweight dan obesitas dikatagorikan sebagai suatu wabah (epidemi). Berdasarkan data dari dua survei yang dilakukan Lembaga Survei Gizi dan Kesehatan Nasional (NHANES) pada periode 1976-1980 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas terus meningkat pada beberapa kelompok usia anak yakni pada kelompok usia 6-11 tahun prevalensinya meningkat dari 6,5% menjadi 17% (Klish et al, 2009). Hampir 22 juta anak di Eropa mengalami kegemukan dan obesitas (Wahyu, 2009). Peningkatan angka obesitas anak juga terjadi di beberapa negara sedang berkembang. Di Filipina pada tahun 1998 didapatkan 12% anak mengalami obesitas, sedangkan di Singapura pada tahun 2000 didapatkan prevalensi obesitas anak umur adalah 10,8% (Mexitalia, 2010).

Upload: leonardo-basa-dairi

Post on 02-Jul-2015

520 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kti Bab 1-4 Print1

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini obesitas sudah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia

karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun anak, baik di

negara maju maupun negara yang sedang berkembang (WHO, 2000). Di

Amerika Serikat, overweight dan obesitas dikatagorikan sebagai suatu wabah

(epidemi). Berdasarkan data dari dua survei yang dilakukan Lembaga Survei

Gizi dan Kesehatan Nasional (NHANES) pada periode 1976-1980 menunjukkan

bahwa prevalensi obesitas terus meningkat pada beberapa kelompok usia anak

yakni pada kelompok usia 6-11 tahun prevalensinya meningkat dari 6,5%

menjadi 17% (Klish et al, 2009). Hampir 22 juta anak di Eropa mengalami

kegemukan dan obesitas (Wahyu, 2009).

Peningkatan angka obesitas anak juga terjadi di beberapa negara sedang

berkembang. Di Filipina pada tahun 1998 didapatkan 12% anak mengalami

obesitas, sedangkan di Singapura pada tahun 2000 didapatkan prevalensi

obesitas anak umur adalah 10,8% (Mexitalia, 2010).

Di Indonesia prevalensi kegemukan dan obesitas mengalami peningkatan.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan peningkatan

prevalensi obesitas baik di perkotaan maupun pedesaan dengan angka kejadian

lebih tinggi pada perkotaan yaitu 6,3% laki-laki dan 8% perempuan sedangkan

pada pedesaan 3,9% laki-laki dan 4,7% perempuan pada tahun 1992 (Yussac et

al, 2007). Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perubahan pola makan

masyarakat perkotaan yang mengarah pada pola makan tinggi kalori, tinggi

lemak dan kolesterol terutama terhadap penawaran makanan siap saji yang

berdampak meningkatkan risiko obesitas (Khomsan, 2003).

Page 2: Kti Bab 1-4 Print1

2

Prevalensi obesitas pada anak SD di beberapa kota besar di Indonesia

seperti Medan, Padang, Jakarta, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya,

Manado, dan Denpasar berkisar 2,1%-25% pada tahun 2006 dengan prevalensi

tertinggi adalah Jakarta (25%), Semarang (24,3%), Medan (17,75%), Denpasar

(11,7%), Surabaya (11,4%), Padang (7,1%), Manado (5,3%), Yogyakarta (4%),

dan Solo (2,1%) dan rata-rata prevalensi kegemukan di sepuluh kota besar ini

mencapai 12,2%. Pada tahun 1995 Kamelia mendapatkan kejadian obesitas

sebesar 20% pada SD Swasta dan 9% pada SD Negri di Kota Medan (Ariani

dan Sembiring, 2007). Data-data di atas menunjukan insiden obesitas pada

anak-anak meningkat setiap tahunnya (Syarif 2006 dalam Wahyu 2009).

Obesitas dapat muncul pada setiap usia namun lebih sering pada tahun

pertama usia kehidupan, yaitu usia 5-6 tahun, dan selama masa remaja

(Soetjiningsih, 1995). Berdasarkan studi dari NHMRC (The National and

Medical Research Council) melaporkan bahwa obesitas pada anak-anak kira-

kira lebih dari 50% akan menjadi obesitas pada masa dewasa (Ariani dan

Sembiring, 2007). Obesitas pada anak merupakan komorbiditas terhadap

pertumbuhan linier anak, penyakit kardiovaskular, diabetes dan penyakit

metabolik lainnya (Laini dan Hakimi, 2003).

Karena obesitas memiliki pengaruh yang cukup besar pada diri seorang

anak, maka menjadi penting untuk mengidentifikasi faktor resiko yang

berhubungan dengan terjadinya obesitas. Berdasarkan latar belakang di atas,

maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko

obesitas pada siswa kelas IV, V dan VI SD di 5 SD yang berada pada 5

Kecamatan Kota Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana prevalensi dan faktor risiko obesitas pada siswa kelas IV, V

dan VI SD di 5 SD yang berada pada 5 kecamatan Kota Medan ?

Page 3: Kti Bab 1-4 Print1

3

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko obesitas pada siswa kelas

IV, V dan VI SD di 5 SD yang berada pada 5 Kecamatan Kota Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar yaitu siswa

kelas IV,V dan VI SD yang berasal dari 5 SD yang berada pada 5

Kecamatan Kota Medan.

2. Mengetahui kebiasaan dan pola makan siswa kelas IV, V dan VI SD

yang diduga merupakan faktor risiko kejadian obesitas di 5 SD yang

berada pada 5 kecamatan kota Medan.

3. Mengetahui adanya riwayat obesitas pada orangtua kandung anak yang

diduga merupakan faktor risiko kejadian obesitas pada siswa kelas IV, V

dan VI SD di 5 SD yang berada pada 5 kecamatan kota Medan.

