bab 2 landasan teori dan kerangka...

22
11 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Pemasaran Dalam menciptakan kepuasan konsumen perusahaan harus bisa menjalankan pemasaran dengan baik. Menurut Philip Kothler dan Kevin Lene Keller (2009: 5), “Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu dalam memilih target pasar dan mendapatkan, mempertahankan, dan meningkatkan konsumen dengan membuat, memberikan, dan mengkomunikasikan nilai konsumen yang superior”. Penelitian lainnya yang dikemukakan oleh Amstrong dan Kothler (2012: 29) yang menyatakan bahwa, “Manajemen pemasaran adalah serangkaian proses yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan suatu nilai bagi para pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan mereka agar tercipta suatu nilai dari para pelanggan tersebut”. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah sebuah seni dan ilmu berupa rangkaian proses untuk menciptakan suatu nilai yang berguna untuk membantu pencapaian dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Kegiatan pemasaran ini dilakukan melalui serangkaian proses, pengarahan, pengendalian, dan penetapan harga, pemetaan distribusi, hingga kegiatan promosi. 2.1.1 Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Kegiatan pemasaran ditentutakan oleh konsep pemasaran yang disebut dengan bauran pemasaran atau yang biasa dikenal dengan sebutan marketing mix. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol organisasi atau perusahaan dalam kegiatan pengkomunikasian untuk memuaskan konsumen yang menjadi sasarannya. Pengertian bauran pemasaran menurut Philip Kothler dan Garry Amstrong dalam bukunya yang berjudul Principle of Marketing (2012: 75) adalah “Seperangkat alat pemasaran terkontrol yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran”. Adapun pengertian bauran pemasaran menurut Zeithmal dan Bitner yang dikutip oleh Ratih Hurriyati (2010: 48), “Marketing mix defined as the element an

Upload: vuongliem

Post on 15-Jun-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

11

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Manajemen Pemasaran

Dalam menciptakan kepuasan konsumen perusahaan harus bisa menjalankan

pemasaran dengan baik. Menurut Philip Kothler dan Kevin Lene Keller (2009: 5),

“Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu dalam memilih target pasar dan

mendapatkan, mempertahankan, dan meningkatkan konsumen dengan membuat,

memberikan, dan mengkomunikasikan nilai konsumen yang superior”.

Penelitian lainnya yang dikemukakan oleh Amstrong dan Kothler (2012: 29)

yang menyatakan bahwa, “Manajemen pemasaran adalah serangkaian proses yang

dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan suatu nilai bagi para pelanggan dan

membangun hubungan yang kuat dengan mereka agar tercipta suatu nilai dari para

pelanggan tersebut”.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran

adalah sebuah seni dan ilmu berupa rangkaian proses untuk menciptakan suatu nilai

yang berguna untuk membantu pencapaian dalam sebuah organisasi atau perusahaan.

Kegiatan pemasaran ini dilakukan melalui serangkaian proses, pengarahan,

pengendalian, dan penetapan harga, pemetaan distribusi, hingga kegiatan promosi.

2.1.1 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Kegiatan pemasaran ditentutakan oleh konsep pemasaran yang disebut

dengan bauran pemasaran atau yang biasa dikenal dengan sebutan marketing mix.

Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol

organisasi atau perusahaan dalam kegiatan pengkomunikasian untuk memuaskan

konsumen yang menjadi sasarannya.

Pengertian bauran pemasaran menurut Philip Kothler dan Garry Amstrong

dalam bukunya yang berjudul Principle of Marketing (2012: 75) adalah

“Seperangkat alat pemasaran terkontrol yang dipadukan oleh perusahaan untuk

menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran”.

Adapun pengertian bauran pemasaran menurut Zeithmal dan Bitner yang

dikutip oleh Ratih Hurriyati (2010: 48), “Marketing mix defined as the element an

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

12

organizations controls that can be used to satisfy or commucate with customer.

These elements appear as core decision variable in any marketing text or marketing

plan”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah suatu perangkat

atau unsur-unsur pemasaran yang saling terkait satu sama lain, dibaurkan,

diorganisir, dan digunakan dengan tepat oleh organisasi atau perusahaan untuk

mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan elemen-eleman tersebut akan

menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi organisasi atau perusahaan itu

sendiri sekaligus dapet memuaskan kebutuhan dan kenginan konsumen.

Sedangkan menurut Philip Kotler dan Kevin Keller dalam bukunya

Marketing Management (2012: 47), mendefinisikan bahwa “Bauran pemasaran

sebagai seperangkat alat pemasaran perusahaan menggunakan untuk mengejar tujuan

pemasarannya di pasar sasaran”. Bauran pemasaran terdiri dari 4 (empat) elemen,

yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).

1. Produk (Product)

Suatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, agar

produk yang dijual mau dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat

memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan dari konsumen.

2. Harga (Price)

Sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau

menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan

penjual melalui tawar menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga

yang sama terhadap semua pembeli.

3. Tempat (Place)

Tempat diasosiasikan sebagai saluran distribusi yang ditujukan untuk

mencapai taget konsumen. Sistem distribusi ini mencakup lokasi,

transportasi, pergudangan, dan sebagainya.

4. Promosi (Promotion)

Promotion adalah aktivitas mengkomunikasikan dan menyampaikan

informasi mengenai produk kepada konsumen, dan membujuk target

konsumen untuk membeli produk.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

13

2.2 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “Mengapa konsumen

melakukan dan apa yang mereka lakukan”. Kotler dan Keller (2009: 213)

mengatakan bahwa, “Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu,

kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan

barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan

mereka”.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2010: 23), “Perilaku konsumen (consumer

behavior) dapat didefinisikan sebagai perilaku dimana konsumen menunjukkan

dalam hal mencari (searching for), membeli (purchasing), menggunakan (using),

mengevaluasi (evaluating), dan membuang produk dan jasa yang diharapkan akan

memuaskan kebutuhan (disposing of products and services that they will satisfy their

needs)”.

Sedangkan menurut Rangkuti (2010: 92) mengutip Engel, Blackwell, dan

Miniard yang mengatakan bahwa, “Perilaku konsumen adalah tindakan yang

langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan

jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini”.

Dari dua pengertian tentang perilaku konsumen di atas depat diperoleh dua

hal yang penting, yaitu: (1) sebagai kegiatan fisik dan (2) sebagai proses

pengambilan keputusan. Berdasarkan berdasarkan definisi tersebut, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan

oleh konsumen dalam mencari, memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan

produk, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan

keinginan mereka. Menurut Schiffman dan Kanuk (2010: 23), perihal perilaku

konsumen menggambarkan dua perbedaan jenis entitas konsumsi, yaitu:

1. Konsumen personal (personal consumer)

Konsumen membeli barang dan jasa untuk pemakaian sendiri, untuk

pemakaian rumah tangga, atau sebagai hadiah pemberian kepada teman.

Dalam setiap konteks ini, produk yang dibeli adalah pemakaian terakhir oleh

individu, dimana yang dimaksud sebagai pemakai akhir atau konsumen akhir.

2. Konsumen organisasi (organizational consumer)

Bisnis laba dan nirlaba, agen pemerintahan (lokal, provinsi, dan nasional),

dan institusi (seperti sekolah, rumah sakit, dan lain-lain) dimana semua harus

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

14

membeli produk, perlengkapan, dan jasa dengan tujuan menjalankan

organisasinya.

2.2.1 Country Of Origin

Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

pasar global telah berkembang jauh. Perusahaan dan pemasar internasional juga

mencari lebih banyak kesempatan di pasar global dan perusahaan multinasional,

yang menyebabkan persaingan internasional antara perusahaan. Ada banyak faktor

yang berdampak pada pertumbuhan ini serta produk konsumen dan evaluasi layanan,

seperti nama merek dan persepsi negara. Negara asal telah menjadi fenomena yang

signifikan dalam studi perilaku konsumen. Oleh karena itu, meningkatkan

pengetahuan pelanggan tentang produk membuat penelitian tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi keputusan mereka lebih berharga dari sebelumnya.

Saat ini, di era modern dan kompetitif, di mana pemasaran global

berkembang dari hari ke hari, negara asal (country of origin), sebagai parameter yang

signifikan, telah dipelajari dalam banyak penelitian, dan itu menunjukkan bahwa

faktor ini mempengaruhi perilaku konsumen dan juga pembelian mereka. Titik lain

yang menunjukkan penelitian adalah bahwa orang yang peduli pada produk tersebut

datang dari dan dimana mereka dibuat dan mempertimbangkan faktor-faktor ini

ketika mengevalusi kualitas produk (Parkvithee & Miranda, 2012).

