seminar kasus editt ola.docx

110
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan kematian anak, termasuk di dalamnya adalah kematian anak bawah lima tahun (balita). Secara global, sekitar 6,6 juta balita meninggal pada tahun 2012, sebagian besar disebabkan oleh penyebab yang dapat dicegah (Wright dkk, 2014). Tahun 2013, 73% kematian neonatal di seluruh dunia terjadi dalam tujuh hari kehidupan dengan jumlah sekitar dua juta orang, 16% kematian balita serta lebih dari sepertiga kematian neonatal terjadi pada hari pertama kehidupan dengan jumlah sekitar satu juta orang. Antara tahun 1990-2013, sekitar 86 juta bayi lahir di dunia dengan kematian paling banyak terjadi dalam 28 hari kehidupan (UNICEF, 2013). Menurut laporan Save The Childrens yang berjudul Ending Newborn Death menyebutkan bahwa kematian neonatal bervariasi di berbagai negara, sekitar 5,9

Upload: ligapurnamasari

Post on 02-Feb-2016

38 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: seminar kasus editt ola.docx

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu

menurunkan kematian anak, termasuk di dalamnya adalah kematian anak

bawah lima tahun (balita). Secara global, sekitar 6,6 juta balita meninggal

pada tahun 2012, sebagian besar disebabkan oleh penyebab yang dapat

dicegah (Wright dkk, 2014). Tahun 2013, 73% kematian neonatal di seluruh

dunia terjadi dalam tujuh hari kehidupan dengan jumlah sekitar dua juta

orang, 16% kematian balita serta lebih dari sepertiga kematian neonatal

terjadi pada hari pertama kehidupan dengan jumlah sekitar satu juta orang.

Antara tahun 1990-2013, sekitar 86 juta bayi lahir di dunia dengan kematian

paling banyak terjadi dalam 28 hari kehidupan (UNICEF, 2013).

Menurut laporan Save The Childrens yang berjudul Ending Newborn

Death menyebutkan bahwa kematian neonatal bervariasi di berbagai negara,

sekitar 5,9 per 1000 kelahiran hidup (KH) terjadi di Eropa dan empat sampai

lima kali lipat terjadi di Asia dan Afrika (Wright dkk, 2014) . Berdasarkan

data Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

angka kematian bayi (AKB) di Indonesia dalam periode lima tahun(2007-

2012) sebesar 32 per 1000 KH dan kematian balita sebesar 40 Per 1000 KH.

AKB tahun 2012 sebesar 34 per 1000 KH meningkat dibandingkan dengan

data tahun 2010 sebesar 26 per 1000 KH, dengan target tahun 2015 sebesar

23 per 1000 KH. Enam puluh persen kematian bayi di Indonesia terjadi

Page 2: seminar kasus editt ola.docx

2

selama periode neonatal dan 80% kematian anak terjadi selama bayi (BPS,

2013).

Salah satu faktor risiko yang berkontribusi besar terhadap kematian

bayi terutama pada masa perinatal yaitu gangguan pernafasan pada bayi atau

respirasy distress syndrome (RDS). Menurut Depkes (2013), penyebab

kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan

38,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan

darah.ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab Kematian bayi 7-28 hari adalah

sepsis 20,55, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia dan BBLR 12,8% dan

RDS 12,8%.

Penyebab kematian neonatal adalah gangguan atau gangguan

pernafasan 35,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,3%, kelainan

darah atau ikterus 5,6%, post matur 2,8% dan kelainan kongenital 1,4%

(Pritasari, K., 2010). Untuk itu kegawatan pernafasan atau respiratory

distress pada bayi baru lahir merupakan masalah yang dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir (Valman & Thomas, 2009).

RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi merupakan salah satu dari tiga

rumah sakit rujukan di Sumatera Barat, sehingga banyak menerima pasien

dengan RDS. Hasil survey kasus yang dilakukan pada rekam medis pasien

yang dirawat di ruang perinatologi didapatkan peningkatan rata-rata pasien

dengan gangguan pernafasan sebesar 3,2% pada tahun 2013 menjadi 3,7%

pada tahun 2014. Untuk data dari bulan Mei didapatkan 2 pasien dengan

asfiksia (total 81 pasien), bulan Juni didapatkan 5 pasien dengan gangguan

Page 3: seminar kasus editt ola.docx

3

pernafasan (total 82 pasien) dan pada bulan Juli terdapat 6 pasien dengan

gangguan pernafasan (total 86 pasien).

RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline

membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru

dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari

kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya

(Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).

Sindrom gawat nafas atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada

neonatus yang juga disebut sebagai Hyaline Membrane Dosease (HMD),

merupakan suatu penyakit paru-paru akut pada neonatus yang disebabkan

karena kekurangan surfaktan, terutama bayi premature, dimana suatu

membran yang tersusun atas protein dan sel-sel mati melapisi alveoli

(kantung udara tipis dalam paru-paru) sehingga membuat kesulitan untuk

terjadinya pertukaran gas (Anik, 2009).

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane

Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi

surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan

kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke

dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.

RDS yang tidak dilakukan penatalaksanaan dengan baik bisa

menyebabkan prognosis yang lebih jelek, seperti terjadinya kebocoran

alveoli yang dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi

Page 4: seminar kasus editt ola.docx

4

dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal apnea, atau

bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. Komplikasi jangka panjang

dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, seperti Bronchopulmonary

Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan

pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil terjadinya

komplikasi pada pasien dengan RDS adalah mengoptimalkan peran perawat

sebagai care giver. Menurut Monica Ester (2003) tindakan yang dapat

dilakukan seperti : mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat,

mempertahakan keseimbangan asam basa, mempertahankan suhu lingkungan

netral, mempertahankan perfusi jaringan adekuat, mencegah suhu rendah

pada bayi dan mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat. Selain itu juga

penting untuk melibatkan keluarga dalam perawatan pasien, seperti :

mendorong ibu agar memberikan anaknya ASI Eklusif, mengajarkan ibu

memberi makan kepada anaknya, mengajarkan ibu agar terciptanya Bounding

dengan anak (mengajak berbicara, menyentuh/memeluk anaknya) serta

membudayakan cuci tangan sebelum menyentuh pasien.

Dengan meningkatkan angka kejadian RDS pada bayi, maka penulis

tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan respiratory

distress syndrome (RDS) pada seminar kasus.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis pasien respiratory distress

syndrome ?

2. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan respiratory distress syndrome?

Page 5: seminar kasus editt ola.docx

5

3. Apa diagnosa keperawatan pada pasien dengan respiratory distress

syndrome?

4. Apa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

respiratory distress syndrome?

5. Bagaimana implementasi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien

dengan respiratory distress syndrome?

6. Bagimana evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien dengan

respiratory distress syndrome?

7. Bagaimana dokumentasi keperawatan pada pasien dengan respiratory

distress syndrome?

8. Bagaimana perbandingan antara analisa dan aplikasi pada pasien dengan

respiratory distress syndrome?

C. Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan teoritis

respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi

2. Mahasiswa mampu mengumpulkan pengkajian pada pasien respiratory

distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi

3. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi

Page 6: seminar kasus editt ola.docx

6

4. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada pasien

respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi

5. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien

respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi

6. Mahasiswa mampu mencatat evaluasi keperawatan pada pasien

respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi

7. Mahasiswa mampu membuat dokumentasi keperawatan pada pasien

respiratory distress syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi

8. Mahasiswa mampu menganalisa antara aplikasi dan teori tentang

respiratory distress syndrome pada anak di Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah yang

berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi L Dengan Respiratori Distress

Syndrome” ini adalah Berdasarkan metode literature (pustaka) ,

mengintisarikan buku-buku pustaka dan informasi didapat dari jaringan

internet dan studi kasus.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut,

BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan

Page 7: seminar kasus editt ola.docx

7

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan

Teori terdiri dari anotomi fisiologi, pengertian, etiologi, faktor resiko,

klasifikasi, patofisiologi/pathway, manifestasi klinis, komplikasi,

pemeriksaan diagnostic , penatalaksanaan medis dan pencegahan . BAB III

Asuhan Keperawatan, terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan

Intervensi keperawatan. BAB IV Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

Page 8: seminar kasus editt ola.docx

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Pernafasan

Pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas

dalam jaringan atau “pernafasan dalam” dan yang terjadi di dalam paru-

paru yaitu “pernapasan luar”.