4. Mengetahui faktor psikologis anak yang diduga merupakan faktor risiko

kejadian obesitas pada siswa kelas IV,V dan VI SD di 5 SD yang berada

pada 5 kecamatan kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat di Bidang Akademik

a. Memperdalam ilmu pengetahuan dan memperkokoh landasan teoritis

mengenai obesitas yang terjadi pada anak.

b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin menggali dan

memperdalam lebih jauh topik-topik mengenai obesitas.

2. Manfaat dalam Pengabdian Masyarakat

a. Diharapkan masyarakat dapat mengetahui faktor risiko yang dapat

menyebabkan terjadinya obesitas, sehingga dapat memulai perilaku

Page 4: Kti Bab 1-4 Print1

4

sehat dan memperbaiki pola makan serta gaya hidup untuk mencegah

terjadinya obesitas.

b. Menumbuhkan kepedulian dan kepekaan masyarakat dalam mencari

informasi yang benar mengenai faktor-faktor risiko yang dapat

menyebabkan terjadinya obesitas.

Page 5: Kti Bab 1-4 Print1

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obesitas

2.1.1 Definisi Obesitas dan Gizi Lebih

Obesitas adalah suatu keadaan patologik, dimana pada keadaan tersebut

terdapat penumpukan lemak yang berlebihan secara menyeluruh di bawah

kulit dan jaringan lainnya di dalam tubuh (Lailani dan Hakimi,

2003). Obesitas merupakan kelebihan energi yang terjadi bila konsumsi

energi melalui makanan yang melebihi energi yang dikeluarkan, kelebihan

energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh (Wahyu, 2009). Pada gizi

lebih terdapat berat badan yang melebihi berat badan

rata-rata ,dimana pada gizi lebih ukuran tubuh dapat

bertambah tanpa penambahan akumulasi lemak tubuh.

Gizi lebih atau overweight tidak selalu identik dengan

obesitas. Hal ini dapat dilihat pada seorang olahragawan

yang berkat latihan yang sangat intensif, tubuhnya lebih

tinggi dan otot-ototnya berkembang baik, hingga berat

badannya bertambah. Orang-orang demikian mungkin saja

beratnya lebih dari berat rata-rata dan dapat dikatakan

dalam katagori gizi lebih, akan tetapi orang tersebut tidak

menderita obesitas (Pudjiaji, 2000).

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis Obesitas

Penyebab umum terjadinya obesitas adalah kelebihan asupan kalori yang

berlangsung lama, baik disertai atau tanpa disertai pengurangan

penggunaan energi (Agoes dan Poppy, 2003). Adapun faktor etiologi

Page 6: Kti Bab 1-4 Print1

6

primer dari obesitas adalah konsumsi yang berlebihan dari energi yang

dibutuhkan (Moore, 1997).

1) Faktor Makanan

Apabila seorang anak mengkonsumsi makanan dengan kandungan

energi yang sesuai dengan energi yang dibutuhkan tubuhnya maka

tidak akan ada energi yang disimpan. Sebaliknya, jika anak

mengkonsumsi energi melebihi yang dibutuhkan tubuh maka

kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk cadangan enerrgi yang

secara berkesinambungan ditimbun setiap hari dan menyebabkan

kegemukan. Konsumsi zat energi yang berlebihan pada anak

dipengaruhi oleh beberapa hal :

a) Promosi produk makanan

Dampak promosi di media massa cukup berpengaruh, baik cetak

maupun elektronik berupa iklan-iklan menarik yang menawarkan

produk makanan yang berkalori dan berlemak tinggi.

b) Pengetahuan Ibu yang kurang

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai makanan anak yang

seimbang mempengaruhi angka kecukupan gizi anaknya.

c) Kemampuan /daya beli

Meningkatnya kemampuan beli menyebabkan banyak keluarga

muda yang memanjakan anaknya, termasuk dalam pemberian

makanan yang berlebihan (Agoes dan Poppy, 2003).

2) Fakor Hormonal atau Metabolisme

Kelainan hormonal meliputi hipertiroid, hiperkortisol, hiperinsulin,

pseudohipoparatiroid, tumor hipotalamus dapat menyebabkan

Page 7: Kti Bab 1-4 Print1

7

obesitas. Penurunan fungsi kelenjar tiroid dalam tubuh akan

menyebabkan metabolisme dalam tubuh menjadi lambat sehingga

kalori yang akan dikeluarkan tubuh akan berkurang dan terjadi

peningkatan timbunan lemak dalam tubuh. Hiperaktivitas dari fungsi

kelenjar adrenal kortikal juga dapat menyebabkan kelainan

metabolisme seperti cushing syndrome yang dapat menyebabkan

obesitas. Pada keadaan hiperinsulinemi, akan menyebabkan sintesis

lemak dalam tubuh akan meningkat, yang berarti timbunan lemak

dalam tubuh juga akan meningkat dan menyebabkan obesitas (Agoes

dan Poppy, 2003 ).

3) Faktor Genetik

Anak yang memiliki bakat gemuk karena genetik akan cepat menjadi

gemuk, apalagi jika didukung oleh lingkungannya seperti perilaku

makan orangtua yang menyukai makanan berkalori tinggi (Agoes dan

Poppy, 2003). Beberapa sindrom genetik seperti Prader-Willi,

Bardet-Biedl, Alstrom, Cohen juga berkaitan dengan obesitas

(Mexitalia, 2010).

