bab 2 landasan teori dan kerangka...

49
5 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. LANDASAN TEORI Dalam skripsi ini, teori yang akan dibahas adalah mengenai e-procurement dan balanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam dinamika bisnis global yang kompetitif, teknologi berbasis internet merupakan keharusan. Perusahaan menggunakan aplikasi teknologi informasi dengan internet yang disebut e-procurement guna menunjang performa pengadaan barang dan jasa pada perusahaan yang akan diukur dengan balanced scorecard. Berikut adalah teori-teori yang berhubungan dengan keduanya. 2.1.1. E-PROCUREMENT E-procurement merupakan singkatan dari electronic procurement. Procurement ini sendiri memiliki arti khusus, yaitu pengaukisisian suatu produk barang dan atau jasa dengan kemungkinan terbaik atas total biaya kepemilikan, dalam kuantitas dan kualitas yang tepat, di waktu yang tepat dan sumber daya yang tepat untuk keuntungan langsung bagi perusahaan, atau individual secara umum via kontrak (wikipedia.com; procurement). Procurement juga meliputi hampir semua keputusan pembelian termasuk beberapa faktor seperti pengiriman dan penanganan, keuntungan marginal, dan fluktuasi harga. E-procurement biasa dikenal dengan istilah supplier exchenge. E-procurement ini merupakan pembelian dan penjualan produk barang dan jasa untuk persediaan dengan menggunakan teknologi internet atau sistem informasi dan jaringan lainnya (seperti EDI – Electronic Data Interchange dan ERP – Enterprise Resource Planning) secara business to business (B2B) atau business to consumer (B2C) (wikipedia; e- procurement).

Upload: duongdiep

Post on 12-Aug-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

5  

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. LANDASAN TEORI

Dalam skripsi ini, teori yang akan dibahas adalah mengenai e-procurement dan

balanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam dinamika

bisnis global yang kompetitif, teknologi berbasis internet merupakan keharusan. Perusahaan

menggunakan aplikasi teknologi informasi dengan internet yang disebut e-procurement

guna menunjang performa pengadaan barang dan jasa pada perusahaan yang akan diukur

dengan balanced scorecard. Berikut adalah teori-teori yang berhubungan dengan keduanya.

2.1.1. E-PROCUREMENT

E-procurement merupakan singkatan dari electronic procurement. Procurement

ini sendiri memiliki arti khusus, yaitu pengaukisisian suatu produk barang dan atau jasa

dengan kemungkinan terbaik atas total biaya kepemilikan, dalam kuantitas dan kualitas

yang tepat, di waktu yang tepat dan sumber daya yang tepat untuk keuntungan

langsung bagi perusahaan, atau individual secara umum via kontrak (wikipedia.com;

procurement). Procurement juga meliputi hampir semua keputusan pembelian termasuk

beberapa faktor seperti pengiriman dan penanganan, keuntungan marginal, dan

fluktuasi harga.

E-procurement biasa dikenal dengan istilah supplier exchenge. E-procurement

ini merupakan pembelian dan penjualan produk barang dan jasa untuk persediaan

dengan menggunakan teknologi internet atau sistem informasi dan jaringan lainnya

(seperti EDI – Electronic Data Interchange dan ERP – Enterprise Resource Planning)

secara business to business (B2B) atau business to consumer (B2C) (wikipedia; e-

procurement).

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

6  

PENGERTIAN E-PROCUREMENT

Perusahaan dengan aneka industri menggunakan e-procurement untuk

meningkatkan efesiensi manajemen persediaan dan pengadaan produk barang dan

jasa dan untuk mengurangi biaya. E-procurement merupakan solusi teknologi yang

memfasilitasi pembelian perusahaan dengan menggunakan internet (Presutti 2003;

p:221). Menurut Min dan Gale tahun 2003 menjabarkan bahwa e-procurement

merupakan praktik pembelian business to business yang menggunakan sistem

electronic commerce untuk mengidentifikasikan penyedia barang dan jasa, yang

melakukan transfer pembayaran dan interaksi dengan penyedia barang dan jasa.

Secara umum situs e-procurement memperbolehkan penyedia barang/jasa

dan pengguna lain yang terdaftar untuk melihat pembeli dan penjual produk barang

kebutuhan dan jasa. Berdasarkan tujuan dari procurement, yaitu pengadaan produk

berupa barang dan jasa, maka dalam situs e-procurement biasanya pembeli dan

penjual barang-barang kebutuhan maupun jasa menspesifikasikan biaya dari produ-

produk tersebut hingga melakukan pelelangan (e-tendering) atau tawaran.

E-procurement juga dapat digunakan untuk pertimbangan kualifikasi

pelanggan untuk potongan harga dan tawaran spesial. Disamping itu juga dapat

mengautomisasikan pembelian dan penjualan dengan didukung oleh piranti

lunaknya. Jadi dapat dikatakan bahwa e-procurement diintergrasikan dengan trend

automiisasi dan komputerisasi supply chain management dimana softwarenya

mendukung untuk integrasi penyedia produk/jasa.

TUJUH TIPE E-PROCUREMENT

Mengacu pada wikipedia.com, dikatakan bahwa terdapat tujuh tipe utama

e-procurement , yaitu:

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

7  

1. Web based ERP (Electronic Resource Planning): membuat dan menyetujui

rekuisisi pembelian, penempatan order pembelian dan menerima produk

dan jasa dengan menggunakan sistem piranti lunak berbasis internet.

2. E-MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul): sama dengan poin nomor

satu dengan pengecualian bahwa produk dan jasa yang diadakan berkaitan

dengan pemeliharaan, perbaikan, dan pengecekan berkala.

3. E-sourcing: mengidentifikasikan leveransir baru untuk kategori produk yang

spesifik untuk pembelian kebutuhan yang menggunakan teknologi internet.

4. E-tendering: melakukan permintaan untuk informasi produk dan harga

kepada leveransir dengan menggunakan teknologi internet.

5. E-reverse auctioning: menggunakan teknologi internet untuk membeli

produk dan jasa dari sejumlah leveransir yang diketahui maupun yang

belum diketahui.

6. E-informing: mengumpulkan dan mendistribusikan informasi pembelian

produk dan jasa dari dan ke kelompok internal dan eksternal dengan

menggunakan teknologi internet.

7. E-marketsites: perluasan dari web based ERP untuk membuka lebih luas

rantai nilai. Komunitas pembeli dapat mengakses penyedia barang dan jasa

yang dipilih, memasukkannya ke kerangjang belanja, membuat rekuisisi,

mencari persetujuan, menerima PO (purchase orders) dan proses faktur

elektronik dengan integrasi ke rantai persedian penyedia dan sistem

keuangan pembeli.

PENGGERAK POTENSIAL ATAS PENERAPAN E-PROCUREMENT

Dalam penggunaan e-procurement di Indonesia saat ini, ada beberapa

faktor yang mempengaruhi penerapan e-procurement dalam organisasi atau

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

8  

perusahaan di Indonesia. Berikut adalah lima faktor utama yang mempengaruhi

penerpan e-procurement, yaitu (Hellen Walker dan Christine Harland, 2008):

1. Faktor Organisasional.

Yang muncul pertama dalam mempengaruhi penerapan e-

procurement adalah ukuran dan jenis kegiatan. Sistem e-procurement

lebih bagus digunakan dalam organisasi yang besar ketimbang

organisasi kecil. Small to Medium Enterprises (SMEs) sering mengalami

keterlambatan atau lag ketimbang penerapan pada perusahaan yang

besar (ISM-Information System Management/Forrester research, 2003).

Keterlambatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

sikap pemilik perusahaan yang tidak mendukung teknoloogi, miskin

sumber daya, infrastruktur IT yang kurang memadai dan mahhal,

keterbatasan pengetahuan, minimnya keahlian dalam sistem informasi

(Harland dkk; 2007). Walaupun begitu, penerapan e-procurement tetap

dapat berjalan dalam SMEs dengan berbasis situs perusahaan korporasi

(Berlak dan Weber, 2004).

Beberapa tipe operasi organisasional terlihat menjangjikan

dengan menggunakan e-procurement. Penggunaan e-procurement

seriingkali digunakan untuk transaksi pengadaan secara berulang dari

penyedia barang/jasa, tanpa intervensi manusia dan kertas kerja dan

seringkali menghasilkan peningkatan efesiensi performa untuk pembeli

dan penyedia barang/jasa (Melvielle dkk, 2004; Sanders, 2005;

Subramani, 2004).

Rutinitas dan pengulanan dalam sistem pengadaan akan

mengingkatkan efesiensi dalam proses ini dan menghasilkan level yang

lebih tinggi dalam integrasi elektronik anatara pembeli dan penyedia

barang/jasa (Choudhury, 2008).

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

9  

2. Faktor Kesiapan.

Kesiapan organisasi dan tekanan eksternal organisasi sangat

mempengaruhi strategi e-bisnis. Banyak perusahaan mengalami

beberapa masalah dalam mengimplementasikan proyek e-bisnis yang

berkaitan dengan keputusan yang tergesa-gesa, piranti lunak yang

tidak jelas, dan seringkali tidak ada dasar secara teoritis yang

mendeterminasikan aplikasi apa yang paling tepat (Cox, 2001). Untuk

mendapatkan keuntungan yang maksimal, pembelian harus dievaluasi

dan ditingkatkan sebelum diadaptasikan dengan aplikasi e-procurement

(Presutti, 2003)

3. Faktor Persediaan.

E-procurement lebih dapat dikatakan memberikan keuntungan

dalam penyebaran rantai persediaan menjadi lebih terintegrasi (Liao,

2003). Beda pemain dalam rantai persediaan berarti beda kekuatan,

legitimasi, dan kebutuhan dalam penggunaan e-procurement, dan e-

procurement dapat memberikan efek pada kepercayaan hubungan

rantai persediaan (Gattikar, 2007; Klein, 2007). Kurangnya bantuan dan

kelembaman struktural dari organisasi besar dalam rantai persediaan

dapat mengurangi rangsangan implementasi e-bisnis (Zhu, 2006).

Keuntungan terbaik dari e-bisnis terletak jika aplikasi

terintegrasi secara penuh sepanjang supply chain (Currie, 2000). E-

procurement lebih baik digunakan jika dirasa penyedia barang/jasa

memiliki kemampuan untuk berurusan dengan sistem ini; Hal ini

dikarenakan ada beberapa kesulitan dalam mengintegrasikan sistem

informasi melewati batasan-batasan perusahaan dalam rantai

persediaan jika penyedia tidak memiliki kemampuan yang mendukung

(Bagchi dan Skjoett-Larsen, 2003).

