bab ii - landasan teori dan kerangka...

34
10 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Customer Experience ( Pengalaman Pelanggan ) 2.1.1.1 Definisi Customer Experience Model Customer Experience adalah suatu model dalam pemasaran yang mengikuti Customer Equity. Model ini dikembangkan oleh Bern Schmitt dalam bukunya Customer Experience Management, yang merupakan kelanjutan dari buku sebelumnya, yaitu Experiential Marketing. Experience adalah peristiwa pribadi yang terjadi sebagai jawaban atas beberapa rangsangan. Pengalaman atau experience melibatkan seluruh dalam setiap peristiwa kehidupan. Dengan kata lain, sebagai pemasar harus menata lingkungan yang benar untuk pelanggan dan apa sebenarnya yang diinginkan pelanggan. Pengalaman atau experience pada umumnya bukan dihasilkan atas diri sendiri tapi bersifat membujuk pada atau secara psikologi pengalaman adalah sesuatu hal yang terjadi tanpa unsur kesengajaan. (Schmitt1999, p60) Experiential Marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan

Upload: doanliem

Post on 09-Jun-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

10 

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Customer Experience ( Pengalaman Pelanggan )

2.1.1.1 Definisi Customer Experience

Model Customer Experience adalah suatu model dalam pemasaran yang mengikuti

Customer Equity. Model ini dikembangkan oleh Bern Schmitt dalam bukunya Customer

Experience Management, yang merupakan kelanjutan dari buku sebelumnya, yaitu

Experiential Marketing.

Experience adalah peristiwa pribadi yang terjadi sebagai jawaban atas beberapa

rangsangan. Pengalaman atau experience melibatkan seluruh dalam setiap peristiwa

kehidupan. Dengan kata lain, sebagai pemasar harus menata lingkungan yang benar untuk

pelanggan dan apa sebenarnya yang diinginkan pelanggan. Pengalaman atau experience

pada umumnya bukan dihasilkan atas diri sendiri tapi bersifat membujuk pada atau secara

psikologi pengalaman adalah sesuatu hal yang terjadi tanpa unsur kesengajaan.

(Schmitt1999, p60)

Experiential Marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan

informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan

Page 2: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

11 

 

dan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus pada fungsi dan

keuntungan sebuah produk (Andreani2007, p2)

Berdasarkan pendapat Schmitt (2003, p17)

“Customer Experience Management (CEM) is the process of strategically

managing a customer’s entire experience with a product or a company”.

Customer experience management adalah proses secara strategis dalam mengatur atau

implementasi pengalaman atas diri pelanggan dengan suatu produk atau perusahaan.

Sedangkan menurut Jacques (www.wikipedia.org) :

”Customer Experience is the quality of the experience as apprehended by a

customer resulting from direct or indirect contact with any touch point of a

company.”

Customer Experience merupakan pengalaman dari pelanggan sebagai pemahaman akhir

melalui hubungan langsung dan tidak langsung dengan cara – cara yang diberikan oleh

perusahaan.

2.1.1.2 Pengertian dari Pengalaman

Berdasarkan pendapat Bernd H. Schmitt (1999, p60), pengalaman (Experience)

adalah peristiwa – peristiwa atau kejadian – kejadian yang memiliki kesan pribadi, yang

terjadi sebagai tanggapan atau hasil dari adanya rangsangan atau stimuli (misalnya,

rangsangan yang disediakan oleh usaha – usaha pemasaran, baik sebelum maupun sesudah

Page 3: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

12 

 

terjadinya pembelian). Pengalaman (Experience) melibatkan seluruh kehidupan dan sering

merupakan hasil dari observasi langsung atau partisipasi dalam suatu kejadian, baik secara

nyata, berupa mimpi, maupun virtual. Biasanya Experience tidak terjadi dengan sendirinya,

tetapi harus dipicu, oleh karena itu pemasar harus menyediakan atau menciptakan

lingkungan dan setting yang tepat untuk menghasilkan Customer Experience yang

diharapkan.

Dilihat dari sisi neurobiologi dan psikologi, Experience menjelaskan bahwa otak

manusia terdiri dari beberapa area fungsional (Bernd H. Schmitt1999, p62), yaitu :

• Sistem penerimaan atau panca indera (Perceptual or Sensory) yang terletak

di thamalus, berfungsi untuk memproses input dari sistem panca indera

dalam bentuk gelombang cahaya, suara, dan lain-lain.

• Sistem perasaan (Affective) terletak didalam dua lokasi terpisah, yaitu :

o Di dalam sistem limbik (Limbic System), berfungsi untuk

memproduksi respon spontan yang tidak dipengaruhi oleh daya pikir

dan analisis.

o Di dalam neo-cortex, berfungsi untuk memproduksi emosi yang lebih

kompleks, dengan melibatkan logika, pemikiran, dan kreativitas.

Page 4: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

13 

 

2.1.1.3 Dimensi Customer Experience

Ada 5 dimensi Customer Experience antara lain :

1. Sense

Sense merupakan pendekatan pemasaran dengan tujuan untuk merasakan dengan

menciptakan pengalaman yang berhubungan dengan perasaan melalui tinjauan dengan

menyentuh, merasakan, dan mencium dengan kata lain yang berhubungan dengan panca

indera, yang meliputi tentang gaya, tema dan warna. (Schmitt1999, p99)

a. Sense sebagai pembeda (sense as differentiator)

Sense campaigns ditujukan kepada konsumen karena dilakukan dengan bentuk

spesial dan tidak seperti biasanya. Campaigns ini tidak sama dengan pelaksanaan

standar yang sudah biasa dilakukan pada desain produk, komunikasi dan eceran.