4) Faktor Psikologis

Faktor stabilitas emosi berkaitan dengan obesitas. Keadaan emosi

dapat merupakan dampak dari pemecahan emosi yang dalam, dan ini

merupakan suatu pelindung penting bagi yang bersangkutan

(Misnadiarly, 2007). Pada anak, makan berlebih dapat terjadi sebagai

respon terhadap kesepian, berduka atau depresi, respon terhadap

rangsangan dari luar seperti iklan makanan (Moore, 1997).

5) Aktivitas Fisik

Page 8: Kti Bab 1-4 Print1

8

Apabila asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas

fisik yang seimbang, maka seorang anak akan mudah mengalami

kegemukan (Agoes dan Poppy, 2003).

2.1.3 Kriteria Obesitas pada anak

Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan

pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada

umumnya digunakan (Hidayati et al, 2006) :

1) Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan

disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.

2) Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB).

Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau Z-score = + 2

SD.

3) Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator

obesitas.

4) Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness

(tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps

> persentil ke 85.

2.1.4 Faktor Risiko terjadinya Obesitas

Obesitas merupakan penyakit multifaktorial dimana penyebab obesitas

pada anak belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Adapun faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi kejadian obesitas adalah :

1) Tingkat Kecukupan Energi

Standar kecukupan gizi di Indonesia masih menggunakan kecukupan

energi (kalori) dan kecukupan protein (Budiyanto, 2002). Adapun

kebutuhan gizi tersebut telah ditetapkan secara nasional dalam

Widyakarya Nasional Pangan dan gizi (1993) di Jakarta

(Khosman,2003). Energi didapat dari makanan yang mengandung

Page 9: Kti Bab 1-4 Print1

9

kalori. Adapun faktor etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi

yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan (Moore, 1997). Energi

diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam

makanan (Arisman, 2002). Tiap gram karbohidrat maupun protein

memberi energi sebanyak 4 kilokalori, sedangkan tiap gram lemak

memberi 9 kilokalori (Budiyanto, 2002). Komponen organik lain

(seperti asam organik) menyumbang hanya sejumlah kecil energi

terhadap sebagian besar makanan. Air tidak mengandung energi,

melainkan bertindak hanya sebagai zat pelarut (Arisman, 2002).

Adapun jumlah energi yang dianjurkan berasal dari 50-60%

karbohidrat, 25-35% lemak sedangkan selebihnya yaitu 10-15%

protein (Pudjiaji, 2000). Tingkat kecukupan gizi dapat dinilai dengan

menggunakan metode recall atau ingata 24 jam. Individu diminta

untuk mengingat segala sesuatu yang dimakan sebelumnya selama 24

jam yang lalu lalu mengkonversi makanan tersebut ke dalam bentuk

kalori (Moore, 1997). Tingkat kecukupan energi ini juga dipengaruhi

oleh :

a. Tingkat Pengetahuan Orangtua

Para orangtua berperan penting dalam membentuk kebiasaan dan

pola makan anak-anak mereka. Anak sering sekali pasif dan hanya

mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh orangtuanya. Oleh

karena itu, orangtua harus menggali berbagai informasi mengenai

berbagai bahan makanan maupun produk olahan yang sehat dan

baik pada anak (Wahyu, 2009). Adanya anggapan yang salah di

masyarakat bahwa anak yang gemuk identik dengan anak yang

sehat harus segera ditepis agar anak dapat tumbuh dan berkembang

secara normal (Agoes dan Poppy, 2003).

b. Tingkat Pendapatan Orangtua

Page 10: Kti Bab 1-4 Print1

10

Orang tua yang mempunyai pendapatan per bulan tinggi akan

mempunyai daya beli yang tinggi pula sehingga memberikan

peluang yang lebih besar untuk memilih berbagai jenis makanan

yang mengakibatkan pemilihan jenis dan jumlah makanan tidak

lagi berdasarkan pada kebutuhan pertimbangan kesehatan, tetapi

lebih mengarah pada pertimbangan prestise dan rasa makanan

yang enak termasuk makanan jenis fast food. Tingginya konsumsi

kalori terutama yang berasal dari lemak akan berpengaruh

terhadap terjadinya obesitas (Baliwati dkk., 2004).

2) Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi diperlukan untuk melakukan keperluan basal

metabolic rate dan melakukan berbagai aktivitas fisik

a. Basal Metabolic Rate (BMR)

Kebutuhan energi diperlukan untuk melakukan keperluan basal

metabolic rate yaitu energi minimal yang diperlukan tubuh untuk

mempertahankan kegiatan fisik dasar seperti pernafasan, peredaran

darah, peredaran getah bening, peristaltis (gerakan pengerutan dan

pengenduran di dinding usus), tonus otot (tegangan normal otot),

pengaturan suhu badan, dan kegiatan kelenjar (Misnadiarly, 2007).

BMR merupakan komponen terbesar dari keluaran energi harian

yang merupakan pengekspresian sejumlah kalori (kilokalori) yang

dikeluarkan oleh tubuh per meter persegi luas permukaan tubuh

setiap jam (Kal/jam/m2) (Arisman, 2002). Kurang lebih 70% dari

kalori total tubuh habis terpakai hanya untuk menjalankan aktivitas

metabolism basa ltubuh (Misnadiarly,2007).

b. Akitivitas Fisik

Page 11: Kti Bab 1-4 Print1

11

Anak atau remaja yang kurang atau enggan melakukan aktivitas

fisik sehari-hari, menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan

energi. Kurangnya pemanfaatan energi akan menyebabkan

simpanan energi tidak akan banyak dikeluarkan dan semakin lama

bertumpuk dan menyebabkan obesitas (Misnadiarly, 2007).

