hiperbilirubinemia neonatus

70
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : By. Ny. TM Jenis kelamin : Laki-laki Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 1 Juni 2011 Umur : 8 hari Pendidikan : - Suku bangsa/Bangsa : Sunda/ Indonesia Agama : Islam Alamat : Jl. Masalembo RT 05/RW 04 Nomor 2A Cijantung No. Rekam Medik : 373936 Masuk RS tanggal : 6 Juni 2011 IDENTITAS ORANGTUA Orangtua Ayah Ibu Nama Umur sekarang Perkawinan ke Umur saat nikah Tn. AAH 31 tahun 1 23 tahun Ny. TM 31 tahun 1 32 tahun 1

Upload: dhilla-feroh-kesuma-t

Post on 02-Jan-2016

427 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Hiperbil neonatus

TRANSCRIPT

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Ny. TM

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 1 Juni 2011

Umur : 8 hari

Pendidikan : -

Suku bangsa/Bangsa : Sunda/ Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jl. Masalembo RT 05/RW 04 Nomor 2A Cijantung

No. Rekam Medik : 373936

Masuk RS tanggal : 6 Juni 2011

IDENTITAS ORANGTUA

Orangtua Ayah Ibu

Nama

Umur sekarang

Perkawinan ke

Umur saat nikah

Pendidikan terakhir

Pekerjaan

Pangkat

Tn. AAH

31 tahun

1

23 tahun

D3

Perawat

PNS II C

Ny. TM

31 tahun

1

32 tahun

S I

Wiraswasta

-

1

Agama

Suku bangsa

Islam

Sunda

Islam

Sunda

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dari ibu pasien tanggal 8 Juni 2011, pukul 11.40 WIB

Keluhan utama : Bayi tampak kuning

Keluhan tambahan : -

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien seorang bayi laki-laki, berusia 7 hari dibawa oleh orang tuanya karena

tampak kuning pada wajahnya. Menurut ibu pasien saat perawatan di RS bayi tampak

sehat sehingga diizinkan pulang oleh dokter yang merawat. Warna kuning mulai

tampak sejak hari ketiga kelahiran, setelah pulang perawatan di RS. Saat pasien

berusia empat hari hari kuning terlihat semakin jelas di wajah, dada, perut dan makin

jelas terlihat di kedua mata, sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat

kuning. Riwayat demam disangkal, kejang disangkal, muntah disangkal, sesak nafas

disangkal oleh ibu pasien. Buang air kecil ± 8 kali sehari berwarna kuning jernih.

Buang air besar pasien berwarna kuning. Riwayat ibu minum jamu selama kehamilan

dan saat setelah melahirkan disangkal, ibu pasien hanya mengkonsumsi obat dari RS

setelah operasi seksio caesarea, pasien hanya minum ASI saja. Golongan darah ibu O,

bapak A dan golongan darah pasien A.

Riwayat penyakit sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang

Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang

Tidak ada

Riwayat kehamilan

Kehamilan ini merupakan kehamilan yang ketiga. Anak pertama perempuan,

lahir Seksio Caesarea, cukup bulan, riwayat sakit kuning (-), usia saat ini 5 tahun dan

sehat. Kehamilan kedua mengalami keguguran saat usia kehamilan 10 minggu.

2

Selama kehamilan ibu pasien juga tidak merasakan keluhan, hanya perasaan mual

diawal kehamilan. Riwayat DM dan hipertensi selama kehamilan juga tidak ada, Ibu

juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan, jamu, minum-minuman beralkohol dan

tidak merokok. Ibu pasien juga mengatakan rutin kontrol kehamilannya di RSPAD.

Riwayat kelahiran

Riwayat kelahiran lahir bayi laki-laki tanggal 1/6/2011 pukul 10.50 WIB SC

a/i BSC 1x SBU tipis, G3P1A1 hamil 38 minggu. Masa kehamilan cukup bulan.

Langsung menangis. Kelainan bawaan (-). Berat badan lahir 3800 gram. Panjang

badan 53 cm. APGAR Score 8/9. Ketuban jernih. Lahir di RSPAD. Dirawat selama 3

hari 2 malam

Riwayat perkembangan

Pertumbuhan gigi I : belum

Psikomotor :

Tengkurap : belum Berjalan : belum

Duduk : belum Bicara : belum

Berdiri : belum Merangkak : belum

Riwayat makanan

Umur ASI/PASI

Merk/Takaran

Buah/

biskuit

Bubur susu Nasi tim

0-2 bulan

2-4 bulan

4-6 bulan

6-8 bulan

ASI saja sampai dengan hari

ke 6

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3

8-10 bulan

10-12 bulan

-

-

-

-

-

-

-

-

Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi I II III IV

BCG

DPT

Polio

Campak

Hepatitis B

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Kesan : Belum mendapatkan imunisasi dasar

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 7 Juni 2011, jam 11.00 WIB

Berat badan : 3900 g

Panjang badan : 53,0 cm

Keadaan umum : Bayi menangis kuat, gerak aktif.

Tanda vital :

TD : Tidak dilakukan

HR :150 x/menit, teratur,

RR : 40 x/menit, teratur

Suhu : 36.5 0C (axilla)

4

Data antropometri

Berat badan lahir : 3800 gram

Berat badan sekarang : 3900 gram

Panjang badan : 53,0 cm

Kepala : Normocephal, rambut hitam merata, tipis, ubun-ubun besar

belum menutup.

Mata : Palpebra superior kanan dan kiri tidak edema, konjungtiva

tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil isokor,

reflek cahaya langsung dan tidak langsung positif, Pupil bulat

isokor 2/2, air mata +/+

Telinga : Daun telinga simetris kanan dan kiri, lekukan sempurna, liang

telinga lapang, tidak ada serumen, tidak ada sekret.

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, mukosa tidak

hiperemis, sekret tidak ada, napas cuping hidung tidak ada.

Mulut : Bibir tidak pucat dan tidak sianosis, mukosa bibir basah, lidah

tidak kotor dan tidak tremor, faring tidak hiperemis,

Tonsil T1-T1 tenang.

Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, trakea ditengah.

Thoraks : Normochest, tidak ada retraksi, simetris saat statis dan

dinamis, tidak ada sikatriks, tidak ada pelebaran vena.

Paru

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi

supraclavicular, intercostalis, epigastial.