Usaha ini merangsang sense melalui alat baru dan strategi sehingga dapat

membedakan produk. Perbedaan memunculkan masalah stimuli yang paling sesuai

untuk menciptakan hasil sensory. (Schmitt1999, p110)

b. Sense sebagai pendorong (sense as motivator)

Sense dapat melakukan hal yang lebih banyak. Sense dapat memotivasi

konsumen untuk mencoba produk dan membelinya. Kuncinya adalah bagaimana

merangsang konsumen. Dengan tingkat optimum terhadap stimulasi dan aktivasi,

sense merupakan kekuatan motivasi yang ampuh. Bagaimana tingkat sempurna

terhadap stimulasi dapat dicapai, hal ini butuh pemahaman atas “bagaimana proses

stimulasi sensory, secara singkat, prinsip yang berbeda digunakan pada tiga

Page 5: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

14 

 

tingkatan, yakni :1).terhadap modalitas, 2).terhadap ExPros dan 3).terhadap ruang

dan waktu. (Schmitt1999, p110)

c. Sense sebagai penyedia nilai (sense as value provider)

Sense juga dapat melengkapi nilai yang unik kepada konsumen. Hal ini

membutuhkan pemahaman mengenai jenis sense yang diinginkan konsumen, yakni

pemahaman mengenai dampak dari sensory. (Schmitt1999, p111)

Sebagai konsumen, perusahaan didesak dengan berbagai ungkapan sensory yang

dicatat oleh retina, telinga dan sel syaraf yang terkait dengan informasi yang menjadi

perhatian dan yang perlu diingat sebagai pengalaman tetap. Keputusan ini memberikan

perhatian dan untuk menyimpan informasi sensory struktur evolusi yang berpusat pada

otak.

2. Feel

Feel merupakan perasaan emosi yang muncul dari dalam hati secara positif dan

perasaan gembira yang terjadi pada saat mengkonsumsi. Unsur feel meliputi tentang

suasana hati dan perasaan atau emosi positif. (Schmitt1999, p118)

Pengalaman yang affective (Bernd H. Schmitt1999, p122) adalah pengalaman yang

bertingkat perasaan – perasaan (feelings) yang memiliki beragam intensitas, mulai dari

mood tingkat ringan, baik yang positif ataupun negatif, sampai emosi yang kuat. Jika

seorang pemasar bermaksud untuk menggunakan Affective eEperiences secara efektif

sebagai bagian dari strategi pemasaran, maka mereka perlu mengetahui sebuah

pengalaman yang lebih detail mengenai perbedaan Moods dan Emotions ini.

Page 6: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

15 

 

Affect

Moods Feelings and Emotions

Light Strong

Positive, negative, neutral Positive or negative, meaningful

Often unspesific Triggered by events, agents and objects

Sumber : Bernd H. Schmitt, Experiential Marketing, How To Get Customers To Sense, Feel, Think, Act, and Relate To Your Company and Brands, New York : The Free Press, 1999, P.123.

Gambar 2.1 Types of Affect

a. Moods (suasana hati)

Moods (suasana hati) adalah jenis perasaan yang tidak spesifik. Moods (suasana

hati) dapat dipicu oleh rangsangan tertentu. Moods (suasana hati) dapat timbul

karena stimuli khusus, namun konsumen sering tidak sadar akan hal tersebut.

Terkadang, konsumen salah membentuk sumber keadaan afektif mereka. Misalnya,

lagu yang tidak menyenangkan di kedai kopi, atau pramugari yang kurang perhatian,

dapat membawa konsumen kedalam keadaan bad mood, walaupun seringkali

konsumen tidak menyadari bahwa musiknya atau pramugarinya yang bermasalah.

Konsumen hanya menyimpulkan bahwa kopinya tidak enak, atau perjalanan mereka

tidak menyenangkan.

b. Emotions (emosi)

Berbeda dengan Moods (suasana hati), Emotions (emosi) bersifat lebih kuat dan

spesifik. Emotions (emosi) merupakan ketegangan, keadaan afektif stimulus khusus.

Hal ini menarik perhatian dan menghambat aktivitas lain. Pikirkan tentang

Page 7: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

16 

 

kemarahan, kecemburuan, rasa benci, atau bahkan rasa sayang. Emotions (emosi)

ini selalu disebabkan oleh sesuatu hal atau orang lain (manusia, kejadian,

perusahaan, produk atau komunikasi).

Berdasarkan pendapat Bernd H. Schmitt (1999, pp124-125), terdapat 2 jenis

Emotions (emosi), yaitu :

• Basic Emotions, misalnya emosi positif seperti senang, sukacita, atau emosi

negatif seperti amarah, kesedihan, dan lain-lain.

• Complex Emotions, merupakan kombinasi dari emosi – emosi dasar.

Misalnya nostalgia (kerinduan yang sentimental akan masa lalu).

Sebagai kesimpulan Pengalaman feel memiliki banyak bentuk, mulai dari mood

ringan sampai dengan emosi kuat. Situasi konsumsi adalah hal penting terhadap feel

walaupun komunikasi feel sebelum konsumsi dapat mempengaruhi jenis feel yang

dialami dengan memberikan kerangka penafsiran terhadap konsumsi. Sebagai

pemasar yang berpengalaman, perlu memahami bagaimana mengendalikan

perasaan, dan bagaimana memberikan tingkat stimulasi yang baik terhadap

perasaan.

3. Think

Think merupakan pemikiran kreatif yang muncul di benak konsumen akan suatu

merek / perusahaan atau pelanggan diajak untuk terlibat dalam pemikiran kreatif.

(Schmitt1999, p138)

Page 8: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

17 

 

Prinsip think terdiri atas 3 yaitu Surprise, Intrigue, dan Provocation, sebagai berikut :

a. Surpise (terkejut)

Terkejut adalah penting dalam membuat konsumen terikat dalam pemikiran

kreatif. Terkejut terjadi ketika anda beralih dari harapan yang bersifat umum.

Terkejut memiliki hal yang positif. Dalam hal ini, konsumen mendapatkan lebih dari

apa yang mereka minta, atau melebihi harapan mereka.

b. Intrigue (membangkitkan)

Membangkitkan pikiran tergantung pada karakteristik seseorang. Apa yang

membuat orang berimajinasi dengan orang lain, yang tergantung pada tingkat

pengetahuan, ketertarikan dan pengalaman sebelumnya.

c. Provocation (Provokasi)

Provokasi dapat merangsang pembahasan, yang menciptakan kontroversi atau

kejutan yang tergantung pada perhatian dan kelompok sasaran yang mana terihat

penuh agresif, dan berisiko.