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

10  

4. Faktor Strategik.

Perusahaan memungkinkan untuk menggunakan teknologi

elektroniik sebagai bagian untuk melengkapi strategi bisnisnya,

mendukung untuk meningkatkan performa perusahaan dan

meningkatkan keunggulan kompetitif. Penggunaan e-bisnis dalam

strategi telah dipertimbangkan dalam beberapa pembelajaran, dana

bagaimana strategi e-bisnis diselaraskan dengan keseluruhan strategi

perusahaan. Internet hanya akan menjadi sumber daya yang sangat

baik dalam keunggulan kompetitif jika diintegrasikan dengan strategi

perusahaan (Porter, 2001). E-bisnis strategi harus dispesifikasikan

dengan tujuan, dan konteks dari aplikasi (Soliman dan Youseff, 2001);

Pilihan ini harus sejalan dengan puluhan organisasi dan manajerial, dan

diintegrasikan dengan proses organisasi (Graham dan Gardaker, 2000).

Kesimpulannya, jika organisasi secara strategis menggunakan

e-procurement, mereka seharusnya memiliki spesifik strategi dalam

e-procurement, dan semua ini akan sejalan dengan strategi

organisasional yang lebih luas.

5. Faktor Kebijakan Hukum.

Procurement publik dapat digunakan untuk mendukung

kebijakan pemerintah yang lebih luas, baik penggunaan procurement

secara tradisional dan menggunakan elektronik. E-procurement dalam

ruang lingkup publik dapat dilihat dari alat kebijakan untuk mendukung

penyampaian kebijakan procurement publik, meningkatkan

transparansi, dan efesiensi (Carrayannis, dan Popescu, 2005; Croom

dan Brandon-Jones, 2005). E-procurement dapat membantu

pemerintah untuk menjalankan bisinisnya (dalam BUMN) dengan

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

11  

mengurangi biaya transaksi, membuat keputusan lebih baik, dan lebih

bernilai (Panauioutou, dkk, 2004).

Jika dilihat kebijakan procurement publik saat ini, kebijakan

tersebut dapat digunakan untuk membantu perbaikan bermasyarakat.

Arrowsmith (1995) membuktikan dalam penelitiannya yang meng-

gambarkan bahwa pengeluaran pemerintah yang merupakan instrumen

dari kebijakan sosial dan industri menggunakan procurement dengan

penempatan kontrak untuk membantu tujuan pembangunan regional,

atau meningkatkan kompetitif industri untuk memproduksi suatu

produk dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif.

2.1.2. BALANCED SCORECARD

Performa bisnis perusahaan sangatlah perlu dilakukan pengukuran, apalagi

dalam kondisi global saat ini yang serba cepat dan tidak menentu. Pengukuran

performa ini dapat dilihat melalui kinerja perusahaan tersebut terhadap bisnisnya

sehingga para pihak manajemen dapat menetapkan strategi yang tepat untuk

mengatasi masalah potensial yang ada di perusahaannya. Pengukuran itu sendiri

berarti suatu proses atau aktivitas perbandingan objek-objek tertentu dengan

memberikan bobot kepada objek tersebut dengan cara-cara tertentu.

Menurut Prof. Wahjudi Prakarsa, Ph. D; Ketua program Magister Akuntansi

Universitas Indonesia, mengatakan bahwa dalam era revolusi informasi seperti saat

ini, dunia usaha menghadapi perubahan lingkungan dengan karakteristik yang jauh

berbeda dari era sebelumnya. Dalam era revolusi informasi, keunggulan daya saing

suatu entitas usaha sangat tergantung pada kemampuannya untuk memobilisasi

dan mengeksploitasi sumber daya atau aset tak berwujud yang tidak mudah

dijabarkan dalam dimensi keuangan.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

12  

Dengan demikian, untuk meningkatkan mutu informasi dalam proses

perumusan dan implementasi strategi, diperlukan sistem informasi multidimensional

yang meliputi baik sistem informasi keuangan maupun non-keuangan. Untuk

mengkonversikan sistem informasi unidimensional menjadi sistem informasi

multidimensional, Kaplan dan Norton telah merancang suatu sistem pengukuran

komprehensif yang terkenal dengan sebutan balanced scorecard.

KELAHIRAN KONSEP BALANCED SCORECARD (BSC)

Ide tentang balanced scorecard pertama kali dipublikasikan dalam artikel

Robert S. Kaplan dan David P. Norton di Harvard Business Review tahun 1992

dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard – Measures that Drive

Performance”. Artikel tersebut merupakan laporan dari serangkaian hasil riset dan

eksperimen terhadap beberapa perusahaan di Amerika serta diskusi rutin dua

bulanan dengan wakil dari berbagai bidang perusahaan sepanjang tahun itu untuk

mengembangkan suatu model pengukuran kinerja baru.

Dikatakan balanced scorecard karena ini menyeimbangkan penggunaan

dari finansial dan non finansial untuk mengevaluasi performa jangka pendek dan

jangka panjang dalam sebuah laporan (Horngern, Datar, & Foster, 2003 ; p:448).

Balanced scorecard berusaha menyediakan ukuran yang komprehensif atas ukuran

performa dari bisnis perusahaan kepada manajer (Hax & Majluf, 1996 ; p:41).

Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi menjadi sebuah

ukuran performa/kinerja yang menyediakan kerangka untuk pengimplementasian

strategi (Kaplan & Norton, 1996 ; p:71).

Kaplan dan Norton menjelaskan pentingnya memilih tolok ukur berdasarkan

keberhasilan strategis dalam artikel keduanya, “Putting the Balanced Scorecard to

Work” (September – Oktober 1993). Membuat balanced scorecard harus dimulai

dari penerjemahan strategi dan misi perusahaan ke dalam sasaran dan tolok ukur

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

13  

yang spesifik. Dalam per-kembangannya, balanced scorecard kemudian

berkembang untuk menghubungkan tolok ukur bisnis dengan strategi perusahaan.

Balanced scorecard adalah sebuah ukuran dan sistem manajemen yang

melihat performa/kinerja unit bisnis dari empat perspektif : finansial, pelanggan,

proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran (Anthony, Banker,

Kaplan, dan Young, 1997 ; p:27). Melalui mekanisme sebab akibat, perspektif

keuangan menjadi tolok ukur utama yang dijelaskan oleh tolok ukur operasional

pada tiga perspektif lainnya sebagai driver (lead indicators).

BALANCED SCORECARD - SISTEM MANAJEMEN STRATEGIS

Blocher, Chen, dan Lin (1999) mendefinisikan manajemen strategis

sebagai: “Pembangunan yang menopang posisi kompetitif dimana kompetitif

perusahaan menunjang kesuksesan yang berkelanjutan”. Definisi yang lebih formal

dapat ditemukan dari definisi Pierce dan Robinson (1997) yang menyatakan bahwa

manajemen strategis pada dasarnya adalah: “kumpulan keputusan dan aksi yang

menghasilkan formulasi dan implementasi dari perencanaan yang didesain untuk

mencapai objektif perusahaan”.

Manajemen strategis biasanya dihubungkan dengan pendekatan

manajemen yang integratif yang mengedepankan secara bersama-sama seluruh

elemen, seperti: planning, implementing, dan controlling sebuah strategi bisnis.

Tujuan utama dari manajemen strategis adalah untuk mengiidentifikasi mengapa

dalam persaingan beberapa perusahaan bisa sukses sementara sebagian lainnya

mengalami kegagalan. Berdasarkan Charles Hill dan Gareth Jones (1998),

komponen utama proses manajemen strategis meliputi:

1. Misi dan tujuan utama organisasi;

2. Analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi;

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

14  

3. Pilihan strategi yang selaras dan sesuai antara kekuatan dan

kelemahan perusahaan dengan peluang dan ancaman lingkungan

eksternal;

4. Pengadopsian struktur organisasi dan sistem pengendalian untuk

mengimplementasikan strategi dan organisasi yang dipilih.

Perusahaan-perusahaan yang inovatif telah menggunakan BSC sebagai

sistem manajemen strategis untuk mengelola strategi mereka dalam jangka

panjang. Ketika perusahaan telah menyusun inisial BSC, mereka hharus segera

memasang scorecard tersebut ke dalam sistem manajemen. Para manajer di

Amerika percaya bahwa scorecard memungkinkan mereka untuk menjembatani gap

utama yang ada di perusahaan: antara pengembangan dan formulasi strategi

dengan proses implementasinya. Menurut Kaplan dan Norton (1996), dari

pengalaman mereka di lapangan ditemui penyebab eksistensi gap tersebut, yang

diuraikan ke dalam empat klasifikasi, yaitu :

1. Hambatan Visi;

Permasalahan ini kerap dialami perusahaan karena belum disepakatinya

bahasa baku untuk menejelaskan visi agar strategi dapat dipahami dan

dijalankan. Hambatan utamanya adalah berupa kesulitan untuk

mendapatkan konsensus tentang makna visi dan strategi itu sendiri.

Jikalau konsensus tersebut didapat, maka ketentuan selanjutnya adalah

bagaimana menjabarkan strategi tersebut ke dalam langkah nyata

untuk segenap elemen organisasi hingga ke level individu.

2. Hambatan Sumber Daya Manusia;

Permasalahan ini kerap terjadi ketika organisasi makin besar tetapi

tidak dilakukannya perencanaan strategi SDM agar tercipta keselarasan

antara tujuan, visi dan kompetensi individu dengan organisasi di setiap

tingkatan. Dengan sistem pengendalian yang tidak fokus pada strategi,

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

15  

maka kompetisi antarkomponen yang terjadi dalam organisasi tidak

aana saling mendukung dalam pencapaian strategi organisasi.

3. Hambatan Operasi;

Dalam situasi dimana strategi tidak terhubung dengan baik ke

anggaran maka pencapaian individu dan organisasi menjadi tidak

selaras dengan sasaran strategis. Alokasi sumber daya lebih mengacu

pada keuntungan-keuntungan jangka pendek yaitu anggaran, dan

terpisah pada prioritas strategi jangka panjang. Era ini ditandai dengan

jamaknya penggunaan analisis varians dengan membandingkan kinerja

operasi aktual dengan anggaran; bukan membandingkannya dengan

pencapaian target-target strategi.

