seminar kasus anak
DESCRIPTION
gjTRANSCRIPT
SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PADA An. M DENGAN DIAGNOSA SUSP MENINGITIS
DIRUANG TULIP IIA/ANAK RSUD ULIN BANJARMASIN
OLEH:
KELOMPOK 2 – STASE KEPERAWATAN ANAK
Ahmad Syamsul Hidayanto, S.KepAmrullah Hakim, S.KepNovia Anggraini, S.Kep
Siti Hardianti, S.KepHayu Hadi Perdana, S.Kep
Debby Saputra, S.KepPathul Janah, S.KepNovi Yulianti, S.Kep
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASINPROGRAM PROFESI NERS-A
2015-2016
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit meningitis dan pneumonia telah membunuh jutaan balita di seluruh
dunia. Data WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita
di seluruh dunia setiap tahun, lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara
kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan
virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini
dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan
tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan
kematian. Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian.
Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan otak
sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental.
Menurut kamus bahasa Indonesia meningitis merupakan suatu radang selaput otak
dansaraf tulang belakang. Menurut Wikipedia dijelaskan bahwa meningitis adalah
peradangan selaput pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang,
disebut sebagai meninges . Harsono (2003) mengatakan bahwa meningitis adalah
suatu infeksi atau peradangan dari meningens dan jaringan saraf dalam tulang
punggung disebabkan oleh bakteri, Virus, riketsia atau protozoa, yang terjadi
secara akut dan kronis.
Pengertian lain meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau
organ-organ jamur (Brunner & Suddath. 2002. hal. 2175) Meningitis adalah suatu
peradangan araknoid dan piameter (lepto meningens) dari otak dan medulla
spinalis. Bakteri dan virus merupakan penyebab yang paling umum dari
meningitis, meskipun jamur dapat juga menyebabkan. Meningitis bakteri lebih
sering terjadi. Deteksi awal dan pengobatan akan lebih memberikan hasil yang
lebih baik menurut Wahyu Widagdo dkk (2008:105).
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur. (Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh
salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok,
Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat
(Suriadi & Rita, 2001).
Harsono (2003) mengatakan bahwa meningitis adalah suatu infeksi atau
peradangan dari meningens dan jaringan saraf dalam tulang punggung
disebabkan oleh bakteri, Virus, riketsia atau protozoa, yang terjadi secara akut
dan kronis.
B. ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan
pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang
tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti
disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri.
Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus
influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A,
Stapilokokus Aureus, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh
akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan
eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan
subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat
menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan
cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti;
gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada
meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks
cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap
virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
C. KLASIFIKASI
Jenis – jenis meningitis yaitu:
1. Meningitis bakterial
melalui invasi langsung atau invasi tidak langsung dan infeksi pada lokasi
tubuhyang lain (gigi, sinus , paru , tonsil)
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
3. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa
sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian
menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps,
herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya
juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat
menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
4. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem
saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi
tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon
inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan
menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala,
mual, muntah dan menurunnya status mental.
D. ANATOMI FISIOLOGI
Secara anatomi fisiologi, system syaraf dapat dibagi menjadi :
1. Sistem syaraf pusat (central nervus system)
2. Sistem syaraf tepi (peripheral nervus system)
3. Sistem syaraf gaib (otonomic nervus system)
Yang termasuk system syaraf pusat adalah :
Otak besar
Otak kecil
Batang otak
Medulla spinalis
Yang termasuk system syaraf tepi adalah semua cabang dari medulla spinalis
Yang termasuk system syaraf otonom adalah :
Syaraf simpatis
Syaraf parasimpatis
Susunan Saraf Pusat
Otak terdapat dalam rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang
disebut meningen. Selaput otak ini juga berlanjut melapisi medulla spinalis.
Selaput otak maupun selaput medulla spinalis adalah sama.
Meningen terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan sebelah luar yang disebut durameter
2. Lapisan tengah yang disebut arachnoid
3. Lapisan dalam yang disebut piameter
Durameter ini langsung melekat pada permukaan tengkorak
Piameter langsung melekat pada jaringan otak dan medulla spinalis
Diantara durameter dengan arachnoid terdapat rongga subdurameter
Diantara durameter dengan arachnoid dengan piameter terdapat rongga
subarachnoid
Rongga subdurameter berisi kapiler pembuluh darah
Rongga arachnoid berisi cairan otak
Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis = LCS)
Cairan otak yang terdapat di rongga subarachnoid otak dan medulla spinalis.
Cairan otak ini dibentuk oleh plexus choroideus pada rongga otak (ventrikel).
Cairan otak hampir sama dengan plasma darah yaitu juga terdiri dari sebagian
besar air, glukosa, protein, garam-garam, dan tidak ada sel darah.
Otak Besar (Cerebrum)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi rongga tengkorak. Permukaan otak
tidak datar, melainkan mempunyai bagian yang lekuk di antara bagian yang
datar. Bagian yang lekuk disebut sulkus dan bagian yang datar disebut gyrus.
Otak besar terdiri dari 2 belahan besar. Masing-masing belahan otak disebut
hemisphere, kedua hemisphere berbentuk simetris.
Lapisan otak ada 2 :
1. Lapisan Luar (cortex cerebri)
Berwarna kelabu dan terdiri dari inti-inti syaraf. Disini terdapat Thalamus,
hipotalamus dan formation reticularis.
2. Lapisan dalam (medulla cerebri)
Berwarna putih terdiri dari serabut-serabut syaraf
Otak Kecil
Otak kecil terletak di bagian belakang bawah otak besar di dalam fossa crania
posterior. Otak kecil akan berhubungan dengan otak besar melalui pedunculus
inferior. Permukaan otak kecil juga mempunyai sulcus dan gyrus yang
ukurannya kecil.