Palpasi : Tidak teraba masa, vokal fremitus kanan sama dengan kiri

5

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler

Suara napas tambahan tidak ada rhonki, tidak ada wheezing

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tampak pada sela iga IV LMC kiri

Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV LMC kiri,

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada

Abdomen

Inspeksi : Cembung, tidak ada benjolan / luka / sikatrik / venektasi /

perdarahan.

Auskultasi : Bising usus normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, hati tidak teraba,

limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba

Perkusi : tidak dilakukan

Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada,

tidak ada pitting edema, tidak ada sianosis, tonus dan klonus

baik, perfusi perifer baik

Kulit : Kuning pada wajah (+), dada, perut (-), tungkai, kaki, lengan,

dan tangan (-). (kramer I)

Pemeriksaan neurologis: Refleks Moro (+)

Refleks Hisap (+)

Refleks Rotting (+)

Refleks Palmar graps (+)

Refleks Plantar graps (+)

6

Refleks fisiologis : tidak dilakukan

Refleks patologis : tidak dilakukan

Tanda rangsang meningeal : tidak dilakukan

Berdasarkan Grafik Ballard dengan menilai kematangan fisik dan

neuromuskular, masa gestasi sesuai dengan kehamilan 38 minggu (Neonatus Cukup

Bulan).

Maturitas fisik

Kulit : bercak-bercak, pucat dan retak, vena jarang : 4

Lanugo : bercak-bercak tanpa lanugo : 3

Permukaan plantar : garis kaki sampai 2/3 anterior : 3

Payudara : areola menimbul, benjolan 2-3 mm : 3

Mata/telinga : pinna lenkung baik, lunak, rekoil cepat : 2

Genital : testis berada dibawah : 3

Maturitas Neuromuscular

Sikap tubuh : 3

Jendela pergelangan : 3

Rekoil lengan : 3

Sudut popliteal : 3

Tanda selempang : 3

Tumit ke kuping : 3

Total score : 36 → Tingkat maturitas 38 minggu

(Neonatus Cukup Bulan)

7

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium RSPAD (06 Juni 2011)

Bilirubin total 18 mg/dl

Golongan Darah Ibu O

Golongan Darah Bayi A Rhesus (+)

V. RESUME

Pasien seorang bayi Laki-laki, berusia 7 hari. Saat pasien berusia empat hari kuning

terlihat semakin jelas di wajah, dada, perut dan makin jelas terlihat di kedua mata,

sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Riwayat demam

disangkal, kejang disangkal, muntah disangkal, sesak nafas disangkal. Buang air kecil

± 8 kali sehari berwarna kuning jernih. Buang air besar pasien berwarna kuning.

Riwayat ibu minum jamu selama kehamilan dan saat setelah melahirkan disangkal,

ibu pasien hanya mengkonsumsi obat dari RS setelah operasi seksio caesarea, pasien

hanya minum ASI saja. Golongan darah ibu O, bapak A dan golongan darah pasien A.

Tidak terdapatnya penyakit serupa dalam keluarga.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Keadaan umum: menangis kuat, gerakan aktif.

Tanda vital :

HR : 150 x/menit, teratur,

RR : 40 x/menit

Suhu : 36.5 0C

Kulit : Kuning pada wajah (+), dada, perut (-), tungkai, kaki, lengan,

dan tangan (-). (kramer I)

Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada

Berdasarkan Grafik Ballard dengan menilai kematangan fisik dan neuromuskular,

masa gestasi sesuai dengan kehamilan 38 minggu (Neonatus Cukup Bulan).

8

Hasil laboratorium RSPAD (06 Juni 2010)

Bilirubin total 18 mg/dl

Golongan Darah Ibu O

Golongan Darah Bayi A Rhesus (+)

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa Kehamilan

- Hiperbilirubinemia et causa Inkompatibilitas ABO

VII. DIAGNOSIS BANDING

- Breast milk Jaundice

- Defisiensi G6PD

VIII. PENATALAKSANAAN

Non medika mentosa

-Fototerapi 2 lampu

-ASI ad Libitum

IX. RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan kadar bilirubin berkala

X. PROGNOSIS

Ad. Vitam : dubia ad bonam

Ad. Fungsionam : dubia ad bonam

Ad. Sanationam : dubia ad bonam

9

XI. FOLLOW UP PASIEN

7 Juni 2011

UP : 2 hari

US : 6 hari

BL : 3800 gram

BS : 3900 gram

8 Juni 2011

UP : 3 hari

US : 7 hari

BL : 3800 gram

BS : 3700 gram

9 Juni 2011

UP : 4 hari

US : 8 hari

BL : 3800 gram

BS : 3800 gram

S Bayi bergerak aktif,

minum ASI, muntah

(-), kembung (-) BAB

(+), BAK (+)

Terpasang fototerapi 2

lampu. Kuning sudah

berkurang, minum per

sendok habis, BAK (+),

BAB (+), kembung (-),

muntah (-),

Bayi minum susu

persendok, muntah (-),

muntah (-), BAB (+),

BAK (+), kembung (-),

O

-TTV

-kepala

-Mata

-hidung

-Mulut

-Thorax

-Cor

-Pulmo

-Abd

Ku : Bayi menangis

kuat, gerakan aktif

HR : 150 x/m

RR : 40 x/m

T : 36.5 C

Normocephal

CA -/- , SI -/-

air mata +

NHC –

Bibir tdk kering

sianosis –

Simetris statis &

dinamis

BJ 1-2 reg, murmur-

gallop-

SN vesikuler

Ronkhi-/-, Wheezing-/-

Datar, supel, turgor

cukup, BU +normal,

Ku : Bayi menangis

kuat, gerakan aktif

HR : 160 x/m

RR : 48 x/m

T : 36,1 C

Normocephal,

CA -/- , SI -/-

air mata +

NCH –

Bibir tdk kering

sianosis –

Simetris statis dan

dinamis

BJ 1-2 reg, murmur-

gallop-

SN vesikuler

Ronkhi-/-, Wheezing-/-

Datar, supel, turgor

cukup, BU +normal,

Ku : Bayi menangis

kuat, gerakannya aktif

HR : 140 x/mnt

RR : 45 x/m

T : 36.6 C

Normocephal, UUB

CA -/- , SI -/-

air mata +

NCH -

Bibir tdk kering

sianosis –

Simetris statis dan

dinamis

BJ 1-2 reg, murmur-

gallop-

SN vesikuler

Ronkhi-/-, Wheezing-/-

Datar, supel, turgor

cukup, BU +normal,

10

-Eks

-kulit

-Lab

H/L ttrb

Akral hangat, perfusi

perifer baik, udem-,

sianosis-, Kramer I

Lab (6/6/2011)