Manusia membutuhkan suply oksigen secara terus-menerus untuk

proses respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai

limbah beracun produk dari proses tersebut. Pertukaran gas antara oksigen

dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus

berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini

berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak

21% dari seluruh gas yang ada.

a. Hidung

a. Nares Anterior

Nares anterior adalah saluran – saluran di dalam lubang

hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal

sebagai vestibulum (rongga) Hidung. Vestibulum ini dilapisi

epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares

anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu

kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung.

Page 9: seminar kasus editt ola.docx

9

b. Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan

pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput

lendir semua sinus yang mempunyai lubang yang masuk ke dalam

rongga hidung. Hidung Berfungsi: penyaring, pelembab, dan

penghangat udara yang dihirup. Septum nasi memisahkan kedua

cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan,

sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi

oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral

cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os.

Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada

dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae

superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh

membrane mukosa.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus

sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk

oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa

olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang

berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau.

Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os

frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I

olfaktorius.

Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang

berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini

Page 10: seminar kasus editt ola.docx

10

berfungsi : memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa

serosa dan memberikan resonansi suara. Sinus ini juga dilapisi

oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi.

Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :

a) Lubang hidung

b) Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior

c) Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha

superior dan media dan diantara concha media dan inferior

d) Sinus frontalis, diantara concha media dan superior

e) Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian

belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui

appertura nasalis posterior.

b. Saluran Pernapasan

1) Faring

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak

sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian

tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung

(nasofaring) dibelakang mulut (orofaring) dan dibelakang laring

(faring-laringeal).

2) Laring

Laring (tenggorokan) terletak didepan bagian terendah faring

yang memisahkannya dari kolumna vertebra. Berjalan dari faring

sampai ketinggian vertebrae servikalis dan masuk ke dalam trakea

dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat

Page 11: seminar kasus editt ola.docx

11

bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya

ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan

subkutaneas yang dikenal sebagai jakun, yaitu disebelah depan

leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang

bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V.

Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, berbentuk

seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya disebelah belakang

( ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran

lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan aritenoid

yang menjulang disebelah belakang krikoid., kanan dan kiri tulang

rawan kuneiform, dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil.

Terkait di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang

berupa katup tulang rawan dan membantu menutup laring sewaktu

menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama dengan

yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi

sel epitelium berlapis.

Pita Suara terletak disebelah dalam laring, berjakan dari

tulang rawan tiroid di sebelah depan sampai dikedua tulang rawan

aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang

ditimbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan

atau dikendurkan. Dengan demikian lebar sela-sela anatara pita-pita

atau rima glotis berubah-ubah sewaktu bernapas dan berbicara.

Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara

yang melalui glotis. Berbagai otot yang terkait pada laring

Page 12: seminar kasus editt ola.docx

12

mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas laring sewaktu

menelan.

3) Trakea

Trakea atau batang teggorokan kira-kira 9 cm panjangnya.

Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra

torakalis kelima dan ditempat ini bercabanf menjadi dua bronkus

(bronki). Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak sempurna

lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh

jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah

belakang trakea; selain itu juga memuat beberapa jaringan otot.

Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium

bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak menuju keatas ke arah

laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya

yang turut masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan.

Tulang rawan berfungsi mempertahankan agar trakea tetap terbuka;

karena itu, disebelah belakngnya tidak bersambung, yyaitu di

tempat trakea menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari

tulang belakang.

Trakea servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh

istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan kelenjar yang melingkari sisi-

sisi trakea. Trakea torasika berjalan melintasi mediastenum (lihat

gambar 5), di belakang sternum, menyentuh arteri inominata dan

arkus aorta. Usofagus terletak dibelakang trakea.

Page 13: seminar kasus editt ola.docx

13

4) Kedua bronkus

Yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-

kira vertebra torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan

trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu

berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampak paru-paru.

Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada yang kiri;

sedikit lebih tinggi daripada arteri pulmonalis dan mengeluarkan

sebuah cabang yang disebut bronkus lobus atas; cabang kedua

timbul setelah cabang utama lewat dibawah arteri, disebut bronkus

lobus bawah.

Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing daripada yang

kanan, dan berjalan dibawah arteri pulmonalis sebelum dibelah

menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.

b. Rongga Torak

Batas-batas yang membentuk rongga di dalam toraks :

1. Sternum dan tulang rawan iga-iga di depan,

2. Kedua belas ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas ( diskus

intervertebralis) yang terbuat dari tulang rawan di belakang.

3. Iga-Iga beserta otot interkostal disamping

4. Diafragma di bawah

5. Dasar leher di atas,

Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru-paru

beserta pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan

memebentuk batas lateral pada mediastinum. Mediastinum adalah ruang di

Page 14: seminar kasus editt ola.docx

14

dalam rongga dada diantara kedua paru-paru. Isinya jantung dan

pembuluh-pembuluh dara besar, usofagus, duktus torasika, aorta

descendens, vena kava superior, saraf vagus dan frenikus dan sejumlah

besar kelenjar limfe.

c. Paru – Paru

Paru-Paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru

mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan tengah

dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur

lainnya yang terletak didalam mediastinum . Paru-paru adalah organ yang

berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih

tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di

atas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai

permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat

tampak paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi

depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.

a) Lobus paru-paru (belahan paru-paru ).

Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura.

Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus.

Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkial kecil masuk ke

dalam setiap lobula dan semakin bercabang. Semakin menjadi tipis dan

akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, elastis, berpori, dan

seperti spons. Di dalam air, paru-paru mengapung karena udara yang

ada di dalamnya.

Page 15: seminar kasus editt ola.docx

15

b) Bronkus Pulmonaris

Trakea terbelah mejadi dua bronkus utama. Bronkus ini

bercabang lagi sebelum masuk paru-paru (lihat gambar 3). Dalam

perjalanannya menjelajahi paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris

bercabang dan beranting banyak. Saluran besar yang mempertahankan

struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa

berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium

bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang rawannya

dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan bersilia.

Bronkus Terminalis masuk ke dalam saluran yang disebut

vestibula. Dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya;

lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih, dan

disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara – suatu

jaringan pembuluh darah kepiler mengitari alveoli dan pertukaran gas

pun terjadi.

c) Pembuluh Darah dalam Paru-Paru

Arteri Pulmonalis membawa darah yang sudah tidak

mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru;

cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang

dan bercabang lagi sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu

membelah-belah dan membentuk kapiler dan kapiler itu menyentuh

dinding alveoli atau gelembung udara.

Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis

dapat dikatakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal. Alirannya

Page 16: seminar kasus editt ola.docx

16

bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh

dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung

dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan.

Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah

lebih besar dan akhirnya dua vena pulminaris meninggalkan setiap

paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk

didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta.

Pembuluh darah yang dilukis sebagai arteria bronkialis

membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-

paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen ke dalam

jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk

pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk

oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini

akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian

dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itudiantarkan dari

setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai

vena kava superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai

persediaan darah ganda.

d) Hiilus (Tampuk)Paru-Paru dibentuk struktur berikut

1) Arteri Pulmonalis, yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke

dalam paru-paru untuk diisi oksigen

2) Vena Pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen dari

paru – paru ke jantung

Page 17: seminar kasus editt ola.docx

17

3) Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon

bronkial, merupakan jalan udara utama.

4) Arteri bronkialis, keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri

ke jaringan paru – paru.

5) Vena bronkialis, mengembalikan sebagian darah dari paru – paru

ke vena kava superior.

6) Pebuluh limfe, yang masuk – keluar paru – paru, sangat banyak,

7) Persarafan. Paru- paru mendapat pelayanan dari saraf vagus dan

saraf simpati.

8) Kelenjar limfe . semua pembuluh limfe yang menjelajahi struktur

paru – paru dapat menyalurkan ke dalam kelenjar yang ada di

tampak paru – paru.

9) Pleura. Setiap paru –paru dilapisi membran serosa rangkap dua,

yaitu pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru – paru, masuk ke

dalam fisura, dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari

yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah

tampuk paru – paru dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi

bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah

pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma ialah pleura

diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher ialah pleura

servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama

membran suprapleuralis (fasia Sibson) dan di atas membran ini

terletak arteri subklavia.