Pengurangan aktivitas fisik pada anak biasanya disebabkan

kegiatan menonton televisi, bermain video game ataupun game

online,dsbnya. Menonton televisi akan meningkatkan pola hidup

tidak aktif dan meningkatkan konsumsi makanan dengan energi

yang tinggi (Mexitalia, 2010). Kebiasaan menonton televisi ini

diikuti dengan mengkonsumsi makanan dan minuman ringan yang

berpotensi dalam menimbulkan obesitas. Banyaknya iklan di

televisi yang menawarkan makanan akan mendorong anak untuk

mengkonsumsi lebih banyak makanan dan cemilan.

Kurangnya pemanfaatan tenaga akan menyebabkan

simpanan tenaga tidak akan banyak digunakan dan lambat-laun

akan semakin bertumpuk sehingga menyebabkan obesitas

(Misnadiarly, 2007).

Kurangnya kebiasaan aktivitas fisik pada anak juga

dipengaruhi dengan tersedianya sarana transpotasi sehingga anak-

anak jarang melakukan aktivitas jalan kaki, meskipun jaraknya

dekat atau dapat ditempuh dengan berjalan kaki untuk ukuran

anak-anak. Selain itu, sempitnya lahan/ tempat bermain anak

menyebabkan anak kurang leluasa untuk bermain di tempat

terbuka untuk berlari-larian, bersepeda atau sekedar berjalan-jalan

(Agoes dan Poppy, 2003).

3) Faktor Genetik

Page 12: Kti Bab 1-4 Print1

12

Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam

timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas

umumnya berasal dari keluarga dengan orangtua yang obesitas.

Bila salah satu orang tua obesitas, kira-kira 40-50% anak-anaknya

akan menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orangtua obesitas,

peluang faktor keturunan meningkat menjadi 70-80% (Khosman,

2003). Penelitian gizi di Amerika Serikat melaporkan bahwa anak-

anak dari orangtua dengan berat badan normal mempunyai peluang

10% menjadi gemuk (Purwati dkk., 2001). Berbagai penelitian

mengungkapkan fakta bahwa beberapa gen terlibat dalam hal ini.

Namun tidak sedikit juga ahli yang menilai bahwa faktor genetik

bukanlah hal utama dalam peningkatan obesitas. Kemungkinan

timbulnya obesitas dalam keluarga semacam ini disebabkan karena

kebiasaan makan dalam keluarga yang bersangkutan, dan bukan

karena faktor genetik yang khusus (Misnadiarly, 2007). Hal ini

mengacu pada fakta bahwa tidak terdapat perubahan genetik yang

bemakna pada manusia selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir,

sedangkan prevalensi obesitas di seluruh dunia meningkat (Wahyu,

2009).

4) Kebiasaan dan Pola makan

Kebiasaan yang dilakukan terus menerus dalam jangka waktu relatif

lama akan menjadi suatu gaya hidup. Demikian juga jika ada

kebiasaan yang kurang baik dan dilakukan terus-menerus maka akan

menjadi suatu gaya hidup yang tidak tepat. Pola makan adalah cara

atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam

memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap

Page 13: Kti Bab 1-4 Print1

13

hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi

makan.

Adapun kebiasaan dan pola makan yang dimaksud adalah pola

makan yang berlebihan, kebiasaan mengemil makanan ringan dan

kesalahan dalam memilih dan mengkonsumsi makanan yaitu terhadap

makanan cepat saji (fast food), makanan gorengan maupun makanan

bersantan (Purwati dkk., 2001). Hal ini dijelaskan sebagai berikut :

a. Makan berlebihan

Mengumbar nafsu makan merupakan kebiasaan yang buruk, baik

yang dilakukan di rumah, sekolah, restoran, dan pesta sehingga

apabila sudah kenyang, jangan sekali-sekali menambah porsi

makanan meskipun makanan yang tersedia sangat lezat dan

merupakan makanan favorit.

b. Kebiasaan mengemil makanan ringan

Mengemil merupakan kegiatan makan di luar waktu makan.

Biasanya, makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil

yang rasanya gurih, manis, dan digoreng. Hal ini menyebabkan

kegemukan oleh karena jenis makanan ini merupakan makanan

tinggi kalori.

c. Salah memilih dan mengolah makanan

Ada berbagai sebab atau karena ketidaktahuan maka seseorang

salah memilih makanan. Sementara itu, banyak juga orang yang

memilih makanan karena prestise atau gengsi. Makanan cepat saji

yang banyak ditawarkan sekarang banyak mengandung lemak,

kalori,dan gula berlebih. Contohnya fried chicken, hamburger,

pizza, spagheti, kue tart, donat dan es krim. Selain itu, ada juga

orang yang menghindari nasi karena takut kegemukan. Namun

sayangnya, mereka mengkompensasikannya dengan memakan

Page 14: Kti Bab 1-4 Print1

14

makanan yang salah. Di Indonesia, terutama di kota-kota besar,

dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke

westernisasi dan sedentary mengakibatkan terjadinya pergeseran

pola makan / konsumsi masyarakat yang mengarah pada pola

makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol, terutama terhadap

penawaran makanan siap saji (fast food) dan minuman bersoda

yang berdampak meningkatkan risiko obesitas (Wahyu 2009).

Keluarga di perkotaan yang memiliki kesibukan tinggi sering

sekali tidak ragu dalam memberikan makanan yang dikatagorikan

sebagai makanan fast food kepada anak-anak (Wahyu, 2009).

Masyarakat di desa secara perlahan saat ini juga beradaptasi

dengan pola makan cepat saji ini. Mereka mengemas makanan

cepat saji dengan citra “ kota” dan “modern” yang mendorong

mereka untuk menjadi bagian dari gaya hidup yang modern ini.