4. Act

Strategi marketing Act dirancang untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang

berhubugan dengan gerakan badan atau dengan kata lain gerakan dan interaksi yang

muncul. (Schmitt1999, p154)

Page 9: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

18 

 

Act Experience meliputi flesh yang berhubungan dengan tubuh, tidak hanya

mendatangkan sensasi dan perspesi mengenai dunia luar, motor action (aksi mesin) juga

ikut bekerja dengan penuh yang dapat menimbulkan interaksi (interact), karena

berhubungan erat dengan perilaku fisik atas gaya hidup dan sosial dari pihak-pihak yang

berinteraksi. Pandangan bahwa media interaksi terkait dengan pengalaman dalam

program belajar, serta diikuti dengan perilaku non-verbal yang tidak dapat dipisahkan,

serta dalam act experience juga dapat menimbulkan persepsi atas diri sendiri atas

perilaku yang dipelajari yang menyebabkan pengalaman atas berinteraksi.

Sebagai contoh, produk Nike yang menjual sepatu sebanyak 160 juta pasang sepatu

hampir dalam setahun–hampir satu dari setiap dua pasang sepatu terjual di Amerika

Serikat. Kesuksesan yang diraih oleh produk ini, salah satunya adalah karena slogan Nike

yang dinilai sebagai ide yang briliant yang digunakan oleh perusahaan dalam setiap iklan

atau campaign yang dilakukan, yang slogannya berbunyi ”Just Do It”. Dimana, dalam

setiap iklan Nike juga menampilkan figur atlet – atlet atau olahragawan terkenal yang

melakukan aksinya, seperti mendribel bola – Nike ingin berusaha menampilkan

Experience of Physical Exercise, yang bertujuan untuk mempengaruhi pengalaman

jasmaniah (Bodily Experiences), menciptakan interaksi, serta merubah gaya hidup

menuju pada olahraga yang menyenangkan sekaligus menyehatkan dengan sepatu Nike

dan sesuai Slogannya ”Just Do It” (Bernd H. Schmitt1999, p68). Beberapa aspek dari act,

yaitu :

a. Physical Body Experiences, antara lain :

• Flesh (daging / tubuh manusia), yaitu suatu sumber pengalaman yang

kaya, misalnya pengalaman berupa sensasi yang didapat konsumen

Page 10: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

19 

 

ketika menikmati layanan potong rambut, manicure, pedicure, atau pijat

(massage).

• Motor actions, yaitu berbagai tindakan tertentu yang menghasilkan

keadaan kejiwaan dalam bentuk Experience. Tidak hanya terjadi pada

saat proses konsumsi, namun bisa juga dipicu melalui interaksi sosial.

• Body Signals, yaitu bermacam gerakan tubuh yang menunjukan emosi

seseorang. Hal ini bisa terlihat jelas dan langsung berpengaruh pada

reaksi pelaku.

b. Life Style (Gaya Hidup)

Dalam persepsi pemasaran, gaya hidup adalah cara seseorang

menghabiskan waktu dan uangnya dalam menjalani kehidupannya sehari-hari,

tercermin dari aktivitas, minat, dan pandangannya akan suatu hal. Pemasar harus

cermat menangkap trend gaya hidup yang diminati pasar dan memastikan

produknya bisa menjadi bagian dari trend tersebut. Serta lebih baik lagi apabila

produk tersebut dapat menjadi trendsetter atau drivers of life style trends, tentunya

hal ini dapat tercapai jika pemasar dapat menciptakan life style experience yang

paling efektif. Misalnya Starbuck’s Coffee yang dapat membuat aktivitas minum kopi

yang biasa, namun dengan kepiawaiannya, Starbuck’s mampu menjadikan minum

kopi menjadi sebuah trend atau gaya hidup dengan sentuhan experience lewat

atmosfir yang berbeda, sehingga terkesan precious. (Bernd H. Schmitt1999, p165)

c. Interactions (Interaksi)

Selain Physical Body Experience dan Life Style, ada pula Experience yang

terjadi sebagai akibat interaksi antar umat manusia. Perilaku seseorang tidak hanya

berdasarkan pada kepercayaan, tingkah laku, dan tujuannya, tetapi juga sistem

Page 11: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

20 

 

norma dan nilai – nilai yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Dalam lingkungan

kerja, act experience adalah kunci untuk menciptakan atmosfir kerja yang baik dan

memperbaiki image perusahaan sekaligus hubungan interpersonal antar pegawai.

Berawal dari pembentukan lingkungan kerja secara fisik yang tepat sehingga

mendorong terjadinya interaksi.

5. Relate

Relate merupakan upaya untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain, dirinya

dengan merek atau perusahaan, dan budaya. (Schmitt1999, p171)

Dalam hal ini nilai budaya silang (cross cultural values) dianggap sebagai keyakinan

umum yang menggambarkan situasi tertentu. Hal ini berhubungan dengan keadaan

tujuan akhir dan pada umumnya sering dilakuakan tentang apa yang terjadi pada hirarki

utama. Experience relate bersifat langsung sampai dengan identifikasi kelompok yang

mengacu pada orang lain, dalam hal ini konsumen menganggap merek adalah sebagai

pusat organisasi sosial dan memiliki peranan dalam pemasaran. Pemasaran relate

melengkapi pengalaman yang kuat yang berasal dari hubungan sosial budaya dan

kebutuhan konsumen terhadap identitas sosial. Tantangan kunci terhadap relate adalah

menciptakan identitas sosial yang berbeda bagi konsumen dengan merayakan satu

kelompok atau budaya yang menjadi bagian konsumen.

Page 12: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

21 

 

2.1.1.4 Mengelola Pengalaman Pelanggan

Pengalaman pelanggan merupakan perbatasan inovasi terbaru untuk bisnis.

Perusahaan yang terfokus pada pentingnya pengalaman, dan sebagai catatan Jeananne Rae,

mewujudkan bahwa “bangunan besar konsumen adalah pengalaman perusahaan yang

kompleks, yang melibatkan strategi, integrasi dari teknologi, mengorganisir model bisnis,

manajemen merek, dan komitmen CEO. Dalam Enterprice Feedback Management (EFM)

sistem dapat digunakan untuk mengumpulkan nilai umpan balik dari pelanggan.

Customer Experience Improvement Program Microsoft’s membuka kesempatan

kepada pelanggan untuk memberikan masukan terhadap desain dan pengembangan produk–

produknya. Program mengumpulkan umpan balik bagaimana pelanggan menggunakan

Microsoft Program dan masalah – masalah yang dihadapi mereka. Hasil akhir perangkat

lunak untuk memberikan yang lebih baik terhadap kebutuhan pelanggan.

