case hiperbilirubinemia 1
DESCRIPTION
hiperbilirubinemiaTRANSCRIPT
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS II
Nama Mahasiswa : Fathia Rachmatina Pembimbing : dr. Daniel Effendi sp.A
NIM : 030.08.099 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny E Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 hari Suku Bangsa : Jawa
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 5 April 2013 Agama : Islam
Alamat : Jl. Kampung Baru I RT 008/RW005
Pendidikan : -
Orang tua / Wali
Ayah : Ibu :
Nama : Tn. T Nama : Ny. E
Umur : 30 tahun Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. Kampung Baru I Alamat : Jl. Kampung Baru I
Pekerjaan : Karyawan Swasta Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : Rp. 1000.000 Penghasilan : -
Suku bangsa : Jawa Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan
Lokasi : Ruang Perinatologi
Tanggal / waktu : 11 April 2013 pk. 12.30 WIB
Tanggal masuk : 11 April 2013
Keluhan utama : Badan berwarna kuning sejak 7 jam SMRS
Keluhan tambahan : -
1
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUD Budhi Asih dengan keluhan badan kuning
sejak 7 jam SMRS. Kuning timbul secara tiba-tiba, awalnya Ibu Os mengatakan, kedua pipi
Os yang terlebih dahulu terlihat kekuningan. Kemudian warna kekuningan menjalar ke leher,
dada,perut, punggung, dan kedua paha. Adanya demam disangkal, tidak ada muntah, batuk,
pilek, maupun kejang. BAB berwarna kuning, ± 2-3 x / hari, BAK biasa, berwarna
kekuningan.
Pasien diberi minum ASI sejak lahir, hisapam minum baik. Pasien lahir di RSUD
Budhi Asih pada tanggal 5 April 2013 secara SC atas indikasi ketuban pecah dini 15 jam,
pukul 15.03. Pasien sempat dirawat bersama ibu di ruang perawatan RSUD Budhi Asih
selama 4 hari.
Golongan darah ibu AB+, ayah O+, anak O+. Pasien merupakan anak pertama.
B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum pernah menderita
keluhan seperti sekarang maupun mengidap penyakit lain.
C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Tidak ada penyakit selama kehamilan
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke klinik bidan 1 bulan
sekali dan sudah mendapat imunisasi
vaksin TT
KELAHIRAN Tempat persalinan RSUD Budhi Asih
Penolong persalinan Dokter obgyn
Cara persalinanSC ai KPD 15 jam
Masa gestasi Cukup bulan, 40 minggu
2
Keadaan bayi
Berat lahir : 3400 gr
Panjang lahir : 50 cm
Lingkar kepala : 32,5 cm
Langsung menangis ( + )
Kemerahan ( + )
Nilai APGAR : 8/9
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan: Pasien dilahirkan secara SC ai KPD 15 jam
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
Kesimpulan riwayat makanan : Pasien minum ASI, hisapan minum baik
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur )
BCG - - -
DPT / PT - - -
Polio - - -
Campak - - -
Hepatitis B - - -
Kesimpulan riwayat imunisasi : Pasien belum diberikan imunisasi
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
NoTanggal lahir
(umur)
Jenis
kelaminHidup
Lahir
matiAbortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1. 5 April 2013 Perempuan + - - -Sehat
(Pasien)
b. Riwayat Pernikahan
3
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. T Ny. E
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 29 tahun 26 tahun
Pendidikan terakhir STM SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti pasien. Tidak ada yang
menderita penyakit kuning, atay penyaki hati pada keluarga pasien
G. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan neneknya di sebuah rumah tinggal di
perumahan dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai
keramik, berdinding tembok.
Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik.
Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan
pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 11 April 2013 jam 12.45 WIB)
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Keadaan lain : anemis ( - ), ikterik ( + ), sianosis ( - ), dyspnoe ( - )
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 3400 gr Lingkar Kepala : 32,5 cm
4
Ballard Score:
NCB-SMK Gestasi 40 minggu
Tanda Vital
Nadi : 134 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Tekanan Darah : -
Nafas : 32 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
Suhu : 36,6 O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
KEPALA : Normocephali, sutura belum menutup
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal
WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA :
Sklera ikterik : +/+ Lagofthalmus : -/-
Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/-
BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)
MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda,
hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
TENGGOROKAN : tonsil T1 –T1 tenang tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-),
faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)
5
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di
tengah
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan
yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya
retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding
dada, ictus cordis tidak terlihat, pulsasi abnormal (-)
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, ictus cordis tidak teraba, denyut kuat
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II
reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : bentuk perut buncit, simetris. Tidak terdapat efloresensi. Ikterik (+)
Auskultasi: BU (+) 4x/menit
Tidak terdengar arterial bruit maupun venous hum
Perkusi: timpan pada seluruh lapang abdomen
Palpasi: hangat, supel, nyeri tekan (-), hepar lien teraba dalam batas normal
ANOGENITALIA : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-),
fissura ani (-)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat di keempat ekstremitas
Tangan Kanan Kiri
6
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (-) oedem (-)
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (-) oedem (-)
KULIT : tampak ikterik (kramer derajat 3), tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab,
pengisian kapiler < 3 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 11 April 2013
Jenis Pemeriksaan
Golongan darah
Rhesus
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Hasil
O
(+)
13,02 mg/dl
0,38 mg/dl
12,64 mg/dl
Nilai Normal
< 7,0 mg/dl
<0,3 mg/dl
<0,75 mg/dl
IV. RESUME
7
Pasien perempuan, usia 7 hari, datang dengan keuhan badan kuning sejak 7 jam SMRS.
Tidak ada keluhan penyerta lain. Pada pemerikasaan fisik didapatkan keadaan umum tampak
sakit sedang serta ikterik. Didapatkan sklera ikterik dan kulit ikterik kramer derajat 3.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan pada kadar bilirubin total dan
biirubin indirek.
V. DIAGNOSIS BANDING
Hiperbilirubinemia indirek ec
Ikterus fisiologis
Anemia hemolitik
Inkompabilitas ABO
VI. DIAGNOSIS KERJA
NCB SMK Gestasi 40 minggu
Hiperbiirubinemia indirek ec ikterus fisiologis
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Bilirubin ulang
Darah rutin
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Blue light therapy
Medikamentosa
(-)
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
8
Ad Fungtionam : ad bonam
FOLLOW UP
Tgl S O A P
12/04/013 Kulit berwarna
kuning
Demam (-)
Muntah (-)
KU: TSS, Ikterik (+)
Kesadaran: CM
N: 130x/m
RR: 34x/m
S: 36,5ºC
Kepala:
normocephali,sutura
belum menutup
Mata: CA-/- SI +/+
Hidung: NCH (-)
Mulut: sianosis (-)
Leher: KGB tiroid
TTM
Thorax:
C/ S1 S2 reg
m(-) g(-)
P/ SN ves
rh-/- wh -/-
Abdomen:
Buncit, supel, BU
(+), timpani, turgor
baik
Ekstremitas: Akral
hangat
Lab 12/04/013:
Bilirubin total:
12,69 u/l
Bilirubin direk: 0,37
u/l
NCB-SMK
Gestasi 40
minggu
Hiperbilirubine
mia indirek
Usia 8 hari
Blue light therapy
9
13/04/013 Kulit berwarna
kuning (-)
Demam (-)
Muntah (-)
KU: TSS, Ikterik (-)
Kesadaran: CM
N: 132x/m
RR: 32x/m
S: 36,7ºC
Kepala:
normocephali,sutura
belum menutup
Mata: CA-/- SI -/-
Hidung: NCH (-)
Mulut: sianosis (-)
Leher: KGB tiroid
TTM
Thorax:
C/ S1 S2 reg
m(-) g(-)
P/ SN ves
rh-/- wh -/-
Abdomen:
Buncit, supel, BU
(+), timpani, turgor
baik
Ekstremitas: Akral
hangat
Lab 13/04/013:
Bilirubin total:
6,55 U/l
Bilirubin direk 0,32
u/l
NCB-SMK
Gestasi 40
minggu
Hiperbilirubine
mia indirek
Usia 9 hari
Boleh pulang
TINJAUAN PUSTAKA
IKTERUS
10
A. PENGERTIAN
Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena
peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ).
Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubun dalam tubuh.
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi
karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu
pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar
bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan
kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti denganpenurunan yang lambat
sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI
kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan
penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu, bahkan dapat
mencapai waktu 6 minggu. 1
Ikterus Patologis
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam.
Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea
atau suhu yang tidak stabil )
Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
kurang bulan. 1
B. ETIOLOGI
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi
keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi
dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
11
beberapa faktor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan
atau dehidrasi. 1,2
a. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
Kelainan sel darah merah
Infeksi seperti malaria, sepsis.
Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan
eritroblastosis fetalis. 1,2
b. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang
larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan
terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga
ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin
kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak
mengandung sterkobilin. 1,2
c. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin
direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin
darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan
peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada
keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, dan bahan kimia. 1,2
C. PATOFISIOLOGI
12
Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi. Langkah oksidasi
yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.
Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan
haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian
akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut
dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase.
Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta
pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme
transport dan eliminasi bilirubin. 1,2
13
Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikulo endothelial, selanjutnya
dilepaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang
rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini
merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam
sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat
dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat
– obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan
menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat kompetitor
serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. 1,2
Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:
Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )
Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )
Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole,
sulfamoxazole )
Penicilin ( propicilin, cloxacillin )
Lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )
Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:
Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk
sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
Bilirubin bebas
Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melaluisel
14
membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan
sitosilik lainnya. 1,2
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl
transferase ( UDPG – T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin
monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.
Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul
bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi
berikutnya. 1,2
Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu,
kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam
usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika
dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase
yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati
untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik. 1,2
D. KLASIFIKASI KRAMER
Derajat I : Daerah kepala dan leher, perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%.
Derajat II : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin 9,0 mg%.
Derajat III : Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin 11,4 mg%.
Derajat IV : Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut, 12,4 mg%.
Derajat V : Sampai daerah telapak tangan dan kaki, 16,0 mg%.
15
Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang
mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia dan
pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kernikterus adalah perubahan
neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak
terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati
Pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik, dan
reflek hisap buruk.
Pada fase intermediate, moderate stupor, iritabilitas dan hipertoni.
Selanjutnya bayi akan demam, high – pitched cry, kemudian akan menjadi
drowsiness dan hipotoni.
Manifestasi klinis kern ikterus
16
Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan
berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat,
gangguanpendengaran, displasia dental – enamel, paralysis upward gaze. 1,2
E. MANAJEMEN
1. Strategi Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk
beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
b. Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadaptimbulnya
ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidakkurang dari setiap 8 – 12 jam. 1,2,3
2. Penggunaan Farmakoterapi
a. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi – bayi dengan rhesus yang berat dan
inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi
tukar.
b. Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG – T dan ligandin serta dapat
meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin.
c. Metalloprotoprophyrin adlah analog sintesis heme.
d. Tin – Protoporphyrin ( Sn – Pp ) dan Tin – Mesoporphyrin ( Sn – Mp ) dapat menurunkan
kadar bilirubin serum.
17
e. Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L – aspartikdan kasein holdolisat dalam
jumlah kecil ( 5 ml/dosis – 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI dan
meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan
dengan bayi control. 1,2,3
3. Fototerapi
Terapi sinar dilakukan berdasarkan kadar bilirubin, usia gestasi (kehamilan) saat bayi lahir,
usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor risiko lain yang dimiliki bayi yang dapat dilihat
pada tabel berikut.
Beberapa faktor risiko yang penting adalah :
18
Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan
tubuh sendiri)
Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal
Kekurangan oksigen
Kondisi lemah/tidak responsif
Tidak stabilnya suhu tubuh
Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh
tubuh)
Gangguan keasaman darah
Kadar albumin (salah satu protein tubuh) 1,2,3
Pada bayi yang menerima ASI yang harus menjalani terapi cahaya, pemberian ASI
dianjurkan untuk tetap dilakukan. Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu diperhatikan:
Pemberian ASI atau susu formula setiap 2-3 jam
Jika TSB >25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam
Jika TSB 20–25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam
Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam
Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange
transfusion, pertimbangkan exchange transfusion 1,2,3
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:
1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka
pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk
mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena
cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
19
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan. 1,2,3
Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:
1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairanharus diperhatikan
dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI.
2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang
meningkat).
3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.
4. Kenaikan suhu tubuh.
5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat
sementara. 1,2,3
4. Tranfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan
berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982). Pada
hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan
cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi
tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari
sirkulasi
bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.
Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar
20
1. Darah yang digunakan golongan O.
2. Gunakan darah baru. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting
untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.
3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan
O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran,
dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.
4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang
sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer
rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan
plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen
tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap
plasma dan eritrosit pasien/bayi.
7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) - 160
mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%. 1,2,3
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman, Behrman et al. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. USA: El Sevier
Saunders, 2004. Pg 756-765
2. Maisels MJ, Mc Donagh AF : Phototherapy for neonatal jaundice, N Eng J Med
358:920-928, 2008.
3. Lissauer, Clayden. Illustrated textbook of paediatrics. 3rd ed.England : Mosby El
Sevier, 2007.
22