4. Hambatan Pembelajaran;

Survei yang dilakukan para penggegas BSC menemukan bahwa rata-

rata dari sepuluh perusahaan, hanya satu yang berhasil mengeksekusi

strateginya. Penyebab pertama adalah: strategi yang tidak actionable,

biasanya diakibatkan karena tidak adanya sosilisasi strategi. Dimana

manajemen perusahaan tidak mampu atau sama sekali tidak meng-

komunikasikan strateginya. Penyebab kedua adalah tidak adanya

hubungan antara sumber daya dan strategi, misalnya: anggaran. Di

Indonesia, banyak aktivitas lembaga pemerintah lebih dimaksudkan

mengkonsumsi anggaran – dalam arti, jika diakhir periode masih ada

anggaran yang masih sisa, maka anggaran tersebut akan dihabiskan

untuk konsumsi. Penyebab ketiga adalah kelemahan pembelajaran

strategis, adalah porsi pembahasan dan perbincangan tentang strategi

yang amat minim dibanding dengan evaluasi atas kinerja operasional.

Ini berarti, perusahaan tidak saja kehilangan momentum untuk

mengevaluasi efektivitas strateginya secara kontinyu, namun yang lebih

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

16  

parah lagi, perusahaan bahkan tidak mampu membuat skenario

keunggulan perusahaan di masa mendatang.

Hambatan-hambatan eksekusi strategi tersebut diatas, dapat ditanggulangi

dengan mengintegrasikan BSC dalam sebuah strategic menagement system yang

baru. Untuk itu, Kaplan dan Norton memberikan jawaban atas masalah tersebut

berupa empat tahap yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menggunakan

BSC yang mereka sebut sebagai empat komponen sistem manajemen strategis,

yaitu :

1. Memformulasikan dan mentransformasikan visi dan strategi per-

usahaan. Strategi adalah titik tolak atau referensi bagi keseluruhan

manajemen.

2. Mengkomunikasikan dan menghubungkan tujuan-tujuan dan tolok ukur

strategi. Seluruh sasaran perusahaan harus selaras dari manajemen

tingkat atas sampai individu paling bawah. Pendidikan dan komunikasi

yang terbuka tentang strategi adalah basis bagi pemberdayaan

pegawai.

3. Merencanakan, menyusun target-target, dan menyelaraskan inisiatif-

inisiatif strategis.

4. Mempertinggi umpan balik dan pembelajaran strategis.

HUBUNGAN BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN VISI, MISI DAN

STRATEGI PERUSAHAAN.

Sistem pengukuran kinerja harus dapat memotivasi para manajer dan

karyawan untuk mengimplementasikan strategi unit bisnisnya. Perusahaan yang

dapat menerjemahkan strateginya ke dalam pengukuran akan memiliki kemampuan

yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut. Kaplan dan Norton

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

17  

menyatakan pentingnya penciptaan suatu scorecard yang mengkomunikasikan

suatu strategi unit bisnis sebagai berikut:

1. Scorecard mendeskripsikan visi organisasi untuk masa depan keselu-

ruhan organisasi. Dalam hal ini, scorecard memberikan pengertian atas

visi-visi yang dimiliki organisasi.

2. Scorecard membuat model holistik dari strategi yang membiarkan

semua pegawai melihat bagaimana mereka berkontribusi kepada

kesuksesan organisasi. Tanpa sebuah hubungan, idividual dan

departemen dapat mengoptimisasi performa lokalnya, tetapi tidak

berkontribusi dalam mencapai sasaran obejktifnya.

3. Scorecard fokus dalam merubah kinerja. Jika objektif/sasaran dan

ukuran dapat diidentifikasikan, implementasi memungkinkan untuk

tercapai. Jika tidak, maka investasi dan inisiatif akan terbuang.

Selanjutnya Kaplan dan Norton juga mengemukakan tiga prinsip yang

memungkinkan BSC organisasi terhubung dengan strategi, yaitu: cause and effect

relationships, performance drivers dan linkage to financial.

1. Cause and effect relationships

Menurut Kaplan dan Norton, sebuah strategi adalah

seperangkat hipotesis dalam model hubungan cause dan effect, yaitu

suatu hubungan yang dapat diiekspresikan melalui kaitan antara

pernyataan if-then. Pengembangan BSC yang baik harus dapat

menjelaskan rangkaian cerita dari seluruh Strategic Business Unit

(SBU). Melalui model hubungan ini pula, suatu strategi dapat

dianimasikan dan dikritisi bersama, baik sbelum, selama dan sesudah

dieksekusi. Pengujian terhadapa sekumpulan scorecard dapat dilakukan

dengan mudah karena tiap relasi dan hubungan kausalitas dapat diuji

secara rinci.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

18  

2. Performance drivers

Sebuah BSC yang baik harus memiliki bauran hasil yang memadai dan

pemicu kinerja yang digunakan oleh SBU.

3. Linkage to financial

Adanya kritik terhadap pengukuran kinerja berbasis lapiran keuangan

tidak lantas menghasilkan rekomendasi untuk membuang tolok ukur

keuangan. Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian berbagai tujuan

seperti kualitas, kepuasan pelanggan, inovasi dan pemberdayaan

karyawan tidak akan memberikan perbaikan terhadap perusahaan

apabila hal tersebut hanya dianggap sebagai tujuan akir. Semua

pengukuran yang berkaitan dengan pencapaian tujuan keuangan

sebagai tujuan akhir.

BALANCED SCORECARD DAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA BISNIS.

Anderson dan Clancy (1991) dalam bukunya “cost accounting”

mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai respon balik dari akuntan kepada

manajemen yang terdiri dari informasi tentang sebaik apa suatu aksi

menrepresentasikan perencanaan. Pengukuran kinerja juga mengidentifikasikan

dimana seorang manajer memungkinkan untuk melakukan pengkoreksian atau

penyesuaian untuk perencanaan masa yang akan datang dan melakukan kontrol

aktifitas (Anderson dan Clancy, 1991 ; p:1008).

Dari definisi-definisi di atas dapat disampulkan bahwa pengukuran kinerja

adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam

rantai nilai yang ada pada perusahaan (Yuwono, 2003; p:23). Hasil pengukuran

tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan

informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana perusahaan

memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

19  

Dalam sistem pengukuran kinerja tradisional, pengukuran kinerja dilakukan

dengan menetapkan secara tegas tindakan tertentu yang diharapkan akan

dilakukan oleh personel dan melakukan pengukuran kinerja untuk memastikan

bahwa personel melaksannakan tindakan sebagaimana diharapkan. Oleh karena

itulah timbul beberapa permasalahan dengan pengukuran kinerja, antara lain

(Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:24) :

1. Besarnya skala perusahaan mempengaruhi integrasi fungsi-fungsi dan

semakin kompleksnya struktur organisasi yang berakibat pada jumlah

transaksi internal sehingga mekanisme harga menjadi kacau.

2. Perusahaan yang padat modal dengan berskala besar akan memiliki

banyak stakeholders yang berarti semakin mempersulit proses

deliberasi untuk menyepakati besarnya nilai akun dalam neraca dan

laporan laba rugi yang bukan berasal dari arms’ transactions, seperti

exit value, replacement cost, dsb.

3. Perusahaan yang padat modal dengan berskala besar menghasilkan

lebih dari satu jenis produk, sehingga pengukuran kinerja menjadi

semakin sulit dilakukan terutama dalam pengalokasian biaya overhead.

Dalama manajemen tradisional, pengukuran kinerja dilakukan dengan

menetapkan secara tegas tindakan tertentu yang diharapkan akan dilakukan ileh

personel dan melakukan pengukuran kinerja untuk memastikan bahwa personel

melaksanakan tindakan sebagaimana diharapkan. Sebaliknya, pengukuran kinerja

dalam zaman teknologi informasi, sebagaimana digunakan dalam BSC, bergeser

menuju pemotivasian personel untuk mewujudkan visi dan strategi organisasi

(Mulyadi & J. Setyawan, 1999; p:212-225).

Dengan persaingan yang kian turbulen, proses pengambilan keputusan

manajemen perlu didukung dengan sistem tolok ukur kinerja integratif, dimana

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

20  

secara internal konsisten dengan visi, misi dan strategi perusahaan disertai

kemampuan umpan balik yang semakin cepat, serempak, dan simultan.

Untuk menanggapi peluang dan ancaman dalam persaingan yang sengit,

tolok ukur yang hanya mampu melaporkan secara agregatif result terminal dari

output akuntansi manajemen tradisional yang accountability-based, jelas sudah

tidak memadai (Wahjudi Prakarsa, 1997; p:65). Sejalan dengan sistem

pengendalian manajemen yang membedakan antara pengendalian strategi dan

pengendalian manajemen (K.A. Merchant, 1998), BSC juga merupakan sarana

pengukuran bagi kinerja strategi dan operasionalisasi strategi (action) melalui

lagging indicators dan lead indicators yang melintasi empat perspektif BSC yang

seimbang dan terkait secara kausal dari hilir ke hulu.

PENGUKURAN KINERJA – SYARAT DAN MANFAATNYA.

Dengan munculnya berbagai paradigma baru dimana bisnis harus

digerakkan dengan customer focused, suatu sustem pengukuran kinerja yang

efektif, paling tidak harus memeiliki syarat-syarat sebagai berikut (Wahjudi

Prakarsa, 1997; p:55):

a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi

itu sendiri sesuai perspektif pelanggan;

b. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja

yang customer validated;

c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi

pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif;

d. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organiasasi

mengenali masalah-maslaah yang ada kemungkinan perbaikan.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

21  

Secara lebih luas dan rinci, Mc.Mann dan Nanni dalam penelitiannya

memberikan 24 atribut bagi suatu sistem pengukuran kinerja yang baik,

sebagaimana terlihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Atribut tolok ukur kinerja yang baik.

Berbagai Atribut Tolok Ukur Kinerja yang Baik.