B. total: 18 mg/dl

Gol.darah ibu : O

Bayi A/+

H/L ttrb

Akral hangat, perfusi

perifer baik, udem-,

sianosis-, kuning (-)

Lab (8/6/2011)

B total 11.8 mg/dL

B. direct 0.8 mg/dL

B. indirect 10.2 mg/dL

H/L ttrb

Akral hangat, perfusi

perifer baik, udem-,

sianosis-,kuning (-)

Lab (9/6/2011)

B.total: 8.7 mg/dl

A - Neonatus cukup

bulan- sesuai

masa kehamilan

- Hiperbilirubinemia

et causa

inkompatibilitas

ABO

- Neonatus cukup

bulan- sesuai

masa kehamilan

- Hiperbilirubinemia

et causa

inkompatibilitas

ABO

- Neonatus cukup

bulan- sesuai

masa kehamilan

- Hiperbilirubinemia

et causa

inkompatibilitas

ABO

P -kebutuhan cairan 120

cc/kgBB/hr + 20% =

547.2 cc/hr

-fototerapi 2 lampu

-ASI 8 x 65 – 70 cc

Rencana pemeriksaan :

tidak ada

-Kebutuhan cairan

150cc/kgbb/hari +

20%

-ASI/ PASI ad Libitum

-Fototerapi 2 lampu

-Vit E 1 x 1/10 tab

-jaga kehangatan

-toleransi pemberian

susu

Rencana pemeriksaan :

- Cek bilirubin total,

direct, indirect

Jika hasil BilTot <15

mg/dL fototerapi 1

lampu

Jika hasil BilTot <10

-Kebutuhan cairan

140cc/kgbb/hari= 532

cc/hr

-ASI/ PASI 8 x 65 –

67,5 cc

-Fototerapi 1 lampu

-Vit E 1 x 1/10 tab

-Toleransi pemberian

susu

-ACC pulang

Edukasi Ibu tentang:

- Cara menjemur bayi

- Cara membersihkan

mulut

- Kembali 5 hari lagi

untuk control

- Cara memandikan

11

mg/dL stop

fototerapi dan ACC

pulang

bayi

- Cara memberi

minuman

12

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENENTUAN USIA KEHAMILAN DAN KLASIFIKASI MATURITAS

BAYI

13

Sumber : Ballard JL, Khoury JC, Wedig K7

14

II. HIPERBILIRUBINEMIA

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering

ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali

dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keaadaan ini.

Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat lebih kuning, keaadaan ini timbul

akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z,15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus

pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degenerasi heme yang

merupakan komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar

belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi

secara maksimal. Keaadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi

didalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi terjadi

peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik

15

dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat betahan hidup pada

jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi

yang mengalami kuning harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan

keaadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai

kecendrungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubin yang berat1.

DEFINISI

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan

pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi

yang berlebih. ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi lahir bila kadar

bilirubin darah 5-7 mg/dl1.

Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin

standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau

lebih dari persentil 901.

KLASIFIKASI

Ikterus Fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir setelah 24 jam pertama, kadar bilirubin

tak terkonjugasi pada minggu pertama mencapai >2 mg/dl. Pada bayi cukup bulan

yang mendapatkan susu formula kadar bilirubin kadar bilirubin akan mencapai

puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke 3 dan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti

penurunan lambat sebesar 1 mg/dl selama 1-2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang

mendapat ASI, kadar bilirubin puncak dapat mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14

mg/dl) dan penurunan terjadi lebih lambat. Peningkatan hingga mencapai 10-12 mg/dl

masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dl tanpa disertai kelainan

metabolism bilirubin.1

Icterus fisiologis tidak disebabkan oleh factor tunggal tapi kombinasi dari

berbagai factor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir.

Peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi pada bayi baru lahir

disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan

clearance bilirubin.1

Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin

dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Resirkulasi

aktif bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilirubin tidak

16

terkonjugasi, disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas β-

glucoronidase yang tinggi dan penurunan motilitas usus.1

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan

bayi dengan aspirasi meconium atau pengeluaran meconium lebih awal cenderung

mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya icterus fisiologis. Pada bayi yang

diberi minum susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada

mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat

ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang

defekasinya lebih sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan meconium lebih sering

terjadi icterus fisiologis.1

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu

early (yang berhubungan dengan breast feeding) dan late (yang berhubungan dengan

ASI). Bentuk early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum.

Bentuk late onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi

proses konjugasi dan eksresi. Penyebab late onset tidak diketahui, tetapi telah

dihubungkan dengan adanya factor spesifik dari ASI yaitu 2α-20β-pregnadiol yang

mempengaruhi aktifitas UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit;

peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas

ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak

unsaturated; atau β-glukoronidase atau adanya factor lain yang mungkin

menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.1

Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats

(2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:2

• Timbul pada hari kedua – ketiga

• Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan

• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari

• Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %

• Ikterus hilang pada 10 hari pertama

• Tidak mempunyai dasar patologis

Ikterus Non-fisiologis1,2

17

Icterus terjadi sebelum umur 24 jam.

Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi.

Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0.5 mg/dL/jam

Terdapat tanda-tanda yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis,

malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apneu, takipneu, dan

suhu yang tidak stabil)

Icterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari

pada bayi kurang bulan.

Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan

12,5 % pada neonatus cukup bulan Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,

hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia,

hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

III. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit

pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat

Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi

ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58%  untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan

29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS

Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar

bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL.

Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin

setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6%

bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan

hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak

128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian

terkait hiperbilirubinemia.3

18

Prosentase kejadian hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO

sebanyak 21,74 %, asfiksia sedang sebanyak 4,35%, infeksi sebanyak 30,43%, BBLR

sebanyak 43,48%. Diketahui juga hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO

terjadi pada ibu yang bergolongan darah O melahirkan bayi yang bergolongan darah

A sebanyak 13% dan ibu yang bergolongan darah O melahirkan bayi yang

bergolongan darah B sebanyak 8,8 % dengan derajat hiperbilirubinemia yaitu derajat I

sebanyak 13 %, derajat II sebanyak 4,4 % dan derajat IV sebanyak 4,4 %. Kesimpulan

Kejadian hiperbilirubinemia akibat inkompatibilitas ABO ditemukan sebanyak 21,74

% atau 5 bayi dari 23 bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dengan persalinan

sejumlah 235 persalinan.3

IV. ETIOLOGI

Hiperbilirubin dapat disebabkan oleh bermacam-macam keaadaan. Penyebab

yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompibilitas

golongan darah ABO atau defesiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga timbul akibat

perdarahan tertutup (hematoma cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompibilitas

darah Rh, infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya

hiperbilirubinemia. Keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis atau

gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis,

hipoglikemia dan polisitemia.1,3,4

Pada Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih menonjol dibandingkan

dengan anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi hemolisis terjadi selagi

zat anti dari ibu masih terdapat dalam serum bayi.4 Hiperbilirubinemia bisa

disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko

hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan

dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena

peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi

pada bayi imatur. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih

tinggi dibanding bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan

oleh beberapa faktor antara lain; frekuensi menyusui yang tidak adekuat,

kehilangan berat badan/dehidrasi.1

19

Defisiensi G6PD merupakan penyakit dengan gangguan herediter pada

aktivitas eritrosit (seldarah merah), di mana terdapat kekurangan enzim glukosa-6-

fosfat-dehidrogenase (G6PD).Enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit

dari reaksi oksidatif. Karena kurangnya enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah

mengalami penghancuran (hemolisis). Terjadinyahemolisis ditandai dengan demam

yang disertai jaundice (kuning) dan pucat di seluruh tubuh dan mukosa. Urin juga

berubah warna menjadi jingga-kecoklatan; ditemukan tanda syok (nadi cepat dan

lemah, frekuensi pernapasan meningkat), dan tanda kelelahan umum.5

Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering

pada manusia, yang terkait kromosom sex (x-linked). Kelainan dasar

biokimia defisiensi G6PD disebabkan mutasi pada gen G6PD.

Peranan enzim G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah

merah serta menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada

fungsinya dalam jalur pentosa fosfat.6

Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada

bayi yang mendapat ASI1

Asupan cairan :

n Kelaparan

n Frekuensi menyusui

n Kehilangan berat badan/dehidrasi

Hambatan eksresi bilirubin hepatik

n Pregnandiol

n Lipase-free fatty acids

n Unidentified inhibitor

Intestinal reabsorption of bilirubin

n Pasase mekonium terlambat

n Pembentukan urobilinoid bakteri

n Beta-glukoronidase

n Hidrolisis alkaline

n Asam empedu

Sumber : Gourley.

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya

20

disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis),

karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10

mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar

bilirubin 4 kali lipat.1

Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek

Dasar Penyebab

- Peningkatan produksi bilirubin Incomptabilitas darah fetomaternal (Rh, ABO)

- Peningkatan penghancuran hemoglobin- Defisiensi enzim kongenital (G6PD,

galakrosemia)

Perdarahan tertutup (sefalhematom,

memar)

Sepsis

- Peningkatan jumlah hemoglobin - Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA)

Keterlambatan klem tali pusat

- Peningkatan sirkulasi enterohepatik - Keterlambatan pasase mekonium, ileus

mekonium,

Meconium plug syndrome

Puasa atau keterlambatan minum

Atresia atau stenosis intestinal

- Perubahan clearance bilirubin hati - Imaturitas

- Perubahan produksi atau aktivitas uridine - Gangguan metabolik/endokrin

(Criglar-Najjar disease

Diphosphoglucoronyl transferase Hipotiroidisme, gangguan metaholisme asam

amino)

21

- Perubahan fungsi dan perfusi hati Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi.

(kemampuan konjugasi) Sepsis (juga proses imflamasi)

Obat-obatan dan hormon (novobiasin,

pregnanediol)

- Obstruksi hepatik (berhubungan dengan - Anomali kongenital (atresia biliaris,

fibrosis kistik)

hiperbilirubinemia direk Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)

Billirubin load berlebihan (sering pada

hemolisis berat)

Sumber : Blackburn ST

PATOFISIOLOGI1,7

Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir

dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi. Langkah

oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan

enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,

dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk

pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru.

Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin

reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi

bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin

bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak

larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi

bilirubin.1 Bayi akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang

dewasa sekitar 3-2 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir

disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan

orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang

meningkat dan juga reabsorpsi dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).1

22

Dalam keadaan normal, sejumlah kecil bilirubin direabsorpsi oleh usus untuk kembali

ke darah, dan sewaktu akhirnya dikeluarkan melalui urin.7

Transportasi Bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya

dilapaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir

mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena

konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin

yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air

dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan

albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu

23

albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang bersifat

asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat

utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat

pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat- obat yang dapat melepaskan

ikatan bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah

digoksin, gentamisin, furosemide.1

DIAGNOSIS

Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang

berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk

bayi-bayi yang pulang lebih awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis

bayi dan disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya.1

a.    anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan

pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat

infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.

b.    Pemeriksaan fisik :

Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll) 

Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan

dilakukan pada pencahayaan yang memadai.

 

Berdasarkan Kramer dibagi :8

Tampilan ikterus dapat ditentukan

dengan memeriksa bayi dalam ruangan

dengan pencahayaan yang baik, dan

menekan kulit dengan tekanan ringan untuk

melihat warna kulit dan jaringan subkutan.

24

Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4

mg/dL.

Derajat ikterusDaerah ikterus

Perkiraan

kadar bilirubin

I Kepala dan leher 5-7 mg%

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 7-10 mg%

III

Sampai badan bawah (di bawah

umbilikus) hingga tungkai atas (di

atas lutut)

10-13 mg/dl

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 13-17 mg/dl

V Sampai telapak tangan dan kaki >17 mg/dl

c.  Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu

dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat

keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).

d.  Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah

letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia

yang berat

25

Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan 35 mg1

Faktor risiko major

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin

transkutaneus terletak pada daerah risiko tinggi (Gambar. 2)

- Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

- Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk

yang positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD,

peningkatan ETCO).