5) Faktor Psikologis

Faktor psikologis mempengaruhi kebiasaan makan anak, misalnya

kepuasan anak dalam mengkonsumsi makanan yang sedang terkenal,

yaitu makanan fast food ( fried chicken, pizza, hamburger ). Tentu

saja kegemaran anak mengkonsumsi fast food yang tinggi kalori

secara berlebihan dapat menyebabkan kenaikan berat badan yang

disertai dengan kenaikan timbunan lemak (Agoes dan Poppy, 2003).

Pada anak yang usianya lebih besar, makan baginya merupakan

pengganti untuk mencapai kepuasan dalam mencapai kasih sayang

(Soetjiningsih, 1995). Gangguan psikologis dapat merupakan faktor

penyebab atau akibat dari obesitas.

2.1.5 Pengobatan Obesitas

Page 15: Kti Bab 1-4 Print1

15

Tujuan pengobatan obesitas pada anak berbeda dengan pengobatan pada

orang dewasa, karena tujuannya hanya menghambat laju kenaikan berat

badan yang padat sehingga tidak boleh diit terlalu ketat. Pengobatan pada

obesitas memerlukan keterlibatan keluarga untuk mencapai berat badan

ideal tersebut. Pada prinsipnya, pengobatan anak dengan obesitas

adalah sebagai berikut (Soetjiningsih, 1995) :

a) Memperbaiki faktor penyebab, misalnya cara pengasuhan maupun

faktor kejiwaan.

b) Motivasi anak yang mengalami obesitas untuk memperlambat

kenaikan berat badan anak.

c) Memberikan diit rendah kalori yang seimbang untuk menghambat

kenaikan berat badan. Kemudian membimbing pengaturan makanan

yang sesuai untuk mempertahankan gizi yang ideal sesuai dengan

pertumbuhan anak.

d) Menganjurkan olahraga yang teratur atau anak bermain secara aktif

sehingga banyak energi yang digunakan.

2.1.6 Komplikasi Obesitas Pada Anak

Anak yang kelebihan berat badan memiliki risiko lebih tinggi untuk

menderita :

1. Diabetes tipe 2, resisten terhadap insulin.

2. Sindrom metabolisme : kegemukan terutama di daerah perut, kadar

lemak yang tinggi, tekanan darah tinggi, resistensi terhadap insulin,

rentan terhadap terbentuknya sumbatan pembuluh darah, dan rentan

terhadap proses peradangan.

3. Tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi.

Page 16: Kti Bab 1-4 Print1

BBI = (TB – 100) – (10 % (TB – 100))

16

4. Asma dan masalah saluran pernafasan lainnya (misalnya, nafas

pendek yang dapat membuat olah raga, senam atau aktivitas fisik

lainnya sulit dilakukan).

5. Penyakit liver dan kantong empedu.

6. Pubertas dini : anak yang kelebihan berat badan dapat tumbuh lebih

tinggi dan secara seksual lebih matang dari anak-anak sebayanya,

membuat orang-orang berharap mereka dapat berlaku sesuai dengan

ukuran tubuh mereka, bukan sesuai usia mereka; gadis-gadis yang

mengalami kelebihan berat badan sering kali mengalami siklus

menstruasi tidak teratur dan menghadapi masalah fertilitas pada usia

dewasanya.

7. Masalah pada tulang dan persendian

Kelebihan berat juga dapat menyebabkan terjadinya masalah yang

menyangkut perkembangan sosial dan emosional anak seperti :

a. Percaya diri rendah dan rawan diganggu anak lain.

b. Problem pada pola tingkah laku dan pola belajar

c. Depresi (Misnadiarly, 2007).

2.2. Cara Menentukan Obesitas pada anak

Kegemukan dan obesitas pada anak dapat dinilai melalui berbagai metode atau

teknik pemeriksaan (Wahyu, 2009). Banyak cara yang telah dikembangkan untuk

menentukan banyaknya akumulasi lemak, yaitu :

1) Pengukuran Berat Badan Ideal

Perhitungan berat badan ideal menurut Brocca menggunakan rumus

sebagai berikut :

Page 17: Kti Bab 1-4 Print1

IMT = BB(kg)

(TB)2(m2)

17

BBI = Berat Badan Ideal

TB = tinggi badan dalam satuan cm

Rumus Brocca sebenarnya lebih cocok digunakan untuk remaja dan usia

dewasa muda. Jika diterapkan pada usia yang lebih tua sering kurang

sesuai karena banyak faktor lain yang perlu diperhitungkan selain tinggi

dan berat badan saja. Meski demikian, perhitungan Brocca ini sangat

populer di kalangan orang awam karena lebih mudah dimengerti dan

diingat. Apabila berat badan melebihi 15% dari berat badan normal (TB-

100) maka dapat dikatagorikan kegemukan (Purwati dkk., 2001).

2) Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT merupakan metode yang paling mudah dan banyak digunakan di

seluruh dunia untuk menilai timbunan lemak yang berlebihan di dalam

tubuh secara tidak langsung (Wahyu, 2009). Penilaian menggunakan IMT

juga memperhitungkan unsur kesehatan sehingga cocok diterapkan bagi

orang-orang yang ingin mengetahui kondisi berat badannya ditinjau dari

segi kesehatan. Namun, penilaian berat badan dengan menggunakan cara

IMT ini juga mempunyai kelemahan yaitu tidak memperlihatkan distorsi

proposi tubuh contohnya adalah orang yang sangat berotot sering sekali

memiliki angka IMT yang tinggi walaupun tidak mengalami obesitas

(Wahyu 2009, Misnadiarly, 2007). Selain itu, BMI sulit dijelaskan pada

masa pubertas dimana seorang anak mengalami pertumbuhan yang sangat

cepat (Misnadiarly, 2007). Pengukuran IMT dilakukan dengan cara membagi

nilai berat badan (kg) dengan nilai kuadrat dari tinggi badan (m). Nilai ini

kemudian akan diplot pada kurva pertumbuhan anak yang disesuaikan

dengan jenis kelamin dan usia anak.