Fungsi otak kecil :
1. Sebagai pusat pengatur keseimbangan tubuh
2. Tempat koordinasi kontraksi otot rangka
Batang Otak :
1. Pons
Sering terletak di depan otak kecil antara otak besar dengan medulla
oblongata. Pada pons ini terdapat serat syaraf longitudinal yang
menghubungkan medulla oblongata dengan otak besar. Pada pons juga
terdapat inti-inti syaraf cranial V, VI,VII, dan VIII.
2. Medulla Oblongata
Terletak di bawah pons dan di atas medulla spinalis. Batas antara medulla
oblongata dengan medulla spinalis adalah setinggi foramen magnum. Di
medulla oblongata terdapat persilangan serat corticospinalis yang
membawa rangsangan motoris dari otak ke medulla spinalis. Pada medulla
oblongata terdapat inti-inti syaraf cranial IX, X, XI, XII juga terdapat
pusat respirasi dan pusat cardiovascular.
3. Medulla Spinalis
Medulla spinalis terletak di dalam canalis spinalis mulai setinggi foramen
magnum sampai setinggi vertebra L1-L2. Medulla spinalis juga dibungkus
oleh meningen seperti di otak. Medulla spinalis mempunyai segmen-
segmen yang namanya dimulai dari atas :
Segmen cervicalis : 8 buah
Segmen Thoracalis : 12 buah
Segmen Lumbalis : 5 buah
Segmen Sacralis : 5 buah
Segmen Coxygeus : 1 buah
Medulla Spinalis berfungsi :
Sebagai penghubung otak dengan perifer dan dari perifer ke otak
Sebagai pusat refleks yang otomatis
E. MANIFESTASI KLINIS
Neonatus1. Suhu di bawah normal2. Pucat3. Demam – biasanya derajat rendah
4. Rewel , muntah , kejang5. Kurang makan dan/atau mengisap6. Diare7. Peningkatan sekresi hormon SIADH ( Syndrome Inappropriate
Antidiuretic hormone )8. Tonus buruk9. Muntah10. Kejang
Bayi dan Anak Kecil 1. Anoreksia , rewel2. Pucat , mual muntah , makin sering menangis , minta di
gendong3. Peningkatan tekanan intrakranial4. Peningkatan lingkar kepala5. Kejang
Anak yang Lebih Besar1. Sakit kepala , demam2. Muntah , pucat , rewel3. Kaku kuduk tulang belakang4. Syok5. Kejang
F. PATOFISIOLOGI
Dalam meningitis bakteri, bakteri mencapai meninges oleh salah satu dari dua
rute utama: melalui aliran darah atau melalui kontak langsung antara meninges
dan baik rongga hidung atau kulit. Dalam kebanyakan kasus, meningitis
berikut invasi aliran darah oleh organisme yang hidup di atas permukaan
seperti lendir rongga hidung. Hal ini sering pada gilirannya didahului oleh
infeksi virus, yang memecah penghalang normal yang disediakan oleh
permukaan mukosa. Setelah bakteri memasuki aliran darah, mereka memasuki
ruang subarachnoid di tempat-tempat dimana penghalang darah-otak rentan-
seperti pleksus koroid. Meningitis terjadi pada 25% bayi yang baru lahir
dengan infeksi aliran darah akibat streptokokus grup B; fenomena ini kurang
umum pada orang dewasa. kontaminasi langsung dari cairan serebrospinal
mungkin timbul dari perangkat berdiamnya, patah tulang tengkorak, atau
infeksi nasofaring atau sinus hidung yang telah membentuk saluran dengan
ruang subarachnoid (lihat di atas), kadang-kadang, cacat bawaan dari dura
mater dapat diidentifikasi.
Peradangan besar-besaran yang terjadi di dalam ruang subarachnoid selama
meningitis bukan merupakan akibat langsung dari infeksi bakteri melainkan
dapat sebagian besar disebabkan respon sistem kekebalan tubuh untuk pintu
masuk bakteri ke dalam sistem saraf pusat. Ketika komponen dari membran
sel bakteri diidentifikasi oleh sel-sel imun dari otak (astrosit dan mikroglia),
mereka merespon dengan melepaskan sejumlah besar sitokin, hormon seperti
mediator yang merekrut sel kekebalan lainnya dan merangsang jaringan lain
untuk berpartisipasi dalam respon imun . Penghalang darah-otak menjadi lebih
permeabel, menyebabkan edema “vasogenic” serebral (pembengkakan otak
akibat kebocoran cairan dari pembuluh darah). Sejumlah besar sel darah putih
masukkan CSF, menyebabkan radang meninges, dan menyebabkan edema
“interstisial” (bengkak karena cairan di antara sel-sel). Selain itu, dinding
pembuluh darah sendiri menjadi meradang (vaskulitis serebral), yang
mengarah pada aliran darah menurun dan jenis ketiga edema, “sitotoksik”
edema. Tiga bentuk edema serebral semua mengarah pada tekanan intrakranial
meningkat, bersama-sama dengan menurunkan tekanan darah sering dijumpai
pada infeksi akut, ini berarti bahwa lebih sulit bagi darah untuk masuk ke
otak, dan sel-sel otak kekurangan oksigen dan mengalami apoptosis ( otomatis
sel kematian).
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak
dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang
menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak),
edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan
endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
G. KOMPLIKASI
a. Ketidaksesuaian sekresi ADH
b. Pengumpulan cairan subdural
c. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
d. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi
nervus II ( optikus )
e. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di
mulut, konjungtivitis.
f. Epilepsi
g. Pneumonia karena aspirasi
h. Efusi subdural, emfisema subdural
i. Keterlambatan bicara
j. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV
(toklearis ), nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan
bola mata.
