bab 2 landasan teori dan kerangka...

21
7 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi Pemasaran Pada saat ini, konsep pemasaran tidak hanya mencakup kebutuhan dan keinginan saja, tetapi juga mencakup pengharapan konsumen, dan hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen sehingga menimbulkan tuntutan yang lebih tinggi akan pemenuhan kebutuhan, keinginan, dan harapan itu sendiri. Oleh karena itu, konsumen perlu mendapatkan perhatian yang lebih khusus, karena konsumen merupakan pasar bagi produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Definisi Pemasaran terus berubah seiring dengan perkembangan zaman. Menurut American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009, p.45) bahwa “Marketing is an organization function and a set processes for creating, communicating, and delivering value to customers and for managing customer relationship in ways that benefit the organization and it stakeholders.” Sedangkan, definisi dari organisasi yang sama American Marketing Association di tahun yang berbeda dalam Kotler dan Keller (2012, p.5), definisi tersebut sedikit berubah menjadi “Marketing is the activ-ity, set of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large.” Kotler (2005, p.10) seorang ahli pemasaran mengemukakan ”Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial, dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah proses perpindahan barang dan/ atau jasa dari produsen ke konsumen, atau semua kegiatan yang berhubungan dengan arus barang dan/ atau jasa dari produsen ke konsumen . 2.2 Retail Image Menurut Berman dan Evans pada bukunya “Retail Management” (2007;p541), image merujuk kepada bagaimana sebuah retail dapat dirasakan oleh konsumen dan lain nya, dan positioning merujuk kepada bagaimana perusahaan

Upload: doquynh

Post on 09-Mar-2018

225 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

7

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Definisi Pemasaran

Pada saat ini, konsep pemasaran tidak hanya mencakup kebutuhan dan

keinginan saja, tetapi juga mencakup pengharapan konsumen, dan hal ini berkaitan

dengan semakin banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen sehingga

menimbulkan tuntutan yang lebih tinggi akan pemenuhan kebutuhan, keinginan, dan

harapan itu sendiri. Oleh karena itu, konsumen perlu mendapatkan perhatian yang

lebih khusus, karena konsumen merupakan pasar bagi produk yang dihasilkan oleh

perusahaan. Definisi Pemasaran terus berubah seiring dengan perkembangan zaman.

Menurut American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009,

p.45) bahwa “Marketing is an organization function and a set processes for creating,

communicating, and delivering value to customers and for managing customer

relationship in ways that benefit the organization and it stakeholders.”

Sedangkan, definisi dari organisasi yang sama American Marketing

Association di tahun yang berbeda dalam Kotler dan Keller (2012, p.5), definisi

tersebut sedikit berubah menjadi “Marketing is the activ-ity, set of institutions, and

processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that

have value for customers, clients, partners, and society at large.”

Kotler (2005, p.10) seorang ahli pemasaran mengemukakan ”Pemasaran

adalah proses sosial dan manajerial, dengan proses itu individu dan kelompok

mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,

menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai

dengan pihak lain.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah proses

perpindahan barang dan/ atau jasa dari produsen ke konsumen, atau semua kegiatan

yang berhubungan dengan arus barang dan/ atau jasa dari produsen ke konsumen .

2.2 Retail Image

Menurut Berman dan Evans pada bukunya “Retail Management”

(2007;p541), image merujuk kepada bagaimana sebuah retail dapat dirasakan oleh

konsumen dan lain nya, dan positioning merujuk kepada bagaimana perusahaan

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

8

merancang strategi mereka untuk memproyeksikan image sebuah retail untuk

mendapatkan respon yang positif dari konsumen.

Pada buku tersebut Berman dan Evans juga mengatakan untuk mencapai

kesuksesan sebuah retail harus mengkomunikasikan sebuah image secara, khusus,

jelas dan konsisten, sehingga ketika image sebuah retail melekat pada benak

konsumen, sebuah retail akan mendapatkan tempat yang sesuai di benak konsumen

dibandingkan dengan kompetitor nya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi image sebuah retail

Gambar 2.1

Gambar 2.1

Gambar 2.1 Component of Retail Image

Sumber : Berman dan Evans (2007;p542)

2.3 Store Atmosphere

2.3.1 Store

Menurut Maretha (2011) store atau toko merupakan sebuah tempat yang

umum nya tertutup dan di dalam nya terjadi perdagangan benda yang spesifik seperti

buku, makanan, minuman dan sebagainya. Dalam hal bangunan atau arsitektur nya,

bangunan toko biasanya lebih mewah dibandingkan dengan warung. Didalam toko

jenis barang barang yang dijual pun lebih modern. Proses transaksi didalam toko juga

lebih modern.

2.3.2 Atmosphere

Menurut Levy dan Weitz dalam bukunya “Retailing Management”

(2012;p490) Atmosphere adalah desain sebuah lingkungan atau suasana yang

Overall Retail Image

Target market

Firm’s Positioning

Customer Service

Store Locatipn Pricing Merchandise

Atributes

Attributes of Physical facilities

Promotion tools

Shopping Experiences

Community Service

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

9

menstimulasi 5 indra. Biasanya retailers menstimulasi persepsi dan emosional

konsumen melalui pencahayaan, warna, music, dan aroma. Dalam buku tersebut dan

dihalaman yang sama dikatakan riset telah menunjukan penting nya elemen

Atmosphere untuk dipadukan dan diaplikasikan. Contoh nya “the right music with

the right scent”.