Layanan Customer Service menangani setiap kebutuhan pelanggan di setiap titik

perputaran kehidupan pelanggan (pemesanan, pemenuhan, tagihan, dukungan, dan lain–

lain) dan menggunakan semua saluran (pusat kontak, internet, layanan perorangan,

handphone, orang yang ramah, dan pelayan toko) dan alat komunikasi (telepon, chating, e-

mail). Mereka mengembangkan pengalaman berbasis differensiasi, yang mengalihkan fokus

ke fitur produk dari keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Berdasarkan pengalaman pelayanan yang mengintegrasikan baik inovasi internal dan

eksternal untuk menciptakan end-to-end dari Customer Experience. Mereka menilai bisnis

mereka dan juga model sistem dukungan bisnis dan bantuan operasional sistem dari sudut

Page 13: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

22 

 

pandang pelanggan untuk mencapai tingkat pemusatan yang diperlukan untuk meningkatkan

loyalitas pelanggan.

Oraganisasi akan menghitung kepuasan pelanggan melalui survei yang menilai

kemampuan mereka melayani pelanggan. Namun demikian, pelanggan dapat sering dinilai

berdasarkan faktor – faktor seperti proses pembelian, lingkungan dalam batasan tertentu

dimana pengalaman dapat diterima, dan kesesuaian dari transaksi atau pelayanan dalam

setiap hubungan.

2.1.1.5 Solusi Pengalaman Pelanggan

Berdasarkan pendapat Bernd Schmitt, istilah Management Pengalaman Pelanggan

mewakili disiplin, metodologi dan / atau proses yang digunakan untuk mengatur secara

keseluruhan jalur pelanggan, interaksi dan transaksi dengan perusahaan, produk, merek dan

pelayanan. Pelanggan menyediakan solusi strategi, model proses dan teknologi interaksi

untuk merancang, mengelola dan mengoptimalkan proses end-to-end Customer Experience.

2.1.1.6 Kerangka Customer Experience Management

Kerangka Customer Experience Management meliputi 5 langakah :

a. Analyzing the Experiental World of the Customer (menganalisa pengalaman secara

umum atas diri pelanggan)

Page 14: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

23 

 

Untuk menganalisa konteks sosial budaya dimana pelanggan berada adalah

termasuk kebutuhan pengalaman mereka, termasuk gaya hidup mereka. Untuk pasar

bussiness to bussiness (B2B), dalam hal ini perlu menganalisa konteks bisnis termasuk

kebutuhan dan solusi yang mempengaruhi pengalaman konsumen. Dalam hal ini

langkah–langkah dalam menganalisa pengalaman pelanggan secara umum terdiri dari

(Schmitt2003, p56) :

• Mengidentifikasi konsumen yang menjadi target untuk pengalaman yang telah

direncanakan.

• Membagi dunia pengalaman, yang bertolak dari sudut pandang konsumen.

• Menelusuri keseluruhan pengalaman sepanjang titik kontak antara konsumen

dan perusahaan, dari kesadaran pada tahap pembelian produk, pemanfaatan

dan penjualan.

• Survey secara teratur akan sebuah kompetitif dengan menguji bagaimana

kompetisi dapat mempengaruhi pengalaman konsumen.

b. Building the Experiental Platform (membangun pengalaman platform)

Pengalaman platform atau eksperiensial adalah titik penghubung utama antara

strategi dan implementasi. Disamping itu, platform eksperiensial termasuk dinamika,

multisensorik, gambaran multi-dimensi dari pengalaman yang diinginkan.

Experiential Positioning (penempatan pengalaman) menggambarkan bahwa merek

itu tetap bertahan. Ini setara dengan pernyataan posisi dari manajemen tradisional dan

pemasaran, tetapi tentu menempatkan pernyataan posisi dengan isyarat dan

menggunakan komponen multisensorik yang lebih baik bagi pembeli dan para pengguna

Page 15: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

24 

 

merek, Experiential Value Promise (EVP) juga dalam hal ini menjelaskan apa yang akan

diperoleh oleh konsumen, yang merupakan pengalaman yang setara dengan proposisi

nilai fungsional, yang seringkali bersifat umum dalam sebuah merek yang diharapkan,

Overall Implementation Theme (implementasi tema yang menyeluruh) menimbulkan

gaya dan isi pesan yang baik serta digunkan perusahaan dalam mengembangkan

implementasi dalam pengalaman merek, menghubungkan kepada pelanggan, serta

perubahan dimasa mendatang. Experiential Value Promise (EVP) bermanfaat untuk

memikirkan istilah tipe pengalaman dalam Experiential Marketing.

Hal ini termasuk pengalaman sensorik (rasa); pengalaman affektif (perasaan);

pengalaman kognitif (berpikir); pengalaman fisik, perilaku dan gaya hidup; serta

pengalaman identitas sosial yang dihasilkan yang berhubungan dengan suatu kelompok

atau kultur (Schmitt2003, pp105-106), yaitu :

• Pengalaman yang mengarah pada lima indera sense : nilai konsumen yang

diciptakan melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan penciuman.

• Pengalaman feel yang mengarahkan perasaan dari dalam pada konsumen dan

emosi; nilai konsumen diciptakan melalui pengalaman efektif yang diarahkan

pada perasaan positif dihubungkan dengan merek (yaitu untuk mereka yang

tidak terlibat, merek grosir atau service atau produk industri) untuk emosi yang

kuat terhadap kenikmatan dan kebanggaan.

• Pengalaman think dalam intelektual : menciptakan nilai konsumen.

• Pengalaman act untuk perilaku dan gaya hidup, menciptakan nilai yang

memperlihatkan suatu gaya hidup alternative atau cara alternatif dalam

menjalankan bisnis.