H. PENATALAKSANAAN
Isolasi
Terapi antimikroba : antibiotic yang diberikan didasarkan pada hasil
kultur, diberikan dengan dosis tinggi melalui intra vena.
Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan
mencegah kelebihan. Cairan yang dapat menyebabkan edema.
Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi).
Mengontrol kejang : pemberian terapi antiepilepsi
Mempertahankan ventilasi
Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
Penatalaksanaan syok bacterial
Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
Memperbaiki anemia
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a. Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat,
kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b. Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi
bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat/tanggal lahir, NO. MR
penanggungjawab, dll.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan
penurunan kesadaran.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan
adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila
ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat
anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis
tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti
pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan
reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas
tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau
bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan
peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan
demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang
sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan
dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama
menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive
yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama tindakan
melalui pembuluh darah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya di dapatkan data adanya infeksi yang dialami ibu pada akhir
kehamilan.
4. Pengkajian Fisik
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang
ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan
involunter, kelemahan secara umum, keterbatasan dalam
rentang gerak.
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa
penyakit jantung conginetal ( abses otak ).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan
nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan
pengaruh dari pusat vasomotor ); takikardi, distritmia
( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada
meningitis ).
c) Eliminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
d) Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada
periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa
kering.
e) Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
(pada periode akut).
f) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala (mungkin merupan gejala pertama dan
biasanya berat), Pareslisia, terasa kaku pada semua
persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan
pada saraf cranial). Hiperalgesia/meningkatnya
sensitifitas (minimitis) .Timbul kejang (minimitis bakteri
atau abses otak) gangguan dalam penglihatan, seperti
diplopia (fase awal dari beberapa infeksi). Fotopobia
(pada minimtis). Ketulian (pada minimiti / encephalitis)
atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,
Adanya halusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda : Status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai
kebingungan yang berat hingga koma, delusi dan
halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ). Kehilangan
memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan
gejala berkembangnya hidrosephalus komunikan yang
mengikuti meningitis bacterial). Afasia / kesulitan dalam
berkomunikasi. Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor
atau tidak berespon terhadap cahaya ( peningkatan TIK ),
nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus ).Ptosis
( kelopak mata atas jatuh ). Karakteristik fasial (wajah ) ;
perubahan pada fungsi motorik dan sensorik ( saraf
cranial V dan VII terkena ).Kejang umum atau lokal
( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal .Otot
mengalami hipotonia/ flaksid paralisis ( pada fase akut
meningitis .Spastik (encephalitis). Hemiparese
hemiplegic ( meningitis / encephalitis ).Tanda brudzinski
positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi
adanya iritasi meningeal ( fase akut ).Regiditas muka
( iritasi meningeal ).Refleks tendon dalam terganggu,
brudzinski positif. Refleks abdominal menurun.
g) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin
akan diperburuk oleh ketegangan leher/ punggung
kaku,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah
menangis/ mengeluh.
h) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan
mental ( letargi sampai koma ) dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi
lain, meliputi mastoiditis telinga tengah sinus, abses gigi,
abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur
pada tengkorak / cedera kepala.Imunisasi yang baru saja
berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh
campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing
yang terbawa.Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda : Suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil.
Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic.
Gangguan sensoris.
5. Data Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga
penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat.
(Marylin E. Doenges : 1999, Hal: 308)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
3. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan
status mental dan penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan penekanan
respons inflamasi
5. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan proses
infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi
6. Kerusakan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neouromuskuler, penurunan kekuatan/ ketahanan.
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi interpersonal dan
keikutsertaan merasakan. Ancaman kematian/perubahan dalam status
kesehatan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
KEPERAWATANINTERVENSI RASIONAL
1 Gangguan perfusi
jaringan sehubungan
dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
Pasien bed rest total
dengan posisi tidur
terlentang tanpa
bantal.
Monitor tanda-tanda
status neurologis
dengan GCS.
Monitor tanda-tanda
vital seperti TD,
Nadi, Suhu,
Respirasi, dan hati-
hati pada hipertensi
sistolik
Perubahan pada tekanan
intakranial akan dapat
meyebabkan resiko untuk
terjadinya herniasi otak.
Dapat mengurangi kerusakan
otak lebih lanjut.
Pada keadaan normal
autoregulasi mempertahankan
keadaan tekanan darah sistemik
berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan
vaskuler cerebral yang dapat
Monitor intake dan
output
Bantu pasien untuk
membatasi muntah,
batuk. Anjurkan
pasien untuk
mengeluarkan napas
apabila bergerak
atau berbalik di
tempat tidur.
Berikan cairan
perinfus dengan
perhatian ketat.
Monitor AGD bila
diperlukan
pemberian oksigen
Berikan terapi sesuai
advis dokter seperti:
Steroid, Aminofel,
Antibiotika.
dimanifestasikan dengan
peningkatan sistolik dan
diiukuti oleh penurunan tekanan
diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan
infeksi.
Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan
meningkatkan resiko dehidrasi
terutama pada pasien yang tidak
sadar, nausea yang menurunkan
intake per oral.
Aktifitas ini dapat
meningkatkan tekanan
intrakranial dan
intraabdomen.Mengeluarkan
napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat
melindungi diri dari efek
valsava
Meminimalkan fluktuasi pada
beban vaskuler dan tekanan
intrakranial, vetriksi cairan dan
cairan dapat menurunkan
edema cerebral
Adanya kemungkinan asidosis
disertai dengan pelepasan
oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral.