Page 18: seminar kasus editt ola.docx

18

Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat

untuk meminyaki permukaannya dan menghindarkan gesekan

antara paru-paru dan dinding dada yang sewaktu bernapas

bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan itu satu dengan yang

lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang

yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau

cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang di antaranya

menjadi jelas.

2. Fisiologi Pernafasan

Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon

dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna,

oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen

masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan

erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran,

yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah.

Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah

merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua

bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen 100

mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan

metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke

alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar

melalui hidung dan mulut.

Page 19: seminar kasus editt ola.docx

19

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau

pernapasan eksterna :

a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam

alveoli dengan udara luar.

b. Arus darah melalui paru – paru

c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam

jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh

d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.

CO2 lebih mudah berdifusi drpd oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang

meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu

gerak badan, lebih banyak darah datang di paru – paru membawa terlalu

banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat

dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini

merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan

dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mngeluarkan CO2

dan memungut lebih banyak O2.Pernapasan jaringan atau pernapasan

interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen

(oksihemoglobin) megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler,

di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen

dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah

menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida.

Page 20: seminar kasus editt ola.docx

20

B. Definisi

Respiratory distress syndrome (Sindrom gawat nafas) adalah istilah

yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini

merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan

maturitas paru. Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline

Membrane Disease (HMD) atau penyakit membrane hialin, karena pada

penyakit ini selalu di temukan membrane hialin yang melapisi alveoli

(Surasmi, 2003). RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama

menyerang bayi-bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-

bayi cukup bulan (Donna L. Wong, 2003).

Respiratory Distress Syndrome, (RDS) atau defisiensi surfaktan adalah

suatu gangguan perkembangan paru yang dimulai saat lahir atau segera

setelahnya, menetap selama 48 sampai 96 jam dan sembuh dieresis inisial

dimulai (Paulette S, 2008).

Respiratory Distress Syndrom, (RDS) ialah kumpulan gejala yang

terdiri dari dispnoe atau hipernoe. dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60

kali/menit, sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot-otot pernafasan

pada inspirasi (Arief ZR,2009).

Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah:

Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi

pernafasan besar 60x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi

didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi

(Ngatisyah.2005 hal 23).

Page 21: seminar kasus editt ola.docx

21

Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/i

atau kurang dari 30x/i danmungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala

tambahan gangguan nafas sebagai berikut:- Bayi dengan sianosis sentral (biru

pada lidah dan bibir) - Ada tarikan dinding dada – Merintih - Apnea (nafas

berhenti lebih dari 20 detik) (PONED,2004).

C. Etiologi

RDS sering terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena

kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak

kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula

kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi

surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes,

seksual sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi

surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi

udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum

berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan

mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi

lahir dan akan bertambah berat (Julia 2010).

Gomella (2009) yang dikutip dari AHA dan American academy of

pediatrics (AAP) mengajukan penyebab gangguan pernafasan pada bayi

dalah:

Page 22: seminar kasus editt ola.docx

22

1. Faktor Ibu

Faktor yang bisa terjadi selama hamil pada ibu

a) Infeksi

Infeksi pada ibu hamil dapat terjadi karena ibu yang kurang

memperhatikan kebersihan dirinya dan lingkungan, sehingga

mikroorganisme (virus, bakteri, kuman dan jamur) berkembang

didalam darah ibu dan dapat dialirkan ke janin oleh pembuluh

darah. Infeksi pada ibu hamil juga dapat disebabkan oleh

keputihan. Untuk menghindari terjadinya infeksi pada ibu hamil

maka ibu diharapkan mampu menjaga personal hygience. Penyakit

pada ibu

b) Penyakit pada ibu hamil

Seperti hipertensi, atau penyakit jantung lainnya maupun

penyakit metabolik seperti diabetes militus serta asma. Ibu dengan

riwayat penyakit tersebut diharapkan terlebih dahulu mengobati

penyakitnya sebelum hamil, karena penyakit tersebut akan

memperburuk keadaan ibu dan janin.

c) Ketuban pecah dini

Penyebab ketuban pecah dini belum pasti, tapi sebagian

besar berkaitan dengan infeksi (sampai 65%).  Misalnya, infeksi

kuman, terutama infeksi bakteri, yang dapat menyebabkan selaput

ketuban menjadi tipis, lemah dan mudah pecah keputihan dan

infeksi vagina.

Page 23: seminar kasus editt ola.docx

23

d) Gizi ibu hamil yang tidak optimalisasi. Kebutuhan gizi ibu hamil

meningkatkan 15% dari kebutuahn biasanya.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Gangguan bernafas spontan pada janin akan terjadi

bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,misalnya perdarahan

plasenta.

3. Faktor Janin

Penekanan umbilicus (pusat) akan mengakibatkan terganggunya

aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat

pertukatan gas antara ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada

keadaan janin terlilit tali pusat.

4. Faktor Neonatus

Gangguan pernafasan pada neonatus dapat terjadi karena

beberapa hal,yaitu:

a) Pemakaian obat anestesi dan analgetik yang berlebihan

b) Trauma persalinan

c) Kelainan bawaan bayi, seperti penyakit jantung bawaan .

D. Faktor Resiko

Meskipun sebagian besar bayi dengan penyakit Membran Hialin

(HMD) adalah bayi premature (Anik,2009). Terdapat faktor-faktor lain yang

bisa menyebabkan timbulnya penyakit ini, seperti:

1. Bayi laki-laki

2. Persalinan Sectio Caesaria

Page 24: seminar kasus editt ola.docx

24

3. Asfiksia perinatal

4. Stress dingin/ cold stress (suatu kondisi yang menekan produksi

surfaktaan)

5. Infeksi perinatal

6. Kelahiran Kembar (bayi-bayi yang dilahirkan kembar biasanya prematur)

7. Bayi dari ibu yang menderita Diabetes Melitus (terlalu banyak insulin

dalam sistem tubuh bayi yang disebabkan karena diabetes pada ibu dapat

memperlambat produksi surfaktan)

8. Bayi dengan kelainan jantung PDA (Patent ductus Arteriosus)

Pada prematuritas :

a) Produksi surfaktan masih sedikit (defisiensi surfaktan). Komponen

utama surfaktan adalah lesitin, yang terdiri dari cytidine diphosphate

cholin (C.D.P cholin) dan phosphatidyldimethy etanolamine

(P.M.D.E).

b) Surfaktan diproduksi oleh sel ponemosit tipe II yang dimulai tumbuh

pada gestasi 22-24 minggu, mulai aktif pada gestasi 24-26 minggu.

c) Surfaktan mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu

d) Rasio lesitin/spingomielin dalam cairan amnion.

E. Klasifikasi

Menurut Gamella (2009), sindrom gawat nafas/ Respiratory Distress

Syndrome (RDS) dikelompokkan sebagai berikut:

1. Syndrom gawat nafas Klasik/Clasik Respyratory distress syndrome

Thoraks/dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan aerasi

(underaration). Volume paru-paru menurun, parenkhim paru-paru

Page 25: seminar kasus editt ola.docx

25

memiliki pola retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran broncho

gram udara yang meluas ke perifer.

2. Sindrom Gawat Nafas Sedang-Berat/Moderately severe Respiratory

Distress Syndrome.

Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih merata. Paru-

paru hypoaerated. Dapat dilihat pada bronkhogram udara meningkat.

3. Sindrom Gawat Nafas Berat/ Severe Respiratory Distress Syndrome

Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru

area cystic pada paru-paru kanan bisa manunjukan alveoli yang berdilatasi

atau empisema interstitial pulmonal dini.

F. Patofisiologi Dan WOC

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS (Respiratory distress

syndroma) pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga

kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding

thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan

surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi

kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya

pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan

menjadi berat, shunting intrapulmunal meningkat dan terjadi hipoksemia

berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Secara

makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan

seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang

tinggi untuk mengembang.

Page 26: seminar kasus editt ola.docx

26

Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari luar rongga udara

bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli

sehingga menyebabkan desquamasi daro epithel sel alveoli type II. Dilatasi

duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena danya defisiensi

surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma

atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada

endhothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga

menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran

hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.

Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36 – 72 jam

setelah lahir (Surasmi,dkk, 2003).

Apneu primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya

sistem sirkulasi. Hipoksiamiokardium dan asidosis akan memperberat

bradikardi, vasokontriksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5

menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut

jantung, tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi

tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan

secara spontan. Kematianakan terjadi kecuali pernafasan buatan dan

pemberian oksigen segera dimulai (Saifuddin, 2002).

PATHWAYY

G. Manifestasi Klinis

Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,

pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory

grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda

Page 27: seminar kasus editt ola.docx

27

klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS

meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis

campuran (Bobak, 2005).

Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah

sebagai berikut :

1. Takhipneu (> 60 kali/menit)

2. Pernafasandangkal

3. Mendengkur

4. Sianosis

5. Pucat

6. Kelelahan

7. Apneu dan pernafasan tidak teratur

8. Penurunan suhu tubuh

9. Retraksi suprasternal dan substernal

10. Pernafasan cuping hidung

Page 28: seminar kasus editt ola.docx

28

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0 1 2

Frekuensi

Nafas

< 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit

Retraksi Tidak ada

retraksi

Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis

menetap

walaupun diberi

O2

Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara

masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan

stetoskop

Dapat didengar

tanpa alat bantu

Evaluasi Respiratory Distress berdasarkan hasil Skor Downe

Skor < 4 gangguan pernafasan ringan

Skor 4 – 5 gangguan pernafasan sedang

Skor > 6 gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah

harus dilakukan)

Page 29: seminar kasus editt ola.docx

29

H. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :

1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara

(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema

intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan

gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis

yang menetap.

2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya

perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul

kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-

alat respirasi.

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan

intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi

terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,

tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan

oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang

yang sering terjadi :

1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik

yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36

minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang

digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,

inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan

menurunnya masa gestasi.

Page 30: seminar kasus editt ola.docx

30

2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%

bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi

intrakranial, dan adanya infeksi (Ngastiyah, 2005).

I. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Ngastiyah,2005 pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk

menengakkan diagnosis RDS adalah :

1. Gambaran radiologis

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto

rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan

kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip

penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika

dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru

ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin

buruk prognosis bayi. Beberapa ahli berpendapat bahwa pemeriksaan

radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran

hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.

3. Gambaran laboratorium

Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium

diantaranya adalah :

a. Pemeriksaan darah

Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya

lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi

bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama.

Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru

Page 31: seminar kasus editt ola.docx

31

dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena

gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis

paru. PH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya

asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.

b. Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik,

frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan

memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal

volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual

capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian

pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.

c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan

beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus

arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri

(bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru

dan sistemik.

3. Gambaran patologi/histopatologi

Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis

dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping

itu terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin

yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin

berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

Page 32: seminar kasus editt ola.docx

32

Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan

Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam

basa

Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia

dapat menyebabkan atau memperberat takipnea

Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas

Darah rutin dan hitung

jenis

Leukositosis menunjukkan adanya infeksi

Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri

Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis

Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

Sumber: Hermansen

J. Penatalaksanaan

Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Monica Ester,2003)

meliputi:

a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat

b. Mempertahakan keseimbangan asaam basa.

c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.

d. Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.

e. Mencegah hipotermia.

f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Page 33: seminar kasus editt ola.docx

33

Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Esty wahyuningsih,2009)

a. Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan

b. Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus

c. Pertahankan kadar gula agar tidak turun

d. Beri dosis pertama antibiotic intramuscular

e. Anjurkan agar bayi tetap hangat

f. Lakukan rujukan segera

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi menurut (Sudarti dan Endang

Khoirunnisa,2010) adalah :

a. Penatalaksana secara umum

b. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling

sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa

5 %

c. Pantau selalu tanda vital

d. Jaga kepatenan jalan nafas

e. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

f. Jika bayi mengalami apneu

g. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.

h. Lakukan penilaian lanjut.

i. Bila terjadi kejang potong kejang.

j. Segera periksa kadar gula darah.

k. Pemberian nutrisi adekuat.

Page 34: seminar kasus editt ola.docx

34

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai

dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.

Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:

1) Gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas

ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient

Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar.

Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa

pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas

ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.

b. Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk atau timbul

gejala sepsis lainya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan

tangani gangguan sedang atau berat seperti tersebut diatas

c. Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak,berikan ASI peras

dengan menggunakan salah satu cara alternaatif pemberian minuman

d. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan

nafas, hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara 30-60

kali/menit.

e. Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap

antaran 30-60kali/menit,tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada

masalah lain yang memerlukan perawatan,bayi dapat dipulangkan.

Page 35: seminar kasus editt ola.docx

35

2) Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)

a. Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.

b. Bayi jangan diberi minum.

c. Jika ada tanda berikut,ambil sempel darah untuk kultur dan berikan

antibiotic ( ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar

sepsis.

i. Suhu aksiler <35 derajat celcius atau >39 derajat celcius.

ii. Air ketuban bercampur mekonium.

iii. Riwayat infeksi intrauterine,demam curiga infeksi berat atau

ketuban pecah dini (>18 jam).

d. Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat celcius atau 37,5-39 derajat

celcius tangani untuk masalah suhu abnormal,dan nilai ulang

setelah 2 jam.

i. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum

ada perbaikan, ambil sempel darah,dan berikan antibiotic

untuk terapi kemungkinan besar sepsis.

ii. Jika suhu abnormal,teruskan amati bayi. Apabila suhu

kembali abnormal ulangi tahapan diatas.

e. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi setelah

2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda

prburukan setelah 2 jam,terapi untuk kemungkinan besar sepsis.

f. Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan ( frekuensi

nafar menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih

berkurang)

Page 36: seminar kasus editt ola.docx

36

i. Kurangi terapi O2 secaraa bertahap.

ii. Jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu secara terus

menerus. Hentikan pemberian O2 bilamana bayi tidak ada

gangguan nafas dan diudara ruangan tanpa pemberian O2

bayi tampak kemerahan.

iii. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam

iv. Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih

menyusui. Bila bayi tak bisa menyusui, berikan ASI peras

dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian

minum

g. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic

dihentikan.jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian

O2 selam 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap

tinggal dirumah sakit dirumah sakit,bayi dapat dipulangkan.

4)    Gangguan nafas berat

Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas

semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500

gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas kering

memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi

perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan

membaik pada hari ke 4-7.

a. Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara

rendah dan tinggi,lihat terapi oksigen)

b. Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.

Page 37: seminar kasus editt ola.docx

37

c. Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap

sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi.

Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral

menetap walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera

rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu

memakai ventilator mekanik.

d. Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng pipa

lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.

e. Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.

f. Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi nafas

menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik).

i. Kurangi pemberian O2

ii. Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu hentikan

pemberian O2 bila bayi diletakkan pada udara ruangan

tanpa pemberian O2 tidak mengalami gangguan nafas dan

tampak kemerahan.

iii. Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.

iv. Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih

dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian

minum.

Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:

1. Frekuensi nafas

2. Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.

3. Episode apnea.

Page 38: seminar kasus editt ola.docx

38

4. Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan minum

dapat dipenuhi secara oral.

5. Alati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika

bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari, minum baik

dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah

sakit, bayi dapat dipulangkan.

K. HIDROKEL

1. PENGERTIAN

Hidrokel berasal dari dua kata yaitu hidro ( air ) dan cell (rongga /

celah). Dapat diartikan secara harafiah bahwa hidrokel adalah adanya

penumpukan air pada rongga khususnya pada tunika vaginalis.

( Behram. 2000.

Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang

membungkus testis, yang menyebabkan pembengkakan lunak pada

salah satu atau kedua testis. Penyebabnya karena gangguan dalam

pembentukan alat genitalia external, yaitu kegagalan penutupan saluran

tempat turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum

(Pramono,Budi . 2008).

Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang

membungkus testis, yang menyebabkan pembengkakan lunak pada

salah satu testis. Penyebabnya karenagangguan dalam pembentukan alat

genitalia external, yaitu kegagalan penutupan saluran tempat turunnya

testis dari rongga perut ke dalam skrotum (Donna, Wong 2003).

Page 39: seminar kasus editt ola.docx

39

2. Etiologi

Penyebab terjadinya hidrokel menurut Pramono,Budi, 2008, adalah :

a. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi

aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (Hernia

Komunikan).

b. Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam

melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.

Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik

(primer) dan sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena

didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan

terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel.

Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada

testis/epididimis, Penyumbatan cairan atau darah di dalam korda

spermatika. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang

berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam

funikulus spermatikus.

Page 40: seminar kasus editt ola.docx

40

Kadang hidrokel berhubungan dengan hernia inguinalis. Jika jumlah

cairan yang terkumpul berubah-ubah, maka kemungkinan besar

penyebabnya adalah hernia inguinalis.

Pada bayi laki – laki hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam

rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu, testis turun dari rongga perut

bayi kedalam sskrotum, dimana setiap testis ada kantong yang

mengikutinya sehingga terisi cairan yang mengelilingi testis tersebut.

Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan

sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan

pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem

sekresi atau reabsorbsi cairan dikantong hidrokel.

Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau

trauma pada testis atau epididimis. Kemudian hal ini dapat

menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun

obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.

Hidrokel komunikan. Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan

antara prosesus vaginalis dengan rongga peritonium sehingga prosesus

vaginalis dapat terisi cairan peritoneum.

3. Klasifikasi

Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan

terjadinya yaitu: hidrokel primer dan hidrokel sekunder (didapat).

Page 41: seminar kasus editt ola.docx

41

a. Hidrokel primer

Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan

prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum

peritoneum embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan

membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi

karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam

tunika akan diabsorpsi.

b. Hidrokel sekunder

Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang

lambat dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi

aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau

epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses

neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan

terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar

dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.

4. Patofisiologi

Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir)

ataupun ketidaksempurnaan dari prosessus vaginalis tersebut menyebabkan

tidak menutupnya rongga peritoneumm dengan prosessus vaginalis.

Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum

peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari

sistem limfatik disekitar. Cairan yanng seharusnya seimbangan antara

produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada

penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa.

Page 42: seminar kasus editt ola.docx

42

Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan

yang terus-menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di

dalam funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat

dari tekanan pembuluh darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut.

5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan

yang tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat

seakan – akan sedikit membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan

banyak terlihat skrotum membesar dan agak tegang. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan adanya benjolan dikantong  skrotum dengan konsistensi kistus

dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.

Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan

beberapa macam hidrokel, yaitu hidrokel testis. Pada hidrokel testis,

kantong hidrokel seolah – olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat

diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang

hari. Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu

terletak disebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba

dan berada diluar kantong hidrokel.

6. Penatalaksanaan

Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1

tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup,hidrokel akan

sembuh sendiri;tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar

perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.

Page 43: seminar kasus editt ola.docx

43

Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan

operasi :

Aspirasi

Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka

kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa

infeksi.Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel

adalah :

a.       Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah.

b.      Indikasi kosmetik

c.       Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu

pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Hidrokelektomi

Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena

seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada

saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan herniografi. Pada hidrokel

testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan

marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi

kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan

ekstirpasi hidrokel secara in toto. Pada hidrokel tidak ada terapi khusus

yang diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap, biasanya

menghilang sebelum umur 2 tahun.

Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan

hidrokel bisa dlakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).

Tindakan lain adalah dengan aspirasi jarum (disedot pakai jarum). Cara

Page 44: seminar kasus editt ola.docx

44

ini nggak begitu digunakan karena cairan hidrokelnya akan terisi

kembali. Namun jika setelah diaspirasi kemudian dimasukkan bahan

pengerut (sclerosing drug) mungkin bisa menolong.(Mayo Cliinic).

L. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data pasien

Nama                           :

Umur                           :

Jenis kelamin               :

Alamat                         :

Nama orang tua           :

Pekerjaan orang tua     :

b. Riwayat kesehatan

c. Keluhan utama

Biasanya pasien dengan gawat nafas keluarga akan

mengeluhkan bayinya sesak nafas, sebagian tubuh membiru.

d. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya keluarga akan mengeluhkan nafas anaknya sesak,

sebagian kulit membiru, badan teraba hangat.

e. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya,

apakah klien pernah menderita penyakit yang biasanya menyebabkan

terjadinya sindome gawat nafas, seperti bayi lahir premature, BBLR.

Page 45: seminar kasus editt ola.docx

45

f. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang

sama

g. Riwayat maternal

Kaji apakah ibu menderita penyakit seperti diabetes mellitus,

kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress

fetal atau intrapartus.

h. Status infant saat lahir

Kaji apakah bayi lahir prematur, umur kehamilan, apgar score

(apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi Caesar atau tidak ?

i. Data dasar pengkajian

1. Cardiovaskuler

a. Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat

b. Murmur sistolik

c. Denyut jantung DBN

2. Integumen

a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral

b.   Pitting edema pada tangan dan kaki

c. Mottling

d. Neurologis

e. Immobilitas, kelemahan

f. Penurunan suhu tubuh

Page 46: seminar kasus editt ola.docx

46

3. Pulmonary

a. Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)

b. Nafas grunting

c. Pernapasan cuping hidung

d. Pernapasan dangkal

e. Retraksi suprasternal dan substernal

f. Sianosis\

g. Penurunan suara napas, crakles, episode apnea

4. Status behavioral

a, Letargi

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60

kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal,

pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan

tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara

nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara,

nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.Pengkajian fisik pada bayi dan

anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi

respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.

1. Penilaian fungsi respirasi meliputi:

a. Frekuensi nafas

Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada

bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan

Page 47: seminar kasus editt ola.docx

47

merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis

metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,

diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.

Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada

hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda

memburuknya keadaan klinik.

b. Mekanika usaha pernafasan

Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping

hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi

jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,

merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi

gangguan mekanik usaha pernafasan.

c. Warna kulit/membran mukosa

Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh

terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat

dan teraba dingin.

2) Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:

a. Frekuensi jantung dan tekanan darah

Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,

ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

b. Kualitas nadi

Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume

dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba

pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau

Page 48: seminar kasus editt ola.docx

48

tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit

yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan

sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan

cara:

1. Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)

2. Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit

ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan

atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.

Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.

c. Perfusi pada otak dan respirasi

Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah

diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi

penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi

pupil.

Analisa Data

N

oData Etiologi Masalah

1 DO :

-    Hiperkapnea

-    Hipoksia

-    Takipnea

-    Sianosis

Surfaktan ↓

ê

Tegangan permukaan alveolus ↑

ê

Ketidakseimbangan infasi saat inspirasi

ê

Kerusakan

pertukaran gas

Page 49: seminar kasus editt ola.docx

49

-    Letargi

-    Dispnea

-    GDA abnormal

-    Pucat

Kolaps alveoli

ê

Gangguan ventilasi pulmonal

2 DO :

-    Dispnea;

takipnea

-    Periode apnea

-    Pernapasan

cuping hidung

-    Retraksi

dinding dada

-    Sianosis

-    Mendengkur

-    Napas grunting

-    Kelelahan

Surfaktan menurun

ê

Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap

Mengembang

ê

Usaha inspirasi lebih kuat

ê

-      Sukar bernapas

-      Dispnea

-      Retraksi dinding dada

-      Kelelahan

-      Pernapasan cuping hidung

Pola napas tidak

efektif

3 DO :

-    Hipotermia

-    Letargi

-    Menangis

buruk

-    Aterosianosis

-    Takipnea;

Metabolisme anaerob

ê

Timbunan asam laktat

Asidosis metabolik

ê

Kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat

ê

Termoregulasi

tidak efektif

Page 50: seminar kasus editt ola.docx

50

apnea

-    Turgor kulit

buruk

-    Hipoglikemia

Respons menggigil pada bayi kurang/tidak ada

ê

Bayi kehilangan panas tubuh/tidak dapat

meningkatkan panas tubuh

4 DO :

-    Bradikardia

-    Sianosis

umum

-    Pucat

-    Hipotensi

-    Dispnea

-    Edema perifer

-    Lelah

-    Murmur

sistolik

Kolaps paru

ê

Gangguan ventilasi pulmonal

Risiko tinggi

penurunan

curah jantung

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul ;

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar

surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Page 51: seminar kasus editt ola.docx

51

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi/kelelahan,

keterbatasan pengembangan otot.

3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak

subkutan, peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat RDS.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan metabolisme akibat stress.

5. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif.

6. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan

ventilasi pulmonal

7. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan gangguan perfusi ke otak,

gangguan fungsi serebral.

8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan metabolisme yang

meningkat.

9. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang

kondisi bayinya.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N

O

DIAGNOSA

KEPERAWATAN

NOC NIC

1 Kerusakan pertukaran

gas b.d perubahan

mem-bran kapiler-

alveoli

Batasan

karakteristik:

1. Takikardia

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

selama 5x 24 jam,

pertukaran gas pasien

menjadi efektif, dengan

kriteria :

Status Respirasi :

Ventilasi :

Monitor Respirasi :

1. Monitor rata-rata

irama, kedalaman

dan usaha untuk

bernafas.

2. Catat gerakan dada,

lihat kesimetrisan,

penggunaan otot

bantu dan retraksi

Page 52: seminar kasus editt ola.docx

52

2. Hiperkapnea

3. Iritabilitas

4. Dispnea

5. Sianosis

6. Hipoksemia

7. Hiperkarbia

8. Abnormal

frek, irama,

kedalaman

nafas

9. Nafas cuping

hidung

1. Pasien

menunjukkan

peningkatan

ventilasai dan

oksigenasi

adekuat

berdasarkan

nilai AGD

sesuai parameter

normal pasien

2. Menunjukkan

fungsi paru

yang normal

dan bebas dari

tanda-tanda

distres

pernafasan

dinding dada.

3. Monitor suara nafas,

saturasi oksigen,

sianosis

4. Monitor kelemahan

otot diafragma

5. Catat onset,

karakteristik dan

durasi batuk

6. Catat hasil foto

rontgen

Terapi Oksigen:

1. Kelola humidifikasi

oksigen sesuai

peralatan

2. Siapkan peralatan

oksigenasi

3. Kelola O2 sesuai

indikasi

4. Monitor terapi O2

dan observasi tanda

keracunan O2

Manajemen Jalan Nafas:

1. Bersihkan saluran

nafas dan pastikan

airway paten

2. Monitor perilaku dan

status mental pasien,

kelemahan , agitasi

dan   konfusi

3. Posisikan klien dgn

elevasi tempat tidur

Page 53: seminar kasus editt ola.docx

53

4. Bila klien mengalami

unilateral penyakit

paru, berikan posisi

semi fowlers dengan

posisi lateral 10-15

derajat / sesuai tole-

ransi

5. Monitor efek sedasi

dan analgetik pada

pola nafas klien

Manajemen Asam Basa:

1. Kelola pemeriksaan

laboratorium

2. Monitor nilai AGD

dan saturasi oksigen

dalam batas normal

2 Pola nafas tidak efektif

b.d imaturitas

(defisiensi surfaktan

dan ketidak-stabilan

alveolar).

Batasan

karakteristik:

1. Bernafas

mengguna-kan

otot

pernafasan

tambahan

2. Dispnea

3. Nafas pendek

4. Pernafasan

rata-rata < 25

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama …..x 24 jam

diharapkan pola nafas

efektif denga kriteria

hasil :

Status Respirasi :

Ventilasi:

1. Pernapasan

pasien 30-

60X/menit.

2. Pengembangan

dada simetris.

3. Irama

pernapasan

teratur

Manajemen Jalan Nafas:

1. Bebaskan jalan nafas

dengan posisi leher

ektensi jika

memungkinkan.

2. Posisikan klien untuk

memaksimalkan

ventilasi dan

mengurangi dispnea

3. Auskultasi suara

nafas

4. Monitor respirasi dan

status oksigen

Monitor Respirasi:

1. Monitoring

kecepatan, irama,

Page 54: seminar kasus editt ola.docx

54

atau > 60 kali

permenit

4. Tidak ada

retraksi dada

saat bernapas

5. Inspirasi dalam

tidak ditemukan

6. Saat bernapas

tidak memakai

otot napas

tambahan

7. Bernapas mudah

8. Tidak ada suara

napas tambahan

kedalaman dan

upaya nafas.

2. Monitor pergerakan,

kesimetrisan dada,

retraksi dada dan alat

bantu pernafasan

3. Monitor adanya

cuping hidung

4. Monitor pola nafas :

bradipnea, takipnea,

hiperventilasi,

respirasi kusmaul,

apnea

5. Monitor adanya

lelemahan otot

diafragma

6. Auskultasi suara

nafas, catat area

penurunan dan

ketidak adanya

ventilasi dan bunyi

nafas

3 Penurunan CO

berhubungan dengan

gangguan suplai darah,

O2 dan nutrisi

kejaringan

klien memperlihatkan

peningkatan curah

jantung dengan criteria:

1. Frekwensi

jantung dan

irama dalam

rentang normal

2. o   Tanda-tanda

vital dalam

rentang normal

1. Pantau frekwensi/

irama jantung

2. Auskultasi bunyi

jantung

3. Dorong tirah baring

dalam posisi semi

fowler

4. Evaluasi keluhan

lemas, palpitasi,

5. Berikan oksigen

suplemen

Page 55: seminar kasus editt ola.docx

55

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. L DENGAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME DI RUANG RAWAT INAP

PERINATOLOGI RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR

BUKITTINGGI

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

a. Nama : By. L

b. Tanggal Masuk : 25 September 2015

c. Jenis Kelamin : Laki-Laki

d. Tanggal Lahir / Usia :25 September 2015 /1 hari

e. BB/PB : 3300 gram / 48 Cm

f. Apgar Score : 1” 7 dan 5” 8

g. Anak Ke : I (Pertama)

h. Nama Ayah : Tn. G

i. Pekerjaan Ayah : Wiraswasta

j. Pendidikan Ayah : Sarjana (S1)

k. Nama Ibu : Ny.L

l. Pekerjaan Ibu : PNS

m. Pendidikan Ibu : DIII (Diploma)

Page 56: seminar kasus editt ola.docx

56

n. Alamat : Jl.Dt Jonandi Kec Panti Pasaman Timur.

o. Tanggal Pengkajian : 27 Agustus 2015

p. Diagnose Medik : Respiratory Distress Syndrome + Hidrokel

q. No MR : 42 53 25

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Anak dirawat di dalam incubator dengan indikasi bekas Sectio Sesaria

satu kali, bayi Aterm G2P2A0H1 dan adanya kelainan konginental

(Hidrokel).

b. Riwayat Kesehatan Sekarang/ Saat Pengkajian

Saat dilakukan pengkajian didapatkan nafas pasien sesak (Respirasi rate

84X/menit), suhu 37,6°Cdan Nadi 134 X/Menit. Selain itu juga

ditemukan adanya hidrokel pada pasien. Hasil pemeriksaan score down

didapatkan nilai 5 artinya adanya gangguan pernafasan sedang pada

pasien.

Penilaian

Skore Down

Nilai Nilai Pasien

0 1 2

Frekuensi nafas < 60 x/menit 60-80 x/menit >80 x/menit 2

Retraksi Tidak ada Retraksi

ringan

Retraksi berat 1

Sianosis Tidak ada Hilang

dengan O2

Menetap

dengan O2

0

Udara masuk Ada Menurun Tidak

terdengar

1

Page 57: seminar kasus editt ola.docx

57

Merintih Tidak ada Terdengar

dengan

stetoskop

Terdengar

tanpa alat

bantu

1

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki

riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

3. Pengkajian Neonatus

Keadaan umum : sedang, pasien terpasang IUFD D 10% 8 tetes/ menit,

terpasang oksigen 0,3 Liter/Menit.

Tingkat Kesadaran : kompos mentis

Tanda-tanda vital :

Suhu : 37,6°C

Nadi : 134 X/menit

Pernafasan : 84 X/menit

a. Reflek Moro pasien positif, artinya adanya respon tiba tiba pada

bayi yang baru lahir yang terjadi akibat suara atau gerakan yang

mengejutkan.

b. Reflek Rooting juga didapatkan positif, artinya ketika diberikan

sentuhan dipinnggi bibir, maka bayi berusaha untuk memalingkan

kepalanya untuk mencari sentuhan tersebut.

c. Reflek Hisap pasien positif, artinya pasien berusaha menghisap

benda-benda yang ada di sekitar pasien.