Page 16: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

25 

 

• Pengalaman relate yang memuat pengalaman sosial. Sekaligus menciptakan nilai

untuk konsumen dengan memberikan identitas sosial.

c. Designing the Brand Experience (merancang pengalaman merek)

Pengalaman merek meliputi tentang estetika suatu produk yang fungsinya sebagai

dasar untuk pengalaman merek konsumen. Pengalaman merek konsumen juga meliputi

look and feel dalam logo dan tanda, kemasan, serta ruang gerai. Dalam aspek Brand

Experience (pengalaman merek) ini meliputi the Product Experience (pengalaman

produk) yang merupakan dasar dari pengalaman konsumen, yang meliputi atribut fungsi

dari produk bekerja. Dalam hal ini produk yang bermutu tinggi, akan menjadi sebuah

pertimbangan, dan dalam aspek the look and feel atau melihat dan merasakan

konsumen tidak hanya menilai fitur, tetapi ada pada logo, simbol, atau kemasan,

sedangkan pada aspek Experiential Communications (komunikasi pengalaman) ini

berpusat pada fitur dan manfaat dan hasil fungsional yang dapat meningkatkan

penjualan.

d. Structuring the Customer Interface (strukturisasi antar pelanggan)

Pengalaman platform diimplementasikan dalam interfase pelanggan. Dalam hal ini

sangat penting untuk membuat struktur, isi dan gaya dari interaksi dinamis untuk

menghasilkan atau memberi informasi dan pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen.

Aspek Interface Design meliputi esensi dan fleksibilitas yang mana untuk

menstrukturisasi interfase sebuah pelanggan membutuhkan gambaran mengenai operasi

kunci, interaksi, dan pertukaran. Pelayanan pegawai yang selalu tanggap sangat

dibutuhkan dalam fleksibilitas konsumen. Style and Substance (gaya dan substansi) juga

Page 17: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

26 

 

mengacu pada interfase yang tepat pada bauran gaya dan substansi. Gaya dalam

konteks ini menunjukkan cara mengekspresikan esensi dan fleksibility dalam interfase,

sedangkan substansi memperlihatkan kenyataan. Time (waktu) memperlihatkan

perubahan secara nyata dari waktu ke waktu. Hal ini perlu diketahui tentang bagaimana

konsumen dikelompokkan dalam setiap perubahan waktu. Pengalaman konsumen

menjadi kunci utama untuk mendapatkan / menarik pelanggan kembali.

e. Engaging in Continious Innovation (keterlibatan inovasi secara terus menurus)

• Inovasi berkontiribusi dalam Customer Experience (Schmitt2003, p172), yaitu :

o Inovasi bisa meningkatkan nilai tambah dalam menjalankan bisnis

dengan perusahaan.

o Inovasi bisa meningkatkan masa bertahan kesinambungan konsumen

dan konsumen bisnis dengan memberikan solusi – solusi baru sehingga

mendapatkan pengalaman baru.

o Inovasi menghasilkan produk yang relevan dan bisa menyenangkan.

• Experience at Various Stage of Product Development (pengalaman pada

berbagai langkah dalam pengembangan produk (Schmitt2003, pp178-179),

meliputi :

o Market Assessment (penilaian pasar), yaitu menganalisa atas

pengalaman pelanggan secara menyeluruh.

o Idea Generation (ide secara berkelanjutan), yaitu dalam hal ini

menghasilkan solusi atas pengalaman.

Page 18: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

27 

 

o Concept Testing ( percobaan konsep), yaitu percobaan pendekatan

pengalaman dalam sebuah konsep.

o Product Design (merancang produk), yaitu penggabungan sebuah

pengalaman dalam produk secara khusus.

o Product Testing (Percobaan produk), yaitu melakaukan percobaan pada

pelanggan unutk mengetahui pengalaman atas diri pelanggan.

Penggabungan pengalaman yang menyeluruh atas produk baru serta

pengembangannya adalah proses yang sangat menggairahkan yang melibatkan

konsumen. Untuk mencapai sasaran ini sangat penting memahami Experiential secara

menyeluruh yang meliputi desain yang unik serta menimbulkan kreatifitas.

2.1.2 Brand Activation ( Aktifitas Merek)

Saat masyarakat berpindah kedalam pandangan modern, perusahaan baru

mempunyai tingkatan dan sesuatu yang lebih tua telah merubah bisnis mereka untuk

menemukan individu dan perusahaan yang membutuhkan perubahan. Perusahaan telah

mendengarkan pelanggan mereka, dan mereka telah mempelajarinya, baik sebagai

perusahaan maupun sebagai individu dengan kebutuhan spesifik. Individu diartikan sebagai

titik tumpu pada masyarakat post-modern. Saat Robert Delamar menetapkan dalam

artikelnya “Post – modernism, electronic consciousness and humanness” : “Humanity is the

center of the post-modern period; indeed it is helpful to characterize this age as the self-

centered era”.

Page 19: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

28 

 

Masing – masing individu membawa kemampuan dan ide yang berharga untuk

segala macam resiko bisnis yang memiliki kebutuhan istimewa. Suatu peningkatan dari

perusahaan telah mengkhususkan peningkatan kompleksitas dari kebutuhan individu.

Mengorganisir jasa, telah menetapkan untuk mengimbangi permintaan dalam perubahan

global yang cepat dalam lingkungan bisnis dimana fleksibilitas merupakan inti untuk banyak

perusahaan.

Sementara itu, dalam musim kompetitif bisnis yang sangat tinggi, perkembangan

dan mempertahankan ciri unik dari sebuah produk bisa menjadikannya berharga dan mahal.

Kemajuan teknis tidak perlu meyakinkan sukses komersial atau keuntungan kompetitif yang

berkelanjutan. Produk akan menjadi lebih dan lebih seperti barang jualan. Sesuai dengan

Naomi Klein, pengarang dari banyak debat buku “No Logo”, perusahaan pimpinan seperti

Nike, Microsoft dan Tommy Hilfiger menyatakan bahwa mereka tidak hanya memikirkan

produk saja tetapi juga memikirkan citra dari merek mereka. Perusahaan juga mengarahkan

ke pelayanan untuk membedakan mereka dalam berhubungan dengan pelanggan.

Mendirikan keuangan seperti bank yang telah menerlantarkan strategi yang di diversifikasi

oleh mereka dengan satu jangkauan luas dari produk dan jasa, dimana masing – masing jasa

perorangan mempunyai pemasaran titiknya sendiri. Sebagai gantinya, mereka mengubah

hubungan mereka untuk pelanggan mereka dengan menggabungkan jasa berbeda dan

perencanaan keuangan. Strategi ini tidak didasarkan pada spesifikasi produk; melainkan ini

mencerminkan dalam pemahaman dari pelanggan seperti individu. Salah satu ide dasar di

balik perencanaan keuangan adalah untuk memahami keadaan keuangan perorangan,

perilaku dan kebutuhan untuk lebih spesifik menyediakan layanan dan produk.