Terapi yang diberikan dapat
menurunkan permeabilitas
kapiler.
Menurunkan edema serebri.
Menurunkan metabolik sel /
konsumsi dan kejang.
2 Resiko terjadi kejang
ulang berhubungan
dengan hipertermi.
Longgarkan pakaian,
berikan pakaian tipis
yang mudah
menyerap keringat
Berikan kompres
dingin
Berikan ekstra cairan
(susu, sari buah, dll)
Observasi kejang
dan tanda vital tiap 4
jam
Batasi aktivitas
selama anak panas
Berikan anti piretika
dan pengobatan
sesuai advis
Proses konveksi akan terhalang
oleh pakaian yang
ketat dan tidak menyerap
keringat.
Perpindahan panas secara
konduksi
saat demam kebutuhan akan
cairan tubuh
meningkat
Pemantauan yang teratur
menentukan tindakan
yang akan dilakukan
aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan
meningkatkan panas
Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan
sebagai propilaksis
3 Potensial terjadinya
injuri sehubungan
dengan adanya kejang,
perubahan status
mental dan penurunan
tingkat kesadaran
Monitor kejang pada
tangan, kaki, mulut
dan otot-otot muka
lainnya.
Persiapkan
lingkungan yang
aman seperti batasan
ranjang, papan
Gambaran tribalitas sistem saraf
pusat memerlukan evaluasi
yang sesuai dengan intervensi
yang tepat untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
Melindungi pasien bila kejang
terjadi
Mengurangi resiko jatuh /
terluka jika vertigo, sincope,
dan ataksia terjadi
pengaman, dan alat
suction selalu berada
dekat pasien
Pertahankan bedrest
total selama fase
akut
Berikan terapi sesuai
advis dokter seperti;
diazepam,
phenobarbital, dll.
Untuk mencegah atau
mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius
depresi dan sedasi.
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK MT
DENGAN SUSP. MENINGITIS
DI RSUD ULIN BANJARMASIN
I.IDENTITAS DATA
Nama : An. MT
Tempat/tgl lahir : Banjarmasin/18 Mei 2012
Usia : 3 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama ayah/ibu : Tn.D/Ny.N
Alamat : Jl. A. Yani, Km 5, Komplek karunia
Suku bangsa : Banjar
Pendidikan ayah/Ibu : S1/S1
Tanggal pengkajian : 15 Maret 2016
Diagnosa medis : Susp. Meningitis
II. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan anaknya demam, batuk berdahak anaknya hanya
terbaring lemah di tempat tidur, ibu klien juga mengatakan klien ada kejang.
aktivitas klien dibantu oleh ibunya.
Riwayat penyakit Sekarang:
Ibu klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit anaknya demam, batuk,
pilek. Pada tanggal 14 Maret 2016 jam 02.30 Wita anaknya kejang sebanyak
1x, masuk ke IGD RSUD ulin jam 06.00 Wita, dan pada jam 13.30 Wita
dipindahkan ke Ruan Anak Tulip IIA
Riwayat kehamilan dan kelahiran
1. Prenatal : Ibu klien mengatakan selama hamil selalu memeriksa kehamilan
setiap bulan di bidan praktek, tidak ada mengalami mual muntah yang
berlebihan , berat badan ibu juga meningkat selama kehamilan.
BB ibu sebelum hamil 49 kg, saat hamil 68 kg.
2. Intranatal : Ibu klien mengatakan melahirkan anak kembar. Melahirkan
dirumah dengan pertolongan bidan, persalinan normal dan klien spontan
menangis.Apgar skor 9 (adaptasi baik ) BB 2300 gram, PB 49 cm.
3. Postnatal : Ibu klien mengatakan anaknya lahir dengan sehat. Pertumbuhan
dan perkembangan anaknya normal.
III. RIWAYAT MASA LAMPAU
1. Penyakit waktu lalu
Sebelumnya klien tidak pernah kejang dan hanya batuk pilek biasa.
2. Di rawat di RS
Tidak pernah dirawat di RS sebelumnya
Obat-obatan yang digunakan : Paracetamol
Tindakan operasi : Klien tidak pernah mengalami tindakan
operasi
Alergi : Klien tidak mempunyai riwayat alergi
Kecelakaan : klien tidak pernah mengalami
kecelakaan
Imunisasi : Imunisasi (-)
IV. Riwayat Keluarga
Tiga saudara kandung klien menderita batuk seperti yang diderita klien.
Keterangan :
: laki-laki : Klien
: perempuan : meninggal
---- : tinggal serumah
V. Riwayat sosial
1. Yang mengasuh
Klien diasuh oleh orangtuanya
2. Hubungan dengan anggota keluarga
Hubungan klien dengan anggota keluarga baik, klien dekat dengan ibu,
ayah, dan saudaranya
3. Hubungan dengan teman sebaya
Ibu klien mengatakan hubungan klien dengan teman sebaya baik, klien
aktif bermain baik dirumah maupun dengan temannya.
4. Pembawaan secara umum
Ibu klien mengatakan tidak ada pembawaan yang aneh dari anaknya
5. Lingkungan rumah
Orang tua klien mengatakan lingkungan sekitar rumah bersih tidak ada
tumpukan sampah, jarak dari rumah kerumah lainnya tidak padat.
VI. Kebutuhan Dasar
Orang tua klien mengatakan klien suka semua jenis makanan, seperti
ayam goreng, tahu, tempe, susu, cokelat. Klien tidak suka makan sayur-
syuran. Selera makan klien baik sebelum dirumah sakit. Ibu klien
mengatakan pada saat bayi klien diberikan ASI selama 2 tahun dan
diberikan makanan pendamping ASI yaitu bubur pada saat usia 6 bulan
sampai usia 2 tahun. Setelah usia klien lebih dari 2 tahun baru makan
nasi.
