referat pemeriksaan neurologis pada neonatus, bayi, dan anak

36
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Pemeriksaan Fisik Neurologis pada Neonatus, Bayi dan Anak Disusun oleh: Firyal Soraya Nurhidayati Pembimbing: dr. Sheryl A. Yuniarchan, Sp. A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA MEI 2015

Upload: firyal-soraya

Post on 18-Sep-2015

778 views

Category:

Documents


316 download

DESCRIPTION

Referat Pemeriksaan Neurologis pada Neonatus, Bayi, dan Anak

TRANSCRIPT

  • Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik NeurologiFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

    Pemeriksaan Fisik Neurologis pada Neonatus, Bayi dan Anak

    Disusun oleh:

    Firyal Soraya Nurhidayati

    Pembimbing:dr. Sheryl A. Yuniarchan, Sp. A

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA

    MEI 2015

  • Tutorial Klinik

    Pemeriksaan Fisik Neurologis pada Neonatus, Bayi dan Anak

    Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anak

    FIRYAL SORAYA NURHIDAYATI

    Menyetujui,

    dr. Sherly A. Yuniarchan, Sp. A

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA

    MEI 2015

    2

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

    segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    Tutorial Klinik yang berjudul Pemeriksaan Fisik Neurologis pada Neonatus,

    Bayi dan Anak.

    Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan ini tidak lepas dari

    bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

    penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

    1. dr. Sherly A. Yuniarchan, Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik selama

    stase Neurologi anak.

    2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga

    pendidikan saat ini.

    3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2014 yang telah bersedia

    memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.

    4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

    Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis

    membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna

    memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

    Mei, 2015

    Penulis

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bayi yang baru dilahirkan sudah mempunyai susunan saraf yang lengkap

    akan tetapi fungsinya belum sempurna. Hal ini disebabkan karena susunan saraf

    belum mencapai kedewasaan, masih harus memperlancar dan memperluas

    hubungan antar kelompok-kelompok neuron di seluruh susunan. Jumlah neuron

    yang menyusun saraf tidak bertambah tetapi juluran neuron masing-masing akan

    bertambah dan neurit-neuritnya akan dilengkapi dengan selubung mielin.

    Perkembangan motorik tercapai dalam waktu 2 tahun. Dalam masa itu

    susunan saraf sudah boleh dikatakan mencapai integritasnya secara anatomik.

    Tetapi dalam masa itu berbagai faktor yang tidak mempunyai hubungan dengan

    penyakit-penyakit neurologis dapat mengganggu dan menghambat proses

    maturasi susunan saraf, seperti misalnya berat badan lahir rendah, prematuritas,

    gizi kurang baik dalam masa enam bulan pertama kehidupan, kekurangan

    rangsangan sensorik, misalnya karena ibu tidak menyusui dan tidak

    menghiraukan.

    Hal-hal tersebut dapat menghambat perkembangan motorik, sensorik, dan

    mental anak. Selain itu, penyakit-penyakit umum yang bersifat infeksi dan

    defisiensi makanan dalam tahun pertama kehidupan dapat menghambat

    perkembangan anak tanpa menimbulkan gangguan struktural yang berarti pada

    susunan saraf. Hambatan dan gangguan dalam perkembangan itu dapat dicurigai

    oleh orangtua si bayi, yang kemudian menjadi alasan untuk membawanya ke

    dokter.

    1.2 Tujuan Penulisan

    Diharapkan dengan penulisan laporan ini penulis ataupun pembaca dapat

    lebih memahami mengenai pemeriksaan-pemeriksaan fisik neurologis pada bayi

    dan anak.

    4

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pemeriksaan Fisik Neurologis pada Neonatus

    2.1.1 Inspeksi

    Jangan memegang/merangsang pasien, tetapi cukup diperhatikan .

    Perhatikan adanya malformasi, trauma fisik, dan kejang. Pada bayi dengan

    riwayat kejang harus diperhatikan lebih teliti dan lama, karena kejang pada

    neonatus berbeda dengan pada bayi dan anak. Pada keadaan normal bayi cukup

    bulan lebih sering tidur, rata-rata pada hari pertama tidur selama 17 jam.

    Perhatikan pada waktu istirahat, pada neonatus normal dengan masa kehamilan

    32-40 minggu akan terlihat seperti gambar. Abduksi pada paha, fleksi pada sendi

    anggota gerak (siku, panggul, dan kaki), simetris kanan dan kiri. Pada bayi lahir

    sungsang kadang-kadang agak lain dengan tungkai tetap lurus. Pada neonatus

    dengan masa kehamilan 25-30 minggu lengan fleksi, tetapi tungkai mungkin

    fleksi atau ekstensi.

    Pada neonatus dengan masa kehamilan 25 minggu atau lebih, apabila

    dalam keadaan istirahat semua anggota geraknya dalam posisi ekstensi berarti

    tidak normal. Sikap frog leg (Gambar) berarti pasien tidak nomal. Kedua tungkai

    abduksi penuh sedemikian rupa sehingga bagian lateral paha terletak di atas

    tempat periksa, demikian pula lengannya, fleksi pada siku dengan bagian dorsal

    tangan menmpel di atas tempat periksa, dan telapak tangan menghadap ke atas di

    samping kepala.

    2.1.2 Pemeriksaan Kepala

    Ubun-ubun besar dan sutura diraba secara lembut. Tentukan ukurannya

    dan ketegangannya. Pemeriksaan dilakukan pada waktu pasien tenang, tidak boleh

    pada waktu bangun dan menangis, dilakukan dengan satu atau dua jari. Bila sutura

    lebar, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, mungkin ada tekanan intrakranial

  • meninggi, seperti pada hidrosefalus. Ubun-ubun besar yang tegang tidak selalu

    abnormal, tetapi mungkin juga normal karena adanya edema, molding yang

    berlebihan, perdarahan subgaleal atau bekas infus yang salah. Ubun-ubun besar

    sudah menutup. Sutura menutup terdapat pada kraniosinostosis. Pengukuran

    lingkaran kepala dan transluminasi dilakukan belakangan agar tidak

    membangunkan pasien.

    2.1.3 Pemeriksaan Kesadaran

    Pasien dibangunkan dengan memegang dadanya dengan ibu jari dan

    telunjuk sambil digoyang-goyang secara lembut. Pasien yang sadar akan

    membuka mata, mengerutkan muka, menangis, dan menggerakkan anggota

    geraknya. Bayi dengan masa kehamilan 34 minggu atau lebih sekali bangun akan

    6

  • tetap bangun selama pemeriksaan. Bayi dengan masa kehamilan 28-33 minggu

    hanya bangun sebentar kemudian tidur lagi, dan bayi dengan masa kehamilan 25-

    27 minggu lebih sukar lagi emmbangunkannya. Bila tidak dapat dibangunkan, dan

    tidak ada kerutan muka dan gerakan anggota gerak berarti abnormal dengan

    kesadaran menurun.

    Tingkat kesadaran dapat dibagi menjadi sadar, apatik/letargi, somnolen,

    sopor, dan koma.