Perusahaan menginginkan hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan mereka,

tetapi untuk membangun sebuah hubungan yang baik antara merek dengan pelanggan akan

Page 20: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

29 

 

menyulitkan dalam pertukaran produk untuk penawaran lain, keduanya pada satu fungsional

dan pada satu taraf emosional. Kompetitif yang tinggi dan perusahaan perorangan dunia

akan terus meningkat bergantung kepada merek sebagai senjata yang kompetitif. Merek

telah menjadi pembawa dari nilai emosional kearah pelanggan dari kemampuan spesifik yang

membangun keuntungan kompetitif. Dengan demikian merek menghadapi tantangan baru

yang dapat memberikan arti untuk perusahaan yang berhubungan dengan konsumen.

2.1.2.1 Definisi Brand Activation

Ketika mengaktifkan sebuah merek, perusahaan harus memperhatikan fitur – fitur

pokok yang mendasari sebuah merek. Ini mungkin mengkomunikasikan posisi atau

menjanjikan keuntungan pelanggan, atau impian perusahaan atau kebijakan perorangan –

strategi dan siasat yang sering bersangkutan dengan perusahaan secara keseluruhan. Oleh

sebab itu, aktifitas merek yang berlaku di mulai dengan definisi merek.

Aktifitas Merek merupakan langkah awal dari evolusi sebuah merek. Ketika semua

strategi merek yang diperlukan dilaksanakan, perusahaan hanya perlu untuk melaksanakan

ke seberang organisasi dan pada penjumlahan menawarkan kepada pelanggan. Aktifitas

merek melihat lebih dalam ke dalam kemungkinan pada merek, strategi dan posisi untuk

mendapatkan kegunaan yang mempunyai konsekwensi relevan untuk perusahaan secara

keseluruhan. Merek dapat diaktifkan pada satu jangkauan keadaan, ringkasan terbaik di

empat bagian; 1.Produk dan jasa, 2.Karyawan, 3.Identitas, dan 4.komunikasi.

Aktifitas Merek menyampaikan posisi merek dengan menawarkan produk – produk

dan jasa. Dengan kata lain yaitu menciptakan hubungan yag erat antara pelanggan dengan

merek produk dan jasa tersebut. Hal ini juga mempunyai kesamaan penampilan yang bebas

Page 21: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

30 

 

tak terikat dari alat penghubung. Dengan kata lain, pelanggan akan merasa merek sebagai

“satu perusahaan yang mudah di mengerti“ apakah pelanggan melihat melalui media, melalui

satu produk, secara langsung atau pada telepon. Tetapi, aktifitas merek juga

memberitahukan kepada pelanggan dengan cara mengiklankan.

Posisi merek adalah definisi umum seluk-beluk ini. Al Ries dan Jack Trout pertama

ditetapkan pada masanya dalam buku mereka “Positioning”. Ries dan Trout mendeskripsikan

kesempatan pemasaran dari memposisikan penaklukan spesifik dalam pikiran sasaran para

pembaca. Posisi ini harus memiliki strategi keuntungan yang akan menguntungkan pesaing.

Satu contoh yang mendukung pemikiran mereka adalah Avis, perusahaan

penyewaan mobil. Avis mengakui bahwa Hertz adalah merek penyewaan mobil yang pertama

di dunia. Pengakuan Avis ini dibagi menjadi dua, yaitu kesempatan dan keuntungan

kompetitif. Hasilnya adalah : “Avis, we try harder”. Dengan memposisikan merek sebagai

merek kedua dari pasar penyewaan mobil, Avis memberikan arti kenapa mereka yang harus

bekerja lebih keras dibandingkan pesaing untuk menyenangkan hati para pelanggan.

Contoh lain adalah Apple. Apple yang pertama di antara penghasil komputer untuk

menaklukkan posisi nyata : sebagai posisi yang berbeda dari perusahaan komputer. “Think

different”, memberikan arti yang berbeda pada Apple; ke dalam sistem berbeda yang berlaku

dan, kemudian pada pendekatan yang berbeda ke desain produk.

Teori lain dikembangkan oleh David A. Aaker yang menerbitkan bukunya ”Building

Strong Brands”. Sistem identitas merek Aaker’s mendeskripsikan posisi merek seperti ini :

“Brand Position is the part of the Brand Identity and Value Proposition that is to be actively

communicated to the target audience and that demonstrates an advantage over competing

Page 22: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

31 

 

brands”. Aaker mendeskripsikan sistem identitas sendiri sebagai identitas inti dan

membangun inti yang diperpanjang melalui produk, organisasi, kepribadian dan lambang.

2.1.2.2 Kekuatan Brand Activation

Brand Activation memiliki 5 kekuatan, yaitu :

• Komunikasi Langsung

• Menggugah emosi dan hiburan

• Meningkatkan penjualan

• Meningkatkan loyalitas

• Bisa diukur

2.1.2.3 Prinsip Brand Activation

Brand Activation membantu mengatasi kebisingan dan membawa semangat hidup

melalui pelaksanaan yang kreatif–dan, yang terpenting adalah memberikan hasil dalam

proses. Yakni dijelaskan melalui empat prinsip sebagai berikut :

1. Keterlibatan Konsumen

Dalam rangka mendapatkan promosi yang paling sesuai, seleksi yang ketat perlu

diterapkan. Proses ini melibatkan perbadingan yang relevan antara perusahaan

dengan merek. Mekanisme yang digunakan untuk memastikan kesesuaian adalah

berdasarkan popularitas masalah, kesesuaian dengan nilai – nilai, target pasar,

potensi nilai jasa, perbandingan jenis pelanggan.

Page 23: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

32 

 

2. Menyampaikan ide yang membangun agar sebuah merek menjadi istimewa

Memberikan hal yang istimewa dan menarik kepada pelanggan merupakan salah

satu kunci agar promosi dapat berjalan dengan baik. Dimana pelanggan dan

perusahaan dapat berinteraksi yang pada akhirnya akan memperkuat merek

perusahaan. Ide yang kreatif merupakan cara terbaik untuk menunjukkan kelebihan

dari suatu produk. Sehingga perusahaan dapat memenuhi janji kepada pelanggan

dari produk yang dipromosikan.