Di rumah, Pola makan: klien makan 3x sehari, suka makan dan ngemil.
Sarapan : 07.00 – 08.00
Siang : 13.00 – 14.00
Malam : 19.00 – 20.00
Di rumah sakit, klien tidak ada makan dan hanya minum yang disuapi
oleh ibunya.
Di rumah, Pola tidur:
Malam : 22.00 – 07.00 : 8 jam
Siang : 14.00 – 16.00 : 2-3 jam
Kebiasaan sebelum tidur: klien selalu ditemani oleh ibu dan saudara
kembarnya serta dibelai dipunggung oleh ibunya.
Dirumah sakit pola tidur klien tidak teratur karena klien tampak gelisah
Dirumah klien mandi 2x sehari, menggunakan sabun, dan shampo.
Dirumah sakit klien tidak mandi hanya diseka oleh orang tuanya.
Dirumah klien biasanya bermain dengan orangtua dan kadang-kadang
bermain dengan tetangga yang seumuran dengannya.
Dirumah sakit klien tidak bisa bermain, hanya berbaring ditempat
tidurnya.
Dirumah klien biasa BAK 4-5 kali/hari, dan BAB 1kali/hari
Dirumah sakit klien memakai pampers yang diganti tiap kali BAB
1kali/hari.
VII. Keadaan Kesehatan Saat ini
1. Diagnosa medis
Susp. Meningitis
2. Tindakan operasi
Klien tidak memerlukan tindakan operasi
3. Status nutrisi
BBI = (umur x 2) + 8
= (4x2) + 8
= 16 kg
CDC= BBA/BBI x 100%
= 15/16 x 100%
= 93,75 %
4. Status cairan
100ml/BB(kg) = per ml untuk 24 jam
15x100= 1500ml (kebutuhan harian)
1500/24 jam = 6,52 ml/jam
Klien terpasang D5 ¼ NS = 14tpm
5. Obat-obatan
Injeksi cefotaxime 2x700 mg
Injeksi paracetamol 3x 150 ml
Injeksi dexamethasone 3x2,5 mg
Injeksi phenytoin 2x35 mg
6. Aktivitas
Klien hanya berbaring ditempat tidur dan tidak banyak bergerak
7. Tindakan keperawatan
Melakukan kompres hangat bila tubuh teraba hangat
Pemberian diet makanan sesuai kebutuhan klien yang dianjurkan.
8. Hasil laboratorium
Hasil laboratorium pada tanggal 14-03-2016 jam: 07:25:50
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 11,9 11,00-16,00 g/dl
Leokosit 19,3 4,65-10,3 Ribu/ul
Eritrosit 5,53 4,00-5,50 Juta/ul
Hematrokrit 37,9 32-44 Vol%
Trombosit 248 150-356 Ribu/ul
RDW-CV 14,5 12,1-14,0 %
MCV 68,7 79-96 N
MCH 21,5 28-32 Pg
MCHC 31,3 33-37 %
Gran% 43 50-70 %
Limfosit% 50,6 29-40 %
MID% 6,4 4-11 %
Gran# 8,30 2,50-7 Ribu/ul
Limfosit# 9,8 1,25-4 Ribu/ul
MID# 1,2
Natrium 133,4 135-146 mmol/l
Kalium 4.2 3,4-5,4 mmol/l
Chlorida 103.3 95-100 mmol/l
9. Hasil rontgen
- Pemeriksaan thorax 16 Maret 2016
Cor : Ukuran Normal
Pulmo : Tidak tampak konsolidasi / infiltrate / nodul, tampak
Perbesaran KGB hilus kanan. Sinus tajam.
Kesimpulan : Curiga KGB kanan (TB)
10. Data tambahan
Status ekonomi keluarga klien tidak mempengaruhi penyebab
penyakit yang di alami klien.
VIII. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum :
Klien tampak lemah dan hanya berbaring ditempat tidur. Tingkat
kesadaran somnolen
TTV: T= 39,1°C
N= 122x/menit
R= 42x/menit
2. TB/BB = 97cm / 15 Kg
3. Kepala/leher
Leher fleksibel dengan rps penuh, tidak ada terlihat jejas.
4. Mata
Tidak tampak kemerahan dan ikterik, pupil sama, bulat dan reaktif
terhadap cahaya.
5. Telinga
Telinga simetris, berada dalam posisi yang tepat, tidak terdapat jejas dan
pendengaran utuh dan nyata.
6. Hidung
Berada di bawah garis tengah tubuh, tidak terdapat nyeri tekan ketika
dipalpasi.
7. Mulut
Mukosa oral kering dan pucat, mulut semitres serta jumlah gigi lengkap,
pada gigi graham bawah kiri dan kanan berlubang, serta terdapat karies
pada gigi depan.
8. Dada
Inspeksi : Dada semetris, tidak terdapat jejas, napas cepat dan dangkal
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Terdapat suara napas tambahan: Ronkhi
+ +
- -
- -
9. Jantung
Denyut jantung teratur, suara S1 dan S2 Normal dan tidak ada suara
jantung tambahan.
10. Abdomen
Abdomen lunak, tidak ada nyeri tekan, bising usus (positif di 4)
11. Genetalia
Bentuk genetalia normal kedua testis turun dan tidak terjadi pembesaran
pada testis.
12. Ekstremitas
Ekstremitas klien dapat di gerakkan dan tidak terdapat keterbatasan
dalam bergerak
13. Kulit
Kulit klien teraba kering, turgor kulit < 2 detik.