Page 58: seminar kasus editt ola.docx

58

d. Reflek genggam pasien positif kiri dan kanan, artinya pasien

mampu menggenggam tangan yang disodorkan kepada pasien.

e. Tonus atau Aktivitas pasien tampak tidak begitu aktif, pasien

menaggis dengan suara lemah.

f. Kepala dan Wajah

1) Inspeksi : Sutura sagitalis tepat, wajah simetris kiri dan

kanan

2) Palpasi : Lingkar kepala 36 cm, tidak ada ditemukan lesi

dan hematoma.

g. Mata

1) Inspeksi : mata tampak simetris kiri dan kanan, mata tampak

bersih, pupil didapatkan isokor

2) Palpasi : Edema palpebra didapatkan negative, konjungtiva

didapatkan anemis

h. Mulut

1) Inspeksi : Bibir terlihat merah, ada candidiasis oral pada

lidah, pasien terpasang OGT (Oral Gastric Tube)

i. Hidung

1) Inspeksi : tampak simetris kiri dan kanan, septum nasal di

tengah, lesi tidak ada dan ditemukan pernafasan cuping hidung.

2) Palpasi : tidak ada deviasi tulang hidung.

j. Telinga

1) Inspeksi :simetris kiri dan kanan, kebersihan baik,

perdarahan tidak ada lesi

Page 59: seminar kasus editt ola.docx

59

2) Palpasi : oedema tidak ada.

k. Leher

1) Inspeksi :Simetris kiri dan kanan

2) Palpasi :Tidak ada pembesaran kelenjer tyroid, tidak ada

deviasi trakea

l. Toraks

Secara umum didapatkan simetris kiri dan kanan dan lingkar dada

36 Cm.

a. Paru-Paru:

1) Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dada

sama kiri dan kanan, pasien menggunakan PEEP (Positive

end ekspiration pressure ) sebagai alat bantu nafas

2) Perkusi : didapatkan suara hipersonor

3) Auskultrasi : Suara nafas kanan dan kiri sama, suara

nafas terdengar di semua lapang paru, Suara nafas wheezing

b. Jantung

1) Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

2) Palpasi : iktus cordis teraba, Capillary Refill Time

(CRT) didapatkan < 2 detik

3) Perkusi :

4) Auskultrasi : Bunyi jantung didapatkan vesikuler

No Nadi Perifer Kualitas Nadi

Page 60: seminar kasus editt ola.docx

60

1 Brakial kanan Teraba halus

2 Brakial kiri Teraba halus

3 Femoral kanan Teraba keras

4 Femoral kiri Teraba keras

m. Abdomen

Lingkar perut :33 cm

1) Inspeksi : tidak ada distensi, umbilicus (+) dan terletak di

tengah abdomen

2) Palpasi :

3) Perkusi : suara timpani (+)

4) Auskultrasi : bising usus (+), didapatkan 16 kali/menit.

n. Ekstremitas

Panjang lengan 19 cm, panjang kaki 20 cm

1) Inspeksi : ekstremitas atas dan bawah normal : pasien

dilahirkan dengan dua tangan dan dua kaki, lesi tidak

ditemukan pada pasien, pasien mampu bergerak dengan bebas,

namun pasien kurang aktif dalam bergerak.

2) Palpasi : kekuatan otot : 2 2 2 2 2 2 2 2

2 2 2 2 2 2 2 2

o. Kulit

1) Warna kulit kemerahan

2) Sianosis (-)

3) Tanda lahir tidak ada

Page 61: seminar kasus editt ola.docx

61

p. Genitalia

1) Laki-laki normal

2) Anus (+)

3) Kelainan : adanya hidrokel

4. Riwayat Prenatal (ANC)

a. Jumlah kunjungan

Ibu mengatakan selama hamil sebanyak 5 kali melakukan

kunjungan ke rumah bidan dan ke dokter di rumah sakit untuk

melakukan pemeriksaan kehamilan . kunjungan pertama dilakukan

pada usia kehamilan antara 2-3 bulan pertama. Kunjungan kedua

dilakukan pada usia kehamilan ke 3-6 bulan, dan kunjangan ketiga

sampai ke lima dilakukan pada usia kehamilan yang ke > 7 bulan

ke rumah sakit.

b. Bidan / Dokter

Ibu mengatakan melakukan pmeriksaan kehamilan ke bidan

dan ke Dokter di rumah sakit lubuak sikapiang.

c. Pendididkan kesehatan didapatkan

Ibu mengatakan selama melakukann kunjungan ke rumah

bidan mendapatkan pendididkan kesehatan berupa gizi yang harus

ditingkatkan ibu hamil, aktivitas yang dianjurkan dan yang tidak

dianjurkan dan untuk konsultasi ke rumah sakit ibu lebih

disarankan untuk melahirkan ke rumah sakit M.Jamil padang

Page 62: seminar kasus editt ola.docx

62

karena adanya kelainan konginental pada bayi yang didalam

kandungan ibu.

d. HPHT

Ibu mengatakan hari pertama haid terakhit pada tanggal 18

Januari 2014.

e. Kenaikan berat badan selama hamil

Ibu mengatakan selama hamil mengalami kenaikan berat

badan sebanyak 11 kg.

f. Komplikasi hamil

ibu mengatakan selama hamil tidak memiliki komplikasi,

namun Ibu mengatakan memiliki riwayat penyakit Hipertensi.

Selain itu ibu juga mengatakan selama hamil pernah demam tinggi

1 kali tinggi dan berobat ke rumah sakit, ibu juga mengatakan

mengalami keputihan selama hamil.

g. Komplikasi obat

Ibu mengatakan tidak memiliki komplikasi akibat konsumsi

obat tertentu.

h. Obat-obatan yang didapatkan

Ibu mengatakan selama kunjungan kehamilan ibu hanya

mendapatkan vitamin penambah darah.

i. Riwayat hospitalisasi

Ibu mengatakan selama hamil tidak ada memiliki riwayat

dirawat di rumah sakit.

j. Golongan darah ibu

Page 63: seminar kasus editt ola.docx

63

Ibu mengatakan golongan darah ibu O

k. Kehamilan direncakanan / tidak

Ibu mengatakan kehamilan By L merupakan kehamilan

yang direncanakan

l. Pemeriksaan Khusus Selama Kehamilan

Selama hamil ibu pasien tidak pernah melakukan

pemeriksaan khusus seperti Rubella, Hepatitis, Herpes, maupun

HIV.

2) Riwayat Persalinan

Ibu melahirkan pasien dengan Section Caecaria (SC) atas indikasi

bekas SC 1 kali, kehamilan Aterm (usia gestasi ibu ± 33 minggu), dan

adanya indikasi bayi dengan kelaianan knginental. Ibu tidak memiliki

komplikasi dalam persalinan, air ketuban ibu juga jernih, mekonium (+).

3) Riwayat Kelahiran

a) Lama kala II: ibu melahirkan dengan SC, sehingga lamanya kala II

tidak dapat dikaji

b) Tempat melahirkan : Ibu melahirkan By L di RSUD Dr Achmad

Mochtar Bukittinggi.

c) Berat badan : 3300 g

d) Tinggi badan : 48 cm

e) Anus : ada (+)

f) Ketuban : jernih

Page 64: seminar kasus editt ola.docx

64

4) Indikasi dilakukannya monitoring

Bayi dilakukan monitoring karena adanya gangguan pernafasa

pada bayi dengan skore down 7 dan adanya gangguan termoregulasi serta

kondisi bayi dengan kelainan konginental, sehingga diperlukan

pengawasan.

5) Riwayat Post Natal

a) Bayi bernafas dengan bantuan alat berupa pemasangan PEEP

(Pressure End Ekspirasi Pulmonal)

b) Apgar score didapatkan : 1” 7 dan 5” 8

c) Trauma lahir : pasien tidak memiliki trauma saat lahir

d) Keluarnya urin : adanya pengeluaran urine

e) Prosedur yang dilakukan : Tindakan yang didapatkan pasien yaitu :

i. Pemasangan PEEP (Positive End Ekspirasi Pressure) (+) 21%

ii. Pemasangan OGT (Oral Gastric Tube) (+) : untuk melihat

cairan lambung dan apabila pasien sudah tidak puasa sebagai

pemasukan oral

iii. Aspirasi gaster (+) : saat pengkajian didapatkan cairan lambung

hijau, sehingga pasien di puasakan.

iv. Resusitasi cairan (+) : pasien di berikan cairan Cogtil (400cc D

10% + 100 cc NACL 0,9% + KCL 10 cc + Ca glukonas 10 cc).

selain itu pasie juga mendapatkan syring pump 1,8.