Page 18: Kti Bab 1-4 Print1

18

BB = berat badan dalam kilogram (kg)

TB = tinggi badan dalam meter (m)

Pengukuran IMT pada anak dilakukan pada rentang usia 2-20 tahun

(Wahyu, 2009). Anak akan dikatagorikan ke dalam salah satu dari 4

katagori berikut :

a. IMT berdasarkan usia di bawah persentil ke 5 = kekurangan berat

b. IMT berdasarkan usia antara persentil ke 5-85 = berat normal

c. IMT berdasarkan usia antara persentil ke 85-95 = memiliki risiko

kelebihan berat

d. IMT berdasarkan usia di atas persentil ke 95 = kelebihan berat

3) Pengukuran Tebal Lipatan Kulit (skin- fold thickness)

Mengukur tebal lipatan kulit di beberapa tempat, seperti bagian trisep,

subskapula, suprailiaka, dan sebagainya. Alat pengukur yang digunakan

dinamakan Caliper. Hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai pada

tabel sesuai umur dan jenis kelaminnya (Pudjiaji, 2000). Pengukuran TLK

dilakukan dengan cara menjepit jaringan subkutan antara jempol dan

telunjuk dengan jarak antara 6-8 cm, goyangkan pelan-pelan dan hati-hati

untuk menyingkirkan otot dibawahnya baku. Pengukuran dan tekan

secukupnya sehingga memungkinkan kaliper lipatan kulit yang kita gunakan

dapat menekan jaringan lemak yang dituju.

4) Pengukuran lingkar pinggul anak¸ menurut sebagian peneliti dari ahli

kesehatan, hal ini dipandang penting dibandingkan pemeriksaan

Page 19: Kti Bab 1-4 Print1

19

antropometri. Alasannya ialah lingkar pinggul anak lebih menggambarkan

adanya kegemukan atau obesitas viseral (Klish et al, 2009).

5) Penggunakan Metode Analisis Impesdensi Bioelektrik Multifrekuensi

(BIA) dan MRI dapat memberikan hasil pengukuran lemak yang lebih akurat

namun metode ini masih terbatas oleh karena biaya pemeriksaaan yang

mahal dan minimnya ketersediaan alat (Wahyu, 2009).

2.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak pada Tahun Awal Sekolah

Anak usia antara 6-12 tahun memasuki periode yang disebut sebagai

masa anak-anak pertengahan atau masa laten, yang mempunyai

tantangan baru. Kekuatan kognitif untuk memikirkan banyak faktor

secara simultan sendiri memberikan kemampuan pada anak usia sekolah

untuk mengevaluasi diri dan merasakan evaluasi teman-temannya.

Pada awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian

anak–anak ini mulai masuk pada dunia baru, dimana dia mulai

banyak berhubungan dengan orang – orang di luar keluarga dengan

suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja

banyak mempengaruhi aktivitas dan kebiasaan makan mereka apalagi

pada umumnya di sekolah banyak penjual makanan dan anak

menjadi suka jajan (Behrman et al, 1999).

2.3.1. Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan selama periode ini adalah berkisar 3-3,5 kg dan 6 cm (2,5

in) per tahun. Lingkaran kepala tumbuh hanya 2-3cm selama periode

tersebut, menandakan pertumbuhan otak yang melambat, karena proses

mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 tahun.

Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara

terus-menerus, seperti halnya kemampuan menampilkan pola gerakan-

Page 20: Kti Bab 1-4 Print1

20

gerakan yang rumit seperti menari, melempar bola basket atau bermain

piano. Kebiasaan berdiam diri pada usia anak dihubungkan dengan

meningkatnya risiko kegemukan selama hidup dan penyakit jantung.

Organ- organ seksual secara fisik belum matang, namun minat

pada jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif

pada anak-anak dan meningkat secara progresif sampai pubertas

( Behrman et al, 1999).

2.3.2. Perkembangan Emosi dan Sosial

Perkembangan emosi dan sosial berlanjut pada tiga konteks yaitu

rumah, sekolah, dan lingkungan sekitarnya ( Behrman et al, 1999).

Page 21: Kti Bab 1-4 Print1

21

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

1. Prevalensi obesitas adalah perbandingan antara jumlah subyek yang

mengalami obesitas dengan seluruh subyek yang ada pada suatu waktu

tertentu.

2. Faktor risiko adalah perilaku, kejadian, pengalaman, atau pajanan yang

dikaitkan dengan munculnya suatu penyakit. Faktor risiko lebih banyak

ditemukan pada subyek dengan penyakit dibanding dengan sunyek tanpa

penyakit.

3. Obesitas adalah peningkatan berat badan yang disebabkan oleh meningkatnya

lemak tubuh secara berlebihan. Untuk menentukan seorang anak yang

mengalami obesitas diperlukan pengukuran terhadap tinggi badan dan berat

badan. Tinggi badan (TB) diukur dengan menggunakan mikrotoise 2M

dengan ketelitian 0,1 M dan berat badan (BB) diukur dengan timbangan injak

dengan kapasitas 200 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Setelah mendapatkan data

Prevalensi Obesitas

Faktor Risiko Obesitas

Kebiasaan dan Pola Makan

Riwayat Obesitas pada Orangtua

Faktor Psikologis

Page 22: Kti Bab 1-4 Print1

22

tinggi badan dan berat badan kemudian hasil pengukuran ini diplot pada

kurva pertumbuhan anak yaitu CDC 2000, yang disesuaikan dengan jenis

kelamin dan usia anak. Subyek dikatakan obesitas bila skor IMT-nya di atas

persentil ke-95.