IX Pemeriksaan tingkat perkembangan
1. Kemandirian dna bergaul
Kebutuhan klien terpenuhi oleh orangtuanya, klien berbaring ditempat
tidur, klien tidak dapat bergaul dengan teman sebayanya.
2. Motorik kasar
Anak bisa tengkurap pada usia 3 bulan, duduk pada usia 7 bulan, berdiri
pada usia 10 bulan, berjalan pada usia pada 1 tahun.
3. Kognitif dan bahasa
Anak dapat berbicara pada usia 1,5 tahun
4. Motorik halus
Klien belum bisa memegang benda seperti sendok, pensil atau benda
lainnya.
X Analisa Data
No Data Problem Etiologi1 DS :keluarga mengatakan tubuh
klien teraba panasDO: T :39,01
N :122x/mR: 42x/mKulit klien teraba hangatWBC : 19x103/ui
Hipertermi Peningkatan rangsangan pada hipofisis posterior
2 DS : Keluarga mengatakan klien tampak sesak, dan batuk di sertai dahakDO : terdengar suara rongki pada lobus kanan atas
Terpasang O2 5 lpmRR:42 x/m
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Penumpukan secret pada jalan napas
3 Factor resiko1. Kesadaran menurun2. Terjadi kejang 2 kali selama
perawatan3. T: 39,1
Resiko cidera
Prioritas Masalah
1 Hipertermi bd Peningkatan rangsangan pada hipofisis posterior
2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas bd Penumpukan secret pada jalan
napas
3 Resiko cidera
XI Intervensi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi RasionalSetelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 hipertermi teratasi
Kriteria Hasil:1. Suhu tubuh dalam
rentan Normal (36,5 – 37,50C)
2. Nadi dan RR dalam rentan normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan pusing
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna kulit3. Monitor keadaan umum4. Kolaborasi pemberian
antipiretik5. Berikan cairan
intravena6. Anjurkan Kompres
hangat
1 untuk mengetahui perkembangan temperature
2 untuk mengetahui sianosis
3 menghambat pusat pengaturan panas tubuh di hipotalamus
4 menurunkan suhu tubuh
5 menjaga pemenuhan kebutuhan cairan dan agar tidak terjadi dehidrasi
6 agar terjadi faso dilatasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 6 jam gangguan jalan napas dapat teratasi
Kriteria hasil:1. Menunjukkan jalan
napas yang paten2. Mampu
mengidentifikasi dan mencagah faktor yang dapat menghambat jalan napas
1. Observasi RR2. Auskultasi suara napas3. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
4. Lakukan fiioterapi dada jika perlu
5. Anjurkan pada keluarga untuk membersihn secret yg keluar
6. Kolaborasi pemberian O2
1 untuk mengetahui perkembangan pola napas
2 untuk mengetahui suara napas tambahan
3 agar jalan napas terbuka maksimal
4 untuk membantu mengekuarkan secret
5 menjaga kepatenan jalan napas
6 agar terpenuhinya kecukupan O2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam cidera tidak terjadi
1. Sediakan lingkunagan yang aman untuk klien
2. Identifikasi kebutuhan keamanan klien
3. Membatasi pengunjung4. Menganjurkan keluarga
untuk menemani klien5. Kolaborasi pemberian
oabat antiepilepsi
1 untuk mengurangi trauma yang diakibatkan oleh lingkunngan
2 untuk mengetahui kebutuhan klien untuk mgurangi cidera
3 agar memaksimalkan perawatan
4 untuk meningkatkan rasa nyaman klien
5 menghambat penyebaran aktifitas kejang
XII Implementasi
No Dx Implementasi Evaluasi
1 1. Memoonitor suhu tubuh (38,9)2. Memonitor nadi dan RR
(N : 125 x/m, RR 42x/m3. Memonitor keadaan umum
(klien lemah)4. berkolaborasi pemberian
antipiretik (Paracetamol 28 tpm selama 10 mnit)
5. menyelimuti pasien(keluarga tampak di selimuti)
6. memberikan cairan intravenaRL 12 tpm
7. menganjurkan Kompres pasienKlien di kompres dengan air hangat
S: keluarga mengatakan badan klien
masih panas
O : T: 38,1
Kompres hangat sudah diberikan
Klien tampak gelisah
Akral teraba hangat
KU lemah
Antipiretik sudah diberikan
A : masalah Hipertermi belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
2 1. mengobservasi RR(42x/m)
2. mengauskultasi suara napasTerdenar rongki di lobus atas
3. memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi(ekstensikan pada leher)
4. menganjurkan pada keluarga untuk membersihn secret yg keluar
5. berkolaborasi pemberian O2
(O2 5 lpm)
S : keluarga mengatakan klien sesak dan batuk, serta keluar dahak saat batuk
O : RR : 42x/mTerpasang O2 5 lpmKlien tampak sesak
A : masalah bersihan jalan napas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
3 1. menyediakan lingkunagan yang aman untuk klien(pasang brangker pada bed)
2. mengidentifikasi kebutuhan keamanan klien(klien di pasang tonge spatell)
3. Membatasi pengunjung4. Menganjurkan keluarga untuk
menemani klien5. Kolaborasi pemberian oabat anti
kejang (keluarga menolak pemberian obat anti kejang)
S : keluarga mengatakan anaknya kejang 2x
O : terpasang tonge spatellKejang 2xKU lemahT: 38,9
A: cidera tidak terjadiP: Lanjutkan intervensi
XIII Catatan Perkembangan
No Dx Tanggal/
Jam
Evaluasi
Dinas Pagi1 16/03/2016
08.30
13.30
S : keluarga mengatakan tubuh klien masih panasO: T= 38,5
Akral hangatKU lemahAntipiretik 28 tpm selama 10 menit
A: Malalah belum teratasiP : intervensi dilanjutkanI : implementasi1. Memoonitor suhu tubuh (38,3)2. Memonitor nadi dan RR
(N : 133 x/m, RR 41x/m3. Memonitor keadaan umum
(klien lemah)4. berkolaborasi pemberian antipiretik (Paracetamol 28 tpm
selama 10 mnit)5. menyelimuti pasien
(keluarga tampak di selimuti)6. memberikan cairan intravena