Secara umum, suatu sistem pengukuran yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolok ukur yang

mengkombinasikan antara matriks keuangan dan non-keuangan dengan 24 atribut berikut :

1. Menduku dan konsistem dengan tujuan,

tindakan, budaya dan faktor-faktor kunci

keberhasilan perusahaan;

2. Relevan dan mendukung strategi;

3. Sederhana untuk diimplementasikan;

4. Tidak kompleks;

5. Digerakkan oleh pelanggan;

6. Integral dalam seluruh fungsi dalam organisasi;

7. Sesuai dengan keseluruhan tingkatan

organisasi;

8. Sesuai dengan lingkungan eksternal;

9. Mendorong kerjasama dalam organisasi baik

secara horisontal maupun vertikal;

10. Hasil pengukurannya dapat dipertanggung-

jawabkan;

11. Jika memungkinkan, dikembangkan dengan

pendekatan top-down dan bottom-up;

12. Dikomunikasikan ke seluruh bagian yang

relevan dalam organisasi;

13. Dapat dipahami;

14. Disepekati bersama;

15. Realistik;

16. Berhubungan dengan faktor-faktor yang

berhubungan dan membuat “sebuah

perbedaan”;

17. Terhubung dengan aktivitas sehingga

hubungan yang jelas terlihat antara sebab

dan akibat;

18. Difokuskan lebih pada pengelolaan sumber

daya ketimbang biaya yang sederhana;

19. Dimanfaatkan untuk memberi “real-time

feedback”;

20. Digunakan untuk memberi “action-oriented

feedback”;

21. Jika diperlukan, suatu tolok ukur bisa

ditambahkan lintas fungsional dan lintas level

manajemen;

22. Mendukung bagi pembelajaran individu dan

organisasi;

23. Mendorong perbaikan secara kontinyu dan

tiada henti;

24. Secara kontinyu dinilai relevansinya terhadap

23 atribut di atas dan dibuang jika

kegunaannya hilang atau ada tolok ukur yang

baru atau lebih relevan ditemukan.

Jika suatu sistem tolok ukur organisasi jauh dari karakteristik atau atribut diatas maka saatnya untuk

menguji kembali kegunaan tlok ukur kinerja yang ada dnn mencari tolok ukurr yang baru.

Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007

Manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut

(Lynch dan Cross, 1993; p:328):

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

22  

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan

membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat

seluruh orang dalam organiasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan

kepada pelanggan;

2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagaian dari

mata rantai pelanggan dan pemasok internal;

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-

upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut;

4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi

lebih konkret sehingga nenoercepat proses pembelajaran organisasi;

5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan

memberi penghargaan atas perilaku yang diharapkan tersebut.

ASPEK-ASPEK YANG DIUKUR DALAM BALANCED SCORECARD.

a. Perspektif Keuangan.

Secara tradisional, laporan keuangan merupakan indikator historis-agregatif

yang merefleksikan akibat dari implementasi dan eksekusi strategi dalam satu

periode tertentu. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya

tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest (Kaplan

dan Norton, 1996; p:48).

Growth adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana

perusahaan memiliki produk ata jasa secara signifikan memiliki potensi

pertumbuhan terbaik. Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk

mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan menambah

kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi

yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan

hubungan global, serta membina dan mengembangkan hubungan pelanggan. Oleh

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

23  

karena dalam tahap ini, perushaaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang

negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah, maka tolok ukur kinerja

yang cocok adalah tingkat pertumbuhan oendapatan atau penjualan dalam segmen

pasar yang telah ditargetkan (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:31).

Sustain adalah tahapan dimana perusahaan masih melakukan investasi dan

reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini,

perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan

mengembangkannya jika memungkinkan. Investasi yang dilakukan umumnya

diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan

meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada

tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang

dilakukan. Tolok ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misal ROI (Return On

Investment), ROCE (Return on Capital Employed), dan ROE (Return on Equity)

(Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:32).

Harvest adalah tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar

memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi

investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali

pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran utama tahap ini

adalah keuangan, sehingga yang diambil sebagai tolok ukur adalah

memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja (Yuwono, Sukarno,

dan Ichsan, 2007; p:32).

b. Perspektif Pelanggan.

Filososfi manajemen terkini talah menunjukkan peningkatan pengakuan

atas pentingnya customer focus dan customer satisfaction. Perspektif ini merupakan

leading indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas maka mereka akan mencari

produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

24  

perspektif ini akan menururnkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat

ini kinerja keuangan terlihat baik.

Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu: customer

core measurement dan custumer value propositions (Kaplan dan Norton, 1996;

p:63).

1. Customer Core Measurement.

Perspektif ini memiliki beberapa komponen pengukurna, yaitu: market

share, customer retention, customer acquisition, customer satisfaction,

dan customer profitability.

Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007. Gambar 2.1 Balanced Scorecard: menuntut “score” di empat perspektif secara seimbang.

Market Share; pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai

perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara

lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.

Customer Retention; mengukur tingkat dimana perusahaan dapat

mempertahankan hubungan dengan konsumen.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

25  

Customer Satisfaction; menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait

dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition.

Customer Profitability; mengukur laba bersih dari seorang pelanggan

atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk

mendukung pelanggan tersebut.

Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007 Gambar 2.2. Tolok ukur utama untuk perspektif pelanggan.

2. Customer Value Proposition.

Pengukuran ini merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core

value proposition yang didasarkan pada atribut sebagai berikut:

product/service atributes, customer relationship, dan image and

relationship (Kaplan dan Norton, 1996; p:73).

Product/service atributes, meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga,

dan kualitas. Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas

produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk,

kualitas, atau harga yang murah. Perusahaan harus mengidentifikasi-

kan apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan.

Selanjutnya pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan hal tersebut.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

26  

Customer relationship, menyangkut perasaan pelanggan terhadap

proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan

konsumen sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen

perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan masalah waktu

penyampaian. Waktu merupakan komponen yang penting dalam

persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian

order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi

kepuasan mereka.

Image and reputation, menggambarkan faktor-faktor intangible yang

menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan.

Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan

menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.

Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007 Gambar 2.3. Model Generik: Proporsi nilai pelanggan.

c. Perspektif Proses Bisnis Internal.

Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan

analisis rantai nilai. Disini, manajemen mengidentifikasi proses internal bisnis yang

kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini

memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan

dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan.

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

27  

Perspektif ini harus didesain dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui

misi perusahaan yang memungkinkan tidak dapat dilakukan oleh konsultan luar.

Perbedaan perspektif bisnis internal antara pendekatan tradisional dan

pendekatan BSC adalah :

1. Pendekatan tradisional berusaha untuk mengawasi dan memperbaiki

proses bisnis yang sudah ada sekarang. Sebaliknya BSC melakukan

pendekatan atau berusaha untuk mengenali semua proses yang

diperlukan untuk menunjang keberjasilan strategi perusahaan,

meskipun proses-proses tersebut belum dilaksanakan.

2. Dalam pendekatan tradisional, sistem pengukuran kinerja hanya

dipusatkan pada bagaiman cara menyampaikan barang atau jasa.

Sedang daalma pendekatan BSC, proses inovasi dimasukkan dalam

perspektif proses bisnis internal.

Aktivitas penciptaan nilai perusahaan, terangkai dalam suatu rantai nilai

yang dimulai dari porses perolehan bahan baku sampai penyamapian produk jadi ke

konsumen. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Shank dan Govindarajan

dalam bukunya Kaplan dan Norton, 1996 yaitu: “the value chain for any firm in any

business is linked set oif value creating activities – from basi raw material sources

to the ultimate product or service that is delivered to customers.”.

Proses bisnis internal dibagi menjadi tiga proses, yaitu : inovasi,

operasional, dan layanan purna jual (Kaplan dan Norton, 1996; p:96). Selanjutnya,

pengukuran kinerj aldam perspektif ini berpedoma pada proses-proses diatas.

1. Proses Inovasi, dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahamamn

tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan

jaasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan

biasanya dilakukan oleh baigan R&D sehingga setiap keputusan

pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

28  

pemasaran dan dapat dikkomersialkan (didasarkan pada kebutuhan

pasar). Aktivitas R&D ini merupakan aktivitas penting dalam

menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka panjang.

2. Proses Operasi, adalah proses untuk membuat dan menyampaikan

produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua

bagian: 1) proses pembuatan produk dan 2) proses penyampaian

produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam

proses operasi dikelompokkan pada: waktu, kualitas dan biaya.

3. Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan

produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan

ini, misalnya, penanganan garansi dan perbaikan penanganan atasa

barang rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran

pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas,

biaya dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk

siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari

saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.

Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007 Gambar 2.4. Model Rantai Nilai Ginetik.

d. Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan.

Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber

daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini

adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

29  

perbaikan individu dan organisasi. Dalam organisasi knowledge worker, manusia

adalah sumber daya utama.

Dalam berbagai kasus, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

merupakan fondasi keberhasilan bagi knowledge worker organization dengan tetap

memperhatikan faktor sistem dan organisasi.

Hasil dari pengukuran ketiga persepktif sebelumnya basanya akan

menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem dan

prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang

diinginkan. Itulah mengapa, perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor

tersebut untuk mendorong perushaaan menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Dalam perspektif ini, perusahaan melihat tolok ukur, sebagai berikut

(Kaplan dan Norton, 1996; p:127):

1. Employee Capabilities.

Salah satu perubahaan yang dramatis dalam pemikiran manajemen

selama lima belas tahun terakhir ini adalah peran para pegawai di

organisasi. Faktanya, tidak ada yang lebih baik bagi transformasi

revolusioner dari pemikiran era industrial ke era informasi ketimbang

filosofi manajemen baru, yaitu bagaimana para pegawai

menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi (Kaplan

dan Norton, 1996; p:127).

2. Information System Capabilities.

Meskipun motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian

tujuan-tujuan perusaahan, masih diperlukan informasi-informasi yang

terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai,

kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi

yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

3. Motivation, Empowerment, dan Alignment.

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

30  

Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang

berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif

yang sbesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru

menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai

untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-

sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi

juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya

masing-masing. Sudah barang tentu upaya itu perlu dukungan motivasi

yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang

yang memadai untuk mengambil keputusan. Tentu, itu semua tetap

dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan

dengan tujuan organisasi.

BALANCED SCORECARD SEBAGAI SISTEM PENGENDALIAN STRATEGIS.

Pengendalian merupakan salah satu fungsi manajemen yang menempati

posisi kritis dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi. Manajemen kontrol

adalah proses dimana manajer meemberikan pengaruh kepada anggota

organisasinya untuk mengimplementasikan strategi organisasi (Anthony dan

Govindarajan, 2000; p:6).

Bentuk sistem pengendalian manajemen yang baik amat tergantung dari

karakteristik suatu organisasi. Karakteristik pengendalian yang baik adalah suatu

sistem pengendalian yang berorientasi ke depan, digerakkan berdasarkan sasaran,

dan tidak selalu harus ekonomis (Anthony dan Govindarajan, 2000; p:9). Suatu

sistem pengendalian juga harus mencakup sistem operasional yang menyeluruh;

goal congruence, bermuara ke perspektif keuangan, memiliki pola dan jadwal yang

jelas dan terintegrasi (Anthony dan Young, 1999).