4. Kebiasaan dan pola makan adalah cara atau perilaku seseorang dalam memilih

dan menggunakan bahan makanan yang meliputi jenis makanan, jumlah

makanan dan frekuensi makan yang ia lakukan secara terus menerus dan

dalam waktu yang relatif lama. Adapun kebiasaan dan pola makan yang

diduga mendukung terjadinya obesitas adalah pola makan yang berlebihan,

kebiasaan mengemil, dan kesalahan dalam memilih dan mengolah makanan.

Hal ini diukur dengan menggunakan kuesioner. Dengan menjawab 10 butir

pertanyaan dimana setiap jawaban yang mendukung obesitas diberi skor 3,

jawaban yang cukup mendukung obesitas diberi skor 2 dan jawaban yang

kurang mendukung obesitas diberi skor 1. Total skor adalah 30. Setelah itu

skor dari semua butir pertanyaan dijumlahkan, kemudian dibagi dengan

jumlah total skor dari variabel tersebut dan dikali 100%.

Cara mengukur kebiasaan dan pola makan yang merupakan salah satu faktor

risiko obesitas berdasarkan jawaban dari kuesioner menurut Hadi Pratomo dan

Sudarti (1966) :

a. Mendukung anak menjadi obesitas = ≥ 75% skor jawaban

b. Cukup mendukung anak menjadi obesitas = 40-75% skor jawaban

c. Kurang mendukung anak menjadi obesitas = ≤ 40% skor jawaban

5. Riwayat kejadian obesitas pada orang tua kandung responden diukur dengan

menggunakan kuesioner. Dengan menjawab pertanyaan pada kuesioner, bila

salah satu atau kedua orang tua kandung ada yang mengalami obesitas, maka

Page 23: Kti Bab 1-4 Print1

23

akan mendukung anak menjadi obesitas dan bila orang tua kandung tidak ada

yang mengalami obesitas maka tidak mendukung anak menjadi obesitas.

6. Faktor psikologis adalah hal-hal dalam kepribadian anak yang mempengaruhi

kebiasaan makan pada anak sehingga mendukung terjadinya obesitas. Hal

ini diukur dengan menggunakan kuesioner. Dengan menjawab 5 butir

pertanyaan dimana setiap jawaban yang mendukung anak menjadi obesitas

diberi skor 3, jawaban yang cukup mendukung anak menjadi obesitas diberi

skor 2, dan jawaban yang kurang mendukung diberi skor 1. Total skor adalah

15. Setelah itu skor dari semua butir petanyaan dijumlahkan, kemudian dibagi

dengan jumlah total skor dari variabel tersebut dan dikali 100%.

Cara mengukur faktor psikologis yang merupakan faktor risiko obesitas

berdasarkan jawaban dari kuesioner menurut Hadi Pratomo dan Sudarti

(1966) :

a. Mendukung anak menjadi obesitas= ≥ 75% skor jawaban

b. Cukup mendukung anak menjadi obesitas = 40-75% skor jawaban

c. Kurang mendukung anak menjadi obesitas= ≤ 40% skor jawaban.

Page 24: Kti Bab 1-4 Print1

24

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan

pendekatan cross sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian akan dimulai dari bulan Agustus 2010 sampai November 2010.

Penelitian ini akan dilaksanakan di 5 Sekolah Dasar ( SD ) yang masing- masing

berada pada 5 Kecamatan Kota Medan. Adapun SD dan kecamatan tersebut

adalah sebagai berikut :

No Kecamatan Sekolah Dasar Alamat

1. Medan Baru SDN NO 060884 Jl. Gajah Mada No. 25

2. Medan Polonia SD Kristen Immanuel Jl. Slamet Riyadi No.1

3. Medan Sunggal SD T.D. Pardede Foundation Jl. Binjai km 10,84 Medan Amplas SD Prime One School Jl.Jend.A.H. Nasution No.88A5. Medan Denai SD Katolik Budi Luhur Jl. Pukat No. 79

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV – VI SD yaitu SDN

NO 060884, SD Kristen Imanuel, SD T.D. pardede Foundation, SD Prime One

School dan SD Katolik Budi Luhur yang masing-masing berada pada 5

Kecamatan Kota Medan yaitu Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan

Polonia, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Amplas, dan

Kecamatan Medan Denai. Sampel dalam penelitian ini adalah semua bagian

dalam populasi. Besar sampel yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah

populasi (total sampling).

Page 25: Kti Bab 1-4 Print1

25

4.4. Teknik Pengambilan Data

1. Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data responden mengenai nama

siswa, jenis kelamin, umur dan asal kelas siswa yang yang diperoleh dari

tata usaha setiap sekolah tersebut.

2. Metode Pengukuran Langsung

Metode pengukuran langsung dilakukan untuk mendapatkan data berat

badan yang diukur dengan menggunakan timbangan injak dan data tinggi

badan yang diukur dengan microtoise. Dari data berat badan dan tinggi

badan yang didapat kemudian digunakan metode perhitungan Z-score

BB/TB dan IMT yang diklasifikasikan berdasarkan kurva CDC 2000

terhadap usia. Subyek dikatakan obesitas bila skor IMT-nya di atas

persentil ke-95.

3. Metode Angket

Metode angket dilakukan untuk memperoleh informasi

mengenai riwayat obesitas pada orang tua kandung,

kebiasaan dan pola makan anak, dan faktor psikologis

yang diduga sebagai faktor risiko yang menyebabkan

obesitas kepada anak-anak yang mengalami obesitas.