RL 12 tpm7. menganjurkan Kompres pasien
Keluarga di kompres dengan air hangatE : suhu tubuh 38,3, kompres hangat dilakukan, antipiretik
diberikan, KU lemah2 08.30
13.30
S : keluarga mengatakan klien sesak, dan batuk dan keluar dahakO: RR: 43x/menit
Terpasang O2 5 lpmKlien tampat bernapas cepatTerdengar ronki pada lobus atas
A : masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: Lanjutkan intervensiI : implementasi1. mengobservasi RR
(41x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas3. memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
(ekstensikan pada leher)4. menganjurkan pada keluarga untuk membersihn secret yg
keluar5. berkolaborasi pemberian O2
(O2 5 lpm)E: klien tampak sesak, RR:41x/m, N: 133x/m, pemberian O2 5
lpm, secret keluar saat batuk
3 08.30
13.30
S: keluarga mengatakan kejang sudah tidak ada lagiO: T= 38,5
KU lemahKlien gelisah
A : cidera tidak terjadiP: intervensi dilanjutkanI: 1 mengobservasi Temperatur (38,3)
2 menyediakan lingkungan yang aman (memasang branker)
3 kolaborasi pemberian obat kejang (phenytoin 35 mg iv)
E: suhu tubuh 38,3, kejang tidak terjadi, pemberian obat kejang sudah dilakukan
Dinas sore1 14.30
20.30
S : keluarga mengatakan badan klien masih panas, namun sudah agak turunO: T:37,9
N: 115x/mR: 35x/mAkral hangatKU lemah
A: masalah hipertermi belum teratasiP:Intervensi dilanjutkanI:1 memonitor suhu tubuh (37,6) 2 Memonitor keadaan umum (KU lemah) 3 menganjurkan kompres air hangat 4 Kolaborasi pemberian antipiretikE: panas (<) t;37,6 , KU lemah, Kompres air hangat dilakukan
2 14.30
20.30
S: keluarga mengatakan klien masih batuk, dahk keluar sedikit, dan sesak
O: T:37,6N: 118x/mR: 35x/mO2 5 lpmNapas cepatRonki di lumbal atas (+)
A: masalah belum teratasiP: Intervensi dilanjutkanI: implementasi1. mengobservasi RR
(30x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas3. memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
(ekstensikan pada leher)4. menganjurkan pada keluarga untuk membersihn secret yg
keluar5. berkolaborasi pemberian O2
(O2 5 lpm)E: sesak (<) RR 30x/m, pemberian O2 5 lpm, rongki (+) lobus
atas
3 14.30
20.30
S: keluarga mengatakan klien tidak ada kejang lagi, namun kadang-kadang, suka menggigit jari semenjak habis kejangO: T:37,9
N: 118x/mR: 35x/mKU lemahKejang tidak rejadi lagiAkral hangat
A: cidera tidak terjadiP: Intevensi dihentikanI: 1 mengobservasi Temperatur (37,6)
2 menyediakan lingkungan yang aman (memasang branker)E: panas (<), kejang (-),
Masalah teratasi, intervensi dihentikanDinas Malam
1 22.00
06.30
S: keluarga mengatakan tubuh klien badan klien teraba panasO: T:38,3
N: 120x/mR : 38x/mAkral teraba hangat KU lemah
A: masalah belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:1 memonitor suhu tubuh (38.0) 2 Memonitor keadaan umum (KU membaik) 3 menganjurkan kompres air hangat 4 Kolaborasi pemberian antipiretikE: panas meningka T;38,0 , KU bembaik, Kompres air hangat
dilakukan, antiperetik diberikan2 22.00
06.30
S: keluarga mengatakan klien sering batuk dan mengeluarkan dahak
O: klien terdengar sering batukSaat di auskultasi terdengar suara ringki pada lobus atasR:38x/menitterpasang O2 5 lpm
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI: implementasi1. mengobservasi RR
(42x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas3. memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
(ekstensikan pada leher)4. menganjurkan pada keluarga untuk membersihn secret yg
keluar5. berkolaborasi pemberian O2
(O2 2 lpm)E: RR 42x/m, KU membaik, batuk (+), secret (-)
17/03/2016
Dinas Pagi1 08.30
13.30
S: keluarga mengatakan, suhu tubuh klien naik turunO: akral teraba hangat
Ku membaikKesadaran komposmetisT:38,0R:40N:120
A: hepertermi belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI: 1memonitor suhu tubuh (37,7) 2 Memonitor keadaan umum (KU membaik) 3 menganjurkan kompres air hangat 4 Kolaborasi pemberian antipiretikE: suhu tubuh (<), T:37,7, KU membaik, kesadaran
komposmetis2 08.30
13.30
S: keluarga mengatakan klien masih sring batukO:klien tampak batuk
Auskultasi terdengar suara rongki di lumbal atas kananR:40x/menitterpasang O2 2 lpm
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: lanjutkan intervensiI: implementasi1. mengobservasi RR
(42x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas3. menganjurkan pada keluarga untuk membersihn secret jika
keluar4. berkolaborasi pemberian O2
(O2 2 lpm)E: terpasang nasal kanul 2 lpm, batuk (+), secret (-)
Dinas Sore1 14.30
18.00
S: keluarga mengatakan klien panasnya sudah turunO: akral teraba hangat
ku membaikT: 37,6N:118x/mR: 38x/m
A: masalah teratasi sebagianP : intervensi dilanjutkanI: 1 memonitor suhu tubuh (37,5 ) 2 Memonitor keadaan umum (KU membaik) 3 menganjurkan kompres air hangat (K/P) 4 Kolaborasi pemberian antipiretikE: akral hangat, kulit lembap, panas (<), T:37,5, KU membaik,
kesadaran komposmetis2 14.30 S: keluarga mengatakan klien sering batuk
O: klien terdengar sering batukSaat di auskultasi terdengar suara tambahan rongki pada lobus atas kanan.T: 37,6
18.00
N:118x/mR: 38x/mterpasang O2 2 lpm
A: masalah belum teratasiP: lanjutkan intervensiI: implementasi1. mengobservasi RR
(40x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas3. berkolaborasi pemberian O2
