case hiperbilirubinemia 1

32
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH STATUS PASIEN KASUS II Nama Mahasiswa : Fathia Rachmatina Pembimbing : dr. Daniel Effendi sp.A NIM : 030.08.099 Tanda tangan : IDENTITAS PASIEN Nama : By. Ny E Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 7 hari Suku Bangsa : Jawa Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 5 April 2013 Agama : Islam Alamat : Jl. Kampung Baru I RT 008/RW005 Pendidikan : - Orang tua / Wali Ayah : Ibu : Nama : Tn. T Nama : Ny. E Umur : 30 tahun Umur : 27 tahun Alamat : Jl. Kampung Baru I Alamat : Jl. Kampung Baru I Pekerjaan : Karyawan Swasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Penghasilan : Rp. 1000.000 Penghasilan : - Suku bangsa : Jawa Suku bangsa : Jawa Agama : Islam Agama : Islam Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung 1

Upload: vannyanoy

Post on 10-Apr-2016

23 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hiperbilirubinemia

TRANSCRIPT

Page 1: Case Hiperbilirubinemia 1

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS II

Nama Mahasiswa : Fathia Rachmatina Pembimbing : dr. Daniel Effendi sp.A

NIM : 030.08.099 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Ny E Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 7 hari Suku Bangsa : Jawa

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 5 April 2013 Agama : Islam

Alamat : Jl. Kampung Baru I RT 008/RW005

Pendidikan : -

Orang tua / Wali

Ayah : Ibu :

Nama : Tn. T Nama : Ny. E

Umur : 30 tahun Umur : 27 tahun

Alamat : Jl. Kampung Baru I Alamat : Jl. Kampung Baru I

Pekerjaan : Karyawan Swasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Penghasilan : Rp. 1000.000 Penghasilan : -

Suku bangsa : Jawa Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

I. RIWAYAT PENYAKIT

A. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan

Lokasi : Ruang Perinatologi

Tanggal / waktu : 11 April 2013 pk. 12.30 WIB

Tanggal masuk : 11 April 2013

Keluhan utama : Badan berwarna kuning sejak 7 jam SMRS

Keluhan tambahan : -

1

Page 2: Case Hiperbilirubinemia 1

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUD Budhi Asih dengan keluhan badan kuning

sejak 7 jam SMRS. Kuning timbul secara tiba-tiba, awalnya Ibu Os mengatakan, kedua pipi

Os yang terlebih dahulu terlihat kekuningan. Kemudian warna kekuningan menjalar ke leher,

dada,perut, punggung, dan kedua paha. Adanya demam disangkal, tidak ada muntah, batuk,

pilek, maupun kejang. BAB berwarna kuning, ± 2-3 x / hari, BAK biasa, berwarna

kekuningan.

Pasien diberi minum ASI sejak lahir, hisapam minum baik. Pasien lahir di RSUD

Budhi Asih pada tanggal 5 April 2013 secara SC atas indikasi ketuban pecah dini 15 jam,

pukul 15.03. Pasien sempat dirawat bersama ibu di ruang perawatan RSUD Budhi Asih

selama 4 hari.

Golongan darah ibu AB+, ayah O+, anak O+. Pasien merupakan anak pertama.

B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum pernah menderita

keluhan seperti sekarang maupun mengidap penyakit lain.

C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada penyakit selama kehamilan

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke klinik bidan 1 bulan

sekali dan sudah mendapat imunisasi

vaksin TT

KELAHIRAN Tempat persalinan RSUD Budhi Asih

Penolong persalinan Dokter obgyn

Cara persalinanSC ai KPD 15 jam

Masa gestasi Cukup bulan, 40 minggu

2

Page 3: Case Hiperbilirubinemia 1

Keadaan bayi

Berat lahir : 3400 gr

Panjang lahir : 50 cm

Lingkar kepala : 32,5 cm

Langsung menangis ( + )

Kemerahan ( + )

Nilai APGAR : 8/9

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesan: Pasien dilahirkan secara SC ai KPD 15 jam

D. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI - - -

Kesimpulan riwayat makanan : Pasien minum ASI, hisapan minum baik

E. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur )

BCG - - -

DPT / PT - - -

Polio - - -

Campak - - -

Hepatitis B - - -

Kesimpulan riwayat imunisasi : Pasien belum diberikan imunisasi

F. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

NoTanggal lahir

(umur)

Jenis

kelaminHidup

Lahir

matiAbortus

Mati

(sebab)

Keterangan

kesehatan

1. 5 April 2013 Perempuan + - - -Sehat

(Pasien)

b. Riwayat Pernikahan

3

Page 4: Case Hiperbilirubinemia 1

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. T Ny. E

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 29 tahun 26 tahun

Pendidikan terakhir STM SMP

Agama Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

Penyakit, bila ada - -

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti pasien. Tidak ada yang

menderita penyakit kuning, atay penyaki hati pada keluarga pasien

G. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan neneknya di sebuah rumah tinggal di

perumahan dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai

keramik, berdinding tembok.

Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik.

Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan

pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 11 April 2013 jam 12.45 WIB)

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Keadaan lain : anemis ( - ), ikterik ( + ), sianosis ( - ), dyspnoe ( - )

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 3400 gr Lingkar Kepala : 32,5 cm

4

Page 5: Case Hiperbilirubinemia 1

Ballard Score:

NCB-SMK Gestasi 40 minggu

Tanda Vital

Nadi : 134 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Tekanan Darah : -

Nafas : 32 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2

Suhu : 36,6 O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA : Normocephali, sutura belum menutup

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal

WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut

MATA :

Sklera ikterik : +/+ Lagofthalmus : -/-

Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/-

BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda,

hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)

TENGGOROKAN : tonsil T1 –T1 tenang tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-),

faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)

5

Page 6: Case Hiperbilirubinemia 1

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,

tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di

tengah

THORAKS :

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan

yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya

retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding

dada, ictus cordis tidak terlihat, pulsasi abnormal (-)

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,

vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, ictus cordis tidak teraba, denyut kuat

Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal

Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II

reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN :

Inspeksi : bentuk perut buncit, simetris. Tidak terdapat efloresensi. Ikterik (+)

Auskultasi: BU (+) 4x/menit

Tidak terdengar arterial bruit maupun venous hum

Perkusi: timpan pada seluruh lapang abdomen

Palpasi: hangat, supel, nyeri tekan (-), hepar lien teraba dalam batas normal

ANOGENITALIA : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-),

fissura ani (-)

KGB :

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat di keempat ekstremitas

Tangan Kanan Kiri

6

Page 7: Case Hiperbilirubinemia 1

Tonus otot normotonus normotonus

Sendi aktif aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain oedem (-) oedem (-)

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Sendi aktif aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain oedem (-) oedem (-)

KULIT : tampak ikterik (kramer derajat 3), tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab,

pengisian kapiler < 3 detik, petechie (-)

TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 11 April 2013

Jenis Pemeriksaan

Golongan darah

Rhesus

Bilirubin total

Bilirubin direk

Bilirubin indirek

Hasil

O

(+)

13,02 mg/dl

0,38 mg/dl

12,64 mg/dl

Nilai Normal

< 7,0 mg/dl

<0,3 mg/dl

<0,75 mg/dl

IV. RESUME

7

Page 8: Case Hiperbilirubinemia 1

Pasien perempuan, usia 7 hari, datang dengan keuhan badan kuning sejak 7 jam SMRS.

Tidak ada keluhan penyerta lain. Pada pemerikasaan fisik didapatkan keadaan umum tampak

sakit sedang serta ikterik. Didapatkan sklera ikterik dan kulit ikterik kramer derajat 3.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan pada kadar bilirubin total dan

biirubin indirek.