- Umur kehamilan 35-36 minggu

- Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

- Sefalhematom atau memar yang bermakna

- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan

berat badan yang berlebihan

- Ras Asia Timur

Faktor risiko minor

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin

transkutaneus terletak pada daerah risiko sedang (gambar 2)

- Umur kehamilan 37-38 minggu

- Sebelum pulang, bayi tampak kuning

- Riwayat anak sebelumnya kuning

- Bayi makrosomia dari ibu DM

- Umur ibu 25 tahun

- Laki-laki

Faktor risiko kurang

Faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang

signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke

bawah resiko makin rendah

- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada

daerah risiko rendah

- Umur kehamilan 41 minggu

- Bayi mendapat susu formula penuh

- Kulit hitam

- Bayi dipulangkan setelah 72 jam

26

Sumber : AAP1

V. PENATALAKSANAAN / TERAPI1

Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan

farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar.

Strategi pencegahan

American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis

dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu

atau lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal

hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang

tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi

yang tidak diperlukan.Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera

mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang

kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Strategi pencegahan hiperbilirubinemia

1. Pencegahan primer

Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling

sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama. :

Rekomendasi 1.1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti

dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami

dehidrasi.

2. Pencegahan sekunder

Rekomendasi 2.0

Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan

terjadinya hiperbilirubinemia berat. selama periode neonatal

Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus

diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum

untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.

27

Rekomendasi 2.1.1: Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh

negatif, dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan

darah dan tipe Rh(D) darah tali pusat bayi.

Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu 0, Rh positif, terdapat

pilihan untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah

tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan

pengawasan, penilaian terhadap risiko sebelum keluar Rumah Sakit

(RS) dan tindak lanjut yang memadai.

Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa

semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan

menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat

memeriksa tanda vital bayi,tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

Rekomendasi 2.2.1: Protokol untuk penilaian ikterus haws melihatkan

seluruh staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat

bilirubin secara transkutaneus atau memeriksakan biliruhin serum total.

3. Evaluasi laboratorium

Rekomendasi 3.0 : Pengukuran biliruhin transkutaneus dan atau

bilirubin serum total harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami

ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan

perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau biliruhin serum

total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak

umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinemia.

Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau

bilirubin serum total harus dilakukan bila tampak ikterus yang

berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin

transkutaneus atau biliruhin serum hams dilakukan, terutama pada kulit

hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali

salah.

Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan

28

sesuai dengan umur bayi dalam jam.

4. Penyebab kuning

Rekomendasi 4.1 : Memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada

bayi yang menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat

cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.1: Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk

atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan

laboratorium tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila

terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.2: Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3

minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau

bilirubin konjugasi untuk mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga

dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.

Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin

konjugasi.

meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab

kolestasis.

Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-

phosphatase deh-vdrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi

ikterus yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau

etnis/asal geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD

atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi yang buruk.

5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan

Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus

dinilai terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan

semua perawatan harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini.

Penilaian ini sangat penting pada bayi yang pulang sebelum umur 72

jam.

Rekomendasi 5.1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:

29

Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum

total sebelum keluar RS , secara individual atau komhinasi untuk

pengukuran yang sistimatis terhadap risiko.

Penilaian faktor risiko klinis.

6. Kehijakan dan prosedur rumah sakit

Rekomendasi 6.1 : Harus memberikan informasi tertulis dan lisan

kepada orangtua saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang

kuning, perlunya monitoring terhadap kuning, dan anjuran bagaimana

monitoring harus dilakukan.

Rekomendasi 6.1.1: tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh

petugas kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah

keluar RS untuk menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu

dan tempat untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya

perawatan, ada atau tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan

risiko masalah neonatal lainnya.

Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :

Saat tindak lanjut

Bayi Keluar RS Harus Dilihat Saat

Umur

Sebelum umur 24 jam

Antara umur 24 dan 47,9 jam

Antara umur 48 dan 72 jam

72 jam

96 jam

120 jam

Sumber : AAP

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam,

diperlukan 2 kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara

24-72 jam dan kedua antara 72- 120 jam.Penilaian klinik harus

digunakan dalam menentukan tindak lanjut.

Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap

30

hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau

lebih sering. Sedangkan bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko,

waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama.

Rekomendasi 6.1.3: Menunda pulang dari Rumah Sakit : Bila tindak

lanjut yang- memadai tidak dapat dilakukan terhadap adanya

peningkatan risiko timbulnya hiperbilirubinemia berat, mungkin

diperlukan penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang

memadai dapat dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati

(72-96 jam)

Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut

Penilaian tindak lanjut harus termasa berat badan bayi dan

perubahan persentase berat lahir, asupan yang adekuat, pola buang air

besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kuning. Penilaian klinis

harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan pemeriksaan

bilirubin. Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin

transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperiksa. Perkiraan

kadar bilirubin secara visual dapat keliru, terutama pada bayi dengan

kulit hitam.

7. Pengelolaan bayi dengan ikterus

Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI

Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yang perlu

diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang

mendapat ASI.

Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang

mendapat ASI

1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk

merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam

2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui

yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan

menyusui yang lama dengan frekuansi yang jarang walaupun total waktu yang

diberikan adalah sama

3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula

31

penganti.

4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan

pola menyusui

5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan

pemberian minum, rangsang pengeluaran/ produksi ASI dengan cara

memompa, dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang

dikeluarkan AAP

6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan

abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya

diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20

mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Sumber : Blackburn ST

Penggunaan farmakoterapi

Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan

merangsang induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi

penghancuran heme, atau untuk mengikat billirubin dalam usus halus sehingga

reabsorpsi enterohepatik menurun. antara lain :

1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat

dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan

tindakan tranfusi ganti.

2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan

konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat

ikatan bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan

secara umum tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari

sebelum terlihat perubahan bermakna , hal ini membuat penggunaan fototerapi

nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada

inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti.

Penggunaan fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi

atau tranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak

membuahkan hasil.

3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga

telah diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. ProtOporphyrin telah terbukti

efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan

32

untuk katabolisjne heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah

dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam empedu.

4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa

penyakit hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-

MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah

pemberian Sn-PP berhubungan dengan timbulnya eritema foto toksik. Sn-MP

kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi.

Pada penelitian terbaru dengan penggunaan Sn-MP maka fototerapi pada bayi

cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi kurang bulan

penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam

percobaan dan keluaran jangka panjang belum dike tahui, sehingga pemakaian

obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyai risiko tinggi

terhadap kejadian hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi

neurologi dan juga sebagai clinical trial.

5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor β-glukuronidase pada bayi

sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein

hoidrolisat dalam jumlah kecil (5 ml/dosis - 6 kali/hari) dapat meningkatkan

pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan

dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat campuran whey/kasein

(bukan inhibitor (β-glitkitronidase) kuningnya juga tampak menurun

dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh

peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalur

enterohepatik.

Foto terapi dan tranfusi tukar

Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun

atau terus meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif,

kemungkinan telah terjadi hemolisis dan direkomendasikan untuk

menghentikan fototerapi.

Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.

33

Terapi

Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi

Lakukan pemeriksaan laboratorium:

n Bilirubin total dan direk

n Golongan darah (ABO, Rh)

n Test antibodi direct ( Coombs)

n Serum albumin

n Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan

morfologi

n Jumlah retikulosit

n ETCO (bila tersedial

n G6PD1bila terdapat kecurigaan (berdasarkan etnis dan

geografis) atau respon terhadap foto terapi kurang)

n Urinalisis

n Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan

kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan liquor untuk

protein, glukosa, hitung sel dan kultur

Tindakan:

n Bila billirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg pada bayi sakit atau

bayi < 38 minggu, lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross match pada

pasien yang akan direncanakan transfusi °anti

n Pada bayi dengan penyakit otoimun hemolitik dan kadar

bilirubin total meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensif atau dalam

2-3 mg/dL kadar transfusi ganti, berikan imunoglohulin intravena 0,5-1 g/kg

selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.

n Pada bayi yang mengalami penurunan herat hadan lebih dari

12% atau secara klinis atau bukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi,

dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tamhahan.Bila pemberian peroral

sulit dapat diberikan intravena

Pada bayi mendapat foto terapi intensif

n Pemberian minum dilakukan setiap 2-3 jam

n Bila Bilirubin total ≥ 25 mg IdL, pemeriksaan ulangan

dilakukan dalam 2-3 jam

n Bila biliruhin total 20-25 mg/dL , pemeriksaan ulangan

34

dilakukan dalam 3-4 jam, bila <20 mg/dl diulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin

total terus turun periksa ulang dalam 8-12 jam

n Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati

kadar transfusi tukar atau perbandingan billirubin total dengan albumin

(TSB/albumin) meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka

lakukan transfusi ganti.

n Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14 mg/dL foto terapi

dihentikan

n Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan

bilirubin ulangan boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk

melihat kemungkinan terjadinya rebound.

Sumber : AAP

Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan

tranfusi ganti, kadar bilirubin direk atau konjugasi tidak harus

dikurangkan dari bilirubin total. Dalam kondisi dimana kadar

bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total, tidak tersedia data

yang baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk

berkonsultasi kepada ahlinya

Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada

angka untuk rekomendasi dilakukan tranfusi ganti atau jika kadar

bilirubin total sebesar 25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu,

hal ini merupakan keadaan emergensi dan bayi harus segera masuk

dan mendapatkan perawatan fototerapi intensif. Bayi-bayi ini tidak

harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini dapat menunda

terapi.

Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh

personel yang terlatih di ruangan NICU dengan observasi ketat dan

mampu melakukan resusitasi.

Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian 7-

35

globulin (0,5-1 g/ kgBB 'selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar

bilirubin total serum meningkat walaupun telah mendapat fototerapi

intensif atau kadar bilirubin total serum berkisar 2-3 mg/dL dari kadar

tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat diulang dalam 12 jam.

Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/albumin

Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan utnuk mengukur kadar

serum albumin dan mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3

g/dl sebagai satu faktor risiko untuk menurunkan ambang batas

penggunaan fototerapi.

Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganti, kadar

albumin serum harus diukur dan digunakan rasio bilirubin/albumin

yang berkaitan dengan kadar bilirubin total serum dan faktor-faktor

lainnya yang menentukan dilakukannya tranfusi ganti.

Bilirubin ensefalopati akut

Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan

tranfusi ganti pada setiap bayi ikterus dan tampak manifestasi fase

menengah sampai lanjut dari akut bilirubin ensefalopati (hipertonia,

arching, retrocollis, opistotonus, demam, menangis melengking)

meskipun kadar bilirubin total serum telah turun

Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi

harus memiliki peralatan untuk fototerapi intensif.

Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan

Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan

fototerapi, AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan,

menyusui harus diteruskan. Juga terdapat pilihan memilih untuk

menghentikan menyusui sementara dan menggantinya dengan

formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan atau

meningkatkan efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang

mendapat fototerapi , suplementasi dengan pemberian ASI yang

dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat,

36

berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi

Fototerapi

Sebagai patokan gunakan kadar billirubin total

Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD,

asfiksia, letargis, suhu tubilh yang tidak stabil, sepsis, asidosis,atau

kadar albumin < 3 g/dL

Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu

diperbolelikan untuk melakukan foto terapi pada kadar bilirubin total

sekitar medium risk line. Nicrupakan pilihan untuk melakukan

intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk

bayibayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin

total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37

6/7 minggu.

37

Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau

di rumah pada kadar bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang

ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko foto

terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah.

Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan

sinar blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan

kekuatan paling kurang 30 uW/cm: (diperiksa dengan radiometer,

atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah

sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas).

Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik

pada bayi-bayi yang mendapat foto terapi intensif, kemungkinan

besar terjadi proses hemolisis.