3. Menyampaikan ide yang dapat memotivasi konsumen

Memberikan ide – ide yang dapat memotivasi pelanggan dengan cara mencari

wawasan dari target pasar. Misalnya pelanggan menginginkan kemasan yang

menarik dalam merchandise produk atau fungsi – fungsi lain yang bisa diperoleh dari

produk tersebut. Contoh lainnya yaitu sebuah handphone yang memiliki banyak

fungsi, selain untuk menelpon juga bisa digunakan untuk mengolah pesan serta

menerima java game atau wallpaper gratis.

4. Dapat dipercaya dan memberikan hasil yang baik

Hasil test untuk berbagai macam promosi apakah berasal dari merek produk atau

tidak untuk mencapai tujuan – tujuan bisnis baik dalam penjualan maupun

pengiriman. Hal ini mengacu pada luasnya pengalaman yang meliputi perencanaan,

persetujuan dan menemukan evaluasi wawasan konsumen dalam berkomunikasi

yang mendukung strategi perusahaan.

Page 24: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

33 

 

2.1.3 Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan)

2.1.3.1 Definisi Customer Loyalty

Definisi Customer Loyalty berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai

”membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan ”mempraktekkan kebiasaan.” (Griffin,

2005)

Pelanggan yang Loyal dicirikan sebagai berikut :

• Makes regular repeat purchase (melakukan pembelian ulang secara teratur)

• Purchases across product and service lines (melakukan pembelian lini produk yang

lainnya dari perusahaan)

• Refers others (memberikan referensi pada orang lain) ; and

• Demonstrates in immunity to the pull of the competition (menunjukkan kekebalan

terhadap tarikan dari pesaing / tidak mudah terpengaruh oleh bujukan pesaing)

Berdasarkan pendapat Das Narayandas (2005, p136)

“Manager define Loyalty as a commitment to continue buying a product or

service, what ever the circumstances.”

Manajer mendefinisikan Loyalitas sebagai suatu komitmen/janji untuk melakukan

pembelian berulang pada produk atau jasa, apapun kondisi sekitarnya.

Dapat disimpulkan bahwa Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan) adalah seseorang

yang melakukan pembelian berulang pada suatu produk. Dengan adanya Customer Loyalty

(Loyalitas Pelanggan) maka perusahaan akan mendapatkan laba yang besar.

Page 25: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

34 

 

Berdasarkan pendapat Hermawan Kartajaya (2004, p78) tingkat loyalitas pelanggan

adalah proses yang berkembang sejak 1970-an. Dalam perkembangannya ada empat school

of thoughts loyalitas pelanggan secara berturut - turut, yaitu Customer Satisfaction,

Customer Rettention, Customer Migration dan Customer Enthusiasm.

1. Pada school of thought yang pertama muncul awal 1970-an, Customer Satisfaction,

perusahaan mencoba mengukur dan mengelola kepuasan pelanggan mereka sebagai

indikasi tingkat loyalitas.

2. Kemudian dilanjutkan dengan school of thought yang kedua yaitu Customer

Retention. Pada era 1980-an sampai awal 1990-an, perusahaan mulai mengukur

tingkat perpindahaan pelanggan (Customer rates of defection) dan menyelidiki

penyebab – penyebabnya.

3. Sementara itu pada school of thought ketiga, Customer Migration, perusahaan mulai

melihat customer wallet share satu persatu. Maksudnya, pelanggan dikelola supaya

tetap atau bahkan meningkatkan belanjanya pada perusahaan itu.

4. Sedangkan school of thought terakhir dari loyalitas pelanggan adalah Customer

Entusiasm. Pelanggan yang antusias ini akan menunjukkan komitmen yang kuat

kepada produsen.

Page 26: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

35 

 

2.1.3.2 Manfaat Customer Loyalty

Berdasarkan pendapat Griffin (2005, p11), ada beberapa manfaat dari Customer

Loyalty yang tinggi bagi suatu perusahaan, yaitu :

• Biaya pemasaran jadi berkurang (biaya pengambil-alihan pelanggan lebih

tinggi dari biaya mempertahankan pelanggan)

• Biaya transaksi menjadi lebih rendah, seperti negoisasi kontrak dan

pemprosesan pesanan

• Biaya perputaran pelanggan (customer turn over) menjadi berkurang (lebih

sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan)

• Keberhasilan cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pasar

pelanggan yang lebih besar

• Pemberitahuan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif

• Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim

garansi, dan sebagainya)

Page 27: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

36 

 

2.1.3.3 Karakteristik Customer Loyalty

Berdasarkan pendapat Das Narayandas (2005), Pelanggan yang Loyal

memperlihatkan beberapa karakteristik perilaku, yaitu :

• Grow the Relationship (Menumbuhkan persahabatan), yaitu Pelanggan ingin

membeli lebih banyak produk atau jasa pada tingkatan ini dan

mengembangkan cakupan persahabatan dengan penjual.

• Provide word of Mouth Endorsement (Memberikan promosi melalui

komunikasi mulut ke mulut, yaitu Pelanggan akan mempromosikan

perusahaan dengan membicarakan hal-hal yang positif.

• Resist Competitor’s Blandishment (Tahan terhadap bujukan pesaing), yaitu

Pelanggan akan merasa segan untuk berpindah ke pesaing, terlebih produk

– produk pesaing itu lebih superior, sebab ekspetasinya terhadap penjual

akan mengembangkan produk – produk yang sejenis.

• Pay Premium (Membayar harga premium), yaitu Pelanggan yang Loyal akan

bersedia membayar harga lebih tinggi untuk penjual produk dan jasa.

• Collaborate (Bekerjasama), yaitu Pelanggan percaya bahwa umpan balik

memberikan perbaikan di masa depan dan keinginan pelanggan untuk

membantu supplier mengembangkan produk dan jasa baru.

• Invest (Investasi), yaitu Pelanggan yang loyal sering berinvestasi kepada

penjual, dalam hubungannya untuk menciptakan hambatan keluar, seperti

mengurangi risiko investasi penjual.

Page 28: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

37 

 

2.1.3.4 Tahapan Customer Loyalty

Berdasarkan pendapat Griffin (2005), tahapan Customer Loyalty (Loyalitas

Pelanggan) dibagi menjadi :

• Suspect, yaitu tersangka adalah orang yang mungkin membeli jasa anda.