V. DIAGNOSIS BANDING

Hiperbilirubinemia indirek ec

Ikterus fisiologis

Anemia hemolitik

Inkompabilitas ABO

VI. DIAGNOSIS KERJA

NCB SMK Gestasi 40 minggu

Hiperbiirubinemia indirek ec ikterus fisiologis

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Bilirubin ulang

Darah rutin

VII. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

Blue light therapy

Medikamentosa

(-)

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Sanationam : ad bonam

8

Page 9: Case Hiperbilirubinemia 1

Ad Fungtionam : ad bonam

FOLLOW UP

Tgl S O A P

12/04/013 Kulit berwarna

kuning

Demam (-)

Muntah (-)

KU: TSS, Ikterik (+)

Kesadaran: CM

N: 130x/m

RR: 34x/m

S: 36,5ºC

Kepala:

normocephali,sutura

belum menutup

Mata: CA-/- SI +/+

Hidung: NCH (-)

Mulut: sianosis (-)

Leher: KGB tiroid

TTM

Thorax:

C/ S1 S2 reg

m(-) g(-)

P/ SN ves

rh-/- wh -/-

Abdomen:

Buncit, supel, BU

(+), timpani, turgor

baik

Ekstremitas: Akral

hangat

Lab 12/04/013:

Bilirubin total:

12,69 u/l

Bilirubin direk: 0,37

u/l

NCB-SMK

Gestasi 40

minggu

Hiperbilirubine

mia indirek

Usia 8 hari

Blue light therapy

9

Page 10: Case Hiperbilirubinemia 1

13/04/013 Kulit berwarna

kuning (-)

Demam (-)

Muntah (-)

KU: TSS, Ikterik (-)

Kesadaran: CM

N: 132x/m

RR: 32x/m

S: 36,7ºC

Kepala:

normocephali,sutura

belum menutup

Mata: CA-/- SI -/-

Hidung: NCH (-)

Mulut: sianosis (-)

Leher: KGB tiroid

TTM

Thorax:

C/ S1 S2 reg

m(-) g(-)

P/ SN ves

rh-/- wh -/-

Abdomen:

Buncit, supel, BU

(+), timpani, turgor

baik

Ekstremitas: Akral

hangat

Lab 13/04/013:

Bilirubin total:

6,55 U/l

Bilirubin direk 0,32

u/l

NCB-SMK

Gestasi 40

minggu

Hiperbilirubine

mia indirek

Usia 9 hari

Boleh pulang

TINJAUAN PUSTAKA

IKTERUS

10

Page 11: Case Hiperbilirubinemia 1

A. PENGERTIAN

Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena

peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ).

Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan

bilirubun dalam tubuh.

Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi

karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah.

Ikterus Fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu

pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar

bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan

kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti denganpenurunan yang lambat

sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI

kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan

penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu, bahkan dapat

mencapai waktu 6 minggu. 1

Ikterus Patologis

Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam.

Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah,

letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea

atau suhu yang tidak stabil )

Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada

kurang bulan. 1

B. ETIOLOGI

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi

keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi

dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh

11

Page 12: Case Hiperbilirubinemia 1

beberapa faktor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan

atau dehidrasi. 1,2

a. Ikterus Prahepatik

Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.

Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:

Kelainan sel darah merah

Infeksi seperti malaria, sepsis.

Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang

berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan

eritroblastosis fetalis. 1,2

b. Ikterus Pascahepatik

Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang

larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan

terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga

ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin

kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak

mengandung sterkobilin. 1,2

c. Ikterus Hepatoseluler

Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin

direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin

darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan

peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada

keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, dan bahan kimia. 1,2

C. PATOFISIOLOGI

12

Page 13: Case Hiperbilirubinemia 1

Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir

dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi. Langkah oksidasi

yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.

Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan

haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian

akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut

dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase.

Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta

pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme

transport dan eliminasi bilirubin. 1,2

13

Page 14: Case Hiperbilirubinemia 1

Transportasi Bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikulo endothelial, selanjutnya

dilepaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini

merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam

sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat

dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat

– obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan

menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat kompetitor

serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. 1,2

Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )

Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )

Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole,

sulfamoxazole )

Penicilin ( propicilin, cloxacillin )

Lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk

sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.

Bilirubin bebas

Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.

Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.

Asupan Bilirubin

Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit,

albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melaluisel

14

Page 15: Case Hiperbilirubinemia 1

membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan

sitosilik lainnya. 1,2

Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut

dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl

transferase ( UDPG – T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin

monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.

Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul

bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi

berikutnya. 1,2

Eksresi Bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu,

kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam

usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase

yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati

untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik. 1,2

D. KLASIFIKASI KRAMER

Derajat I : Daerah kepala dan leher, perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%.

Derajat II : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin 9,0 mg%.

Derajat III : Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin 11,4 mg%.

Derajat IV : Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut, 12,4 mg%.

Derajat V : Sampai daerah telapak tangan dan kaki, 16,0 mg%.

15

Page 16: Case Hiperbilirubinemia 1

Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang

mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia dan

pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kernikterus adalah perubahan

neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak

terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati

Pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik, dan

reflek hisap buruk.

Pada fase intermediate, moderate stupor, iritabilitas dan hipertoni.

Selanjutnya bayi akan demam, high – pitched cry, kemudian akan menjadi

drowsiness dan hipotoni.

Manifestasi klinis kern ikterus

16

Page 17: Case Hiperbilirubinemia 1

Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan

berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat,

gangguanpendengaran, displasia dental – enamel, paralysis upward gaze. 1,2

E. MANAJEMEN

1. Strategi Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk

beberapa hari pertama.

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan Sekunder

Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta

penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.

Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadaptimbulnya

ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat

memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidakkurang dari setiap 8 – 12 jam. 1,2,3

2. Penggunaan Farmakoterapi

a. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi – bayi dengan rhesus yang berat dan

inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi

tukar.

b. Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG – T dan ligandin serta dapat

meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin.

c. Metalloprotoprophyrin adlah analog sintesis heme.

d. Tin – Protoporphyrin ( Sn – Pp ) dan Tin – Mesoporphyrin ( Sn – Mp ) dapat menurunkan

kadar bilirubin serum.

17

Page 18: Case Hiperbilirubinemia 1

e. Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L – aspartikdan kasein holdolisat dalam

jumlah kecil ( 5 ml/dosis – 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI dan

meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan

dengan bayi control. 1,2,3

3. Fototerapi

Terapi sinar dilakukan berdasarkan kadar bilirubin, usia gestasi (kehamilan) saat bayi lahir,

usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor risiko lain yang dimiliki bayi yang dapat dilihat

pada tabel berikut.

Beberapa faktor risiko yang penting adalah :

18

Page 19: Case Hiperbilirubinemia 1

Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan

tubuh sendiri)

Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal

Kekurangan oksigen

Kondisi lemah/tidak responsif

Tidak stabilnya suhu tubuh

Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh

tubuh)

Gangguan keasaman darah

Kadar albumin (salah satu protein tubuh) 1,2,3

Pada bayi yang menerima ASI yang harus menjalani terapi cahaya, pemberian ASI

dianjurkan untuk tetap dilakukan. Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu diperhatikan:

Pemberian ASI atau susu formula setiap 2-3 jam

Jika TSB >25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam

Jika TSB 20–25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam

Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam

Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange

transfusion, pertimbangkan exchange transfusion 1,2,3

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka

pakaian bayi.

2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya

agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.

3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk

mendapatkan energi yang optimal.

4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena

cahaya dapat menyeluruh.

5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

19

Page 20: Case Hiperbilirubinemia 1

6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan. 1,2,3

Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:

1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairanharus diperhatikan

dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI.

2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang

meningkat).

3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.

4. Kenaikan suhu tubuh.

5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat

sementara. 1,2,3

4. Tranfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang

dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan

berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982). Pada

hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan

cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi

tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari

sirkulasi

bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

20

Page 21: Case Hiperbilirubinemia 1

1. Darah yang digunakan golongan O.

2. Gunakan darah baru. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting

untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan

O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran,

dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.

4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang

sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer

rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan

plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen

tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.

6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap

plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) - 160

mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%. 1,2,3

21

Page 22: Case Hiperbilirubinemia 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman, Behrman et al. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. USA: El Sevier

Saunders, 2004. Pg 756-765

2. Maisels MJ, Mc Donagh AF : Phototherapy for neonatal jaundice, N Eng J Med

358:920-928, 2008.

3. Lissauer, Clayden. Illustrated textbook of paediatrics. 3rd ed.England : Mosby El

Sevier, 2007.

22