Efek samping fototerapi

Efek

samping

Perubahan spesifik Implikasi klinis

Perubahan

suhu dan

metabolik

lainnya

Peningkatan suhu

lingkungan

dan tubuh

Peningkatan konsumsi

oksigen

Peningkatan laju

respirasi

Peningkatan aliran

darah ke

kulit

Dipengaruhi oleh kematangan,

asupan kalori (energi untuk

merespon perubahan suhu),

adekuat atau tidaknya

penyesuaian terhadap suhu

pada unit fototerapi, jarak

dari unit ke bayi dan

inkubator (berkaitan dengan

aliran udara dan kehilangan

udara pada radiant warmer),

penggunaan servocontrol

Perubahan

kardiovaskular

Perubahan sementara

curah

jantung dan penurunan

Terbukanya kembali duktus

arteriosus, kemungkinan

karena fotorelaksasi,

38

curah

ventrikel kiri

biasanya tidak signifikan

terhadap hemodinamik

Perubahan hemodinamik

terlihat pada 12 jam pertama

fototerapi, setelah itu

kembali ke awal atau

meningkat

Status cairan Peningkatan aliran

darah Perifer

Peningkatan insensible

wateloss

Meningkatkan kehilangan cairan

Dapat mengubah keperluan

pemakaian medikasi

intramuskular

Disebabkan oleh kehilangan

cairan melalui evaporasi,

metabolik, dan respirasi

Dipengaruhi oleh lingkungan

(aliran udara, kelembaban,

temperature), karakteristik

unit fototerapi, peruhahan

suhu, perubahan suhu kulit

dan suhu inti bayi, denyut

jantung, laju.respirasi, laju

metabolik, asupan kalori,

hentuk tempat tidur

(meningkat dengan

penggunaan radiant warmer

dan inkubator)

Fungsi

Saluran

Cerna

Peningkatan jumlah dan

frekuensi buang air

besar

Feses cair berwarna

Berkaitan dengan peningkatan

aliran empedu yang dapat

menstimulasi aktivitas

saluran cerna

Meningkatkan kehilangan cairan

39

hijau kecokelatan

Penurunan waktu transit

usus

Penurunan absorpsi,

retensi

air dan elektrolit

Perubahan aktivitas

laktosa riboflavin

melalui feses

Meningkatkan kehilangan cairan

melalui feses dan risiko

dehidrasi

Perubahan mendadak pada cairan

dan elektrolit

Intoleransi sementara laktosa

dengan penurunan laktase

pada silia epitel dan

peningkatan frekuensi BAB

dan konsistensi air pada

feses

Perubahan

aktivitas

Letargis,gelisah Dapat mempengaruhi huhungan

orang tua — bayi

Perubahan

berat

badan

Penurunan nafsu

makan

Penurunan pada

awalnya

namun terkejar dalam

2-4

minggu

Menyebabkan peruhahan

asupan cairann dan kalori

Disebabkan oleh pemberian

asupan makanan yang buruk

dan peningkatan kehilangan

melalui saluran cerna

Efek okuler Tidak ada penelitian

pada

manusia, namun perlu

perhatian antara efek

Menurunnya input sensoris dan

stimulasi sensorism Penutup

mata meningkatkan risiko

infeksi, aberasi kornea,

peningkatan tekanan

40

cahaya

dibandingkan dengan

efek

penutup mata

intrakranial (jika terlalu

kencang)

Perubahan

kulit

Tanning

Rashes

Burns

Bronze baby syndrome

Disebabkan oleh induksi sintesa

melanin atau disperse oleh

sinar ultraviolet

Disebabkan oleh cedera pada

sel mast kulit dengan

pelepasan histamine, eretima

dari sinar ultraviolet.

Disebabkan oleh pemaparan

yang berlebihan dari emisi

gelombang pendek sinar

fluorescent

Disebabkan oleh interaksi

fototerapi dan ikterus

kolestasis, menghasilkan

pigmen cokelat (bilifuscin)

yang mewarnai kulit, dapat

pulih dalam hitungan bulan

Perubahan

endokrin

Perubahan kadar

gonadotropin serum

(peningkatan LH

dan FSH)

Belum diketahui secara pasti

Perubahan

hematologi

Peningkatan turnover

trombosit

Cedera pada sel darah

merah

Merupakan masalah bagi bayi

dengan trombosit

Menyebabkan hemolisis,

41

dalam sirkulasi dengan

penurunan kalium

dan peningkatan

aktivitas ATP

meningkatkan

kebutuhan energi

yang rendah dan

yang dalam keadaan sepsis

Perhatian

terhadap

perilaku

psikologis

Isolasi

Perubahan status

organisasi Bayi dan

manajemen

perilaku

Efek diatasi oleh perawatan

yang baik

Dapat diatasi dengan interaksi

orangtua-

Dapat mempengaruhi ritme

kardiak

Sumber: dari Blackburn ST

Tranfusi Tukar

42

n Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan

tanpa patokan pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan

tergantung respon terhadap foto terapi

n Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan

gejala ensefalopati akut ( hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch

cry, demam) atau bila kadar bilirubin total ≥ 5 mg/dL diatas garis patokan.

n Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD,

asfiksia, letargis, suhu tidak stabil, sepsis, asidosis

n Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin

Sebagai patokan adalah bilirubin total

n Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko

sedang) transfusi tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar

bilirubin total sesuai usianya

Rasio bilirubin total/ albumin sebagai penunjang untuk memutuskan

untuk transfusi tukar

Katageri Risiko

Rasio B/A Saat Transfusi tukar

Harus Dipertimbangkan

Bil Tot (

mg/c11 )/

Alb, g/dl

Bil Tot ((jtmol/L )

/Alb, tmol/L

Bayi ≥ 38 0/7 mg

Bayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat

8,0 0,94

43

atau 380/7 mg

Bayi 350/7-37 6/7 mg jika risiko

tinggi atau

jika risiko tinggi atau isoimmune

hemolytic disease atau defisiensi

G6PD

Isoimmune hemolytic disease atau

defisiensi G6PD

7,2

6,8

0,84

0,80

Dikutip dari AAP 2004.

Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat

dililiat pada. Penatalaksanaan fotorterpi dan tranfusi tukar berdasarkan berat

badan pada Tabel 9.12

Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan

berdasarkan American Academy of Pediatrics

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL [µmol/L])

Usia

(jam)

Pertimbangkan

Fototerapi

Fototerapi Transfusi tukar

Jika fototerapi

Intensif Gagal

Transfusi tukar

& Fototerapi

intensif

25-48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430)

44

79-79

> 72

≥ 15 (260)

≥ 17 (290)

≥ 18 (310)

≥ 20 (290)

≥ 25 (430)

≥ 25 (430)

≥ 30 (510)

≥ 30 (510)

Sumber : Madan A dk

Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan

dan bayi baru lahir yang relatif sehat

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dl)

sehat sakit

Badan

Fototerapi

5 – 7

7 – 10

10 – 12

12 – 15

15 - 18

Transfusi tukar

Bervariasi

Bervariasi

Bervariasi

Bervariasi

20 - 25

fototerapi

4 – 6

6 – 8

8 – 10

10 – 12

12 – 15

Transfuse tukar

Bervariasi

Bervariasi

Bervariasi

Bervariasi

18 - 20

Sumber : Madan A dkk.

Komplikasi transfusi tukar:

1. Hipokalsemia dan hipomagnesia.

2. Hipoglikemia.

3. Gangguan keseimbangan asam basa.

4. Hiperkalemia.

5. Gangguan kardiovaskular

Perforasi pembuluh darah.

Emboli.

Infark.

Aritmia.

45

Volume overload.

Arrest.

6. Pendarahan.

Trombositopenia.

Defisiensi faktor pembekuan.

7. Infeksi.

8. Hemolisis.

9. Graft-versus host disease.

10. Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya

enterokolitis nekrotikans

ANALISA KASUS

Dasar diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang.

Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa Kehamilan

Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

maturitas fisik neuromuscular maka diagnosa Neonatus cukup bulan – sesuai

masa kehamilan ditegakkan dengan menggunakan grafik Ballard.

Dikatakan pasien ini neonatus cukup bulan karena umur kehamilannya 38

minggu, BBL: 3800 gram, PBL: 453 cm. Dan berdasarkan kurva yang

memperlihatkan hubungan antara berat badan dan masa gestasi, maka bayi ini

46

disebut sesuai masa kehamilan karena berat badannya terletak diantara persentil

10 dan 90.

Hiperbilirubinemia

1. Pada pasien ini, Diagnosis Hiperbilirubinemia ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis, diketahui bahwa warna kuning mulai tampak pada pasien

sejak hari ketiga dan makin jelas pada hari keempat kelahiran. Kuning

tampak pada wajah, dada, perut dan makin jelas terlihat di kedua mata,

sedangkan pada bagian tangan dan kaki tidak terlihat kuning. Riwayat

pemberian ASI mulai pada setelah melahirkan. Pada pasien ini

kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia disebabkan oleh

inkompatibilitas ABO karena Golongan darah ibu O dan golongan darah

pasien A.

Pada pasien ini BAB dan BAKnya baik , frekuensi BABnya ±8

kali sehari berwarna kuning dan frekuensi BAKnya berwarna kuning.

Mual dan muntah juga tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

terdapat obstruksi pada saluran pencernaanya.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan ditemukan kulit bayi tampak

kuning mulai dari wajah dan leher. Sedangkan pada bagian tangan dan

kaki tidak terlihat kuning, menurut skala Kramer hal ini termasuk dalam

Kramer I dengan perkiraan kadar bilirubin total 5-7 mg/dl. Namun hal ini

tidak sesuai dengan kadar bilirubin total pasien yaitu 18 mg/dl.

Pada pemeriksaan hepar dan lien tidak teraba. Sehingga

kecurigaan akan hepatitis neonatal dapat disingkirkan, untuk

memastikannya dapat kita lakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang,

Bilirubin total 18 mg/dl

Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin dapat

mencapai kadar bilirubin yang lebih tinggi dan penurunan lebih

lambat.

2. Pada pasien ini kemungkinan diagnosis bandingnya adalah Breast Milk

Jaundice, karena pasien sejak hari pertama lahir minum ASI dan tidak

47

minum susu formula. Menurut Kosim, M Sholeh dalam Buku Ajar

Neonatologi, pada sebagian bayi yang mendapat ASI ekslusif, dapat terjadi

ikterik yang berkepanjangan, biasanya mulai hari ke-7 dan bertahan hingga

2-3 minggu kehidupan. Peningkatan serum bilirubin indirek maksimal 10-

30 mg/dl. Hal ini dapat terjadi dicurigai karena terdapat glukoronidase

pada ASI. Namun, bila pemberian ASI tetap dilanjutkan, maka ikterus

akan menghilang dalam 3-10 minggu. Pemberian ASI dengan frekuensi

sering 10x dalam 24 jam dan pemberian ASI pada malam hari dapat

mengurangi resiko Breast Milk Jaundice. Diagnosis banding yang lain

adalah adanya defisiensi enzim G6PD, namun menurut kepustakaan

defisiensi G6PD ini terjadi biasanya pada hari 1-3 disertai adanya demam

dan kelelahan umum. Dan ditemukan adanya riwayat yang sama pada

keluarga karena ini merupakan penyakit herediter. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan adanya anemis pada konjungtiva dan pada laboratorium

ditemukan penurunan hemoglobin karena penyakit ini bersifat anemia

hemolitik.

3. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini yaitu fototerapi, hal ini

sesuai dengan panduan fototerapi pada bayi usia kehamilan ≥ 35-37

minggu yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatrics, dimana

pasien memiliki kadar bilirubin total 18 mg/dL berada pada medium risk

line.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim, M Sholeh dkk. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 2008.

2. Fitria, Agnes, dkk. Hiperbilirubinemia. Diakses dari

http://www.scribd.com/doc/8114333/Hiperbilirubinemia pada tgl 10 Juni

2011 pukul 21.00 WIB

48

3. Apriyastuti,Dwi. Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO

di RSU Pandan Arang Boyolali. Diakses dari digilib.uns.ac.id.pada tgl 12 Juni

2011 pukul 15.45 WIB

4. Baby, smart. Inkompatibilitas ABO. Diakses dari

http://limdr.blogspot.com/2008/02/inkompatibilitas-abo.html pada tgl 12 Juni

2011 pukul 15.00 WIB

5. Defisiensi G6PD. Diakses dari

http://www.scribd.com/doc/54769670/DEFISIENSI-G6PD pada tgl 24 Juni

2011 pukul 21.00 WIB

6. Wibowo, Satrio. PERBANDINGAN KADAR BILIRUBIN NEONATUS

DENGAN DAN TANPA DEFISIENSI GLUCOSE-6-PHOSPHATE

DEHYDROGENASE, INFEKSI DAN TIDAK INFEKSI. Masters thesis,

Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. 2007. Diakses dari

http://eprints.undip.ac.id/18714/ pada tgl 24 Juni 2011 pukul 22.00 WIB

7. Sherwood, Lauree. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 567-9.

8. Icterus neonatorum. Diakses dari

http://ayurai.wordpress.com/2009/03/13/ikterus-neonaturum/ pada tgl 11 Juni

2011 pukul 19.00 WIB

49