    Apatik : Pasien mudah dibangunkan tetapi sukar mempertahankan keadaan

    bangunnya

    Somnolen : Pasien dapat dibangunkan dengan rangsang tidak sakit

    (dengan menggoyang-goyang dada), tetapi reaksinya lambat, dan hanya

    sebentar kemudian tertidur kembali

    Sopor : Pasien dapat dibangunkan dengan rangsang sakit, kemudian tidak

    sadar kembali. Gerakan tarikan tungkai (withdrawal reflex) tidak

    dianggap, tapi yang dimaksud dengan bangun disini berupa kerenyutan

    muka, gerakan umumu, atau keduanya

    Koma : Pasien tidak dapat dibangunkan sama sekali walaupun dalam

    rangsang sakit

    Ada keadaan yang disebut jitteriness/tremulousness, yakni gerakan

    gemetaran pada anggota gerak dan rahang: keadaan ini dapat dibedakan dengan

    kejang dengan monitoring EEG atau dengan kriteria klinis berupa; tidak adanya

    gerakan bola mata, tidak ada perubahan pernapasan, timbulnya dapat diprovokasi,

    dan gerakan berhenti bila anggota gerak difleksikan secara pasif

    2.1.4 Pemeriksaan Fisik Neurulogis untuk Menentukan Usia Kehamilan

    Pemeriksaan neurologis ini harus dilakukan pada saat bayi tenang dan

    beristirahat. Bayi normal dan sebagian bayi SMK BKB tanpa gangguan lain dapat

    diperiksa secara akurat pada jam-jam pertama kehidupan. Namun pada bayi-bayi

    lain hal ini baru dapat dilakukan di akhir hari pertama kehidupan, dan bagi

    sebagian lain baru pada hari kedua atau ketiga. Selain itu bayi yang depresi,

  • asfiksia, mengalami kerusakan neurologis, atau berada dalam keadaan sakit, sulit

    diperiksa secara akurat kapan saja penilaian dilakukan. Pemeriksaan neurologis ini

    sebagai alat untuk menentukan umur kehamilan seringkali tidak praktis saat kita

    membutuhkannya.

    1. Postur

    Bayi pada posisi supine dan dalam keadaan tenang, nilai adalah sebagai

    berikut :

    0 = Lengan dan kaki ekstensi

    1 = Fleksi ringan atau sedang panggul dan lutut

    3 = Fleksi penuh pinggul dan lutut

    4 = Fleksi penuh lengan dan kaki

    2. Jendela Siku-siku

    Tangan fleksi pada pergelangan. Beri cukup tekanan untuk mendapatkan

    posisi sefleksi mungkin. Sudut antara eminensia hipotenar dan bagian anterior

    lengan dibawah diukur dan dinilai menurut gambar. Jangan memutar pergelangan

    tangan.

    3. Dorsofleksi Pergelangan Tangan

    Kaki fleksi pada pergelangan tangan dengan tekanan yang cukup untuk

    mendapatkan perubahan yang maksimum. Sudut antara dorsum kaki dan bagian

    anterior kaki diukur dan dinilai. Jangan memutar pergelangan tangan

    4. Rekoil Lengan

    Posisi bayi terlentang, fleksikan lengan bawah secara penuh selama 5

    detik, kemudian ekstensikan secara penuh dengan cara menarik tangan dan

    melepaskannya. Nilai reaksinya sebagai berikut :

    0 = Tetap dalam keadaan ekstensi atau gerakan random

    1 = Fleksi tidak penuh atau sebagian

    2 = Segera kembali ekstensi penuh

    5. Rekoil Kaki

    Posisi bayi terlentang, pinggul dan telapak kaki fleksi penuh selama 5

    detik, kemudian ekstensikan dengan menarik kaki dan lepaskan. Nilai reaksinya

    8

  • sebagai berikut :

    0 = Tidak ada respon atau fleksi ringan

    1 = Fleksi sebagian

    2 = Fleksi penuh kurang (pada pergelangan kaki dan pinggul kurang dari

    90 derajat)

    6. Sudut Poplitea

    Posisi bayi terlentang dan pelvis terletak mendatar pada permukaan tempat

    pemeriksaan, kaki fleksi pada paha dan paha difleksikan penuh menggunakan satu

    tangan. Dengan tangan yang lain kaki diekstensikan dan sudut yang didapat

    dinilai.

    7. Perasat Tumit Telinga

    Posisi bayi terlentang, pegang kaki bayi dengan satu tangan dan gerakkan

    ke arah kepala sedekat mungkin tanpa melakukan paksaan. Pertahankan pelvis

    mendatar pada permukaan tempat pemeriksaan.

    8. Tanda syal

    Posisi bayi terlentang, pegang tangan bayi dan tarik melintasi leher sejauh

    mungkin melewati bahu yang berlawanan. Diperbolehkan menahan bahu dengan

    jalan mengangkatnya melintas tubuh. Nilai sesuai dengan lokasi siku :

    0 = Siku mencapai linea axillaris anterior yang berlawanan

    1 = Siku diantara linea axillaris anterior yang berlawanan dan garis tengah

    toraks

    2 = Siku berada pada garis tengah toraks

    3 = Siku tidak mencapai garis tengah toraks

    9. Keterlambatan Kepala

    Posisi bayi terlentang, raih lengan bawah proksimal dari pergelangan

    tangan dan tarik dengan lambat untuk menempatkan bayi pada posisi duduk. Nilai

    sesuai hubungan kepala dengan badan selama perasat :

    0 = Tidak ada tanda dukungan kepala

    1 = ada tanda-tanda dukungan kepala

    2 = Mempertahankan kepala pada posisi anteroposterior yang sama dengan

  • tubuh

    3 = Cenderung untuk mempertahankan kepala ke depan

    10. Suspensi Ventral

    Posisi bayi pronasi dan dada bersandar pada telapak tangan pemeriksa,

    angkat bayi dari permukaan tempat pemeriksaan dan nilai sesuai dengan postur.

    2.1.5 Pemeriksaan Nervus Kranialis

    Pemeriksaan saraf otak pada neonatus agak berbeda dengan pada anak dan

    orang dewasa. Tidak usah urut mulai saraf otak I dan seterusnya, tetapi mana yang

    lebih dahulu dapat dilakukan lebih dahulu. Pada waktu pasien bangun,

    mengernyutkan muka dan menangis perhatikan mata dan sudut mulutnya untuk

    memeriksa saraf otak VII. Pada paresis saraf fasialis akan terlihat mulut moncong

    ke sisi sehat, mata tidak dapat menutup dan lipatan nasolabialis hilang pada sisi

    yang paresis. Pada waktu menangis dan membuka mulut perhatikan lidah dan

    langit-langit untuk emmeriksa saraf otak XII dan IX. Pada lidah perhatikan

    ukurannya dan gerakkan simetris atau asimetris, apakah ada fasikulasi (saraf otak

    XII). Pada langit-langit perhatikan gerakan arkus farings dan uvula. Pada paresis

    saraf IX akan terlihat arkus sisi paresis tertinggal.

    Pada pasien yang sudah bangun diusahakan agar tetap bangun selama

    pemeriksaan saraf otak dengan jalan memberi kesempatan kepada pasien untuk

    mengisap. Refleks rooting diperiksa dengan menyentuhkan ujung jari di sudut

    mulut pasien, maka pasien akan menengok ke arah rangsangan dan berusaha

    memasukkan ujung jari tersebut ke mulutnya, kalau ujung jarinya dimasukkan ke

    dalam mulutnya 3 cm akan diisap, dan disebut refleks isa[. Pemeriksaan refleks

    rooting dan refleks isap digunakan untuk menentukan kelainan saraf otak V, VII,

    XII. Reaksi refleks rooting sempurna terjadi pada bayi dengan umur kehamilan 28

    minggu reaksinya lambat dan tidak sempurna. Pemeriksaan refleks rooting

    reaksinya tidak selalu konstan, kalau diperiksa satu kali pada hari pertama pasca

    lahir hasilnya negatif belum tentu abnormal.

    Pemeriksaan refleks menelan dilakukan untuk memeriksa saraf IX dan X.

    Pada waktu mengisap mata pasien biasanya terbuka secara spontan, dan pada saat

    10

  • itu kesempatan untuk memeriksa pergerakan bola mata untuk menilai saraf III, IV,

    dan VI. Doll's eye maneuver dilakukan dengan memutar kepala pasien ke kiri dan

    kanan untuk menilai gerakan bola mata ke lateral. Pada waktu kepala diputar ke

    satu sisi, maka akan terjadi deviasi mata ke kontralateral. Doll's eye maneuver

    juga dapat digunakan untuk memeriksa saraf VIII bagian vestibular. Pemeriksaan

    saraf VIII bagian pendengaran sukar dilakukan secara obyektif, tetapi pada bayi-

    bayi yang kalau ada suara keras menjadi kaget atua berkedip atau menghentikan

    kegiatan motornya agaknya pendengarannya baik. Untuk pemeriksaan

    pendengaran yang lebih teliti dipergunakan pemeriksaan elektrofisiologi (brain

    stem auditory evoked response).

    Refleks pupil sebenarnya ada tetapi sukar dinilai, karena kalau ada cahaya

    neonatus segera akan menutup mata dan sukar dibuka lagi. Pada waktu mata

    terbuka segera perhatikan apakah pupilnya isokor/ anisokor. Penciuman (saraf I)

    pada neonatus sukar diperiksa secara objektif, tetapi menurut beberapa ahli

    sebenarnya penciuman sudah ada, hal ini terbukti apabila tercium bau yang

    menyenangkan akan menghentikan aktivitasnya. Penglihatan (saraf II) sukar

    diperiksa secara obyektif, tetapi penglihatan sebenarnya sudah ada. Dapat

    diperiksa dengan cahaya atua benda-benda berwarna merah yang digerak-

    gerakkan di depannya. Pada waktu ada cahaya pasien berkedip atau menutup

    mata. Tes penciuman dan pengecap kurang berguna, sedangkan pemeriksaan saraf

    XI sukar dilakukan pada neonatus.

    2.1.6 Pemeriksaan Refleks Primitif

    Perkembangan sistem saraf pusat pada bayi dapat dinilai dengan

    pemeriksaan otomatisme infantil, biasa disebut refleks primitif. Refleks-refleks ini

    berkembang selama dalam kandungan, umumnya muncul setelah lahir, dan

    menghilang pada umur tertentu. Kelainan pada refleks-refleks ini menandakan

    penyakit neurologis dan mengindikasikan investigasi lebih intensif. Kelainannya

    dapat berupa:

    Tidak ada pada umur yang sesuai.

    Tetap ada lebih lama dari normalnya.

  • Asimetris

    Berhubungan dengan postur atau gerakan tertentu (posturing / twitching)

    Uji refleks primitif yang rutin dilakukan pada pemeriksaan neourolgis:

    Refleks Primitif Manuver UmurRefleks genggampalmar (Palmar Grasp)

    Tempatkan jari di tangan bayi, tekan di permukaan telapak.

    Semua jari bayi akan fleksimenggenggam jari yang menekan.

    Sejak lahir s.d. 3-4 bulan

    Bila menetap melewati4 bulan menandakan disfungsi serebral.

    Refleks genggamplantar (Plantar Grasp)

    Sentuh telapak kaki pada pangkal ibu jari.Ibu jari akan menekuk

    Sejak lahir s.d. 6-8 bulan

    Bila menetap melewati8 bulan menandakan disfungsi serebral.

    Refleks Moro Pegang bayi di bagian kepala, punggung, dan kakidalam posisi supine. Rendahkan seluruh tubuh bayi secara tiba-tiba.

    Lengan akan abduksi dan ekstensi, tangan terbuka, dan kaki fleksi. Mungkin diikuti dengan menangis.

    Sejak lahir s.d. 4 bulan

    Bila menetap melewati4 bulan curiga adanya penyakit neurologis. Dugaan semakin kuat bila menetap melewati 6 bulan.

    Respon yang asimetris menandakan fraktur klavikula atau humerus atau trauma pleksus brakhialis.

    Refleks Leher Tonik Asimetris

    Bayi pada posisi supine, palingkan kepala ke satu sisi, rahang di atas bahu.Ulangi ke sisi lainnya.

    Lengan/kaki pada sisi dimana kepala dipalingkan akan ekstensi, sementara lengan/kaki pada sisi lainnya akan fleksi.

    Sejak lahir s.d. 2 bulan

    Bila menetap melewati2 bulan menandakan suatu penyakit neurologis

    Positive Support Reflex

    Pegang bayi di sekeliling badannya, rendahkan hingga kaki menyentuh permukaan yang datar.

    Panggul, lutut, dan engkel ekstensi, bayi berdiri, jatuhsetelah 20-30 detik.

    Sejak lahir / 2 bulan s.d. 6bulan

    Kurangnya refleks menandakan hipotoniaatau flasiditas.Ekstensi dan aduksi kaki (scissoring) mnandakan spastisitas akibat penyakit neurologis.

    12

  • 14

  • Uji refleks primitif tambahan yang diperiksa bila diduga ada suatu abnormalitas

    neurologis:

    Refleks Primitif Manuver UmurRefleks Rooting Ketuk kulit perioral di

    sudut mulut.

    Mulut akan terbuka dan bayi akan memalingkan kepala ke sisi yang dirangsang lalu mengisap

    Sejak lahir s.d. 3-4 bulan

    Tidak adanya refleks ini menandakan penyakit SSP atau sistemik berat.

    Refleks Galant (Trunk Incurvation)

    Pegang bayi dengan satu tangan pada posisi prone, usap satu sisi punggung 1cm dari garis tengah, mulai dari bahu sampai pantat.

    Tulang belakang akan melengkung ke sisi yang dirangsang

    Sejak lahir s.d. 2 bulan

    Tidak adanya refleks ini menandakan lesi atau trauma transversalmedula spinalis.

    Bila menetap dapat menandakan perkembangan yang terhambat.

    Placing & Stepping Reflexes

    Pegang bayi dari belakang seperti posisi refleks Positive Support. Sentuhkan satu telapak kaki ke permukaan lantai.

    Panggul dan lutut kaki tersebut akan fleksi dan kaki yang lain akan melangkah ke depan.

    Sejak lahir (lebih jelas setelah 4 hari). Menghilang pada umur yang bervariasi.

    Bila tidak ada menandakan paralisis.

    Bayi yang lahir sungsang mungkin tidak memiliki refleks ini.

    Refleks Landau Pegang bayi dengan satu tangan dalam posisi prone.

    Kepala akan mengangkat,tulang belakang akan melurus.

    Sejak lahir s.d. 6 bulan

    Bila menetap dapat menandakan perkembangan yang terhambat.

    Refleks Parasut Pegang bayi dalam posisi prone, perlahan rendahkan kepala ke arah permukaan.

    Lengan dan kaki akan ekstensi.

    Sejak 4-6 bulan dan tidak akan menghilangseterusnya.

    Keterlambatan munculnya refleks ini dapat memprediksi terlambatnya perkembangan motorikvolunter di masa depan.

  • 2.1.7 Pemeriksaan Sensibilitas

    Pemeriksaan sensibilitas jarang merupakan bagian pemeriksaan neurologis

    pada neonatus. Pemeriksaan refleks withdrawal, refleks rooting, sentuhan dan

    rangsang sakit yang menyebabkan bayi menangis dapat dipakai sebagai uji

    sensibilitas.

