referat hiperbilirubinemia pada neonatus

43
BAB I PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir dan menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen haemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat. Di Amerika Serikat, sebanyak 65 % bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit 1

Upload: ihwan-muslimin

Post on 27-Dec-2015

775 views

Category:

Documents


71 download

DESCRIPTION

Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dl

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

BAB I

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering

ditemukan pada bayi baru lahir dan menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan

ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna

ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang

merupakan komponen haemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar

belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi

secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di

dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi

peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan

dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka

panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang

mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan

yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk

berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat.

Di Amerika Serikat, sebanyak 65 % bayi baru lahir menderita ikterus dalam

minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit

pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi

baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Indonesia, insidens

ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM,

RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS Dr. Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%.

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian

besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.

Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan

80% bayi kurang bulan. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan

perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau

bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86μmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis

darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1

mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus

1

Page 2: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-

baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

BAB II

2

Page 3: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

PEMBAHASAN

A. Definisi

Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin total pada minggu

pertama kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12-13 mg% (205-220 mikromol/L).

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin di dalam darah melampui 1 mg/dL

(17,1umol/L). Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh produksi bilirubin yang

melebihi kemampuan hati normal untuk mengekskresikannya, atau dapat terjadi karena

kegagalan hati yang rusak untuk mengekskresikan bilirubin yang di hasilkan dengan

jumlah normal. Pada semua keadaan ini, bilirubin bertumpuk di dalam darah dan ketika

mencapai suatu konsentrasi tertentu ( yaitu sekitar 2-2,5 mg/dL ), bilirubin akan berdifusi

ke dalam jaringan yang kemudian warnanya berubah menjadi kuning. Keadaan ini

dinamakan jaundice atau ikterus. Istilah jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune,

yang berarti “kuning”) atau ikterus (dari bahasa Yunani icteros) menunjukkan pewarnaan

kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin

yang berlebihan pada jaringan.

Gejala paling relevan dan paling mudah diidentifikasi dari kedua bentuk tersebut

adalah ikterus, yang didefinisikan sebagai “kulit dan selaput lender menjadi kuning.”

Pada neonatus,ikterus yang nyata jika bilirubin total serum ≥ 5 mg/dl.

Hiperbilirubinemia fisiologis yang terjadi pada bayi adalah ketika kadar bilirubin

indirek tidak melebihi 12 mg/dL pada hari ketiga dan bayi premature pada 15 mg/dL

pada hari kelima.

Sedangkan ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai

oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tidak

terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir

bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Ikterus dibagi menjadi dua yaitu ikterus fisiologis

dan ikterus non-fisiologis.

Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang,

maupun cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi

cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Untuk kebanyakan

3

Page 4: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

bayi fenomena ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologis tidak

disebabkan oleh factor tunggal tapi kombinasi dari berbagai factor yang berhubungan

dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak

terkonjugasi dalam sirkulasi pada bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan

ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance bilirubin. Umumnya kadar bilirubin tak

terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat

susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3

kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan

yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 samapi 2 minggu.

B. Patofisiologi

1. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk

akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi.

Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme

dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat

dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan

kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke

dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin

reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi

bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat

lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika

tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

4

Page 5: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang

dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir

disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan

dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang

meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi

enterohepatik).

2. Transportasi Bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya

dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum

ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi

kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna

syaraf pusat dan bersifat nontoksik.

Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan

yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan

menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor

serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.

Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )

Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )

Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole )

Penicilin ( propicilin, cloxacillin )

Lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian

besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.

2) Bilirubin bebas

3) Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.

4) Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.

5

Page 6: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

3. Asupan Bilirubin

Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit,

albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel

membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein

ikatan sitosilik lainnya

4. Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut

dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate

glukuronosyl transferase (UDPG – T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi

menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin

diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu.

Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum

endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.

5. Eksresi Bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam

kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses.

Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat

diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh

enzim beta – glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari

saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi

enterohepatik.

Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa

usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat

menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak

terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,

lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi

sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).

6

Page 7: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Kecepatan produksi bilirubin adalah 6-8 mg/kgBB per 24 jam pada neonatus

cukup bulan sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang dewasa sehat. Sekitar 80 %

bilirubin yang diproduksi tiap hari berasal dari hemoglobin. Bayi memproduksi bilirubin

lebih besar per kilogram berat badan karena massa eritrosit lebih besar dan umur

eritrositnya lebih pendek.

Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu mekanisme terlibat, misalnya kelebihan

bilirubin akibat hemolisis dapat menyebabkan kerusakan sel hati atau kerusakan duktus

biliaris, yang kemudian dapat mengganggu transpor, sekresi dan ekskresi bilirubin. Di

pihak lain, gangguan ekskresi bilirubin dapat menggangu ambilan dan transpor bilirubin.

Selain itu, kerusakan hepatoseluler memperpendek umur eritrosit, sehngga menmbah

hiperbilirubinemia dan gangguan proses ambilan bilirubin olah hepatosit.

C. Etiologi

Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat

terjadi : pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak

terkonjugasi oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin

terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional

7

Page 8: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

atau mekanik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga

mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan

terkonjugasi.

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah

merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang

timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu

berlangsungnormal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan.

Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal

( hemoglobin S pada animea sel sabit), sel darah merah abnormal (sterositosis herediter),

anti body dalam serum (Rh atau autoimun), pemberian beberapa obat-obatan, dan

beberapa limfoma atau pembesaran (limpa dan peningkatan hemolisis). Sebagaian kasus

Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah atau

prekursornya dalam sum-sum tulang (talasemia, anemia persuisiosa, porviria). Proses ini

dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi

20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern Ikterus.

2. Gangguan pengambilan bilirubin

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati

dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima.

Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan

bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (dipakai untuk mengobati cacing pita),

nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

dan Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu

Ikterus Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein

penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus

demikian, telah di temukan defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini

terutama dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin.

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai

terjadi pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus.

Ikterus Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik

8

Page 9: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

transferase. Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah

lahir sampai sekitar minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.

Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak

terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di

obati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan

saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah

dengan fototerapi.

Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau (gelombang yang

panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini

menyebabkan perubahan struktural Bilirubin (foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer

yang larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa

harus di konjugasi terlebih dahulu. Fenobarbital (Luminal) yang meningkatkan aktivitas

glukororil transferase sering kali dapat menghilang ikterus pada penderita ini.

4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi

Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional

maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena

bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam

kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses

dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar

bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti

peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam

empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada

ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih

kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna

berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total

aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan

nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel

hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra hepatik ( mengenai saluran empedu di luar

hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan niokimia yang sama.

Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :

9

Page 10: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

a. Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah,

penurunan umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah

(inkompatibilitas golongan darah dan Rh), defek sel darah merah pada

defisiensi G6PD atau sferositosis, polisetemia, sekuester darah, infeksi)

b. Penurunan konjugasi bilirubin, prematuritas, ASI, defek congenital yang

jarang)

c. Peningkatan reabsorpsi bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia,

pemberian ASI yang terlambat, obstruksi saluran cerna.

d. Kegagalan eksresi cairan empede : infeksi intrauterine, sepsis, hepatitis,

sindrom kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik).

D. Klasifikasi ikterus pada neonatus

Ikterus fisiologis : terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan nilai

puncak 6-8 mg/dL biasanya tercapai pada hari ke 3-5. Pada bayi

kurang bulan nilainya 10-12 mg/dL, bahkan sampai 15 mg/dL.

Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dL/hr.

Ikterus patologis : terjadi dalam 24 jam pertama. Peningkatan akumulasi bilirubin

serum > 5 mg/dL/hr. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin

total serum > 17mg/dL. Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi

cukup bulan dan setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Bilirubin

direk >2 mg/dL.

Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari

pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua, kemudian menghilang pada hari ke

sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan

tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya

penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan.

Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan

pemeriksaan yang mendalam antara lain :

Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur

10

Page 11: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada

setiap waktu. Ikterus yang berkaitan dengan penyakit hemoglobin,

infeksi, atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.

E. Pembagian derajat ikterus

Berdasarkan Kramer dapat dibagi :

Derajat ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg%

II Sampai badan atas (diatas

umbilicus)

9,0 mg%

III Sampai badan bawah

(dibawah umbilicus sampai

tungkai atas diatas lutut)

11,4 mg%

IV Seluruh tubuh kecuali

telapak tangan dan kaki

12,4 mg%

V Seluruh tubuh 16,0 mg%

11

Page 12: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang

mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia

dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan

neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak

terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati

Pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik, dan reflek hisap buruk.

Pada fase intermediate dan moderate, bayi akan mrngalami stupor, iritabilitas dan hipertoni.

Selanjutnya bayi akan demam, high – pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni.

Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan

berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran,

displasia dental – enamel, paralysis upward gaze.

F. Manifestasi klinik

Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:

Pada permulaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar

Letargi

Kejang

Tidak mau menghisap

Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental

Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang

disertai ketegangan otot

Perut membuncit

Pembesaran pada hati

Feses berwarna seperti dempul

Muntah, anoreksia, fatigue,

Warna urin gelap.

12

Page 13: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

G. Diagnosis

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat

beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.

1. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)

2. Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)

3. Usia kehamilan < 38 minggu

4. Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, ‘end tidal’ CO)

5. Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

6. Hematoma sefal, ‘bruising’

7. ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)

8. Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun

9. Ikterus sebelum bayi dipulangkan

10. ‘Infant Diabetic Mother’, makrosomia

11. Polisitemia

Anamnesis

1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,

malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)

2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi

3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

4. Riwayat inkompatibilitas darah

5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.

Pemeriksaan Fisik

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa

hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus

akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan

yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih

sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.

13

Page 14: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan

jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam

diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan

erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

H. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada

neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi

yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang

mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi

sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum

bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk

kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus

yang sedang mendapat terapi sinar.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab

ikterus antara lain :

• Golongan darah dan ‘Coombs test’

• Darah lengkap dan hapusan darah

• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc

14

Page 15: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

• Bilirubin direk

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan

tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan

pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

I. Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung

ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar

konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan

merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan

(luminal).

Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau

albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau

transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar

bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin

dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan

konjugasi dan ekskresi bilirubin.

15

Page 16: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

1. Strategi Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk

beberapa hari pertama.

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan Sekunder

Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu serta

penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.

Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya

ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat

memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.

2. Penggunaan Farmakoterapi

a. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi – bayi dengan rhesus yang

berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan

tindakan transfusi tukar.

b. Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG – T dan ligandin

serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin sehingga konjugasi bilirubin

berlangsung lebih cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan hiperbilirubenemia

pada neonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin serum yang berarti. Bayi

prematur lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan. Phenobarbital

16

Page 17: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg berat badan sehari, mula-mula parenteral,

kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian phenobarbital dibandingkan

dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah.

Kerugiannya ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang

berarti.

c. Metalloprotoprophyrin adalah analog sintesis heme.

d. Tin – Protoporphyrin ( Sn – Pp ) dan Tin – Mesoporphyrin ( Sn – Mp ) dapat

menurunkan kadar bilirubin serum.

e. Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L – aspartikdan kasein

holdolisat dalam jumlah kecil ( 5 ml/dosis – 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup bulan

yang mendapat ASI dan meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi

berkurang dibandingkan dengan bayi contro.

3. Fototerapi

Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh

seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi –

bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat

menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan

tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai pengaruh sinar terhadap

hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping pengaruh sinar

matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar

bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.6

Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial

dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan

tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan

bahwa fototerapi merupakan obat perkutan.3 Bila fototerapi menyinari kulit, akan

memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar

akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat

pada reseptor.

17

Page 18: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi

fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah

bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z,

15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa

diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli,

lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi

atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini

mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum. Eliminasi melalui urin dan saluran cerna

sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan

suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat. Fototerapi juga menghasilkan lumirubin,

dimana lumirubin ini mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum. Lumirubin

diekskresikan melalui empedu dan urin karena bersifat larut dalam air.

Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus

kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi.

Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan

umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang

bulan, sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP).

18

Page 19: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Sinar Fototerapi

Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan

suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi menurut

frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik.

Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan

ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda.

Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin

adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.Sinar biru lebih baik dalam

menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan sinar

hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat

permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas

fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin

serum.Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai W/cm2/nm.

19

Page 20: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas

sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.28,36 Intensitas

sinar ≥ 30 μW/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk

intensif fototerapi. Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 – 40 μW/cm2/nm.

Intensitas sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah 30 – 50 μW/cm2/nm. Semakin

tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis

sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas

permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.

Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan

tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih

dekat pada bayi.

Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan

menggunakan sinar halogen.Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan

terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi

berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi,

harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi.

Tabel 2.1. Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan

cukup bulan.

Usia

( jam )

Pertimbangan

terapi sinar

Terapi sinar Transfusi

tukar

Transfusi tukar

dan terapi sinar

25-48 >12mg/dl

(>200 µmol/L)

>15 mg/dl

( >250 µmol/L)

>20 mg/dl

(>340

µmol/L)

>25 mg/dl

(425 µmol/L)

49-72 >15mg/dl

(>250 µmol/L)

>18 mg/dl

(>300µmol/L)

>25mg/dl

(425 µmol/L)

>30 mg/dl

(510µmol/L)

>72 >17 mg/dl

(>290 µmol/L)

>20mg/dl

(>340µmol/L

>25mg/dl

(>425

µmol/L)

>30mg/dl

(>510 µmol/L)

20

Page 21: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Tabel 2.2 Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan Sakit

( >37 minggu )

Neontaus kurang bulan

sehat :Kadar Total Bilirubin

Serum (mg/dl)

Neontaus kurang bulan

sakit :Kadar Total Bilirubin

Serum (mg/dl)

Berat Terapi sinar Transfusi

tukar

Terapi sinar Transfusi

tukar

Hingga 1000 g 5-7 10 4-6 8-10

1001-1500 g 7-10 10-15 6-8 10-12

1501-2000 g 10 17 8-10 15

>2000 g 10-12 18 10 17

Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar

bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.

Komplikasi terapi sinar

Setiap cara pengobatan selalu akan disertai efek samping. Di dalam penggunaan

terapi sinar, penelitian yang dilakukan selama ini tidak memperlihatkan hal yang dapat

mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi, baik komplikasi segaera ataupun efek

lanjut yang terlihat selama ini ebrsifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi

dengan memperhatikan tata cara pengunaan terapi sinar yang telah dijelaskan diatas.

Kelainan yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :

1. Peningkatan “insensible water loss” pada bayi

Hal ini terutama akan terlihat pada bayi yang kurnag bulan. Oh dkk (1972)

melaporkan kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali lebih besar dari keadaan

biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar perlu

diperhatikan dengan sebaiknya.

2. Frekuensi defekasi yang meningkat

Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini, antara lain dikemukankan karena

meningkatnya peristaltik usus (Windorfer dkk, 1975). Bakken (1976)

mengemukakan bahwa diare yang terjadi akibat efek sekunder yang terjadi pada

pembentukan enzim lactase karena meningkatnya bilirubin indirek pada usus.

21

Page 22: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.

Teori ini masih belum dapat dipertentangkan.

3. Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut “flea bite rash” di daerah muka,

badan dan ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada

beberapa bayi dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome

(Kopelman dkk, 1976). Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan

dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit yang bersifat sementara

ini tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.

4. Gangguan retina

Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percibaan (Noel dkk 1966).

Pnelitain Dobson dkk 1975 tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi

mata pada umumnya. Walaupin demikian penyelidikan selanjutnya masih

diteruskan.

5. Gangguan pertumbuhan

Pada binatang percobaan ditemukan gangguan pertumbuhan (Ballowics 1970).

Lucey (1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat menemukan

gangguan tumbuh kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar. Meskipun

demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi yang tepat

selama waktu yang diperlukan.

6. Kenaikan suhu

Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan kenaikan

suhu, Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan dengan mematikan

sebagian lampu yang dipergunakan.

7. Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang-

kadang ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan

menghilang dengan sendirinya.

8. Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belim diketahui secara pasti adalah

kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.

Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada bayi.

Komplikasi segera juga bersifat ringan dan tidak berarti dibandingkan dengan

manfaat penggunaannya. Mengingat hal ini, adalah wajar bila terapi sinar mempunyai

tempat tersendiri dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

22

Page 23: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Tranfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang

dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang

dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati

bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan

isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu

mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih

lanjut dan memperbaiki anemia.

Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

1. Darah yang digunakan golongan O.

2. Gunakan darah baru (usia < style="">whole blood. Kerjasama dengan dokter

kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang

membutuhkan tranfusi tukar.

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus

golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan

setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.

4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang

sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai

titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O

dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B

yang muncul.

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen

tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.

6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched

terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ---- 160

mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.

23

Page 24: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Teknik Transfusi Tukar

a. SIMPLE DOUBLE VOLUME

Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena

saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.

b. ISOVOLUMETRIC

Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan

dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.

c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION

Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan

darah O rhesus positif.

Pelaksanaan tranfusi tukar:

1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan,

pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.

2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan

dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta

terjaga sterilitasnya.

3. Persiapan Alat.

24

Page 25: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap

b.Lampu pemanas dan alat monitor

c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril

d.Masker, tutup kepala dan gaun steril

e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah

f. Set tranfusi 2 buah

g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath

h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah

i. Selang pembuangan

j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis

k.Meja tindakan

Indikasi

Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi

tukar pada hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar berdasarkan keputusan WHO

tercantum dalam tabel 2.

Tabel 2. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

UsiaBayi Cukup Bulan

SehatDengan Faktor Risiko

Hari mg/dL mg/Dl

Hari ke-1 15 13

Hari ke-2 25 15

Hari ke-3 30 20

25

Page 26: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Hari ke-4 dan

seterusnya

30 20

Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa

dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah mencapai

kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.

Tabel 3. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan (gram)KadKadar Bilirubin

(mg/dL)

> > 1000 10-12

1000-1500 12-15

1500-2000 15-18

2000-2500 18-20

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:

a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb <>

b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi

sinar

c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13

gr/dL

d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara

adekuat dengan terapi sinar.

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

26

Page 27: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar

1) Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

2) Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

3) Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

4) Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

5) Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan

6) Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan pasca tranfusi tukar

Lanjutkan dengan terapi sinar

Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:

a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis

dari orang tua penderita

b. Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera

dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya

c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres

dengan NaCl fisiologis

d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar

albumin <>

e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik,

Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan

27

Page 28: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit

lainnya serta kultur darah

f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar

g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label

darah).

KESIMPULAN

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau

usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data

epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus

yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya

Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih)

menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang

28

Page 29: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50%

pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak

normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi

berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain. Hiperbilirubinemia adalah keadaan

kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

Mempercepat proses konjugasi misalnya dengan pemberian

fenobarbital,memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi,

melakukan dekomposoisis bilirubin dengan fototerapi dan tranfusi tukar. Walaupun

fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat

menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan

untuk pra- dan pasca –tranfusi tukar.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis

sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas

permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.

DAFTAR PUSTAKA

Sholeh K, Ari Y, Rizalya D, Gatot IS, Ali U. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; p. 147-169

Behrmand Kliegelman. Nelson Essential of Pediatrics,hal 592-98. Edisi 17. 2014. EGC: Jakarta

HTA Indonesia. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum.

HTA Indonesia. 2010. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit.

29

Page 30: Referat Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

Meredith L. Porter, Beth L. Dennis. Hyperbilirubinemia In The Term Newborn. American Family Physician. 2002. Dewitt Army Community Hospital, Fort Belvoir, Virginia.

Etika, Risa, Dkk. 2010. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Surabaya: Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr. Soetomo.

Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

30