Mengutip dari jurnal yang berjudul “Pengaruh Country of Origin dan

Persepsi Kualitas Terhadap Persepsi Nilai Pada Produk Telepon Seluler” (2013),

“COO (Country of Origin) ialah sama dengan manufactured in atau made in”

(Agarwal dan Kamakura, 1999). Namun menurut Pisharodi (1992, P. 706) (dalam

jurnal yang berjudul “Pengaruh Country of Origin dan Persepsi Kualitas Terhadap

Persepsi Nilai Pada Produk Telepon Seluler”, 2013), “Merek negara asal bermakna

lebih dari label “made in”. Negara asal pembuat produk membentuk bagian dari

merek itu sendiri dalam beberapa kasus, dapat sangat berpengaruh dalam

membangun reputasi merek lainnya”, yang berarti bahwa menurut kedua teori diatas

kendati suatu merek memiliki basis negara induk perusahaan di suatu negara namun

produk tersebut diproduksi di suatu atau banyak negara lain, maka dasar untuk

melihat petunjuk asal negara produk tersebut ialah negara yang memproduksi

tersebut, bukan negara induk perusahaan.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

15

Hal tersebut dapat dijawab oleh teori yang dikemukakan oleh Assael (1998)

bahwa, “Ini dikarenakan konsumen telah memiliki pandangan atas penilaian atas

suatu produk berdasarkan negara pembuatnya dan sebaliknya suatu negara telah

diasosiasikan memiliki kemampuan yang baik dalam hal pembuatan atau produksi

suatu kategori produk tertentu”.

Menurut Yassin et al. (2008), terdapat 7 dimensi country of origin seperti

yang dipaparkan berikut ini yaitu:

1. Negara produk berasal dikenal sebagai negara manufaktur yang inovatif

2. Negara produk berasal dikenal sebagai negara yang bagus dalam desain,

3. Tenaga kerja dimana negara produk berasal dikenal sebagai tenaga kerja yang

kreatif

4. Tenaga kerja dimana negara produk berasal dikenal sebagai tenaga kerja yang

berkualitas

5. Produk dari negara tersebut berasal merupakan produk yang prestisius

6. Citra negara asal produk dipandang sebagai negara maju, dan tingkat

kemajuan teknologi negara asal produk.

Roth dan Romeo (1992) (dalam jurnal yang berjudul “Dimensions of the

Country of Origin Effect and their Measurement”, 2015) terdapat model country of

origin yang terdiri dari 4 (empat) dimensi, yaitu:

1. Innovativeness – Penggunaan teknologi baru.

2. Diversity – Daya tarik tawaran.

3. Design – Penampilan dan variety.

4. Workmanship – Kualitas manufaktur.

Selain itu berdasarkan jurnal yang berjudul “A Conceptual Study on the

Country of Origin Effect on Consumer Purchase Intention” (2012), ada berbagai

faktor yang berdampak pada negara isyarat asal seperti:

1. Pengetahuan produk

2. Citra negara

Sedangkan menurut jurnal yang berjudul “Study Of Perceived Image Of

Origin Country on Perceived Value And Repurchase Intention Among Korean

Appliances” (2015), bahwa “Consumer’s mental image of country of origin have

three dimensions of cognitive, emotional and behavioral. Cognitive dimension of

consumer’s beliefs are related to technological advance and countries’ development,

emotional dimension refers to emotional reaction of consumer towards the people of

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

16

the country. Behavioral dimension refers to the level of tendency for interaction with

country of origin (Laoche, 2005). Consumer uses outer assessment clues of a product

such as price, brand, and county of origin in two forms in own cognitive process that

are Halo effect and concept of summary (Ahmed et al, 2014) when a customer is not

familiar with products of a country the image that he has from a country will be in

form of halo and it directly impacts on his assessment”.

2.2.2 Persepsi Harga (Perceived Price)

Berdasarkan perspektif dari konsumen, harga merupakan salah satu faktor

utama yang menjadi pertimbangan dalam membeli suatu barang maupun jasa.

Menurut Kotler dan Amstrong (2010), “Harga digambarkan sebagai sejumlah uang

yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa; jumlah nilai yang pelanggan

tukarkan untuk mendapatkan manfaat memiliki atau menggunakan sebuah produk

atau jasa”. Harga riil suatu produk atau layanan akan menjadi masuk akal setelah

adanya interpretasi subjek dari pelanggan (Oh, 2000) (dalam jurnal “A Review on

Customer Perceived Value and Its Main Components”, 2015).

Mengutip dari jurnal yang berjudul “A Review on Customer Perceived Value

and Its Main Components” (2015), Jacoby dan Olson (1977) membedakan antara

harga objektif (harga sebenarnya dari sebuah produk) dan persepsi harga (harga

seperti dikodekan oleh konsumen. Harga objektif secara moneter sering tidak

menjadi harga yang dikodekan oleh konsumen. Beberapa konsumen mungkin

memperhatikan harga yang tepat, tetapi yang lain mungkin mengkodekan dan

mengingat harga hanya sebagai “mahal” dan “murah”. Yang lain mungkin tidak

mengkodekan harga sama sekali. Sebuah studi mengungkapkan bahwa konsumen

tidak selalu mengetahui atau mengingat harga yang sebenarnya dari produk tersebut.

Sebaliknya, mereka mengkodekan harga dengan cara yang bermakna bagi mereka

(Dickson & Sawyer, 1990).

Selain itu berdasarkan jurnal “A Review on Customer Perceived Value and Its

Main Components” (2015), dalam mengevalusai keseluruhan keadilan harga (price

fairness), pelanggan menganggap baik dalam segi biaya moneter dan non-moneter

untuk memperoleh produk atau jasa (Cronin et al., 2000; Homburg et al., 2005). Hal

ini diukur dengan indikator yang mewakili presepsi konsumen secara moneter dan

non-moneter dari harga terkait dengan mengakuisisi dan pembelian produk atau jasa.

Harga moneter yang dirasakan biasanya dinilai langsung dari harga yang dibayarkan

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

17

untuk produk atau jasa, sementara harga non-moneter dapat dinilai dengan langkah-

langkah waktu dan usaha yang terkait dengan produk atau jasa tersebut (Cronin,

Brady, & Hult, 2000).

Menurut Freddy Rangkuti (2009: 104) persepsi mengenai harga diukur

berdasarkan persepsi pelanggan yaitu dengan cara menanyakan kepada pelanggan

variabel-variabel apa saja yang menurut mereka paling penting dalam memilih

sebuah produk. Persepsi harga dibentuk oleh dua dimensi utama yaitu:

1. Persepsi Kualitas

Konsumen cenderung lebih menyukai produk yang harganya mahal ketika

informasi yang didapat hanya harga produknya. Persepsi konsumen terhadap

kualitas produk dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap nama, merek,

nama toko, garansi yang diberikan dan negara yang menghasilkan produk

tersebut.

2. Persepsi Biaya yang Dikeluarkan

Secara umum konsumen menganggap bahwa harga merupakan biaya yang

dikeluarkan untuk mendapat sebuah produk baik berbentuk uang maupun

lainnya. Tetapi konsumen mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap

biaya yang dikeluarkan meskipun untuk produk yang sama. Hal ini

tergantung situasi dan kondisi yang dialami.

Sedangkan menurut Litchtenstein et al. (dalam jurnal “ Eximining Price

Perception and The Relationships Among Its Dimensions Via Structural Equation

Modeling: A Research On Turkish Consumers”, 2014), persepsi harga konsumen

memiliki beberapa dimensi, yaitu:

1. Price – Quality Association

Price – quality association digambarkan sebagai keyakinan umum di seluruh

kategori produk, dimana tingkat isyarat harga yang berhubungan positif

dengan tingkat kualitas produk.

2. Prestige Sensitivity

Prestige sensitivity digambarkan sebagai persepsi yang menguntungkan,

dimana tingkat harga yang lebih tinggi akan menciptakan perasaan dan status

yang menonjol kepada orang lain tentang pembeli. Prestige sensitivity dapat

dilihat sebagai kecenderungan untuk merujuk konsumen atau menjadi sensitif

terhadap arahan yang dibuat oleh konsumen lain berdasarkan tingkat harga.

Selain itu konsumen dengan prestige sensitivity yang tinggi dapat mebeli

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

18

barang-barang mahal bukan karena persepsi kualitas dari produk tersebut,

tetapi karena persepsi bahwa orang lain mungkin menganggap mereka

sebagai sosial yang positif karena harga yang tinggi.

3. Price Consciousness

Untuk beberapa konsumen persepsi harga mungkin menjadi menonjol dengan

kesadaran mereka terhadap harga. Konsep kesadaran harga (price

consciousness) digambarkan sebagai tingkat dimana konsumen memfokuskan

secara ekslusif pada pembayaran tingkat harga yang rendah.

4. Value Consciousness

Kesadaran nilai (value consciousness) dipandang sebagai harga yang harus

dibayar untuk kualitas yang diterima. Jika konsumen mempertimbangkan

harga sebagai pengorbanan moneter, maka mereka akan lebih sadar mengenai

sebuah nilai dari produk maupun jasa.