    2.2 Pemeriksaan Fisik Neurologis pada Bayi dan Anak

    2.2.1 Pemeriksaan Status Mental

    Pemeriksan dilakukan dengan mengobservasi aktivitas bayi, melihat apa

    yang bayi tersebut telah bisa lakukan. Pastikan bayi dalam keadaan sadar dan

    tidak rewel atau gelisah. Sewaktu observasi, selain menilai perkembangan juga

    mulai memperhatikan aktivitas motorik seperti gerakan lengan dan tungkai, otot

    wajah, gerakan okular, penilaian suara, serta reaksi dan kewaspadaan bayi.

    Bayi normal memperlihatkan tahap-tahap perkembangan sbb:

    1. Pada usia 2 bulan:

    Kedua tangan dalam sikap mengepal.

    Bila ditengkurapkan kepala dapat diangkat selama beberapa detik.

    Mata dan kepala dpat mengikuti rangsang visual dalam sudut toleh sebesar

    90.

    Terkejut bila ada bunyi yang keras dan tiba-tiba.

    Dapat mengeluarkan suara sepatah-sepatah.

    2. Pada usia 3 bulan:

    Kedua tangan sesekali terbuka (tidak selalu mengepal)

    Dapat sejenak mengepal benda yang disodorkan ke tangannya.

    Dapat memperhatikan sesuatu yang diperlihatkan kepadanya dan

    mengikuti dengan mata dan kepala ke segala arah.

    Dapat tersenyum dan bereaksi bila diajak bicara.

    Dapat mengamati tangan sendiri dan memandang wajah orang yang

    menjenguknya.

    16

  • 3. Pada usia 4 bulan:

    Bila didudukkan dapat menegakkan kepalanya.

    Menunjukkan kecenderungan mengambil segala sesuatu di sekitarnya dan

    memasukkannya ke mulut.

    Kepala tergerak untuk mencari sumber bunyi/suara.

    Dapat tertawa secara spontan.

    4. Pada usia 5-6 bulan:

    Dapat mengangkat kepala sewaktu berbaring telentang.

    Dapat membalikkan badan.

    Bila tengkurap, dapat mengangkat kepala dan badan.

    Dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya.

    Dapat duduk dengan sedikit bantuan.

    5. Pada usia 7-8 bulan:

    Dapat membanting benda di atas meja atau lantai.

    Menunjukkan kecenderungan untuk mendekati orang-orang.

    Sudah bisa bilang: da-dada-da

    6. Pada usia 9-10 bulan:

    Bisa duduk tanpa bantuan

    Dapat mengangkat badannya untuk duduk

    Bisa berdiri, tapi belum bisa berjalan.

    Bisa melambai-lambai tangannya sambil bilang: da-da...da-da

    Bisa minum dari gelas/cangkir dengan bantuan.

    7. Pada usia 11-12 bulan:

    Berjalan dengan dituntun

    Dapat memegang dengan jari-jarinya.

    Dapat mengeluarkan 2-4 kata yag berarti.

    Mengerti perintah-perintah sederhana

    Bila didandani anak sudah menunjukkan kooperasi yang sesuai.

    8. Pada usia 13-15 bulan:

  • Sudah bisa berjalan sendiri tapi mudah jatuh.

    Bisa mencoret-coret dengan kapur atau pensil.

    Bisa menunjuk sesuatu yang diminta.

    9. Pada usia 18 bulan:

    Bisa naik kursi atau bangku.

    Bisa melempar-lemparkan bola.

    Sudah mengenal bagian-bagian tubuhnya.

    Bicara dengan 1-2 kata dan mulai menunjukkan kecerdasan.

    10. Pada usia 24 bulan:

    Sudah pandai berjalan, lari, jongkok, dsb.

    Bisa naik tangga dengan lincah.

    Mengutarakan pikirannya dengan kalimat yang terdiri dari 3-4 kata.

    Bisa membalikkan halaman buku satu demi satu.

    Bisa menyusun 4-6 balok kubus.

    2.2.2 Pemeriksaan Motorik

    A. Pemeriksaan Tonus Otot

    Observasi motorik ditujukan pada posisi saat istirahat dan gerakan

    keempat anggota gerak. Sikap bayi dapat mencerminkan adanya nyeri, fraktur,

    paresis, dan gangguan tonus otot.

    Tindakan yang pertama dilakukan ialah pemeriksaan tonus otot. Dalam

    menggerak-gerakan lengan dan tungkai bayi secara pasif hendaknya tidak

    menggunakan tenaga kasar dan menjaga jangan sampai bayi menangis.

    Melakukan pemeriksaan sambil bermain-main dengan si bayi akan memberikan

    hasil yang sesuai. Tonus otot diperiksa dengan manipulasi sendi besar dan

    ditentukan derajat tahanannya. Gerakkan setiap sendi-sendi besar untuk menilai

    ada tidaknya spastisitas atau flasiditas. Peningkatan maupun penurunan tonus

    dapat menandakan penyakit intrakranial. Pada balita dan bayi uji tonus otot

    dengan cara pronasi dan supinasi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, dan

    dorsofleksi dan plantar fleksi pergelangan kaki, dapat pula dengan memegang otot

    yang diperiksa.

    18

  • Pada lengan, pemeriksaan dilakukan dengan memegang pergelangan

    tangan bayi dan menggoyang-goyangkan lengan bawahnya. Bila tonus otot tinggi

    maka tangan tidak akan ikut bergoyang secara luwes, melainkan kaku dan

    bersikap mengepal. Uji hipoteonia yang sensitif pada anggota gerak atas ialah

    dengan tanda pronator, yaitu pasien diminta angkat tangan, maka akan terjadi

    hiperpronasi ke arah luar telapak tangan yang hipotonia disertai fleksi pada siku

    (Gambar).

    Pemeriksaan tonus otot tungkai dilakukan dengan menggoyang-goyangkan

    tungkai bayi yang dipegang pada paha. Tungkai bawah bayi akan bergoyang-

    goyang secara luwes jika otot bertonus normal. Tungkai bawah akan jatuh lunglai

    dan tetap menjuntai bila tonus rendah, sebaliknya akan bersikap kaku dan lurus

    dalam mengikuti gerakan pasif tungkai atasnya bila tonus meningkat.

    Hipotonia dapat diteliti pula dengan menempatkan bayi dalam sikap

    telungkup di atas tangan pemeriksa. Bila terdapat hipotonia maka lengan dan

    tungkai bayi jatuh lunglai, sedangkan pada bayi normal lengan dan tungkainya

    akan fleksi ringan di sendi siku dan lutut.

    Sikap kepala bayi sewaktu badannya diangkat dapat memberikan

    informasi perkembangan motorik. Sebelum usia 5 bulan kepala jatuh lunglai bila

    badan diangkat dari posisi berbaring dengan cara menarik kedua tangan ke atas.

    Setelah usia 5 bulan bayi dapat menegakkan kepalanya baik sewaktu badannya

    hendak didudukkan dengan mengangkat kedua lengannya, maupun pada waktu

    didudukkan sambil dipegang. Bayi dengan hipotonia memperlihatkan leher yanag

    lemas (head lag) yang mencirikan perkembangan motorik yang terbelakang atau

  • keadaan patologis oleh berbagai abnormalitas SSP dan kelainan motor neuron.

    B. Pemeriksaan Kekuatan Otot

    Sebelum melakukan pemeriksaan formal perhatikan posturnya pada waktu

    berdiri, perhatikan jalannya, larinya, pada waktu bermain pasien disuruh

    mengambil bola. Dari pengamatan ini sudah didapat diambil kesimpulan keadaan

    motornya.

    Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara

    formal, dan biasanya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan

    bawah. Uji kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat

    mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif. Pada bayi dan anak yang tidak

    kooperatif hanya dapat dinilai kesan keseluruhan saja. Anak yang diperiksa dalam

    posisi duduk dengan tungkai bawah tergantung. Ia diminta untuk menggerakkan

    anggota badan yang diuji dan pemeriksa menahan gerakan-gerakannya (kekuatan

    kinetik), dan setelah itu disuruh menahan anggota badan yang diuji tetap di

    tempatnya dengan kekuatan terhadap gerakan-gerakan yang yang dilakukan

    pemeriksa (kekuatan statik).

    Penilaian derajat kekuatan otot ini bermacam-macam. Ada yang

    menggunakan nilai 100% sampai 0%, ada yang menggunakan huruf (N = normal;

    G = Good; F = Fair, P = Poor; T = Trace dan O = Zero), ada yang menilai dengan

    angka 5-0

    5 = Normal

    4 = Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan

    melawan tahanan secara simultan

    3 = Dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi tidak

    dapat menggerakkan anggota badan untuk melawanan tahanan pemeriksa.

    2 = Dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahan berat

    dan tidak dapat melawan tahanan pemeriksa

    1 = Terlihat atau teraba ada getaran kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan

    anggota gerak sama sekali

    20

  • 0 = Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali

    Pemeriksaan kekuatan otot biasanya dilakukan pada anggota gerak,

    misalnya disuruh mengangkat bahu sambil ditekan pada bahu yang sama,

    kemudian ditekan bahunya dan anak disuruh menahan. Cara lain dapat pula anak

    diajak berjabat tangan dan disuruh pronasi dan supinasi sambil ditahan. Demikian

    pula dengan anggota gerak yang lain. Pada uji ini kekuatan otot yang diperiksa

    harus selalu dibandingkan dengan kekuatan otot analognya yang kontralateral.

    C. Uji Kordinasi

    Terdapatnya gangguan kordinasi sebenarnya sudah dapat terlihat pada waktu

    anak meraih mainan, waktu merobek kertas, mengikat tali sepatu atau

    mengancingkan baju. Untuk anak yang sudah mengerti, uji kordinasi dapat

    dilakukan dengan uji jari ke hidung atau tumit ke tulang kering.

    Pada uji jari ke hidung, anak disuruh melihat contoh lebih dahulu, kemudian

    disuruh melakukannya sendiri, yaitu disuruh meluruskan satu tangan (abduksi),

    kemudian disuruh menyentuh ujung hidungnya dengan jari tangan yang baru

    diluruskan tadi, kemudian ganti dengan tangan yang lain. Uji mula-mula

    dilakukan dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup. Pada gangguan

    kordinasi kasar pada kelainan serebelum sudah terlihat pada uji dengan mata

    terbuka, yaitu tidak dapat menyentuh ujung hidung dengan tepat. Pada gangguan

    ringan seperti pada kelainan kolumna posterior medula spinalis, kesalahan baru

    terlihat pada uji dengan mata tertutup. Tetapi perlu diingat bahwa kordinasi halus

    baru berkembang baik pada anak yang telah berumur 4-6 tahun, sehingga pada

    anak yang kecil dapat menyentuh 1-2 inchi dari ujung hidung masih dianggap

    normal. Pada uji tumit ke tulang kering, setelah diberi contoh, anak disuruh

    meletakkan tumit kaki ke atas tulang kering tungkai lainnya, dan sebaliknya. Uji

    ini juga dikerjakan dengan mata terbuka dan tertutup.

    Pada uji Romberg pasien disuruh berdiri pada kedua kakinya yang

    dirapatkan sambil menutup mata. Uji positif apabila pasien kemudian bersandar

    atau jatuh ke satu sisi. Pada kelainan/lesi satu sisi serebelum pasien akan jatuh ke

    sisi lesi. Pada lesi serebelum di daerah tengah akan menyebabkan pasien jatuh ke

  • belakang atau depan. Pada kelainan di serebelum uji Romberg akan positif baik

    dengan mata terbuka maupun tertutup, sedangkan pada kelainan kolumna

    posterior medula spinalis hanya positif pada tutup mata. Pada pasien dengan

    gangguan kordinasi baik karena kelainan sereblum maupun karena kelainan

    sensori (kolumna posterior medula spinalis) akan mengalami ataksia.

    2.2.3 Pemeriksaan Refleks

    A. Refleks Superfisial

    Refleks dinding abdomen diperiksa dengan menggores kulit abdomen

    dengan 4 goresan yang membentuk segi empat (belah ketupat) dengan titik-titik

    sudut di bawah xifoid, di atas simpisis dan kanan kiri umbilikus. Umbilikus akan

    bergerak pada tiap goresan. Pada bayi kurang dari 1 tahun refleks ini belum ada;

    pada anak dengan poliomielitis atau anak dengan lesi sentral atau piramidal

    refleks ini negatif.

    Refleks kremaster diperiksa dengan menggores kulit paha bagian dalam.

    Dalam keadaan normal testis akan naik di dalam kanalis inguinalis. Refleks

    kremaster yang negatif terdapat pada lesi medula spinalis misalnya pada lesi

    medula spinalis misalnya polimielitis. Pada bayi normal di bawah 6 bulan dan

    anak di atas 12 tahun refleks ini dapat negatif.

    B. Refleks Tendon Dalam

    Pemeriksaan refleks tendon pada bayi hasilnya bervariasi karena jalur

    kortikospinal belum berkembang sempurna. Oleh karena itu, makna diagnostiknya

    sangat kecil kecuali didapatkan respon yang berbeda dibandingkan pemeriksaan

    sebelumnya atau didapatkan respon yang ekstrim. Sama halnya dengan orang

    dewasa, refleks yang asimetris menandakan adanya lesi di saraf perifer atau

    segmen spinalis.

    Teknik yang digunakan untuk membangkitkan refleks tendon sama dengan

    teknik yang digunakan pada orang dewasa. Penggunaan palu refleks digantikan

    dengan jari telunjuk atau jari tengah.

    Refleks trisep, brakhioradialis, dan abdominal sulit dibangkitkan pada

    umur

  • tidak adanya inervasi otot sfingter eksterna akibat abnormalitas medula spinalis

    misalnya karena anomali kongenital (misal spina bifida), tumor, atau trauma.

    Refleks Babinski positif terhadap stimulasi plantar (ibu jari kakidorsofleksi dan

    jari lain mengembang) dapat ditemukan pada bayi normal hingga umur 2 tahun.

    Refleks engkel dengan cara mengetuk tendon Achilles seringkali tidak

    menimbulkan respon. Untuk itu dapat digunakan metode lain, dengan cara

    menggenggam maleolus oleh satu tangan lalu mendorsofleksikan engkel secara

    tiba-tiba. Respon terhadap manuver ini bisa berupa fleksi plantar ritmis berulang

    (ankle clonus), normalnya hingga 10 kali (unsustainedankle clonus). Bila

    kontraksi yang timbul terus berlanjut (sustained ankle clonus) harus dicurigai

    adanya suatu penyakit SSP.

    Refleks tendon dalam pada anak biasanya diperiksa pada tendon biseps,

    triseps, patela dan achilles. Pada refleks biseps akan terjadi fleksi sendi siku bila

    tendon biseps diketuk; pada refleks triseps terjadi ekstensi sendi siku bila tendon

    triseps diketuk.

    Refleks patella (knee jerk) diperiksa dengan mengetuk tendon patela, normal

    akan terjadi ekstensi sendi lutut. Pada refleks Achilles terjadi fleksi plantar kaki

    tendon Achilles diketuk. Pemeriksaan harus dilakukan dengan pasien dalam

    keadaan santai, lebih baik bila dokter mengajak bicara pasien agar ia tidak

    menyadari pemeriksaan. Pada bayi dan anak kecil ketukan cukup dilakukan

    dengan jari tangan, pemukul refleks hanya dipakai pada anak besar. Dibandingkan

    refleks kanan dan kiri. Refleks tndon dalam akan meninggi pada lesi upper motor

    neuron, hipertiroidisme, hipokalsemia atau tumor batang otak. Hiporefleksi terjadi

    pada lesi lower motor neuron, sindrom Down, malnutrisi dan beberapa kelainan

    metabolik.

    C. Refleks Patologis

    Terdapat berbagai perasat untuk memeriksa terdapatnya refleks patologis,

    tetapi hanya dikemukakan yang sering dilakukan pada bayi dan anak. Refleks

    Babinski dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki, mulai dekat tumit

    ditarik ke atas sepanjang sisi lateral telapak kaki dan menyilang ke medial seperti

    pada gambar. Bila positif akan terjadi reaksi berupa ekstensi ibu jari kaki disertai

  • dengan menyebarnya jari-jari kaki yang lain. Refleks ini normal pada bayi sampai

    umur 18 bulan, bila masih terdapat pada umur 2-2 1/2 tahun, mungkin terdapat

    lesi piramidal.

    Refleks Oppenheim dilakukan dengan menekan tulang kering dengan jari-

    jari digeser ke arah bawah, dan apabila positif akan terajadi reaksi seperti refleks

    Babinski. Refleks Chaddock dilakukan dengan menggores bagian lateral kaki, dan

    reaksi positif seperti refleks Babinski. Refleks Gordon dilakukan dengan

    memencet betis, dan reaksi positif seperti refleks Babinski.

    Refleks Hoffman dilakukan dengan menyentil kuku (falang terakhir) jari

    kedua atau ketiga pasien ke bawah. Bila positif akan terjadi fleksi ibu jari dan jari

    ketiga atau kedua. Tanda Hoffman juga menunjukkan terjadinya lesi piramidal

    (upper motor neuron), tetapi tanda ini juga terdapat pada pasien tetani.

    Klonus pergelangan kaki diperiksa dengan melakukan dorsofleksi kaki

    pasien dengan cepat dan kuat, ditahan sebentar sementara sendi lutut diluruskan

    dengan tangan lain pemeriksa yang diletakkan pada fosa poplitea.

    24

  • Klonus patela adalah gerakan patela naik turun dengan cepat, timbul bila

    patela ditekan kuat-kuat dan cepat, sementara tungkai dalam keadaan ekstensi dan

    lemas. Klonus patela juga dapat ditimbulkan dengan cara fleksi pada lutut, satu

    tangan pemeriksa memegang tungkai di atas lutut, tangan lain di bawah lutut

    (distal lutut), kemudian tangan yang distal digerakkan secara cepat ke arah

    proksimal, maka akan teraba atau terlihat kontraksi dan relaksasinya tungkai.

    Klonus sering menyertai setiap keadaan dengan hiperrefleksi dan refleks

    patologis.

    2.2.4 Pemeriksaan Sensorik

    Pemeriksaan sensori yang tepat sangat sukar dilakukan pada anak, dan pada

    bayi atau toddler hampir tidak mungkin dapat dilakukan. Pada anak yang berumur

    6 tahun ke atas baru dapat dilakukan uji sensibilitas yang sebenarnya. Sebelum

    dilakukan pemeriksaan yang sebenarnya, ditunjukkan lebih dahulu cara yang akan

    dikerjakan pada pasien.

    Pemeriksaan fungsi sensorik pada bayi hanya dapat dilakukan secara

    terbatas. Yang harus diperhatikan ialah reaksi bayi atas stimulasi. Pemeriksaan

    dimulai dengan persepsi rangsang raba. Anggota gerak, wajah, dan badan digores

    dengan seutas kapas. Anggota gerak yang terangsang akan ditarik (menjauhi

    sumber rangsang), tetapi wajah yang diraba akan berbalik ke arah perangsangan.

    Pemeriksaan sensasi nyeri dilakukan dengan cara menyentil telapak tangan

  • atau kaki. Hendaknya jangan menggunakan benda tajam untuk pemeriksaan ini.

    Perhatikan adanya penarikan atau perubahan ekspresi wajah. Bila rangsang nyeri

    diikuti perubahan ekspresi wajah atau bayi menjadi menangis tetapi tanpa

    penarikan bagian yang dirangsang, maka kemungkinan terdapat paralisis.

    Pada pemeriksaan sensoris anak terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat

    dilakukan yakni :

    a. Uji Sentuhan

    Sepotong kain atau kapas disentuhkan pada kulit yang diperiksa dan anak

    disuruh menjawab apakah terasa sentuhan.

    b. Uji Rasa Nyeri

    Pemeriksaan dilakukan dengan mempergunakan jarum yang tajam dan

    tumpul. Ditunjukkan lebih dahulu dengan mata pasien terbuka dan anak diminta

    membedakan ujung jarum tajam dan tumpul. Setelah itu anak disuruh menutup

    mata, kemudian uji dilakukan di kulit tangan, kaki, pipi, rahang, dan anak kembali

    disuruh membedakan ujung jarum yang tajam dan tumpul.

    c. Uji Rasa Vibrasi

    Uji dilakukan dengan garpu tala yang bergetar yang ditempelkan pada

    sendi jari, ibu jari kaki, serta maleolus lateral dan medial. Pasien boleh membuka

    mata, tetapi tidak boleh melihat, kemudian ditanyakan apakah terasa ada getaran.

    d. Uji Posisi

    Sambil menutup mata, anak disruh mengatakan apakah jari tangan/

    kakinya digerakkan ke atas atau ke bawah.

    e. Uji Stereognosis

    Dengan mata tertutup pasien diminta menebak benda yang sudah dikenal

    yang diletakkan di tangannya, misalnya kain, kancing baju, kunci atau peniti.

    Pasien mengenal benda tersebut dari ukurannya, kelenturannya dan bentuknya.

    Kalau atereognosis negatif disebut astreognosis yang biasanya berhubungan

    dengan adanya lesi di daerah lobus parietalis.

    f. Uji Grafestesia

    Setelah pasien diberi contoh dengan mata terbuka, kemudian pasien

    disuruh menutup mata, setelah itu digoreskan angka, huruf atau simbol yang

    26

  • dikenal pasien di telapak tangan atau lengan bawah pasien, dan pasien diminta

    menebaknya. Apabila tidak dapat menebak disebut disgrafestesia.

    2.2.5 Pemeriksaan Saraf Kranialis

    Pemeriksaan saraf kranial pada anak dapat dilakukan walaupun diperlukan

    trik-trik khusus dalam cara pemeriksaannya yang berbeda dengan orang dewasa.

    Abnormalitas saraf kranial menandakan adanya lesi intrakranial seperti

    pendarahan atau malformasi kongenital.

    A. Pemeriksaan Saraf Kranialis pada Bayi

    Saraf Kranial Cara PemeriksaanI Penciuman Tidak bisa dilakukanII Ketajaman

    pengelihatanBuat bayi mengamati wajah pemeriksa, perhatikan adanya respon fasial dan mengikuti gerakan (tracking)

    II, III Respon terhadap cahaya

    Gelapkan ruangan, posisikan bayi dalam posisi duduk sehingga matanya membuka.Gunakan penlight untuk memeriksa refleks kedip optik (mengedip sebagai respon terhadap cahaya).Gunakan otoskop (tanpa spekulum) untuk menilai respon papillary.

    III, IV, VI Gerakan ekstraokular

    Observasi pergerakan mata bayi mengikuti wajah pemeriksa dari sisi ke sisi.Gunakan sinar bila perlu.

    V Motorik Periksa refleks rootingPeriksa refleks isap (perhatikan saat bayi menyusui ASI/susu botol)

    VII Fasial Observasi kesimetrisan wajah dan dahi saat bayi tersenyum atau menangis.

    VIII Akustik Lakukan tes refleks kedip akustik (kedua mata mengedip sebagai respon terhadap suarakeras).Observasi pergerakan bayi mengikuti sumbersuara.

    IX, X Menelan Observasi koordinasi sewaktu menelan.XI Aksesorius Perhatikan kesimetrisan bahu.XII Hipoglossal Observasi koordinasi proses menelan,

    mengisap, dan penjuluran lidah.Pencet hidung, perhatikan refleks membukanya mulut dengan ujung lidah di garis tengah.

    B. Pemeriksaan Saraf Kranialis pada Anak

  • 1. N. Olfaktorius

    Uji penciuman (sensasi bau) dilakukan pada anak yang sudah berumur

    lebih dari 5-6 tahun, dengan melakukan uji pada setiap lubang hidung secara

    terpisah (salah satu lubang hidung ditutup), dengan mata tertutup. Bahan uji yang

    paling baik ialah bahan uji yang menimbulkan bau yang tidak merangsang dan

    sudah dikenal oleh pasien. Fungsi nervus ini hilang pada trauma cribriform atau

    tumor di daerah bulbus olfaktorius.

    2. N. Optikus

    Uji saraf otak II terdiri atas uji ketajaman penglihatan, perimetri, dan

    pemeriksaan fundus (funduskopi). Uji ketajaman penglihatan secara kasar

    dilakukan dengan memperhatikan kemampuan pasien mengikuti muka seseorang,

    responnya terhadap mimik seseorang, serta kemampuannya mengambil mainan

    dan mengikuti benda yang bergerak.

    Refleks kedip dan memejamkan mata bila ada benda yang mendadak

    bergerak ke arah mata menunjukkan visus baik, tetapi ini hanya terjadi pada anak

    yang sudah berumur 1 tahun ke atas. Reaksi ini tidak timbul pada bayi yang

    berumur 4 bulan ke bawah, dan timbul kira-kira pada 50% bayi normal berumur 5

    bulan. Uji penglihatan yang canggih dilakukan dengan alat evoked potential, yaitu

    visual evoked response (VER). Pemeriksaan perimetri dilakukan oleh ahli mata.

    Pemeriksaan funduskopi memerlukan oftalmoskop yang baik, ruang yang

    dapat dibuat gelap serta kesabaran pemeriksa. Untuk mengalihkan perhatian

    pasien terhadap sinar, pasien diminta melihat gambar di dinding yang berlawanan

    dengan pasien. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan tanpa midriatikum untuk

    melihat reaksi pupil. Kalau terpaksa (pupil pasien dalam keadaan miosis) dapat

    dipergunakan midriatikum setelah reaksi pupil diperiksa lebih dahulu. Mula-mula

    dipergunakan sinar redup pada oftalmoskop sambil dijelaskan kepada pasien

    mengenai cara pemeriksaan. Setelah itu mulai dipergunakan lensa + 20 untuk

    memeriksa kornea dan lensa apakah terdapat ulserasi, opasitas, dan katarak.

    Kemudian pergunakan lensa 0 pada oftalmoskop untuk memeriksa retina dan

    papil N. Optikus, perhatikan fokus pada makula dan kelainan-kelainan makula dan

    sekitarnya. Perhatikan ukuran, pulsai dan distribusi pembuluh darah retina,

    28

  • terdapatnya deposit abnormal, pigmentasi abnormal dan adanya pendarahan.

    3. N. Okulomotor, N. Troklearis, dan N. Abdusen

    Uji yang sederhana dan mudah dilakukan ialah uji gerakan kedua mata, uji

    akomodasi dan refleks cahaya. Pemeriksaan dilakukan dengan menggerakkan

    mainan, baterai atau alat pengukur lingkaran kepala yang digoyang-goyangkan ke

    samping, ke atas dan ke bawah di garis tengah, kemudian juga diagonal. Hal ini

    dilakukan juga pada masing-masing mata dengan menutup mata yang lain.

    Uji akomodasi dilakukan dengan menyuruh pasien melihat benda yang

    digerakkan mendekat dan menjauh, diperhatikan pupil pasien apakah mengecil

    bila melihat dekat serta membesar bila melihat jauh. Uji diplopia dilakukan

    dengan cara menanyakan kepada pasien apakah melihat satu atau lebih mainan

    yang digerakkan di depan pasien ke atas kiri, atas kanan, bawah kiri dan bawah

    kanan.

    Paralisis saraf otak III akan menyebabkan mata yang terkena akan

    berdeviasi ke lateral bawah, ptosis, strabismus, diplopia, dilatasi pupil, serta

    hilangnya refleks cahaya dan akomodasi. Paralisis saraf otak IV jarang terjadi;

    pada keadaan ini waktu pasien melihat ke bawah terjadi sedikit strabismus

    konvergens dan diplopia. Pasien tidak mampu melihat ke bawah, sehingga

    mengalami kesukaran waktu menuruni tangga, sering disertai kepala miring.

    Paralisis saraf otak VI paling sering terjadi, ditandai oleh strabismus konvergens

    dan diplopia. Ptosis kongenital sering ditemukan, dan diturunkan secara dominan.

  • 4. N. Trigeminus

    N. Trigeminus mempunyai fungsi motor dan sensori. Bagian motor

    mempersarafi pengunyah, yaitu maseter, pterigoid, dan temporalis. Bagian

    sensoris mempersarafi daerah wajah dan setengah kulit kepala bagian depan.

    Cabang oftalmikus mempersarafi kuadran atas, cabang maksilaris mempersarafi

    kuadran tengah, dan cabang mandibularis mempersarafi kuadran bawah.

    Pemeriksaan untuk kelainan saraf ini ialah uji perasaan (sensori) dengan

    mengusapkan kapas, menggoreskan jarum dan benda-benda hangat atau dingin di

    daerah wajah kuadran atas, tengah dan bawah. Uji lain ialah terhadap refleks

    kornea dan rahang. Uji refleks kornea dilakukan dengan kain kasa atau kapas yang

    bersih yang disentuhkan pada kornea pasien, bila saraf otak V intak, maka mata

    akan berkedip. Refleks rahang (jaw jerk) dilakukan dengan menyuruh pasien

    membuka mulut sedikit, kemudian letakkan jari di tengah-tengah dagu pasien.

    Ketuklah jari tersebut dengan jari tangan lainnya atau dengan pengetuk refleks,

    normal dagu akan terangkat. Lesi saraf otak V unilateral akan menyebabkan

    rahang miring ke sisi yang paretik, hal ini disebabkan oleh karena kelemahan

    ipsilateral otot pterigoid. Uji perasaan (sensori) sukar dilakukan pada anak, yang

    30

  • mudah dilakukan ialah uji refleks kornea.

    5. N. Fasialis

    Parasis N. VII perifer menyebabkan pasien tidak dapat mengerutkan dahi

    ke atas, tidak dapat memejamkan mata, dan tidak dapat menaikkan sudut mulut

    pada sisi saraf yang paresis. Pada tipe sentral hanya terkena otot-otot wajah bagian

    bawah, sehingga sudut mulut turun ke bawah, lipatan nasolabialis mengurang atau

    menghilang, dan fisura palpebra bertambah. Otot dahi yang mendapat dua pertiga

    lidah bagian depan juga terganggu.

    Pemeriksaan untuk saraf otak VII dilakukan dengan menyuruh pasien

    tersenyum, meringis, bersiul, membuka dan memejamkan mata, serta refleks

    kornea dan uji pengecap (sensori pengecap). Bila terdapat paresis N. VII, akan

    terlihat mulut pasien moncong ke sisi yang sehat, dan mata pada sisi lesi tidak

    dapat menutup dengan rapat (lagoftalmus). Uji sensori pengecap dilakukan

    dengan meminta pasien menjulurkan lidah, pemeriksa memegang ujung lidah

    dengan kain kasa dan meletakkan gula atau garam atau asam sitrat atau kina.

    Lidah harus tetap di luar sampai uji sensori pengecap selesai, dan pasien diminta

    menyebutkan bahan uji yang digunakan dengan mata tertutup.

    6. N. Akustikus

    Saraf otak ini terdiri atas N. Koklearis untuk pendengaran dan N.

    Vestibularis untuk keseimbangan. Uji pendengaran sebenarnya sudah dapat

    dilakukan pada waktu wawancara, yaitu reaksi pasien terhadap suara. Pada anak

    kecil uji pendengaran dapat pula dilakukan dengan bel, pada anak besar dengan

    diminta menirukan bisikan, bunyi jam atau dengan garpu tala. Alat uji

    pendengaran yang paling akurat adalah dengan alat evoked potential yaitu

    brainstem auditory-evoked potential (BAEP). Uji pendengaran dilakukan

    bergantian pada kedua telinga.

    Uji keseimbangan pada bayi dapat dilakukan dengan memegang pasien

    vertikal berhadapan dengan pemeriksa, kemudian diputar beberapa kali searah

    jarum jam, dan berlawanan arah jarum jam. Perhatikan matanya, pada bayi normal

    matanya melirik ke arah putaran diikuti dengan nistagmus cepat kembali. Pada

    waktu putaran dihentikan akan terjadi sebaliknya.

  • Uji keseimbangan juga dapat dilakukan dengan uji kalorik. Pasien

    dibaringkan telentang, dan kepala difleksikan 30 derajat, kemudian 10 ml air es

    disemprotkan ke dalam liang telinga selama 30 detik, maka pada anak sadar akan

    terjadi nistagmus kasar ke arah telinga yang diuji tanpa deviasi mata. Pada pasien

    dengan kesadarn menurun akan terjadi deviasi mata ke sisi yang sama dan

    nistagmus ke kontralateral. Pada pasien dengan koma akan terjadi deviasi tonik ke

    sisi sama tanpa nistagmus, dan pada koma yang dalam tidak ada perubahan pada

    mata sama sekali. Uji kalorik tidak boleh dilakukan pada pasien dengan perforasi

    membran timpani, dan pada telinga dengan sumbatan serumen, harus dibersihkan

    lebih dahulu. Uji kalorik dilakukan bergantian pada kedua telinga.

    7. N. Glosofaringeus

    Pemeriksaan saraf otak ini ditujukan untuk menilai kelainan yang timbul,

    berupa:

    Hilangnya refleks muntah (gag reflex)

    Disfagia ringan

    Hilangnya sensori pengecap

    Deviasi uvula ke sisi yang baik

    Hilangnya sensori pada faring, tonsil, tenggorok bagian atas dan lidah

    bagian belakang

    Hilangnya konstriksi dinding posterior farings saat bersuara ah

    Hipersalivasi

    8. N. Vagus

    Gangguan saraf otak ini berupa gangguan motor, sensori dan vegetatif.

    Gangguan motor berupa berupa afonia (siklus menghilang), disfonia (gangguan

    suara), disfagia (kesukaran menelan, biasanya kalau minum kembali melalui

    hidung), spasme esofagus, paralisis palatum mole (refleks muntah negatif dan

    palatum sisi yang sakit tidak dapat terangkat pada waktu bersuara). Gangguan

    sensori berupa nyeri dan parestesia pada faring dan laring, batuk, sesak napas dan

    pseudoasma. Gangguan vegetatif berupa bradikardi, takikardi, dan dilatasi

    lambung.

    32

  • 9. N. Aksesorius

    Pemeriksaan untuk kelainan saraf ini ialah uji kemampuan untuk

    mengangkat bahu dan memutar kepala melawan tahanan pemeriksa. Pasien tidak

    dapat mengangkat bahu yang terkena, dan tidak mampu memutar kepala ke sisi

    yang sehat.

    10. N. Hipoglosus

    Pemeriksaan untuk kelainan saraf ini ialah uji untuk menilai kekuatan

    lidah dengan menyuruh pasien menyorongkan ujung lidah ke tepi pipi kanan dan

    kiri melawan tahanan jari tangan pemeriksa. Perhatikan deviasi lidah pada waktu

    dijulurkan, lidah akan deviasi ke sisi lesi dan lidah juga tampak atrofi disertai

    tremor.

    2.2.6 Tanda Rangsang Meningeal

    A. Kaku Kuduk

    Terdapatnya rangsang meningeal dapat diperiksa dengan beberapa parasat,

    antara lain pemeriksaan kaku kuduk, tanda Brudzinski I, Brudzinski II dan Kernig.

    Jangan dikacaukan perasat-perasat tersebut dengan refleks patologis yang

    menunjukkan terdapatnya lesi upper motor neuron.

    Kaku kuduk (nuchal rigidity). Bila leher ditekuk secara pasif terdapat

    tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku

    kuduk positif (Lihat gambar). Tahanan juga terasa apabila leher dibuat

    hiperekstensi diputar atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk

    disertai dengan hiperekstensi tulang belakang, keadaan ini disebut opistotonus.

    Di samping menunjukkan adanya rangsang meningeal (pada meningitis),

    kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaringeal, abses peritonsilar,

    ensefalitis virus, keracunan timbul, dan artritis reumatoid, tetapi pada meningitis

    (rangsang meningeal) pemeriksaan kaku kuduk cukup dengan menekuk leher ke

    depan dan ke belakang.

  • B. Tanda Brudzinski I

    Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien dan tangan

    lainnya di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian

    kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif (jangan dipaksa). Bila terdapat

    rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul

    dan sendi lutut (Gambar).

    C. Tanda Brudzinski II

    Fleksi tungkai pasien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh

    fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut. Hasil akan lebih jelas

    apabila pada waktu fleksi panggul, sendi lutut tungkai lain dalam keadaan ekstensi

    (Gambar)

    34

  • D. Tanda Kernig

    Pemeriksaan tanda Kernig ini ada bermacam-macam cara, tetapi yang

    biasa dipergunakan ialah pada pasien dalam posisi telentang dilakukan fleksi

    tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi

    lutut.

    Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih 135

    derajat terhadap tungkai atas (Gambar). Pada iritasi meningeal ekstensi lutut

    secara pasif ini akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan

    ini sukar dilakukan pada bayi di bawah umur 6 bulan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of

    Pediatrics. Philadelphia: Elsevier. 2007

    Sidharta, P., Pemeriksaan Neurologik Pada Bayi dalam Tata Pemeriksaan Klinis

    Dalam Neurologi, Cetakan keempat, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.

    Soetomenggolo TS & Ismael S., Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-2.

    Jakarta: IDAI. 2000

    Szilagyi P., Techniques of Examination for Newborns and Infants: The Nervous

    System dalam Bates Guide to Physical Examination abd History, Edisi

    ke-9, Lippincott Williams & Wilkins, New York, 2007.

    World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman

    Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. World

    Health Organization. Jakarta. 2009

    36