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

31  

Yuwono, membagi obyek pengendalian dalam tiga jenis sebagaimana yang

ia sortir dari pendapat W. Ouchi dalam buku Kaplan dan Norton, 1996, yaitu: action

control, results control dan personnel/culture control.

Action control adalah pengendalian untuk menjamin bahwa setiap pegawai

melakukan aktivitas tertentu yang dianggap bermanfaat bagi organisasi. Result

control adalh pengendalian yang lembih menekankan pada hasil akhir.

Personnel/culture control adalah bentuk pengendalian yang mengandalkan pada

kendali perilaku pegawai atau pengendalian sesama pegawai sesuai nilai-nilai,

norma, atau budaya yang telah ada yang ingin diciptakan dalam organisasi. Ketiga

jenis pengendalian tersebut digunakan secara bersama-sama dalam suatu

organisasi dengan tingkat keketatan sesuai kondisi dan kebutuhan.

Manajer bekerja melalui orang-orang dalam organisasi dengan berbagai

cara dan tindakan, seperti: menyeleksi pegawai, melatihnya, menenmpatkan

mereka pada posisi yang tepat, memberdayakan dan mendisiplinkan mereka, dan

lain-lain. Untuk mendukung aktivitas tersebut, manajer memerlukan berbagai

informasi. Jenis-jenis informasi yang diperlukan manajemen tersebut untuk

mengurangi ketidakpastian organisasi pada masa masa mendatang adalah

(Anthony dan Govindarajan, 2000; p:460-461): informal information, task control

information, budget reports, budget signals, dan nonfinancial information.

Kombinasi dari berbagai jenis informasi tersebut kemudian digunakan untuk

mendesain sistem pengukuran kinerja. Meskipun dalam paradigma manajemen

sistem kontrol yang baru, pengukuran kinerja bukan lagi dianggap sebagai fokus

utama suatu sistem pengendalian namun ia merupakan bagian integral dan

terpenting dari pengkontrolan hasil.

Pengkontrolan hasil adalah sistem pengendalian yang paling umum

diterapkan bagi pegawai di berbagai tingkatan dalam organisasi. Salah satu

alasannya karena pengkontrolan ini sanat konsisten dengan organisasi yang

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

32  

terdesntraslisasi dengan tingkat pertanggungjawaban yang sangat luas. Ada empat

elemen utama bagi penerapan pengkontrolan hasil yang baik (Anthony dan

Govindarajan, 2000; p:72-75): Defining performance dimensions; Measuring

performannce; Setting perofrmance targets; Providing reward and punishment.

Suatu strategi memerlukan perencanaan, pembuatan keputusan,

pemantauan atas kemajuanny, dan pengendalian. Oleh karena itu, pengendalian

manajemen juga meski mencakup faktor eksternal yang bbegitu cepat. Ini bisa

dideteksi lebih dini bila proses pemantauan dapat dilakukan dengan sistem

pengendalian yang modern dimana feedback system dilakukan dengan mekanisme

doubel loop. Manajemen tidak saja dituntut untuk mengamati berbagai varian

operasional tetapi mereka diharuskan pula mengevaluasi apakah strategi yang

sedang dijalankan relevan dengan situasi mutakhir perjalanan bisnis.

PROSES PENYUSUNAN BALANCED SCORECARD

Peran manajemen puncak untuk memimpin suatu penyelamatan dan

perubahan dalam organisasi sangat menentukan kesuksesan scorecard. Inisiatif

petinggi organisasi berupa komitmen untuk mengimplementasikan BSC merupakan

garansi bahwa penyusunan BSC akan beroleh manfaat maksimal. Pengalaman di

lapangan, dimana proses scorecard digerakkan oleh manajemen level bawah atau

menengah hanya akan menghasilkan scorecard yang kaku dan tidak memiliki daya

dairing bagi pencapaian organisasi menuju targetnya. Hal ini dikarenakan proses

scorecard dan pengendalian manajemen dimulai dengan kalarifikasi dan

pengembangan terhadap visi dan strategi perusahaan. Suatu fase dimana kritis

karena bangunan scorecard secara keseluruhan berawal, sekaligus mengerucut

dalam proses feedback dalam proses ini.

Dalam sistem manajemen, khususnya proses perencanaan strategis,

penyusunan target adalah bagian tak terpisahkan dari scorecard itu sendiri. Ketika

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

33  

suatu target telah ditentukan, pada empat perspektif dan sub-subnya, maka sistem

informasi akan dengan mudah memeta wilayah tiap target itu menjadi semacam

sistem yang dengan mudah memandu kinerja manajer dan staff. Dengan adanya

target, akan diwujudkan komitmen manajemen dan karyawan untuk mencapai apa

yang telah direncanakan. Target juga merupakan basis bagi evaluasi yang

memberikan andli terhadap perbaikan kinerja karyawan.

Kenneth A. Merchant dalam buku Kaplan dan Norton, 1996, menjelaskan

bahwa penetapan target ini dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: Model based,

Historical dan Negotiated; Internal atau eksternal; Fixed dan Flexible. Dalam

implementasi scorecard setelah strategi dieksekusi, data atau informasi tentang

pencapaian target dari semua tingkatan dalam organisasi sangat diperlukan untuk

mengukur kinerja bisnis, perusahaan , dan manajemen, hingga level individu.

Karena dalam BSC terdapat empat perspektif pengukuran, maka untuk menilai

kinerja manajemen dan karyawan diperlukan penyelarasan dalam menilai

pencapaian target dari masing-masing sasaran strategis tersebut.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijabarkan langkah penyusunan BSC

yang diringkas dari Yuwono, Sukarno, Ichsan (2007):

1. Membangun konsensus atas pentingnya perubahan manajemen.

Untuk mendapatkan daya dorong yang memadai tentang bagaimana

porses implementasi BSC akan mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karena

itu, isu tentang perubahan manjemen harus ditempatkan di awal proses.

Tujuannya adalah agar BSC dipandang sebagai sarana manajemen yang akan

mengubah sistem dan proses manajemen secara mendasar.

Hal terpenting dari proses menjaring konsensus tentang perubahan

manajemen adalah adanya sense of urgency dari manajer eksekutif. Disini

dibutuhkan dukungan mereka yang konsisten dan pemahaman yang memadai

tentang bagaimana BSC bekerja dan diimplementasikan.

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

34  

2. Pembentukan tim proyek.

Proses pengembangan BSC merupakan salah satu kekuatan besar dari

semua pendekatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk secara khusus

membahas siapa yang berpartisipasi dan kapan. Tim harus terdiri dari para

manajemen level atas yang memahami keseluruhan mendasar permasalahan

perusahaan dimana yang pada nantinya masukannya sangat berguna bagi

pembaungan proyek ini. Begitu tim terbentuk, buat serangkaian rencana yang

ditindaklanjuti dengan penugasan untuk penyelesaian proyek. Jika diperlukan,

seluruh tim ditraining ulang tentang konsep BSC.

3. Mendefinisikan profil industri dan perkembangannya.

Tujuan langkah ini adalah untuk mengembangkan sebuah dasar dalam

menyusun konsensus berbagai karakteristik dan persyaratan industri dan untuk

mengidentifikasikan tentang posisi dan peran perusahaan saat ini. Karena kita

akan mencapai persetujuan tentang bagaimana industri akan berkembang di

masa datang maka kita juga akan menyusun panggung yang bernilai dan

dilanjutkan dengan perluasan visi dan strategi masa depan perusahaan. Bentuk

yang cocok untuk pekerjaan ini adalah wawancara individu, terutama dengan

manajemen tingkat atas dan para pemimpin yang pemikirannya paling

berpengaruh di perusahaan.

Dalam wawancara tersebut perlu dikembangkan pandangan tentang

perusahaan dan karakteristiknya dari berbagai sudut pandang. Untuk hal ini,

diperlukan beberapa pendekatan dari beberapa model yang dapat digunakan

sebagai katalisator terbaik sehingga dapat menyiapkan dasar yang baik untuk

diskusi bagi analisis ini.

Secara umum, pemikiran praktis dalam manajemen strategis

dipengaruhi kuat oleh model SWOT – Strength, Weakness, Opportunities,

Threats (Andrew, 1980). Sebagai lanjutannya, Porter, mengenalkan lima model

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

35  

kekuatan kompetitif dimana kekuatan perusahaan dipengaruhi oleh kekuatan

struktural dalam industri khususnya. Pendekatan ini memindahkan fokus dari

perusahaan ke situasi kompetitif dalam industri, dengan suatu aturan bahwa

dalam industri apapun aturan persaingan tercakup dalam lima kekuatan

bersaing.

Lalu di awal 90-an fokus beralih ke lingkungan eksternal sumber daya

dan kapabilitas individual perusahaan. Beberapa ahli memandang hal ini

sebagai tingkat lanjutan antara analisis SWOT dan lima model kekuatan

kompetitif Porter – dimana dalam menghadapi lingkungan eksternal suatu

perusahaan harus membangun kekuatan kompetitif pada sumber daya dan

kapabilitasnya. Pada tahun 1990 Hamel dan Prahalad mengembangkan tema ini

dengan menggunakan istilah “core competition”.

Hal utama lainnya dimana teori dalam area ini telah berkembang

adalah kebebasan gagasan dimana ada kemungkinan mempersiapkan rencana-

rencana strategis jangka panjang secara rinci. Yang dibicarakan orang

disamping itu adalah pentingnya menciptakan kondisi yang menyokong

perkembangan pemikiran strategis di perusahaan. Pemikiran strategis tersebut

kemudian harus menjadi pedoman bagi keputusan dan tindakan khusus sehari-

hari sehingga perusahaan memperoleh dinamika dan ketegasan yang saat ini

diperlukan sebagian besar perusahaan di kebanyakan industri. (Yuwono,

Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:86-91)

4. Menentukan Unit atau SBU (Strategic Business Unit).

Penyusunan BSC sejak awal secara hati-hati haris mempertimbangkan

jangkauan aktivitas dan unit organisasi yang akan dicakup oleh scorecard.

Menurut Olve, dkk (1999), bagi perusahaan yang relatif kecil, mungkin paling

baik adalah menciptakan scorecard untuk organisasi secara keseluruhan.

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

36  

Sebaliknya pada perusahaan yang lebih besar dan atau kelompok korporasi

akan lebih cocok jika dengan satu atau dua pilot project di SBU.

Kaplan dan Norton menyatakan bahwa dalam hal scorecard dimulai dari

level korporat (top-down approach) penyusunan scorecard dimulai oleh CEO

untuk mengembangkan satu set scorecard makro bagi keseluruhan organisasi.