5. Sale Poreness

Peningkatan keinginan membeli karena adanya promosi atau potongan harga

apabila konsumen membeli produk maupun jasa tersebut.

6. Coupon Poreness

Peningkatan keingina membeli yang ditimbulkan karena adanya pemberian

kupon pada produk maupun jasa yang dibeli.

2.2.3 Customer Perceived Value

Nilai yang dirasakan pelanggan memiliki banyak makna. Mengutip dari

jurnal yang berjudul “A Review on Customer Perceived Value and Its Main

Components” (2015), nilai yang dirasakan oleh pelanggan (customer perceived

value / CPV) diindentifikasikan oleh segi nilai (Monroe, 1990; Zeithaml 1988) atau

nilai pelanggan (Butz Jr. & Goodstein, 1997). Zeithaml (1998: 14) menefinisikan

CPV sebagai “Penilaian keseluruhan konsumen dari kegunaan produk berdasarkan

persepsi apa yang diterima dan apa yang diberikan”.

Sedangkan menurut Butz dan Goodstein (dalam jurnal “A Review on

Customer Perceived Value and Its Main Components”, 2015), CPV adalah hasil dari

konsumen yaitu:

1. Persepsi para-pembelian (harapan)

2. Evaluasi selama transaksi (harapan vs yang diterima)

3. Pasca-pembelian (setelah digunakan) penilaian (harapan vs yang diterima)

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

19

Dari aspek pasca-pembelian, Butz dan Goodstein mendefinisikan, bahwa

nilai yang dirasakan pelanggan sebagai “Ikatan emosional yang didirikan antara

pelanggan dan produsen setelah pelanggan telah menggunakan produk yang

menonjol atau layanan yang diproduksi oleh pemasok tersebut dan menemukan

produk atau memberikan nilai tambah”. Sedangkan Moliner et al. (2007: 1999)

mendefinisikan CPV sebagai “Variabel dinamis yang juga dialami setelah konsumsi,

hal ini diperlukan untuk menyertakan reaksi subjektif atau emosional yang

dihasilkan”.

Berdasarkan Sweeney dan Soutar (dalam jurnal “Relationship Between

Service Quality, Perceived Value, Statisfaction, and Revisit Intention in Hotel

Industry”, 2012), terdapat dimensi untuk mengukur perceived value, yaitu emotional

value. Dimana adanya “Perasaan yang dihasilkan oleh suatu produk maupun jasa

yang dibeli atau digunakan”.

Selain itu, nilai yang dirasakan pelanggan melibatkan perbedaan antara

manfaat yang diterima dan pengorbanan. McDougall dan Levesque (2000: 3)

mendefinisikan nilai dianggap sebagai “Hasil atau manfaat pelanggan menerima

dalam kaitannya dengan biaya total yang meliputi harga yang harus dibayar

ditambah biaya lainnya terkait dengan pembelian”. Manfaat ini meliputi nilai yang

diinginkan pelanggan. Pengorbanan termasuk moneter dan non-moneter (waktu,

produk alternatif atau merek alternatif, dan pengalaman diri) pengorbanan (Dodds,

Monroe, & Grewal, 1991).

Menurut Kotler dan Keller (2009: 173) perceived value (nilai yang

dipikirkan) adalah selisih antara evaluasi calon konsumen atas semua manfaat

ekonomis, fungsional, dan psikologis yang diharapkan oleh konsumen atas tawaran

pasar tertentu. Menurut Kotler, perceived value adalah selisih antara total customer

value (jumlah nilai bagi konsumen) dan total customer cost (biaya total bagi

konsumen). Total customer value (jumlah nilai bagi konsumen) adalah kumpulan

manfaat yang diharapkan diperoleh konsumen dari produk atau jasa tertentu. Total

customer cost (biaya total bagi konsumen) adalah kumpulan pengorbanan yang

diperkirakan konsumen akan terjadi mengevaluasi, memperoleh, dan menggunakan

produk jasa tersebut. Dapat dilihat dalam persamaan berikut ini:

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

20

Dimana:

V = Nilai

B = Manfaat yang dirasakan (Produk, Pelayanan, Karyawan, dan Citra

Perusahaan)

C = Pengorbanan (Pengorbanan Moneter, Waktu, Energi, dan Psikologi)

Sementara itu Sweeney, Soutar dan Johnson (2009) menjelaskan bahwa

faktor-faktor seperti kualitas, tanggapan emosi, harga dan status sosial merupakan

dimensi dari perceived value. Kualitas dilihat dari beberapa aspek produk tersebut

dibuat, sedangkan tanggapan emosi lebih berkaitan perasaan konsumen setelah

membeli suatu produk. Dalam membeli suatu produk konsumen tidak hanya

mempertimbangkan kualitasnya saja, tetapi juga memikirkan kelayakan harganya.

Menurut Moliner et al. (2007) nilai dilihat sebagai nilai yang dirasakan dalam segi

nilai fungsional dari barang atau kualitas jasa dan harga, nilai emosional perasaan,

dan nilai sosial dari dampak sosial pengalaman sendiri, dan alternatif lain.

Gambar 2.1 Penentu Nilai yang Diberikan Kepada Pelanggan

Sumber: Kotler dan Keller (2009: 173), dialih bahasakan oleh Benyamin Molan

BENEFIT (B)

COST (C) VALUE (V) =

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

21

2.2.4 Minat Pembelian (Purchase Intention)

Dalam memahami perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh yang

mendasari seseorang dalam memiliki minat pembelian suatu produk atau merek.

Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan

dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa

rangsangan pemasran maupun rangsangan dari lingkungan yang lain. Rangsangan

tersebut kemudian diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik

pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi

konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat

kompleks, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli.

Terdapat 4 faktor minat pembelian menurut Rodoula Tsiotsou (2006: 207-

217), yaitu:

1. Involvement

Keterlibatan telah menjadi pada dunia marketing dan telah menjadi topik

yang menarik dalam perilaku konsumen dan riset iklan. Terjadinya

keterlibatan terhadap suatu produk yang dirasakan oleh konsumen

dikarenakan melekatnya kebutuhan, kepentingan dan nilai-nilai suatu produk

tersebut di benak konsumen. Setelah diikthisarkan akibat dari adanya suatu

keterlibatan terhadap produk yaitu meningkatnya motivasi, adanya gairah

yang tinggi terhadap pembelian dan meningkatnya elaborasi kognitif.

2. Satisfaction

Kepuasan konsumen telah dipelajari secara ekstensif dalam pemasaran

selama beberapa dekade terakhir. Kepuasan menjadi salah satu tujuan utama

dari pemasaran. Kepuasan memerankan peran penting dalam pemasaran

karena kepuasan menjadi prediksi yang baik dalam menilai perilaku

konsumen. Begitu juga terhadap loyalitas pelanggan.

3. Values

Telah dikemukakan bahwa nilai-nilai dapat menjadi prediktor yang signifikan

terhadap banyaknya sikap sosial dan perilaku seperti perilaku konsumen.

Beberapa peniliti telah menyambungkan antara nilai terhadap perilaku

konsumsi dan efek komunikasi. Sesuai dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Sherell et al (1984) hubungan antara nilai dan atribut merek

dan minat pembelian. Mereka menyarankan bahwa sistem nilai pengaruh

masing-masing perilaku individual terhadap persuasive communications.

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

22

4. Perceived Quality

Persepsi kualitas sudah diartikan menjadi penilaian konsumen terhadap

keseluruahan produk. Dalam beberapa penelitian, persepsi kualitas telah

ditemukan memiliki efek langsung yang positif terhadap minat pembelian.

Selain itu, belum ada kesepakatan apakah ada interaksi pengaruh antara

persepsi kualitas dan kepuasan konsumen terhadap minat pembelian. Persepsi

kualitas dianggap sebagai konsep yang lebih spesifik yang didasarkan pada

produk dan layanan fitur sementara kepuasan dapat menjadi hasil dari segala

dimensi.

Gambar 2.2 Inisial Model Minat Pembelian

Sumber: Rodoula Tsiotsou (2006: 207-217)

2.3 Penelitian Terdahulu

Pada bagian penelitian terdahulu ini, peneliti mengambil beberapa contoh

penelitian yang sudah ada sebagai panduan untuk penelitian yang dilakukan. Contoh

yang diambil oleh peneliti berupa jurnal-jurnal mengenai pengaruh country of origin,

perceived price, perceived value, dan purchase intention, baik secara individual

maupun simultan (bersamaan).

Berikut ini adalah beberapa jurnal internasional yang berhasil peneliti

dapatkan dari berbagai sumber di internet.

Involvement

Perceived

Product

Quality

Purchase

Intention

Values Overall

Satisfaction

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

23

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Judul Jurnal Penulis Tahun Kesimpulan

1. Study of Perceived

Image of Origin

Country on

Perceived Value and

Repurchase

Intention Among

Korean Appliances

Gholamreza

Asadian

2015 Country of origin dan

nilai (value) dampat

mempengaruhi minat

pembelian kembali

pada suatu produk.

Nilai yang

dimaksudkan di sini

dapat berupa kualitas

produk, harga, dan

brand distinction

2. The Relationship

Between Perceived

Price and

Consumers’

Purchase Intentions

of Private Label

Wine Brands

Ms. D.

Oosthuizen

Professor J.

Spowart, &

Professor C. F.

De Meyer-

Heydenrych

2015 Keseluruhan harga

yang dirasakan relative

memiliki hubungan

positif yang signifikan

pada keseluruhan nilai

yang dirasakan dan

memiliki hubungan

positif yang signifikan

pada keseluruhan niat

pembelian yang

berkaitan

3. A Conceptual Study

on The Country of

Origin Effect on

Consumer Purchase

Intention

Samin

Rezvani,

Goodarz

Javadian

Dehkordi,

Muhammad

Sabbir

2012 Ketika konsumen

dapat mengevaluasi

semua karakter

intrinsic dari suatu

produk dengan cara

mengalaminya

langsung, ternyata efek

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

24

Rahman,

Firoozeh

Fouladivanda,

Masha Habibi,

& Sanaz

Eghtebasi

dari ekstrinsik suatu

produk lebih

memeiliki pengaruh

pada evaluasi

konsumen terhadap

produk tersebut.

Country of origin

adalah salah satu unsur

ekstrinsik; di samping

itu tidak ada keraguan

bahwa country of

origin memiliki

pengaruh yang besar

terhadap proses niat

beli

4. The Effect and

Influence of

Country-of-Origin

on Consumers’

Perceptions of

Product Quality and

Purchasing

Intentions

Harrychand D.

Kalicharan

2014 Meskipun country of

origin digunakan

sebagai isyarat

eksternal oleh

konsumen ketika

mengevaluasi kualitas

produk, faktor-faktor

lain juga memiliki

kepentingan yang

sama dan dapat

mempengaruhi

keputusan pembelian

5. An Empirical Study

of the Effect of

Perceived Price on

Purchase Intention

Ya-Hui Wang

& Li-Yan

Chen

2016 Perceved price

memiliki pengaruh

positif dan signifikan

secara langsung

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

25

Evidence From Low-

Cost Carriers

terhadap perceived

value, perceived risk,

dan purchase

intention. Selain itu,

perceived price juga

berpengaruh secara

tidak langsung

terhadap perceived

value dan perceived

risk

6. The Influence of

Perceived Value on

Consumer Purchase

Intention

Dr. Hsinkuang

Chi, Dr. Huery

Ren Yeh, & Yi

Ching Tsai

- Ketika konsumen

membeli suatu produk,

mereka akan

membandingkannya.

Sebuah produk yang

memiliki citra merek

baik dapat

memberikan tingkat

kepuasaan yang tinggi

kepada konsumen dan

kepercayaan diri untuk

membeli produk

tersebut. Semakin

tinggi nilai yang

dirasakan (perceived

value) berarti niat beli

yang ditimbulkan pun

akan semakin tinggi.

Selain itu, konsumen

cenderung

menggunakan persepsi

secara subjektif dan

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

26

nilai yang dirasakan

untuk mengevaluasi

produk atau layanan

dalam proses

pembelian mereka

7. An Analyzed Model

of Consumer

Perceived Value in

Selecting Retail

Shop for Fresh

Product

Mochammad

Mukti Ali,

Ujang

Sumarwan,

Setiadi Djohar,

& Eva Z.

Yusuf

2014 Perceived shop image

mempengaruhi

perceived value

konsumen. Semakin

tinggi perceived shop

image, maka akan

semakin tinggi nilai

dari consumers’

perceived value,

sehingga konsumen

akan lebih

bersemangat untuk

berbelanja di tempat

tersebut

8. Consumer

Perception on

Purchase Intention

Towards Koa Hang:

An Exploratory

Survey in Sakon

Nakhon Province

Jitti

Kittilertpaisan

& Chakrit

Chachitpreecha

2013 Nilai yang dirasakan

sangatlah penting.

Oleh karena itu,

mereka akan

mempertimbangkan

untuk membeli suatu

produk jika mereka

menganggap bahwa

produk tersebut

memiliki perceived

value, yaitu memiliki

tingkat kualitas yang

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

27

tinggi dan harga yang

rendah

9. Antecedents of

Customer Perceived

Value: Evidence of

Mobile Phone

Customers in Kenya

Francis

Mungai

Muturi, Dr.

Joseph Kibuye

Wadawi, & Dr.

Edward

Otineno Owino

2014 Sementara harga telah

berhasil digunakan

sebagai dasar

keunggulan kompetitif

di masa lalu,

pelanggan saat ini

mencari nilai dan

dapat membayar lebih

jika mereka melihat

bahwa meraka akan

mendapatkan nilai

yang lebih dari produk

atau layanan yang

diberikan

10. A Review on

Customer Perceived

Value and Its Main

Components

Rasoul

Asgarpour,

Abu Bakar A.

Hamid, &

Zuraidah Binti

Sulaiman

2015 Perusahaan dapat

membangun

keunggulan kompetitif

dengan memberikan

nilai unggul yang

diinginkan oleh

pelanggan. Selain itu,

persepsi kualitas dan

harga dari pelanggan

merupakan komponen

utama dari nilai

pelanggan yang

memiliki peran

signifikan dalam

menawarkan nilai

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

28

terbaik bagi para

pelanggan

11. Factors Influencing

Importance of

Country of Brand

and Country of

Manufacturing in

Consumer Product

Evaluation

Jashim Uddin,

Shehely

Parvin, & Md.

Lutfur Rahman

2013 Faktor penentu yang

ditimbulkan oleh

pengaruh yang

signifikan secara

statistic untuk negara

merek adalah

keunggulan teknologi,

tingkat harga,

kehandalan, kinerja,

dan daya tahan

2.4 Kerangka Pemikiran

Pada bagian kerangka pemikiran, peneliti akan menjabarkan beberapa teori

atau konsep yang berkaitan dengan beberapa literatur yang telah digunakan sebagai

acuan atau landasan dalam pemecahan masalah penelitian ini.

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Sumber: Peneliti (2016)

COUNTRY OF

ORIGIN X1

PERCEIVED

VALUE

PURCHASE

INTENTION Y Z

PERCEIVED

PRICE X2

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

29

2.4 Hipotesa Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Sub-struktur 1

Bagaimana pengaruh Country of Origin dan Perceived Price terhadap

Perceived Value, baik secara individual dan simultan?

1. Hipotesis pengujian pengaruh secara individual antara X1 dan Y

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Country of

Origin (X1) terhadap variabel Perceived Value (Y)

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Country of Origin

(X1) terhadap variabel Perceived Value (Y)

2. Hipotesis pengujian pengaruh secara individual antara X2 dan Y

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Perceived

Price (X2) terhadap variabel Perceived Value (Y)

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Perceived Price

(X2) terhadap variabel Perceived Value (Y)

3. Hipotesis pengujian pengaruh secara simultan antara X1 dan X2

terhadap Y

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Country of

Origin (X1) dan Perceived Price (X2) terhadap variabel Perceived

Value (Y) secara simultan

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Country of Origin

(X1) dan Perceived Price (X2) terhadap variabel Perceived Value (Y)

secara simultan

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

30

• Sub-struktur 2

Bagaimana pengaruh Country of Origin dan Perceived Price terhadap

Purchase Intention melalui Perceived Value, baik secara individual dan

simultan?

4. Hipotesis pengujian pengaruh secara individual antara X1 dan Z

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Country of

Origin (X1) terhadap variabel Purchase Intention (Z)

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Country of Origin

(X1) terhadap variabel Purchase Intention (Z)

5. Hipotesis pengujian pengaruh secara individual antara X2 dan Z

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Perceived

Price (X2) terhadap variabel Purchase Intention (Z)

H1: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Perceived

Price (X2) terhadap variabel Purchase Intention (Z)

6. Hipotesis pengujian pengaruh secara individual antara Y dan Z

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Perceived

Value (Y) terhadap variabel Purchase Intention (Z)

H1: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Perceived

Value (Y) terhadap variabel Purchase Intention (Z)

7. Hipotesis pengujian pengaruh secara simultan antara X1, X2, dan Y

terhadap Z

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Country of

Origin (X1), variabel Perceived Price (X2), dan variabel Perceived

Value (Y) terhadap variabel Purchase Intention (Z) secara simultan

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

31

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Country of Origin

(X1), variabel Perceived Price (X2), dan variabel Perceived Value

(Y) terhadap variabel Purchase Intention (Z) secara simultan

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2016_1_1296_Bab2.pdf · Hanya dalam waktu 30 tahun, perdagangan internasional dan pengembangan

32