Menurut Maretha (2011) Atmosphere merupakan :

1. Lingkungan intelektual yang dominan

2. Sebuah kualitas estetika atau efek yang menyenangkan dari sebuah tempat

3. Suasana atau perasaan dalam sebuah tempat atau situasi.

Atmosphere juga bagaimana interaksi antar konsumen dan kepuasan konsumen

dipengaruhi oleh suasana tempat dalam sebuah lembaga atau perusahaan. Interaksi

sesama konsumen memiliki pengaruh pada kepuasan dan loyalitas terhadap

perusahaan.

Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa atmosfer merupakan suasana yang

tercipta dalam sebuah lingkungan yang di stimulisasikan melalui komunikasi visual,

pencahayaan. Warna, music , aroma dan interior yang bias mempengaruhi persepsi

dan emosi pengunjung atau konsumen.

2.3.3 Store Atmosphere

Dengan menghubungkan relasi antara teori Store dan Atmosphere yang sudah

dibahas sebelumnya, bias di simpulkan bahwa store Atmosphere atau lingkungan

toko merupakan suasana atau lingkungan toko yang bias menstimuli 5 indra

konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap toko,

sesuai dengan pernyataan Levy dan Weitz (2012;p490).

Lingkungan toko juga dapat mempengaruhi pembelian dalam toko tersebut,

didukung melaui teori, bahwa store atmosphere yang terencana dapat menarik minat

konsumen untuk membeli (Kotler 2005). Minat pembelian secara mendadak juga

dapat dipengaruhi oleh lingkungan toko, karena menurut Kurniawan dan Kunto

(2013) Store Atmosphere sangat mempengaruhi Impulse Buying, oleh karena itu

pembenahan elemen elemen Store Atmosphere harus sangat diperhatikan,

Menurut Berman dan Evans (2007;p544) store atmosphere merujuk kepada

karakteristik fisik toko yang menampilkan image dan menarik perhatian konsumen.

Dan menurut Schiffman & Kanuk yang dikutip dari Jurnal Penelitian Maretha

dan Kuncoro (2011) menyatakan bahwa “toko-toko atau gerai mempunyai citra toko

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

10

perusahaan itu sendiri yang membantu mempengaruhi kualitas yang dirasakan dan

keputusan konsumen mengenai pembelian produk”

Justus, Srinivas, Venkadeshawaran dan Ramesh (2007) mengatakan bahwa

konsumen akan cenderung berlangganan pada toko yang dirasa memiliki banyak

kesamaan dengan mereka. Kemiripan Consumer’s self image dengan store image

akan mempengaruhi dimana konsumen akan berbelanja.

2.3.3.1 Elemen Store Atmosphere

Menurut Levy dan Weitz yang dikutip oleh Kurniawan dan Kunto (2013), Store

Atmosphere terdiri dari dua hal, yaitu Instore Atmosphere dan Outstore Atmosphere.

a. Instore Atmosphere

Instore Atmosphere adalah pengaturan pengaturan didalam ruangan yang

menyangkut :

1. Internal Layout

Merupakan pengaturan dari berbagai fasilitas didalam ruangan yang

terdiri dari tata letak meja kursi pengunjung. Tata letak meja kasir, dan

tata letak lampu, pendingin ruangan, sound.

2. Suara

Merupakan keseluruhan alunan suara yang dihadirkan dalam ruangan

untuk menciptakan kesan rileks atau persepsi emosional tersendiri dari

live music yang disajikan restoran dan alunan suara music dari sound

system. Areni dan Kim (1993), mengatakan bahwa Background Music

dapat mempengaruhi pembelian didalam toko.

3. Bau

Merupakan aroma-aroma yang dihadirkan dalam ruangan untuk

menciptakan selera makan yang timbul dari aroma makanan dan

minuman dan aroma yang ditimbulkan oleh pewangi ruangan.

4. Tekstur

Merupakan tampilan fisik dari bahan-bahan yang digunakan untuk meja

dan kursi dalam ruangan dan dinding ruangan.

5. Desain Interior

Bangunan adalah penataan ruang-ruang dalam restoran. Kesesuaian

meliputi kesesuaian luas ruang pengunjung dengan ruas jalan yang

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

11

memberikan kenyamanan, desain bar counter, penataan meja, penataan

lukisan-lukisan dan system pencahayaan dalam ruangan.

b. Outstore Atmosphere

Outstore Atmosphere adalah pengaturan-pengaturan diluar ruangan yang

menyangkut :

1. External Layout

Yaitu pengaturan tata letak berbagai fasilitas restoran di luar ruangan

meliputi tata letak parker pengunjung, tata letak papan nama, dan lokasi

yang strategis.

2. Tekstur

Merupakan tampilan fisik dari bahan bahan yang digunakan bangunan

maupun fasilitas diluar ruangan yang meliputi tekstur dinding bangunan

luar ruangan dan tekstur papan nama luar ruangan.

3. Desain Eksterior

Bangunan merupakan penataan ruangan-ruangan luar restoran meluputi

disain papan nama luar ruangan, penempatan pintu masuk, bentuk

bangunan dilihat dari luar dan system pencahayaan luar ruangan.

Menurut Berman dan Evans dalam bukunya “Retail Management”

(2007;p545) Store Atmosphere (Atmospherics) dapat dibagi menjadi beberapa

elemen penting yang akan mempengaruhi suasana toko yang diinginkan. Key element

tersebut adalah : Exterior , General Interior, Store Layouts dan Displays.