Dalam kasus suatu perusahaan besar atau korporat, proses inisialisasi

scorecard akan bekerja dengan baik pada tingkat SBU sesuai dengan aktivitas

sepanjang rantai niilai: inovasi, operasional, pemasaran, penjualan dan

pelayanan.

Pada umumnya, BSC diperlukan bagi unit bisnis setrategis yang

memiliki pelangga, saluran distribusi, fasilitas produksi dan tolok ukur keuangan

yang terpisah. Sebelum SBU didefinisikan dan dipilih, arsitek harus mempelajari

hubungan antara satu SBU dan SBU yang lain, divisi dan organisasi secara

keseluruhan (corporate). Arsitek yang memimpin wawancara dengan key senior

diivisional dan corporate executives berusaha mempelajari:

- Tujuan finansial SBU (growth, profitability, cash flow, harvest).

- Tema-tema perusahaan lainnya (environment, safety, employee

policies, community relations, quality, price competitiveness, dan

innovation).

- Keterhubungannya dengan SBU yang lain (common customers,

core competencies, opportunities for integrated approaches to

customers, internal supplier/customer relationships).

Pemahaman yang akan diperoleh tersebut sangat vital dalam

menuntun proses pengembangan BSC sehingga SBU tidak akan

mengembangkan berbagai ukuran dan tujuan untuk mengoptimalisasi SBU

yang bersangkutan, tapi sebaliknya, merugikan SBU yang lain atau keseluruhan

perusahaan.

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

37  

Suatu korporat sangat mungkin memiliki berbagai SBU yang berbeda

sebagai portofolio bisnisnya. Dalam hal ini, jika scorecard dimulai dari SBU,

kejelasan strategi korporat dan peran SBU di masa datang harus diperoleh.

Korporasi tidak diilihat sebagai gabungan dari berbagai SBU tapi bagaimana

sinergi SBU akan menghasilkan kinerja terbaik korporat. Dengan kata lain,

penyelarasan SBU sangat perlu dilakukan untuk menghasilkan kolaborasi yang

maksimal, terutama apabila suatu korporat memiliki bisnis dan pelanggan yang

tunggal sehingga baik korporat maupun SBU tidak akan memiliki banyak

perbedaan.

Kita menemukan bahwa faktor penentu lainnya dalam pemilihan

rencana yang sesuai adalah kondisi perusahaan pada waktu itu. Jika

perusahaan sedang dalam pertengahan pergolakan (turbulen), proses

scorecard akan sangat bermanfaat.

Dalam kasus-kasus “teaching company”, BSC akan cocok dan dapat

membantu menciptakan kesepahaman dan konsensus tentang strategi masa

datang dan berbagai perubahan yang mungkin mengikuti suatu proses. Karena

salah satu ciri scorecard yang bermanfaat adalah bahwa ia merupakan bagian

pengendalian strategis, ia harus tetap hidup dan beradaptasi terhadap

perubahan sesuai dengan situasi perusahaan dan organisasi. (Yuwono,

Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:92-94)

5. Mengevaluasi sistem pengukuran yang ada.

Tahap berikutnya adalah mengevaluasi sistem pengukuran yang

digunakan organisasi atau perusahaan saat ini. Menurut Robert S. Kaplan dan

David P. Norton dalam “Putting the BSC to work” (1993), pada umumnya

sebagian besar organisasi tidak emmiliki satu set tolok ukur yang seimbang.

Mereka terlalu terfokus pada tolok ukur keuangan jangka pendek dan

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

38  

mengabaikan tujuan jangka panjang seperti kepuasan pelanggan/pegawai

maupun pertumbuhan.

Evaluasi sitem pengukuran organisasi dapat dilakukan dengan

menggunakan survei yang mencakup evaluasi terhadap berbagai tolok ukur dan

sistem pengukuran yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini.

Dengan melengkapi berbagai instument yang didasarkan pada the Baldrige

Criteria akan terlihat karakteristik suatu sistem pengukuran yang efektif dan

seberapa jauh organisasi atau perusahaan terlibat dalam standar dan praktik

BSC yang ada.

The Baldrige Criteria selama lebih dari satu dekade telah digunakan

oleh ribuan organisasi di Amerika agar berkompetisi dalam meningkatkan

kinerja organisasi. Berbagai jenis organisasi maupun yang hanya memiliki satu

kantor atau tersebar di seluruh dunia dapat menggunakan the Baldrige Criteria

ini karena mencakup berbagai indikator kunci sebagai framework untuk menilai

kinerja organisasi; pelanggan, produk dan jasa, operasiona, sumber daya

manusia dan keuangan. Kriteria ini akan membantu perusahaan dalam

menyelaraskan sumber daya yang ada, meningkatkan komunikasi, produktivitas

dan efektivitas serta mencapai tujuan-tujuan strategis.

Kuesioner terbagi dalam tiga bagian pengukuran yang meliputi

berbagai aspek dalam sistem pengukuran yang ada dalam organisasi. Bagian I

meluputi 5 pertanyaan menyangkut keseluruhan pendekatan pengukuran yang

ada, bagian II meliputi 35 pertanyaan mencakup berbagai jenis pengukuran

yang spesifik dan bagian III meliputi 10 pertanyaan mengenai analisis dan

penggunaan data dalam organisasi. Baca setiap pertanyaan yang ada dan pilih

jawaban yang sesuai dengan kehendak anda. Lingkup kuesioner berkenaan

dengan keseluruhan organisasi atau perusahaan atau paling tidak untuk

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

39  

sebagaian besar organisasi seperti SBU namun tidak dapat digunakan untuk

satu departemen saja. (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:95-96)

6. Merumuskan/mengkonfirmasi visi atas tujuan strategis perusahaan.

Dalam praktiknya pengertian antara visi dan misi adalah berbeda.

Dalam hal ini, baik visi maupun misi digambarkan sebagai animasi dan rel yang

akan dicapai di masa mendatang oleh perusahaan. Karena model BSC

berdasarkan pada visi komprehensif bersama maka penting untuk memastikan

pada tingkat awal apakah visi dan misi yang dilaksanakan bersama adalah

reliabel. Karena scorecard akan memberi fokus yang lebih kuat kepada

organisasi dibanding sebelumnya, konsekuensi visi yang salah arah mungkin

akan menjadi permasalahan yang sangat serius. Dalam hal visi hilang, poin ini

meemberi kesempatan yang sangat bagus untuk mulai meletakkan dasar bagi

visi bersama.

Visi adalah gambaran menantang dan imajinatif tentang peran, tujuan

dasar,m karakteristik, dan filosofi organisasi di masa datang yang akan

menajamkan tugas-tugas strategik perusahaan. Misi mendefinisikan bisnis

bahwa organisasi berada pada atau harus berada pada nilai-nilai dan keinginan

stakehholders yang meliputi: produk, jasa, pelanggan, pasar, dan seluruh

kekuatan perusahaan. Nilai adalah serangkaian pernyataan yang berfunsi

sebagai kode etik untuk menjalankan organisasi. Nilai-nilai tersebut digunakan

sebagai acuan dalalm menguji setiap pengambilan keputusan dan pilihan di

masa datang.

Seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya, harus ada pandangan

bersama yang beralasan tentang situasi internal dan eksternal perusahaan

sebelum visi bersama dikembangakan. Sejumlah faktor harus dipertimbangkan

dalam rangka merumuskan visi. Untuk mengembangkan suatu pernyataan misi

yang baik harus dibuat perkiraan tentang apa yang mungkin dihargai dan dinilai

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

40  

oleh pelanggan. Dengan tetap berfokus pada kebutuhan pelanggan (bukan

pada atribut-atribut prouk atau jasa) perusahaan akan tetap dapat

mempertahankan misinya.

Bahwa kita menganggap penting visi yang dirumuskan tidak berarti

bahwa rencana jangka panjang dibiarkan mengunci perushaan dalam

seperangkat tindakan. Yang benar-benar kita percayai adalah bahwa agar

sukses, perusahaan harus fokus pada bentuk perkembangan yang umum,

berdasarkan pandangan tentang situasi internal dan eksternal dan tentang

faktor-faktor kesuksesan mendasar bagi organisasi secara keseluruhan. Fokus

ini akan memberi fleksibilatas dan dinamika bagi perusahaan yang dibutuhkan

untuk beradaptasi secara terus-menerus terhadap perubahan lingkungan bisnis.

Sebelum beranjak pada pengembangan scorecard, kita harus

mendapatkan satu konfirmasi final setelah visi teridentifikasi tentang

bagiamana pandangan masing-masing peserta terhadap visi tersebut. Salah

satu cara adalah dengan mendapatkan gambaran dari peserta tentang apa

yang ia percayai perihal pandangan perusahaan setelah visi dicapai. Jadi semua

peserta akan mempresentasikan pandangannya tentang perusahaan dimasa

datang dari berbagai perspektif. Cara yang sesuai adalah seluruh peserta

mengekspresikan interpretasi mereka mengenai visi tersebut dalam perspektif

yang berbeda-beda dengan menggunakan sedikit kata kunci saja. Lalu akan

ada diskusi penutup tentang prioritas yang cocok diantara kata-kata kunci yang

disebutkan. Perbedaan opini yang dramatik biasanya akan muncul. (Yuwono,

Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:102-104)

7. Merumuskan berbagai perspektif.

Setelah visi komprehensif dan konsep bisnis dirumuskan, kemudian

perlu dipilih perspektif untuk membangun scorecad finansial, pelanggan, proses

internal bisnis, pembelajaran dan pertumbuhan. Jika perspektif ini dirasa belum

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

41  

memadai dimungkinkan pula untuk menambah perspektif lain seperti perspektif

karyawan atua manusi. Pilihan perspektif harus diatur terutama oleh logika

bisnis, dengan hubungan timbal balik yang jelas antar perspektif yang berbea-

beda. Perspektif yang berkembang harus menunjukkan cara yang diinginkan

manajemen untuk mengembangkan organisasi produk dan jasa yang

ditawarkan untuk tujuan proses singkat dan atau tujuan penambahan nilai bagi

pelanggan. Pengaruh-pengaruh ini harus bisa diamati dari perspektif finansial.

Semua perubahan perspektif harus berdasarkan pada alasan-alasan strategis

daripada sekedar beberapa jenis model stakeholders. Ini akibat dari jarangnya

kebutuhan perspektif karyawan yang terpisah karena karyawan dianggap

sumber daya, khususnya dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

(Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:106)

8. Merinci visi berdasarkan masing-masing perspektif dan merumuskan

seluruh tujuan strategis.

Sebagaimana telah kita tegaskan sebelumnya, model BSC utamanya

merupakan suatu alat untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi

perusahaan. Model tersebut harus dilihat sebagai suatu unstrummen untuk

menerjemahkan visi dan strategi yang abstrak ke dalam tolok ukur dan sasaran

yang spesifik. Dengan kata lain, BSC yang dirumuskan dengan baim merupakan

presentasi strategi perusahaan. Jadi tujuan langkah ini adalah untuk

menerjemahkan visi ke dalam istilah nyata dari perspektif yang telah disusun

dan dengan demikian, akan mencapai keseimbangan keseluruhan yang

merupakan ciri unik dari model dan metode ini.

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

42  

 

Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007 Gambar 2.5. Merinci visi ke dalam perencanaan strategis.

Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam kerja

pengembangan bisnis. Selain itu, adalah merumuskan strategi keseluruhan

dalam istilah-istilah yang lebih umum.

Menurut Yuwono, 2007, dalam bukunya dikatakan bahwa konsep

aktual dari strategi sulit didefinisikan secara spesifik. Perumusan strategi

biasantya sangat kompleks dan membutuhkan input substansial sumber daya.

Alasannya adalah biasanya ada banyak aspek dan variabel yang harus

dipertimbangkan. Seperti halnya di berbagai area lain, tidak ada persetujuan

mengenai prosedur yang sesuai untuk rumusan strategi di suatu perusahaan.

Meskipun begiotu, selalu ada pertanyaan fundamental tentang bagaiman

perusahan mendapatkan dan memperpanjang manfaat kompetitif yang telah

ada di antara saingannya. Pertanyaan ini berada pada jantung proses

pengembangan dan perumussan strategi. Dari pengalaman yang ada, manfaat

terpenting model BSC berada persis dalam area ini. Model ini memudahkan kita

menguraikan visi menjadi spesifik, strategi didasarkan realita dimana orang-

orang di perusahaan merasa bahwa mereka dapat mengerti dan bekerja sama.

Perspektif pembljran

Proses Bisnis Int.

Perspektif Pelanggan

Perspektif Keuangan

Tema-tema strategis: -------------------------- --------------------------

Analisa Internal

SWOT strategic choice

Analisa Eksternal

Visi/misi dan Tujuan

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

43  

Satu cara melalui tahap ini adalah dengan meminta peserta

menjelaskan aturan-aturan umum yang paling mudah dan efektif untuk

mengarahkan perusahaan kepada visi yang diinginkan. Penjelasan itu harus

berdasarkan pada perspektif yang beragam atau andil dari masing-masing

unsur. Poin permmulaan yang sesuai adala penjelasan terdahulu mengenai

bagaiman pandangan perusahaan dimasa mendata. Dari sana, aturan dan

strategi yang cocok akan teridentifikasi dalam bermacam-macam pandangan:

pfitabilitas jangka panjanga, persaingan perusahaan seperti harga dan waktu

pengiriman, organisasi perusahaan dan tipe kompetensi yang akan diolah dan

tersedia. Strategi lain yang akan disusun berkaitan dengan tempat dimana

produk dan jasa akan dikembangkan oleh perusahaan dimana produk dan jasa

akan dikembangkan oleh perusahaan. Dan dengan siapa akan bertanggung

jawab terhadap perkembagna. Untuk melengkapi fase ini, kelompok tersebut

akan emmilih pernyataan untuk masing-masing perspektif yang menunjukkan

strategi prinsipil untuk tujuan prioritas untuk memperoleh visi yang diinginkan.

Dengan begitu, dampak langsungnya adalah strategi akan didasarkan

pada visi, dan organisasi akan menjadi sangat apresiatif. Hal ini dikarenakan

visi akan dispesifikasikan lebih jauh dan lebih mudah untuk dimengerti dalam

praktiik dan bagiamana ia mempengeruhi tindakan sehari-hari. Pengembagnan

strategi darri masing-masing perspektif akan dibawah ini:

a. Perspektif keuangan.

Perspektif ini menggambarkan hasil pilihan strategi yang dibuat

di dalam perspektif lainnya dan secara bersamaan menyusun beberapa

sasaran jangka panjang dan aturan-aturan umum secara luas serta

premis-premis untuk perspektif lainnya. Disini kita menemukan

gambaran mengenai apa yang diharapkan pemilik perusahaan dalam

Page 40: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

44  

har pertumbuhan dan keuntungan – serta untuk menjelaskan resiko-

resiko keuangan seperti arus uang tunai yang negatif.

Kaplan dan Norton mengacu pada tiga tema strategis yang

terutama berhubungan dengan angka pertumbuhan dan bauran

produk; penurunan pengeluaran dan peningkatan produktivitas dan

aturan-aturan dasar pemanfaatan kapasitas dan strategi investasi.

b. Perspektif pelanggan.

Perspektif ini menjelaskan cara dimana nilai akan diciptakan

untuk pelanggan, bagaimana ia menuntut nilai ini harus dipenuhi dan

mengapa pelanggan mau membayarnya. Maka berbagai proses internal

dan upaya pengembangan perusahaan harus diarahkan berdasarkan

perspektif ini. Orang bisa mengatakan bahwa bagaimanapun proses ini

terjadi, ini merupakan hal yang penting dalam scorecard. Jika

perusahaan gagal mengirim produk dan jasa yang tepat secara efisien

dan efektif untuk memuaskan kebutuhan pelanggan maka pendapatan

tidak akan diperoleh, dan bisnis akan layu bahkan mati.

Kebanyakan upaya tersebut diarahkan untuk menentukan cara

meningkatkan dan meyakinkan loyalitas pelanggan. Untuk mengeri apa

yang harus dilakukan, kita harus mengenal secara keseluruhan setiap

aspek dalam proses pembelian pelanggan. Kita harus mengembangkan

gambaran pasti tentang apa arti produk/jasa bagi mereka.

Strategi yang dipilih dalam perspektif ini harus didasarkan pada

analisa diatas dan disekitar istilah konvensional yang menjelaskan

segmen-segmen pembeli yang akan diprioritaskan, mengidentifikasikan

cara bersaing dan dalam hal ini juga menspesifikasikan kebijakan dan

aturan yang bisa digunakan. Tolok ukur yang merupakan akibat

alamiah dari pilihan strategi ini harus memberi pandangan yang

Page 41: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

45  

komprehensif. Lebih baik lagi, tersedia informasi mutakhir yang

menyediakan: pangsa pasar; loyalitas pelanggan yang dihitung dari

frekuensi pembelian baru; masuknya pelanggan baru; kepuasan

pelanggan terhadap produk/jasa; profitabilitas pelanggan.

Penting pula mempelajari kecenderungan tentang perubahan

dan sikap pelanggan di tahap awal. Salah satu metode dan wawancara

teratur untuk mengetahui perubahan yang mungkin dalam nilai

pelanggan yang disarankan adalah melalui indeks kepuasan pelanggan.

Selanjutnya, perusahaan harus memperhatikan seluruh perubahan

pada perspektif proses bisnis internal. Hal ini pada akhirnya nanti akan

berpengaruh kepada perspektif keuangan – sehingga harus dianalisa

dengan baik dan hati-hati.

c. Perspektif proses bisnis internal.

Proses apa saja yang menghasilkan bentuk nilai yang benar

bagi pelanggan dan sekaligus memnuhi harapan-harapan pemegang

saham? Jawabannya harus muncul dalam perspektif ini. Perttama kiita

harus mengidentifikasikan proses-proses perusahaan pada seluruh

tingkatan. Model Porter yang dinamakan model “mata rantai nilai”

sangat berguna untuk tujuan ini (1985; p:36). Model tersebut

menjelaskan seluruh proses perusahaan dari analisis kebutuhan

pelanggan melalui pengiriman produk/jasa. Proses ini kemuian diibahas

secara rinci untuk menghindari proses yang tidak bermanfaat bagi

pelanggan baik langsung maupun tak langsung.

Beberapa proses penting yang harus dijelaskan dan dibahas

adalah kecenderungan memperluas basis pelanggan dan yang langsung

mempengaruhi loyalitas pelanggan. Contohnya adalah proses produksi

dan pengiriman dan proses yang berhubungan dengan jasa. Yang tak

Page 42: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

46  

kalah pula pentingnya adalah prooses pengembangan produk dan

hubungannya dengan kebutuhan pelanggan. Perspektif proses binis

merupakan analisa utama proses internal perusahaan. Analisa ini sering

mencakup identifikasi sumberdaya dan kapabilitas yang dibutuhkan

perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya.

Dalam beberapa tahun terakhir, literatur tentang strategi

menunjukkan kecenderungan terhadap hubungan yang lebih dekat

diantara perusahaan. Normann dan Ramirez dalam bukunya Kaplan dan

Norton mengacu kepada “konstelasi nilai” dan bertahan bahwa

pandangan yang berorientasi pada proses seperti yang dikemukakan

Porter telah gagal menangkap bagaimana pemuasan kebutuhan dan

kesuksesan bisnis namun yang dibutuhkan sebenarnya adalah

kesamaan perspesi.

Sebagai contoh: dalam “organisasi virtual” dimana pemasok

dan elemen-elemen konstitusi yang berbeda bergabung dengan atau

tanpa persetujuan yang mengikat, untuk memberi kesan pada

pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan yang sebenarnya

tidak eksis dalam bentuk tradisional. Hedberg et al. (1999) menegaskan

bahwa cara semacam itu meletakkan tuntutan baru pada manajemen,

pengarangnya mengacu pada organisasi khayalan, berdasarkan pada

khayalan yang dimiliki perusahaan yang berinisiatif.

Ada implikasi jelas dalam penciptaan scorecard tingkat atas,

jika kita memilih untuk bersandar pada partner atau bergantung pada

aktor-aktor lain di lingkungan bisnis kita, maka diperlukan strategi yang

lebih dari sekedar proses kita sendiri melakukan pembahasan tentang

kolom aset untuk menentukan pengetahuan yang bagaimana dan

kapabilitas apa yang diperlukan bagi kompetensi pusat. Kemudian

Page 43: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

47  

membuat keputusan strategis tentang bagaimana pembiayaan dari

partner eksternal oleh kompetensi luar yang bisa bertahan.

d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Perspektif ini memungkinkan perusahaan untuk menjamin

adanya pembaruan kapasitas dalam jangka panjang, suatu prasyarat

bagi kelangsungan organisasi di masa datang. Dalam perspektif ini,

perusahaan harus mendasarkan diri tidak hanya pada menjamin dan

mengembangkan keperluan know-how untuk memahami dan

memuaskan kebutuhan pelanggan, tetapi juga bagaiman hal tersebut

dapat menjamin efesiensi yang penting dan produktivitas dari porses

yang sekarang sedang menciptakan nilai kepada pelanggan.