Angket diberikan pada anak-anak yang sudah teridentifikasi

menderita obesitas setelah dilakukan metode pengukuran.

Adapun kuesioner dalam penelitian ini berupa pertanyaan-

pertanyaan yang memiliki total skor dalam setiap

variabel.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Page 26: Kti Bab 1-4 Print1

26

Dalam penelitian ini data yang terkumpul akan dilakukan pengolahan. Adapun

langkah-langkah dalam pengolahan data tersebut adalah :

a. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti apakah isian kuisioner sudah lengkap atau

belum sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi.

b. Coding

Coding adalah suatu usaha memberikan kode/menandai jawaban-jawaban

responden atas pertanyaan yang ada pada kuisioner yang nantinya akan

memudahkan proses dengan komputer.

c. Entry data

Memasukan data melalui pengolahn komputer dengan menggunakan

program software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi

17.0 dan akan disajikan dalam bentuk grafik, diagram batang, dan diagram

lingkaran.

Page 27: Kti Bab 1-4 Print1

27

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, D. & Poppy, M., 2003. Mencegah dan Mengatasi Kegemukan Pada

Balita. Jakarta : Puspa Swara.

Arisman. 2002. Gizi Anak. Dalam : Khomsan, A., Gizi Dalam Daur Kehidupan.

Palembang : Universitas Sriwijaya, 74-76.

Ariani, A., Sembiring, T., 2007. Prevalensi Obesitas pada Anak Sekolah Dasar.

Majalah Kedokteran Nusantara, 40(2) : 86-89.

Baliwati, Y.F., Khomsan A., Dwirani C.M., 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.

Jakarta: Penerbit Swadaya.

Behrman, Richard E., Kliegman, R., Arvin, A. M., 1996. Tahun- Tahun Awal

Sekolah. Dalam : A. Samik W., Nelson Textbook of Pediatric. Jakarta : EGC,

69-72.

Budiyanto, H.M.A., 2002. Karbohidrat. Dalam: Achyar, M., Rislo, S., Dasar- dasar

Ilmu Gizi. Malang : Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 19.

Hidayati, S.N., Irawan R.,Hidayat B., 2006. Obesitas pada anak.

Available at : http://www.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf

Page 28: Kti Bab 1-4 Print1

28

Khosman, A,.2003., Obesitas, Bahaya dan Cara Mengatasinya. Dalam : Creasindo.

Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 90-

94.

Khosman, A,.2003., Teve Mempengaruhi Kebiasaan Makan Anak. Dalam :

Creasindo. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta : PT RajaGrafindo

Persada, 117-118.

Klish, W.J., Motil, J.K, Kirkland J.L, Jensen C, Hoppin A.G., 2009. Definition;

epidemiology ; and etiology of obesity in children and adolescents.

Available from : www.uptodate2009.com

Laini D. & Hakimi. 2003. Pertumbuhan Anak Obesitas. Sari Pediatri, 5(3) : 99 - 102

Mexitalia, M., 2010. In the Prevention of Childhood Obesity. Dalam: Lubis, B., Ali,

M.,Yannni, G.N., Trisnawati, Y., Ramayani, O.R., Irsa, L., Tobing, C.L.,

Dimayati, Y., 2010. Kumpulan Naskah Lengkap PIT IV IKA Medan 2010.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan : 540-549.

Misnadiarly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Penyakit. Jakarta : Pustaka

Obor Populer.

Moore, M.C., 1997. Obesitas dan Gangguan Makan. Dalam : Melfiawati S., edisi

kedua. Buku Pedoman Terapi Diet Dan Nutrisi. Jakarta : Hipokrates, 348.

Moore, M.C., 1997. Penilaian Gizi. Dalam : Melfiawati S., edisi kedua. Buku

Pedoman Terapi Diet Dan Nutrisi. Jakarta : Hipokrates, 8-11.

Page 29: Kti Bab 1-4 Print1

29

Pudjiaji, S., 2000. Obesitas Pada Anak. Dalam : Artjatmo T., Hendra U., edisi

keempat. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta : Gaya Baru,141-148.

Pudjiaji, S., 2000. Pemberian Makanan Pada Anak dan Adolesensia . Dalam :

Artjatmo T., Hendra U., edisi keempat. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta :

Gaya Baru,40.

Purwati, S., Rahayuningsih, S., Salimar. 2001. Perencanaan Menu untuk Penderita

Kegemukan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Pratomo, Hadi., 1986. Definisi Operasional dari variabel. Dalam: Pedoman

Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan Keluarga

Berencana/ Kependudukan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebuadayaan R.I. PMU Pengembangan FKM di Indonesia, 24-26.

Sastroasmora, S., 1995., Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta :

Binarupa Aksara.

Soetjiningsih. 1995. Obesitas pada anak. In : Gde Ranuh, IG.N. Tumbuh Kembang

anak. Jakarta : EGC, 183 -190.

Timmreck, Thomas C., 2004. Epidemiologi : suatu pengantar. Dalam : Palupi W.,

Jakarta : EGC.

Yussac, M.A.A, Cahyadi A.,Putri C. A.,Dewi A.S.,Khomaini A.,Bardosono

S.,Suarthana E., 2007. Prevalensi Obesitas pada Anak Usia 4-6 tahun dan

Hubungannya dengan Asupan serta Pola Makan., Majalah Kedokt Indonesia,

57 (2),47-53.

Page 30: Kti Bab 1-4 Print1

30

Wahyu, G.G.,2009. Obesitas pada anak. edisi pertama.Yogyakarta : Penerbit B First.

WHO. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic. WHO Technical

Report Series 2000; 894, Geneva