Page 65: seminar kasus editt ola.docx

65

6) Riwayat Sosial

a. Genogram

Keterangan:

= Laki – laki

= Perempuan

= Klien

- - - - = Tinggal serumah

= Meninggal

b. Budaya

Suku keluarga pasien batak, agama Kristen katolik dan bahasa yang

digunakan yaitu bahasa Indonesia. Perencaan makanan bayi : ibu

mengatakan anaknya akan diberikan ASI Eklusif.

c. Hubungan orang tua dan bayi

Ibu Tingkah laku Ayah

Setiap berkunjung ibu

selalu menyentuh bayi

(menukar popok)

Menyentuh Setiap berkunjung

ayah selalu menyentuh

bayi

Page 66: seminar kasus editt ola.docx

66

Setia berkunjung ibu

selalu memeluk

bayinnya

Memeluk Setiap berkunjung

ayah tidak selalu

memeluk bayi

Setiap berkunjung ibu

selalu mengajak bayi

berbicara

Berbicara Setiap berkunjung

ayah selalu mengajak

bayinya berbicara

Setiap 3 jam sekali ibu

mengunjungi banyinya

yang dirawat di

inkubator

Berkunjung Setiap selalu

mengunjungi bayi

Setiap berkunjung ibu

selalu memnggal nama

bayinya

Memanggil nama Setiap berkunjung

ayah selalu memanggil

nama bayi

Setiap berkunjung ibu

selalu kontak mata

dengan pasien

Kontak mata Setiap berkunjung

ayah selalu kontak

mata degan bayi

q. Orang terdekat yang dapat dihubungi

Orang terdekat bayi yang dapat dihubungi adalah orang tua bayi

dan nenek bayi.

r. Orang tua berespon terhadap penyakit bayi, ini dapat dilihat dari

orang tua yang mengikuti instruksi dokter agar bayi dirawat.

No Nama

Anak

Umur Jenis Kelamin Riwayat

Persalinan

Jenis Imunisasi

1 By. M 7 Tahun Perempuan Section

Caesaria

Lengkap

Page 67: seminar kasus editt ola.docx

67

7) Pemeriksaan Diagnostik

Hasil darah lengkap tanggal 29 September 2015

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hgb 16 G/Dl P : 13-16

W : 12-14

Rbc 4,83 P : 4,5-5,5

W : 4,0-5,0

Hct 46,1% P : 40-48

W :37,0-43,0

Mcv 95,4 Fl

Mch 33,1 Pg

Mchc 34,7 G/Dl

Rdw Sd 58 + Fl

Rdw Cv 16,8 + %

Wbc 1,37 5000-10000

Eo% 0,7 1 – 3

Baso% 0,7 0 – 1

Neut % 43,9 50 - 70

Lymph % 49,6 20 - 40

Mono % 5,1 2 - 8

Page 68: seminar kasus editt ola.docx

68

Eo 0,01

Baso 0,01

Neut 0,60

Lymph 0,68

Mono 0,07

Plt 50000 150-400 Rb

Pemeriksaan Analisa Gas Darah tanggal 25 September 2015

a) pH : 7,400

b) pCO2 :38,9 mmHg

c) pO2 : 24,2 mmHg

d) SO2% : 48,7

e) Hct : 46%

f) Hb : 14,8 gr/dl

Pemeriksaan labortorium tangga 30 september 2015

a) Kalium :2,51mEq/ dl (3,5-5,5)

b) Natrium : 142, 7 mEq/ dl (135-147)

8) Terapi pengobatan yang diterima

a) Candistatin 4 x 0,4cc

b) Ampicilin 2x 165 mg

c) Cefotaxim 2x 15 mg

d) Lasix 3,3 mg

e) Ranitidine 2x 3 mg

f) Sibital 66 mg

Page 69: seminar kasus editt ola.docx

69

g) Ceftriaxone 1x 330 mg

h) NeoK 1 mg

i) Gentamycin 1x 16 mg

j) Cogtil 8 tetes/ menit

Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1 DS:

DO:

1. Penurunan

tekanan

inspirasi

2. Peningkatan

ventilasi

permenit

3. Pernafasan 84

X/menit

Ventilasi terganggu

Suplai O2 berkurang

Pernafasan cepat dan

dangkal

Warna kulit sianosis ,

pernafasan cuping

hidung

Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas

2 Ds: Keluarga

mengatakan anaknya

sesak nafas

Keluarga mengatakan

anaknya sulit bernafas

DO:

RR: 82 x/i

Score Down: 5

Usaha bernafas

meningkat

Ventilasi asidosis

CO2 meningkat

Aliran darah ke paru

menurun

Dipsnea

Pola nafas tidak efektif

Page 70: seminar kasus editt ola.docx

70

Pola nafas tidak efektif

3 DS: Keluarga

mengatakan anaknya

Keluarga mengatakan

anaknya

DO:

Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat

Asidosis metabolic

Kurangnya hidrigen dan

lemak

Gangguan termoregulasi

Perubahan suhu tubuh

Perubahan suhu tubuh

4 DS: Keluarga

mengatakan anaknya

Keluarga mengatakan

anaknya

DO:

Kolaps Paru

Gangguan ventilasi

pulmonal

Resiko penurunan curah

jantung

Resiko tinggi penurunan

curah jantung

5 DS: Keluarga

mengatakan anaknya

Keluarga mengatakan

anaknya

DO:

Keluarga mengatakan

cemas

Keluarga mengatakan

takut dengan kondisi

anaknya

Anxietas

Anxietas

B. Diagnose keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

kapiler-alveolar

Page 71: seminar kasus editt ola.docx

71

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis

(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)

3. Penurunan CO berhubungan dengan gangguan suplai darah, O2 dan

nutrisi kejaringan.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Respiratoty distress syndrome merupakan perkembangan yang imatur

pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.

RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Diseasa. Respiratory Distres

Syndrom hampir selalu terjadi pada bayi prematur; semakin prematur,

semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini. RDS terjadi pada bayi

prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.

B. SARAN

Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan

pada khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan

respiratory distress syndrome dengan baik dan sesuai dengan prosedur

keperawatan serta tentunya memperhatikan aspek-aspek tertentu yang

berhubungan dengan prosedur yang dilakukan.

Page 72: seminar kasus editt ola.docx

72

DAFTAR PUSTAKA

Anonym.2010. Sindroma Distres Pernafasan (Penyakit Membran

Hialin).Medicastore.com.2 april 2010. 19.07

A nur , Risa Etika dan kawan-kawan.2005.Pemberian Surfaktan pada Bayi

dengan RDS (Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fk.Unair/ Rs. Dr Soetomo).

http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april 2010

Budiman Arief.2008. Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan Respiratory Distress Syndrom (Rds) Diruang Nicu Rsud

Gunung Jati

Kota Cirebon.Icoel’s Blog. 5 april 2010

Betz, Cecily Lynn dan Sowden Linda A. 2004. Keperawatan Pediatri (Penyakit

RDS / PMH).

1.    Eloise M. Harman,MD. Rajat, Walia, MD. 2005. Acute Respiratory Distress

Syndrome. http://www.emedicine.com/med/topic70.htm

2.    Aryanto Suwondo, Ishak Yusuf, Cleopas Martin Lumende, 2001. Sindrome

Gagal Nafas Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,

Edisi Ketiga. Hal : 907-914

Page 73: seminar kasus editt ola.docx

73

3.    Josep Varon,MD, F.A.C.A, F.A.C.P, Oliver C Wenker,MD, D.E.A.A. 1997, The

Acute Respiratory Distress Syndrome : Myths and Controversies.

http://www.ispub.com/ostia/index.php?

xmlPrinter=true&xmlFilePath=journals/ijeicm/vol1n1/ards.xml

4.    Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinik

Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-740

5.    Mark J D Griffiths dan Timothy W Evans, 2003, Acute Respiratory Distress

Syndrome dalam Respiratori Medicine, volume I Edisi 3, RDC Group LTD.

6.    Hood Alsagaf, M. Jusuf Wibisono, Winariani, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Paru, Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR –RSU Dr. Sutomo, Surabaya. Hal :

186-189.