Disebut tersangka karena dipercaya atau menyangka mereka akan membeli

tetapi masih belum cukup yakin.

• Prospek, yaitu orang yang membutuhkan produk atau jasa anda dan

memiliki kemampuan membeli.

• Prospek yang didiskualifikasi, yaitu prospek yang telah cukup dipelajari untuk

mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki

kemampuan membeli produk.

• Pelanggan pertama kali, yaitu orang yang telah membeli produk satu kali.

Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan dan juga sekaligus pesaing.

• Pelanggan berulang, yaitu orang – orang yang telah membeli produk dua

kali atau lebih. Mereka mungkin telah membeli produk yang sama dua kali

atau membeli produk atau jasa yang berbeda pada dua kesempatan atau

lebih.

• Klien, yaitu orang yang membeli secara teratur, memiliki hubungan kuat dan

berlanjut, yang menjadikannya kebal terhadap tarikan pesaing. Klien

membeli apapun yang dijual dan dapat digunakan.

• Advocate (Penganjur), yaitu orang yang membeli apa pun yang dijual dan

dapat digunakan serta membelinya secara teratur. Tetapi, penganjur juga

mendorong orang lain untuk membeli, melakukan pemasaran dan membawa

pelanggan.

Page 29: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

38 

 

• Pelanggan / klien yang hilang, yaitu seseorang yang pernah menjadi

pelanggan atau klien tetapi belum membeli kembali dari sedikitnya dalam

satu siklus pembelian yang normal.

2.1.3.5 Empat Jenis Loyalitas

Empat jenis Loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi

diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi, dapat diuraikan

sebagai berikut :

• Tanpa Loyalitas. Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak

mengembangkan Loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu.

• Loyalitas yang lemah. Ketertarikan yang rendah digabung dengan pembelian

berulang yang tinggi menghasilkan Loyalitas yang lemah (Inertia Loyalty).

Pelanggan ini akan membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor non-

sikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli.

• Loyalitas tersembunyi. Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung

dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan Loyalitas

tersembunyi (Latent Loyalty).

• Loyalitas premium. Jenis Loyalitas yang dapat ditingkatkan, terjadi bila ada

tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi

juga.

2.1.3.6 Loyalitas dan Siklus Pembelian

Setiap kali Pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Pembelian

pertama kali akan bergerak melalui 5 langkah, yaitu :

Page 30: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

39 

 

• Kesadaran

Langkah pertama menuju Loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan

akan produk. Pada tahap inilah mulai terbentuk “pangsa pikiran” yang

dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa

produk atau jasa lebih unggul dari pesaing.

• Pembelian awal

Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara

Loyalitas. Baik itu dilakukan secara online maupun offline, pembelian

pertama kali merupakan pembelian percobaan. Perusahaan dapat

menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk

atau jasa yang diberikan.

• Evaluasi Pasca – pembelian

Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan

mengevaluasi tranksaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidakpuasannya

tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan

beralih ke pesaing.

• Keputusan membeli kembali

Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi

Loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan. Singkatnya tanpa pembelian

berulang, tidak ada loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari

lebih tingginya sikap positif yang ditunjukkan terhadap produk atau jasa

tertentu, dibandingkan sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif

yang potensial. Keputusan membeli kembali seringkali merupakan langkah

selanjutnya yang terjadi secara alamiah apabila pelanggan telah memiliki

kekuatan emosional yang kuat dengan produk tertentu.

Page 31: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

40 

 

• Pembelian kembali

Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang

aktual. Untuk dapat dianggap benar – benar loyal, pelanggan harus terus

membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga

sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali. Pelanggan yang

benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan

yang sama kapan saja barang itu dibutuhkan.

Page 32: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

41 

 

2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber : Penulis

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini adalah untuk mengetahui loyalitas para pelanggan Harley – Davidson.

Loyalitas pelanggan yang dimaksud adalah dimulai dari kesadaran pelanggan akan produk,

dimana akan membentuk “pangsa pikiran” pelanggan bahwa produk atau jasa lebih unggul

dari pesaing. Dengan adanya pikiran tersebut dalam diri pelanggan, maka pelanggan akan

Customer Experience (X1)

1. Sense

2. Feel

3. Think

4. Act

5. Relate

Brand Activation (X2)

1. Keterlibatan konsumen

2. Menyampaikan ide yang membangun agar sebuah merek menjadi istimewa

3. Menyampaikan ide yang dapat memotivasi konsumen

4. Dapat dipercaya dan memberikan hasil yang baik

Customer Loyalty (Y)

1. Pembelian lini produk

2. Memberikan referensi pada orang lain

3. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

Harley - Davidson

Page 33: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

42 

 

melakukan pembelian awal sampai pada akhirnya pelanggan melakukan pembelian kembali.

Melalui penelitian ini akan diketahui apakah Customer Experience dan Brand Activation

berhubungan dengan Customer Loyalty pelanggan.

2.3 Hipotesis

Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau anggapan yang mungkin

benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan / pemecahan

persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan / asumsi dari suatu

hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka

apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu

dengan menggunakan data hasil observasi. (Supranto2001, p124)

Untuk dapat diuji, suatu hipotesis haruslah dinyatakan secara kuantitatif.

Pengujian hipotesis statistik ialah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat

dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau tidak menolak hipotesis yang sedang diuji.

Variabel :

X1 = Customer Experience

X2 = Brand Activation

Y = Customer Loyalty

1. Hipotesis 1 Bagaimana hubungan antara Customer Experience terhadap Customer

Loyalty Harley – Davidson ?

• H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience

terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson

• H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience terhadap

Customer Loyalty Harley – Davidson

Page 34: BAB II - Landasan Teori dan Kerangka Pemikiranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-2-00372-MN Bab 2.pdfdan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus

43 

 

2. Hipotesis 2 Bagaimana hubungan antara Brand Activation terhadap Customer

Loyalty Harley – Davidson ?

• H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Brand Activation terhadap

Customer Loyalty Harley – Davidson

• H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Brand Activation terhadap

Customer Loyalty Harley – Davidson

3. Hipotesis 3 Bagaimana hubungan antara Customer Experience dan Brand

Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty Harley –

Davidson ?

• H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience dan

Brand Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty

Harley – Davidson

• H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience dan Brand

Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty Harley –

Davidson