Untuk sampai pada strategi kompetensi yang sesuai yang

menspesifikasi wilayah-wilayah dimana perusahaan akan menanamkan

investasi guna mengembangkan kompetensinya dari dalam dan wilayah

dimana perusahaan mengambil langkah kolaborasi dan kontrak dengan

pihak luar, adalah dengan mengajukan pertanyaan dengan model lima

“W” dan satu “H”: Terdiri dari apa saja kompetensi itu?, Untuk apa

seharusnya ia digunakan?, Bagaimana ia mempengaruhi nilai bagi

pelanggan?, Bagaimana menspesialisasikannya?, Bagaimana ia berubah

dari waktu ke waktu?, Seberapa sering ia digunakan?, Bagaimana ia

dipengaruhi IT?, dsb.

Model lain yang telah terbukti manfaatnya dalam strategi

pengembangan kompetensi adalah matriks kompetensi sebagaimana

yang dikenalkan oleh Hamel dan Prahalad, 1994, di bawah ini:

Page 44: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

48  

Tabel 2.2. matriks Kompetensi dari Hamel dan Prahalad.

PASAR

Yang ada Sekarang Yang Baru

Yang

Baru

Kompetensi pusat baru yang

bagaimana yang kita butuhkan

untuk menjaga dan memperluas

monopoli kita dalam pasar kita saat

ini?

Kompetensi pusat baru yang

bagaimana yang kita butuhkan untuk

berpartisipasi dalam pasar-pasar

yang paling menarik di masa

mendatang?

Yang

Ada

Apa peluang meningkatkan posisi

kita dalam pasar yang ada dengan

mempengaruhi kompetensi kita

yang ada dengan cara yang lebih

baik?

Produk dan jasa baru apa yang

dapat kita ciptakan dengan kembali

menyebarkan dan

mengkombinasikan kpoompetensi

yang kita miliki dewasa ini?

Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007

Sebagai tambahan terhadap pengembangan strategi seperti

yang telah dibahas dia atas, kita juga harus menjelaskan infrastruktur

internal bagi penyampaian informasi dan proses pembuatan keputusan

dalam bentuk umum. Dengan kata lain, struktur dan kondisi yyang

eksis bagi pengembangan organisasi pembelajar yang perlu untuk

mempertahankan posisi pasar, struktur yang kondusif bagi

pengembangan dan pertahanan derajat motivasi yang tinggi dan

penitikberatan yang tepat pada misi bersama. (Yuwono, Sukarno, dan

Ichsan, 2007; p:106-116)

9. Mengidentifikasikan faktor-faktor penting bagi kesuksesan.

Langkah ini berarti berpindah dari deskripsi dan strategi-strategi yang

diuarikan di atas ke diskusi dan penetapan apa yang dibutuhkan visi untuk

berhasil dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh besar dalam hasil.

Dengan kata lain, perusahaan sekarang harus menentukan faktor apa saja yang

paling penting bagi kesuksesan, lalu menyusun prioritasnya. Faktor-faktor kunci

keberhasilan digunakan untuk menjawab apa yang ingin dilakukan oleh

perusahaan/SBU dalam bisnis untuk membedakannya dengan pesaing.

Page 45: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

49  

Contoh faktor kunci keberhasilan adalah tidak adanya produk cacat,

tenaga kerja yang terlatih, fleksibilitas untuk mengadopsi perubahan kondisi

pasar, memuaskan pelanggan, dan kerjasama dengan pemasok yang

berkualitas tinggi.

Cara yang cocok untuk memulai bagian ini adalah dengan membentuk

kelompok diskusi untuk menentukan, misal, lima faktor yang paling penting

untuk mencapai sasaran strategis yang telah dirumuskan sebelumnya.

(Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:117)

10. Mengembangkan tolok ukur, identifikasi sebab & akibat dan

pengukuran keseimbangan kinerja perusahaan.

Pada langkah ini, kita mengembangkan tolok ukur kinci yang relevan

bagi pemakaian akhir kerja kita. Seperti pada langkah-langkah lainnya, kita

harus memulai dengan beberapa bentuk brainstorming, dimana tidak ada ide

yang ditolak dan semua pemikiran digunakan dalam proses tersebut. Hanya

pada fasa terakhir kita menspesifikasi dan menyusun prioritas untuk tolok ukur

yang terlihat lebih relevan, yang bisa diawasi, dan memadai.

Tantangan terbesar adalah menemukan hubungan sebab akibat yang

jelas dan menciptakan keseimbangan diantara berbagai tolok ukur dalam

perspektif yang dipilih. Maka kita perlu mengadakan diskusi tentang apakah

keseimbangan dapat dicapai diantara tolok ukur yang berbeda sehingga

peningkatan peningkatan jangka pendek tidak bertentangan dengan sasaran

jangka panjang. Tolok ukur dalam perspektif yang berbeda-beda tidak boleh

mengakibatkan terjadinya suboptimasi, tetapi harus cocok dengan dan

mendorong visi komprehensif serta strategi keseluruhan.

Langkah ini merupakan langkah tunggal meskipun pada praktiknya

seringkali lebih cocok dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, tolok ukur

diusulkan; kemudian kemungkinam mengambil tolok ukur dipelajari, sementara

Page 46: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

50  

pada waktu yang sama struktur diperiksa untuk konsistensi yang logis. Di sini,

yang digunakan adalah apa yang diketahui dalam pengukuran hubungan sebab

akibat. Dalam langkah ini dipisahkan antara lagging indicator dan leading

indicator. (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:117-118)

11. Mengembangkan top level scorecard.

Ketika langkah-langkah sebelumnya sudah lengkap, scorecard tingkat

tinggi diletakkan bersama untuk dipresentasikan dan mendapat persetujuan

pihak terkait. Untuk mefasilitasi implementasi, sebelum masuk ke dalam

pengembangan scorecard, semua orang di dalam organisasi perlu berpola pikir

efisien dalam beberapa hal yang dikerjakan. Para peserta perlu mendapat

pembagian dokumentasi yang menyediakan teks penjelasan, pendekatan-

pendekatan yang mungkin, dan saran-saran untuk kerja kelompok guna

memfasilitasi proses perincian scorecard.

12. Rincian scorecard dan tolok ukur oleh unit organisasi.

Berdasarkan tolok ukur perusahaan dan organisasi, scorecard tingkat

tinggi dan tolok ukur diuraikan dan dilaksanakan ke unit-unit organisasi tingkat

yang lebih rendah. Jika organisasi terlalu datar dan kecil, sehingga semua

orang bisa mengetahui pengaruh scorecard tingkat tinggi terhadap

pekerjaannya maka biasanya tidak diperlukan lagi perincian scorecard. Jika

perusahaan ingin memanfaatkan potensi maksimal BSC, maka scorecard harus

diuraikan dengan suatu metode. Perincian scorecard pada fase awalnya sudah

harus membentuk organisasi yang memaksimalkan kinerjanya.

13. Merumuskan tujuan.

Tiap tolok ukur yang digunakan harus memiliki sasaran. Suatu

perusahaan membutuhkan sasaran jangka pendek dan jangka panjang

sehingga ia akan memeriksa bagiannya secara berkelanjutan dan mengambil

tindakan perbaikan yang diperlukan pada waktunya.

Page 47: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

51  

14. Mengembangkan rencana kegiatan/tindakan.

Terakhir, untuk melengkapi scorecard, kita juga harus

menspesifikasikan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencapai sasaran

dan visi yang telah ditetapkan. Rencana tindakan ini harus dapat menjelaskan

empat perspektif BSC dalam tolok ukur, target dan inisiatif strategik. Karena

rencana cenderung bersifat massa dan sangat ambisius, kelompok sebaiknya

menyetujui daftar prioritas dan daftar rencana untuk menghindari harapn-

harapan yang tak terkatakan yang kemudian bisa menjadi sumber frustasi yang

destruktif. Untuk itu, diperlukan orang-orang yang bertanggung jawab dan

skedul untuk laporan sementara dan akhir agar dapat dianalisa dengan baik

perkembangannya. (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007; p:121-122)

15. Implementasi scorecard.

Untuk memelihara konsistensi pada scorecard, diperlukan basis yang

berkelanjutan agar fungsinya sebagai alat menajamen yang dinamis dapat

berjalan dengan baik. Scorecard penting juga digunakan dalam seluruh aspek

manajemen organisasi sehari-hari. Jika ia kemudian bisa menjadi dasar agenda

masing masing unit pada kesehariannya, ia akan berfungsi secara natural

dalam memberi laporan dan pengawasan terhadap operasional sehari-hari.

Dengan munculnya paradigma baru, dimana bisnis harus digerakkan

dengan fokus pada pelanggan, suatu sistem kinerja yang efektif harus memiliki

sayarat-syarat sebagai berikut:

a. Didasarkan pada masing-masing aktifitas dan karakteristik

organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan.

b. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan berbagai tolok ukur

kinerja yang customer validated.

c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi

pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif.

Page 48: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

52  

d. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota

organisasi mengenali masalah-masalah yang ada serta

kemungkinan perbaikannya.

Dalam pengembangannya, BSC dapat disusun dengan disesuaikan

kebutuhan SBU yang ada di dalam perusahaan (LBNL, 2008). Dalam hal ini, saya

mengambil procurement BSC sebagai pengembangan metode BSC untuk menalaah

sistem pengadaan barang dan jasa perusahaan yang akan dijelaskan lebih lengkap

pada bab metode penelitian.

Page 49: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00779-MN Bab 2.pdfbalanced scorecard. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

53  

2.2. KERANGKA PEMIKIRAN

*) Divisi yang dimaksud adalah divisi pengadaan.

Sumber: Hasil olah penulis.

Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran.

Visi Perusahaan

Misi divisi*

Strategi divisi*

Perspektif Keuangan

Perspektif Pelanggan

Perspektif Proses Bisnis

Internal

Perspektif Pertumbuhan & Pembelajaran

Tujuan Strategis Perspektif Keuangan

Tujuan Strategis Perspektif Pelanggan

Tujuan Strategis Perspektif

Prooses Bisnis Internal

Tujuan Strategis Perspektif

Pertumbuhan & Pembelajaran

Hubungan sebab akibat antara tujuan strategis dengan strategi perusahaan dalam menjalankan visi dan misinya.

Pengukuran Kinerja Divisi*