Gambar 2.2 Elemen-elemen Store Atmosphere

Sumber : Berman dan Evans (2007;p542)

ATMOSPHERE

CREATED BY THE

RETAILER

EXTERIOR

INTERIOR

DISPLAY

GENERAL

INTERIOR

STORE

LAYOUT

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

12

1. Exterior

Menurut Berman dan Evans dalam bukunya “Retail Management” (2007;p545)

Eksterior atau bagian depan toko memiliki imbas yang sanagat kuat terhadap image

toko dan harus di rencanakan secara tepat.

Bagian depan toko adalah total ekstrior fisik dari toko itu sendiri. Yang meliputi

Marquee (papan nama) , pintu masuk, jendela, pencahyaan dan konstruksi material.

Dengan tampilan depan toko retailer dapat menampilkan diskon dan tampilan

lainnya. Konsumen yang melewati depan toko dapat menilai toko tersebut dari

eksterior nya. Ada beberapa alternative dalam menampilkan basic store front :

a) Modular structure : berbentuk 1 buah persegi atau kotak yang

menyambungkan beberapa toko.

b) Prefabricated structure : frame atau kerangka bangunan yang dirakit dalam

sebuah toko.

c) Prototype Store : desain yang disediakan franschisor untuk membantu

perkembangan atmosphere.

d) Recessed Storefront : memikat konsumen dengan bersembunyi dibalik toko

toko lain, sehingga konsumen penasaran dan berjalan memeriksa toko

tersebut.

e) Unique Building : struktur bangunan yang berbeda

Yang termasuk exterior toko ialah pintu masuk toko. Pintu masuk toko harus

memperlihatkan tiga hal utama yaitu:

a. Jumlah pintu masuk yang dibutuhkan. Sebuah toko diharapkan dapat

mengatur antara pintu keluar dan pintu masuk toko. Pintu sebuah toko juga

harus dapat menghalangi potensi terjadinya pencurian.

b. Tipe dari pintu masuk yang dipilih, apakah dapat secara otomatis membuka

sendiri atau yang bersifat manual. Lantai jalan masuk dapat

menggunakan semen, keramik atau karpet.

c. Jalan masuknya. Jalan yang lebar dan lapang dapat menciptakan atmosfer

yang berbeda dibandingkan jalan yang kecil dan sempit.

Dalam beberapa kasus, tercapainya tujuan store atmosphere adalah melalui penataan

yang unik dan menarik perhatian. Bagian depan toko yang berbeda, papan nama toko

yang menarik, sirkulasi udara yang menarik, dan bangunan toko yang tidak biasa.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

13

2. General Interior

Banyak elemen-elemen yang mempengaruhi persepsi konsumen ketika mereka

memasuki bagiandalam toko. Suara dan aroma dapat mempengaruhi perasaan

konsumen. Perlengkapan toko dapat direncanakan berdasarkan kegunaan dan

estetikanya. Meja, rak barang, pintu merupakan bagian dari dekorasi interior.

Dinding toko juga mempengaruhi atmosfer dengan pemilihan wallpaper yang

berbeda pada setiap toko yang disesuaikan dengan keadaan toko. Konsumen juga

dipengaruhi oleh temperatur udara didalam toko. Kurang sejuknya udara dapat

mempercepat keberadaan konsumen di dalam toko. Ruangan yang luas dan tidak

padat menciptakan suasana yang berbeda dengan ruangan yang sempit dan padat.

Konsumen dapat berlama-lama di dalam toko apabila mereka tidak terganggu oleh

orang lain ketika sedang melihat-lihat produk yang dijual.

Toko dengan bentuk bangunan yang modern serta perlengkapan yang baru akan

lebih mendukung atmosfer. Remodelling bangunan dan pembaharuan peralatan toko

yang lama dengan yang baru juga dapat meningkatkan citra toko dimata konsumen.

Yang perlu diperhatikan dari semua hal diatas adalah bagaimana perawatannya agar

dapat selalu terlihat bersih. Tidak peduli bagaimana mahalnya interior sebuah toko

apabila terlihat kotor maka akan menimbulkan kesan yang jelek.

3. Store Layout

Setiap toko mempunyai ruang ruang yang digunakan untuk berjualan, menampilkan

barang, personil, dan konsumen. Tanpa alokasi tersebut sebuah toko tidak akan

memiliki ruang yang akan digunakan untuk displays, kamar mandi dan yang lain

nya. Alokasi ruang tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

a) Selling Space : ruang ini digunakan untuk menampilkan barang, interaksi

antara penjual dan konsumen, demonstrasi dan yang lain nya.

b) Merchandise Space : digunakan untuk menyimpan barang barang yang

tidak ditampilkan kepada konsumen.

c) Personnel Space : ruang ini digunakan untuk ruang ganti pegawai, tempat

beristirahat pegawai.

d) Customer Space : ruang ini bias berupa lounge, bangku atau sofa,

dressing room, restaurant, tempat parkir.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

14

4. Interior Displays

Ketika layout toko sudah diaplikasikan dengan detail, retailer selanjutnya harus

merencanakan interior displays. Jenis jenis Interior Displays adalah sebagai berikut :

a) Assortment Display : Merupakan bentuk interior displays yang

digunakan untuk berbagai macam produk yang berbeda dan dapat

mempengaruhi konsumen untuk merasakan, melihat, dan mencoba

produk. Kartu ucapan, majalah, buku dan produk sejenis lainnya

merupakan produk-produk yang menggunakan assortment displays.

b) Theme-Setting Display : merupakan bentuk interior displays yang

menggunakan tema-tema tertentu digunakan dengan maksud membangun

suasana atau nuansa tertentu.

c) Ensemble Display : bentuk displays digunakan untuk satu pasang produk

yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk.

d) Rack Display : bentuk displays tenoat gantungan produk yang

ditawarkan.

e) Cut Case : Merupakan interior displays yang murah hanya

menggunakan kertas biasa. Biasanya digunakan di super market atau

toko yang sedang menyelenggarakan diskon. Bentuk lain dari cut case

adalah dump bin, merupakan tempat menumpuk pakaian-pakaian atau

buku-buku yang sedang diskon.

2.4 Jasa

2.4.1 Pengertian Jasa

Menurut Kotler (2003) Jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud yang

tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain dan

tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Dalam produksi nya, jasa bisa

terikat pada suatu produk fisik, tetapi bisa juga tidak.

Menurut Lovelock dalam Arief (2007;p11) lebih jelas mendeskripsikan jasa

sebagai proses daripada produk, dimana suatu proses melibatkan input dan

mentransformasikannya sebagai output. Dua kategori yang diproses oleh jasa adalah

orang dan objek.

Berdasarkan definisi di atas, jasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak

berwujud, yang melibatkan tindakan atau unjuk kerja melalui proses dan kinerja

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

15

yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain. Dalam produksinya, jasa bisa

terikat pada suatu produk fisik, tetapi bisa juga tidak.

Menurut Rambat dalam Arief (2007;p12), kata jasa sendiri mempunyai

banyak arti dari pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai suatu

produk. Sejauh ini sudah banyak pakar pemasaran jasa yang telah berusaha

mendifinisikan pengertian jasa. Berikut adalah diantaranya :

“A service is an activity or a service of activities which take place in

interactions with a contact person or physical machine and which provides consumer

satistaction” Lethinen dalam Arief (2007;p12).

“A service is an activity or series of activities of more or less intangible

nature that normally, but not necessarily, take place in interaction between the

customer and service employees and/or physical resource or good and/or sistem of

the service provider, which are provide as solution to customer problems” Gronroos

dalam Arief (2007;p12).

Menurut William J.Staton dalam Arief (2007;p13) memberikan pengertian

jasa sebagai berikut :

“Service are to those separately identifiable, essentially intangible activies

that provide want - satisfaction, and that are not necessarily tied to sale of a product

or another service. To produce a service may or may not required the use of tangible

goods. However, when such is required, there is not transfer of the title (permanent

ownership) to these tangible goods.

Menurut Olsen dan Wycktoff (1978) yang dikutip oleh Yamit (2004:22)

melakukan pengamatan atas jasa pelayanan dan mendefinisikan jasa pelayanan

sebagai sekelompok manfaat yang berdaya guna secara eksplisit maupun implisit

atas kemudahan untuk mendapatkan barang maupun jasa pelayanan. Dan definisi

secara umum dari kualitas jasa pelayanan ini adalah dapat dilihat dari perbandingan

antara harapan konsumen dengan kinerja kualitas jasa pelayanan.

Kotler (2000) dalam Arief (2007;p40) menjelaskan lima pokok klasifikasi

bauran jasa sebagai berikut :

1. Pure tangible goods

Produk yang ditawarkan adalah barang berwujud murni/nyata, tidak ada bentuk

jasa-jasa yang menyertai produk jenis ini. Contohnya : obat nyamuk, shampoo,

dan sabun.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

16

2. Tangible goods with accompanying maintance

Barang berwujud merupakan produk utama yang ditawarkan, sedangkan

pemeliharaan jasa menyertai produk utama tersebut. Pada umumnya, barang

elektronik kendaraan, dan mesin-mesin di ikuti oleh pemeliharaan/perawatan dari

barang-barang tersebut

3. Hybrid

Produk barang maupun jasa sama – sama dapat dirasakan, misalnya selain

mengharapkan makanan yang khas, pengunjung kafe juga ingin mendapatkan

pelayanan yang memuaskan.

4. Major Service with accompanying minor goods services

Produk utama adalah jasa dengan melibatkan sedikit produk lain berupa jasa,

misalnya penumpang kereta api membeli jasa transportasi darat dengan fasilitas

makan dan minum yang diberikan secara cuma - cuma.

5. Pure Service

Tidak ada produk lain yang berbentuk produk menyertai jasa murni, escort (

pengawalan/ teman), psikiater, dan jasa konsultasi.

2.4.2 Karakteristik Jasa

Kotler (2003) menyebutkan bahwa pada umumnya terdapat empat

karakteristik jasa yang dapat di definisikan sebagai berikut :

1. Intangibility, karena jasa tidak berwujud. Biasanya jasa dapat dirasakan secara

subjektif dan ketika jasa di deskripsikan oleh pelanggan, ekspresi seperti

pengalaman, kepercayaan, perasaaan, dan keamanan adalah tolak ukur yang

dipakai. Inti dari suatu jasa adalah ketidakberwujudan dari fenomena itu sendiri.

Oleh karena itu tinggi nya derajat ketidak berwujudannya maka jasa sangat sulit

di evaluasi oleh pelanggan.

2. Inseparability, karena jasa bukan benda tetapi merupakan suatu seri aktifitas atau

proses dimana produksi dan konsumsi dilakukan secara simultan

(simultaneously). Dengan demikian, pada suatu tingkatan sangat sulit untuk

mengontrol kualitas dan melakukan pemasaran dengan cara tradisional.

3. Perishability, karakteristik yang menyatakan bahwa tidak memungkinkan untuk

menyimpan jasa seperti barang. Walaupun jasa tidak memungkinkan untuk

menyimpan jasa seperti barang. Walaupun jasa tidak dapat disimpan tetapi

pelanggan dapat diusahakan unutuk disimpan.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

17

4. Variability, karena proses produksi dan penyampaian dilakukan oleh manusia.

Oleh karena manusia mempunyai sikap tidak konsisten sehingga penyampainya

suatu jasa belum tentu terhadap tiap-tiap pelanggan.

Menurut Gaspersz dalam Ariani (2004, p7-8) ada beberapa karakteristik unik dari

suatu industri jasa/pelayanan yang sekaligus membedakannya dari barang, antara

lain:

1. Pelayanan merupakan output tidak berbentuk (intangibility output).

2. Pelayanan merupakan output variable, tidak standar.

3. Pelayanan tidak dapat disimpan dalam persediaan, tetapi dapat dikonsumsi

dalam produksi.

4. Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses

pelayanan.

5. Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan.

6. Pelanggan sekaligus merupakan input bagi proses pelayanan yang

diterimanya.

7. Keterampilan personil diberikan secara langsung kepada pelanggan.

2.5 Service Quality

Service Quality atau Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting

dalam organisasi jasa. Hal ini disebabkan oleh kualitas pelayanan merupakan salah

satu alat yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi jasa. Oleh karena itu,

kualitas pelayanan harus mendapat perhatian yang serius dari manajemen organisasi

jasa. Untuk menetapkan kualitas pelayanan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi

jasa, terlebih dahulu organisasi tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas.

Berbagai definisi diberikan para ahli terhadap kualitas pelayanan.

Parasuraman (1998) mengartikan kualitas sebagai suatu bentuk sikap, berhubungan

namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara

harapan dengan kinerja aktual. Namun kualitas pelayanan dan kepuasan dibentuk

dari hal yang berbeda. Selanjutnya disebutkan bahwa pengertian yang paling umum

dari perbedaan kualitas pelayanan dan kepuasan adalah bahwa kualitas pelayanan

merupakan satu bentuk sikap, penilaian dilakukan dalam waktu lama, sementara

kepuasan merupakan ukuran dari transaksi yang spesifik. Perbedaan antara kualitas

pelayanan dan kepuasan mengarah pada cara diskonfirmasi yang dioperasionalkan.

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

18

Dalam mengukur kualitas pelayanan yang dibandingkan adalah apa yang seharusnya

didapatkan, sementara dalam mengukur kepuasan yang diperbandingkan adalah apa

yang pelanggan mungkin dapatkan (Parasuraman,1998).

Menurut Tjiptono (2005;p59) kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan

yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi

keinginan pelanggan.

Dalam penelitian ini kualitas layanan diharapkan mampu memberikan

kontribusi terhadap penjualan, dan menurut Matilla (2008) kualitas pelayanan dari

karyawan suatu toko dapan memicu Impulse Buying dari konsumen. Dan menurut

Kharis (2011) Kualitas layanan dapat mempengaruhi Impulse Buying secara

signifikan.

Dari berbagai pendapat tentang kualitas pelayanan di atas, dapat disimpulkan

bahwa definisi kualitas pelayanan secara umum adalah bahwa kualitas harus

memenuhi harapan-harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka. Namun

demikian meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak berarti bahwa

dalam menentukan kualitas pelayanan penyedia jasa harus menuruti semua keinginan

konsumen. Dengan kata lain, dalam menetapkan kualitas pelayanan, perusahaan

harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan, juga

tersedianya sumberdaya dalam perusahaan.

2.5.1 Dimensi Service Quality

Menurut Pasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) dalam Tjiptono dan Chandra

(2005), ada 5 dimensi yang digunakan dalam menilai kualitas pelayanan pada

industri, yaitu:

1. Reliability (reliabilitas), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan

apapundan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan

dalammembantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan

tanggap, meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,

kecepatankaryawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan

pelanggan.

3. Assurance (Jaminan), yakni perilaku karyawan mampu menumbuhkan

kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

19

menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juda berarti bahwa

para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan

danketerampilan yang dibutuhkan untuk menangani. Dimensi

kepastian/jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:

• Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang

dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.

• Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap

para karyawan.

• Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungandengan

kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan

sebagainya.

4. Empati (Empathy) yaitu perhatian individual yang diberikan

perusahaankepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi

perusahaan,kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan,

dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan

pelanggannya.Dimensi ini merupakan penggabungan dari dimensi:

• Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan

perusahaan.

• Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk

menyampaikan informasi kepada pelangganatau memperoleh masukan

dari pelanggan.

• Pemahaman pada pelanggan, meliputi usaha perusahaan untuk

mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.

5. Tangibles (bukti fisik), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan

ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan

dankenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi, dan

penampilankaryawan.

2.5.2 Manfaat Kualitas Pelayanan

Keberhasilan suatu perusahaan dalam membangun bisnisnya, tidak luput dari

peran pelayanan yang baik dan memuaskan pelanggannya. Kualitas pelayanan akan

memberi manfaat yang cukup besar bagi perusahaan sebagai berikut (Simamora,

2003;p180):

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

20

1. Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami

konsumen melebihi harapannya) atau sangat memuaskan merupakan suatu

basis untuk penetapan harga premium. Perusahaan yang mampu memberikan

kepuasan tinggi bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu harga yang

signifikan.

2. Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga.

Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta

oleh pelanggan yaitu tarif lebih mahal dibebankan untuk pelayanan yang

membutuhkan penyelesaian yang cepat.

3. Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial

untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produk-produk baru dari

perusahaan.

4. Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif bagi

perusahaan dan produk-produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat

menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu

negatif.

5. Pelanggan merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelijen

pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada

umumnya.

2.6 Impulse Buying

Pemahaman tentang konsep pembelian impulsif (impulsive buying) dan

pembelian tidak direncanakan (unplanned buying) oleh beberapa peneliti tidak

dibedakan. Philipps dan Bradshow (1993) dalam semuel (2006), tidak membedakan

antara unplanned buying dengan impulsive buying, tetapi memberikan perhatian

penting kepada periset, pelanggan harus memfokuskan pada interaksi antara point-

of-sale dengan pembeli yang sering diabaikan.

Engel dan Blacwell (1982) dalam Semuel (2006), mendefinisikan unplanned

buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan terlebih

sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko.

Cobb dan Hayer dalam Semuel (2006), mengklasifikasikan suatu pembelian

impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori

produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko. Sedangkan menurut Loudon dan

Bitta (1993), “Impulse buying or unplanned purchasing is another consumer

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

21

purchasing pattern. As the term implies, the purchase that consumers do not

specifically planned”. Ini berarti bahwa impulse buying merupakan salah satu jenis

perilaku konsumen, dimana hal tersebut terlihat dari pembelian konsumen yang tidak

secara rinci terencana.

Pernyataan tersebut didukung oleh Iyer (fadjar, 2007), impulse buying adalah

suatu fakta kehidupan dalam perilaku konsumen yang dibuktikan sebagai suatu

kegiatan pembelian yang berhubungan dengan lingkungan dan keterbatasan waktu

dalam berbelanja, dimana rute pembelian yang mereka lakukan semstinya berbeda.

Rute tersebut dapat dibedakan melalui hirarki impulse yang memperlihatkan bahwa

perilaku didasarkan pada respon afektif yang dipengaruhi oleh perasaan yang kuat

(Mown dan Minor, 2002), sehingga impulse bauying menurut Hoch et al., terjadi

ketika terdapat perasaan positif yang sangat kuat yang kemudian diikuti oleh sikap

pembelian (Negara dan Dharmmesta, 2003). Kollat dan Willet, dalam Semuel

(2006), memperkenalkan Tipologi perencanaan masuk toko, meliputi perencanaan

sebelum masuk toko, meliputi perncanaan terhadap produk dan merek produk,

kategori produk, kelas produk, kebutuhan umum yang ditetapkan, kebutuhan umum

yang belum ditetapkan. Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse

sinonim dengan unplanned ketika para psikolog dan ekonom memfokuskan pada

aspek irasional atau pembelian impulsif murni (Bayley dan Nancarrow dalam

Semuel, 2006). Thomson et al, dalam semuel, 2006, mengemukakan bahwa ketika

terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada

rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka

pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional.

Menurut Sterns (1962) yang dikutip dari Bong (2011) belanja impulsif adalah

suatu pembelian yang dilakukan konsumen tanpa direncanakan sebelumnya

(impulsive buying is a purchase that made by consumers without being intentionally

planned before). Perilaku konsumen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

tingkat pendapatan, personalitas seseorang, ketersediaan waktu, lokasi, dan faktor

budaya belanja setempat. Perilaku ini tidak hanya ditunjukkan oleh orang-orang yang

berbeda terhadap produkproduk yang sama, tetapi juga oleh orang-orang yang sama

pada situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda. Suatu pembelian yang

direncanakan secara teliti, bijaksana dan melalui evaluasi matang pada umumnya

menghasilkan hasil rasional, akurat dan merupakan keputusan baik. Kebalikannya

dari berbelanja terencana, maka belanja impulsif adalah spontanitas dan keputusan

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

22

mendadak dimana konsumen tidak secara aktif melihat lebih rinci produk-produk

yang dibeli dan tanpa rencana awal (Kollat dan Willet, 1967; Rook 1987; Rook dan

Fisher 1995; Verplanken dan Herabadi, 2001) yang dikutip dari Bong (2011). Lebih

jauh mengenai spontanitas, mendeskripsikan belanja impulsif sebagai suatu kondisi

ketegangan, melakukan aksi pembelian dalam keadaan tergesa-gesa, seolah-olah

terdesak waktu, tanpa mempertimbangkan konsekuensi selanjutnya setelah

keputusan pembelian. Rook (1987) yang dikutip dari Bong (2011) lebih menekankan

bahwa konsumen mungkin berada dalam kondisi yang tidak rasional dalam

berbelanja.

Hansen dan Olsen yang dikutip dari Bong (2011) menekankan orientasi

kenyamanan (Convenience Orientation) dan persepsi desakan waktu (Perceived

Time Pressure) adalah sebagai anteseden dari tendensi belanja impulsif (Impulsive

Buying Tendency) dan seterusnya memengaruhi loyalitas konsumen terhadap toko

(Consumer Store Loyalty). Situasi dan kondisi dalam toko memegang peranan sangat

penting dalam upaya meningkatkan ketertarikan calon konsumen untuk berbelanja,

yang akhirnya calon konsumen mengambil keputusan melakukan belanja impulsif

spontan di tempat (Verplanken dan Herabadi 2001; Rook dan Fisher, 1995; Rook

1987; Kollat dan Willet, 1967) yang dikutip dari Bong (2011).

Menurut Bong (2011), dari hasil observasi yang dilihat dari sisi perilaku

konsumen, maka diperoleh adanya keputusan pembelian yang direncanakan dan

tidak direncanakan oleh konsumen pada titik keputusan pembelian (point of

purchase). Titik keputusan pembelian merepresentasikan factor waktu dan tempat

pada saat di mana terdapat unsur penawaran toko. Sedangkan faktor konsumen,

adanya kesiapan keuangan dan tawaran produk menarik pada saat bersamaan.

Dengan mempergunakan berbagai alat dan teknis komunikasi toko, seperti: pola

pemajangan, kemasan produk, promosi penjualan, periklanan, dan pelayanan toko

yang professional pada titik lokasi penjualan (Point Of Sales), maka pemasar

(marketer) berusaha memengaruhi keputusan pembelian calon konsumen.

Sedangkan Menurut Mowen & Minor yang dikutip dari Kurniawan dan Kunto

(2013) pengertian impulse buying adalah “an impulse purchase has been defined as

a buying action undertaken without a problem having been previously recognizing or

a buying intention formed prior to entering the store” . Pembelian tak terencana

adalah kegiatan pembelian mendadak tanpa ada perencanaan terlebih dahulu pada

saat memasuki suatu toko.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

23

Impulse Buying didefinisikan sebagai “tindakan membeli yang sebelumnya tidak

diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan atau niat membeli yang

terbentuk sebelum memasuki toko”.

2.6.1 Dimensi Impulse Buying

Menurut Loudon dan Della yang dikutip dari Kurniawan dan Kunto (2013),

terdapat 4 dimensi dari pembelian tak terencana, yaitu :

1. Pure Impulse

Adalah pembelian yang memang benar-benar murni secara spontan.

2. Suggestion Impulse

Adalah ketika calon pembeli tidak mempunyai pengetahuan sebelumnya atas

produk tersebut dan baru pertama kali melihat dan merasa membutuhkan

produk tersebut.

3. Reminder Impulse

Adalah ketika calon pembeli mengingat pengalaman sebelumnya dalam

pemakaian produk tersebut dan atau mengingat barang tersebut setelah

melihat atau mendengarkan lewat iklan.

4. Planned Impulse

Adalah ketika calon pembeli memasuki toko dengan harapan untuk mencari

barang dengan harga special, penukaran kupon, dan sebagainya.

2.7 Hubungan Antar Variable

2.7.1 Hubungan Antara Store Atmosphere dengan Impulse Buying

Lingkungan toko atau store atmosphere yang terencana dapat menarik minat

konsumen untuk membeli (Kotler 2005).

Minat pembelian secara mendadak juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan

toko, karena menurut Kurniawan dan Kunto (2013) Store Atmosphere sangat

mempengaruhi Impulse Buying.

Jurnal penelitian Graa dan Dani-elKebir (2012) berjudul, Application Of

Stimulus & Response Model To Impulse Buying Behaviour Of Algerian Consumers ,

menyatakan bahwa ada hubungan Antara Store Atmosphere dengan Impulse Buying.

Jurnal ini meneliti bagaimana Situasional Factor dan Emotional States dapat

mempengaruhi Impulse buying pada konsumen di Algerian. Dan hasil yang didapat

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

24

menyatakan bahwa Store Environtment , Perceived Crowding dan Time Pressure

mempengauhi Impulse Buying Secara Positif.

Jurnal An Analysis Of In-Store Shopping Environtment On Consumers

Impulse Buying : Evidence From Pakistan , oleh Ali dan Hasnu (2011). Jurnal ini

berisi tentang penelitian pengaruh Store Environtment yang memicu Impulse Buying

Decision. Sample yang digunakan dalah 100 pembeli yang diambil secara acak di

Abbotabad dan Islamabad , Pakistan. Hasilnya adalah peningkatan enjoyable,

pleasant dan attractive in-store yang dipengaruhi Store Atmosphere dapat

meningkatkan peluang terjadinya Impulsive Buying terhadap konsumen.

Jurnal Pengaruh Faktor-Faktor Store Environtment dan Faktor-faktor Product

Brand terhadap Impulse Buying Behaviour di Hypermart Ciputra World Surabaya,

Hartanto (2010) . Jurnal ini meneliti tentang pengaruh suasana toko pada Hypermart

Ciputra World Surabaya terhadap Impulse Buying Behaviour. Penelitian ini

menggunakan metode observasi dalam pengumpulan datanya karena penelitian ini

mencatat pola perilaku subyek (orang, obyek, benda) atau kejadian secara sistematik

tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.

Sehingga dari data-data yang diperoleh, dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang

mendorong para pengunjung toko untuk melakukan impulse buying. Hasil yang

didapat Store Atmosphere memiliki pengaruh negative terhadap Impulse Buying.

Menurut jurnal penelitian Kurniawan dan Kunto (2013) berjudul, Pengaruh

Promosi dan Store Atmosphere terhadap Impulse Buying dengan Shopping Emotion

sebagai variable Intervening Studi Kasus Di Matahari Department Store Cabang

Supermall Surabaya, Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatori.

Sampel penelitian adalah konsumen Matahari department store cabang supermall

Surabaya, yang berjumlah 150 orang. Penelitian ini menggunakan teknik analisis

Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

promotion dan store atmosphere berpengaruh terhadap shopping emotion, promotion

dan Store Atmosphere berpengaruh terhadap impulse buying, serta shopping emotion

berpengaruh terhadap impulse buying.

2.7.2 Hubungan Antara Service Quality dengan Impulse Buying

Menurut jurnal penilitian Kharis (2011) berjudul, Studi Mengenai Impulse

buying Dalam Penjualan Online (Studi Kasus di Lingkungan Universitas Diponegoro

Semarang), jurnal ini berisi tentang bagaimana pengaruh kualitas layanan dan

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

25

promosi terhadap impulse buying dalam penjualan online, dengan mengambil sample

100 Mahasiswa S1 Universitas Diponegoro Semarang yang pernah melakukan

impulse buying dengan jenis barang berupa fashion secara online. Dengan batasan

umur antara 18-25 tahun karena pada usia tersebut pelanggan dinilai sebagai pembeli

produktif (potensial) dan mereka tertarik dengan dunia fashion. Dengan hasil

Variabel kualitas pelayanan (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

impulse buying, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Maka

Hipotesis pertama (H1) yaitu, semakin baik kualitas pelayanan yang dirasakan

konsumen, maka akan semakin cepat keputusan melakukan impulse buying, dapat

diterima.

Jurnal penelitian berjudul The role of store environmental stimulation and

social factors on impulse purchasing , oleh Mattila dan Wirtz (2008) berisi tentang

bagaimana suasana mempengaruhi Impulse Buying yang distimuli oleh 2 Social

Factor , dengan mengambil sampel 138 konsumen retail di Singapura. Dengan hasil

yang menyatakan bahwa kualitas layanan yang diberikan oleh pegawai dapat

mempengaruhi Perceived Crowded dan Impulse buying.

Jurnal penelitian berjudul The effect of culture and salespersons’ retail

service quality on impulse buying, oleh Pornpotakpan dan Han (2013), Studi ini

mengkaji pengaruh dari kualitas layanan retail penjual ' pada impulse buying dan

memberikan bukti bahwa moderat kualitas pelayanan berpengaruh pada impulse

buying . Percobaan menggunakan 2 ( budaya peserta : Singapura vs Amerika )

dengan 2 ( retail kualitas layanan yang : buruk dibandingkan dengan yang baik)

antara - subjek desain faktorial dengan 102 orang dewasa yang berasal dari

Singapura dan 88 orang berasal dari Amerika yang direkrut dari perusahaan di

Singapura . Ia menemukan bahwa untuk kedua budaya , pelayanan yang baik

mengarah ke pembelian impuls yang lebih tinggi daripada layanan yang buruk .

Interaksi yang signifikan antara budaya dan kualitas layanan terhadap impulse

buying menunjukkan bahwa ketika layanan baik, Singapura menunjukkan pembelian

impuls lebih tinggi daripada orang Amerika . Sebaliknya, ketika layanan buruk ,

Singapura mengungkapkan membeli impuls lebih rendah dibandingkan orang

Amerika . Implikasinya adalah bahwa perusahaan-perusahaan multinasional harus

berinvestasi dalam menciptakan dan menjamin kualitas pelayanan yang baik ketika

mereka melakukan bisnis dalam budaya kolektivis tapi mungkin memberikan bobot

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

26

yang relatif lebih tinggi untuk jenis lain dari keunggulan kompetitif ketika mereka

melakukan bisnis dalam budaya individualis

2.8 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Store Atmosphere (X1) :

a. Instore Atmosphere :

� Internal Layout

� Suara

� Tekstur

� Desain Interior

b. Outstore Atmosphere :

� External Layout

� Tekstur

� Desain Eksterior

Service Quality (X2) :

� Reliability (reabilitas)

� Tangible (bukti fisik)

� Empathy (empati)

� Assurance (jaminan)

� Responsive (Daya

tanggap)

Impulse Buying (Y) :

� Spontanitas/ Pure impulse

� Reminder Impulse

� Suggestion Impulse

� Planned Impulse

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-0031… ·  · 2014-06-21konsumen dan mempengaruhi persepsi dan emosional konsumen terhadap

27

2.9 Hipotesis

Menurut Sugiono (2010,p159) hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran hipotesis itu harus dibuktikan

melalui data yang terkumpul.

Variabel:

X1 : Store Atmosphere

X2 : Service Quality

Y : Impulse Buying

Hipotesis penelitian ini berdasarkan rumusan masalah:

1. Hipotesis 1 : Adakah pengaruh yang signifikan antara penerapan Store

Atmosphere di UMBRA Bar & Lounge terhadap : Impulse Buying?

• Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan Store Atmosphere

di UMBRA Bar & Lounge terhadap : Impulse Buying

• Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara penerapan Store Atmosphere di

UMBRA Bar & Lounge terhadap Impulse Buying

2. Hipotesis 2 : Adakah pengaruh yang signifikan antara Service Quality

UMBRA Bar & Lounge terhadap Impulse Buying?

• Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Service Quality UMBRA Bar

& Lounge terhadap Impulse Buying.

• Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara Service Quality UMBRA Bar &

Lounge terhadap Impulse Buying.

3. Hipotesis 3 : Adakah pengaruh yang signifikan antara Store Atmosphere dan

Service Quality UMBRA Bar & Lounge terhadap Impulse Buying?

• Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Store Atmosphere dan

Service Quality UMBRA Bar & Lounge terhadap impulse buying.

• Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara antara Store Atmosphere dan

Service Quality UMBRA Bar & Lounge terhadap impulse buying.

.