(O2 2 lpm)E: batuk (+), secret (-), RR (40x/m), terpassang kanul 2 lpm
Dinas Malam1 21.45
06.00
S: keluarga mengatakan tubuh klien sudah tidak panas lagiO: akral teraba hangat
Kulit teraba lembapT: 37,3N:125x/mR: 29x/m
A: masalah Hipertensi teratasi sebagianP: intervensi dihentikanI: 1memonitor suhu tubuh (36,8 ) 2 Memonitor keadaan umum (KU membaik) 3 Kolaborasi pemberian antipiretikE: Suhu tubuh dalam tentan normal, T:36,8, Ku membaik,
kesadaran komposmetis.Masalah hipertermi teratasi, intervensi dihentikan
2 21.45
06.00
S: keluarga mengatakan anaknya masih sering batuk, tidak bisa mengeluarkan dahak,
O: auskultasi terdengar ronki di lobus atasT: 37,3N:125x/mR: 29x/mTerpasang O2 2 Lpm
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(27x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atasE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki, RR
(27x/m)
18/03/2016
Dinas pagi1 08.30
13.30
S: keluarga mengatakan anaknya masih batuk dan batuknya seperti berdahak yang tidak bisa keluar.
O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas Klien tampak batuk
T: 37,3N:124x/mR: 24x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(24x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atasE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki, RR
(24x/m)Dinas Sore
1 14.30
18.00
S: keluarga mengatakan anaknya masih batuk dan batuknya seperti berdahak yang tidak bisa keluar.
O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas Klien tampak batuk
T: 37,3N:120x/mR: 30x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(30x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atasE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki, RR
(30x/m)Dinas Malam
1 21.45
06.00
S: keluarga mengatakan anaknya masih batuk dan belum berkurang.
O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas Klien tampak batuk
T: 37,3N:122x/mR: 28x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(28x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atasE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki, RR
(28x/m)
19/03/2016
Dinas pagi1 08.30
13.30
S: keluarga mengatakan batuk anaknya berkurang tapi dahaknya tidak mau keluar.
O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas Klien tampak batuk
T: 37,3N:118x/mR: 25x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(25x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas3. Mengajarkan batuk efektifE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki, RR
(25x/m)Dinas Sore
1 14.30
18.00
S: keluarga mengatakan batuk anaknya berkurang tapi dahak masih tidak mau keluar.
O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas Klien tampak batuk
T: 37,3N:120x/mR: 30x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(30x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas3. Mengajarkan batuk efektifE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki, RR
(30x/m)Dinas Malam
1 21.45
06.00
S: keluarga mengatakan batuk anaknya berkurang, dahak dapat keluar tapi sedikit.
O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas Klien tampak batuk
T: 37,3N:121x/mR: 28x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(28x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas3. mengajarkan batuk efektifE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki, RR
(28x/m)20/03/2016Dinas pagi
1 08.30
13.30
S: keluarga mengatakan anaknya sudah jarang batuk O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas berkurang Klien kadang-kadang tampak batuk
T: 37,3N:121x/mR: 24x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(24x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atas (<)E: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki (<), RR (24x/m)
Dinas Sore1 14.30
18.00
S: keluarga mengatakan anaknya sudah jarang batuk.O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas (<)
T: 37,3N:121x/mR: 30x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(30x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atasE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki (<), RR (30x/m)
Dinas Malam1 21.45
06.00
S: keluarga mengatakan anaknya sudah jarang batuk.O: auskultasi terdengar ronki di lobus atas (<)
T: 37,3N:121x/mR: 28x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dilanjutkanI:implementasi1. mengobservasi RR
(28x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atasE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki (<), RR (28x/m)
21/03/2016
Dinas pagi1 08.30
13.30
S: keluarga mengatakan anaknya sudah tidak tampak batuk lagi.
O: auskultasi terdengar whezhingT: 37,3N:121x/mR: 24x/m
A: masalah bersihan jalan napas belum teratasiP: intervensi dihentikanI:implementasi1. mengobservasi RR
(24x/m)2. mengauskultasi suara napas
Terdenar rongki di lobus atasE: sesak (<), O2 (-), batuk (+), bunyi suara tambahan ronki (-), RR (24x/m)
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999). Rencana Asuhan KeperawatanEd.3. Jakarta :
EGC
Nanda NIC-NOC. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
medis. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor
edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Suriadi & Yulianni, rita. (2006). Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Percetakan Penebar Swadaya
Wong, L.Donna et all. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC