askep bbl hiperbilirubinemia

47
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT HIPERBILIRUBINEMIA 1. Pengertian Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan, melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998) Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988). Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002) Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314) Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Metabolisme Bilirubin

Upload: ni-putu-sindy-aprilia

Post on 12-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ASKEP BBL HIPERBILIRUBINEMIA

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT HIPERBILIRUBINEMIA

1. Pengertian

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah

berlebihan, melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum sehingga menimbulkan joundice

pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang

mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai

joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).

Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang

disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer,

2002)

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis.

(Markum, 1991:314)

Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang

lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan

organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan

kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.

Metabolisme Bilirubin

Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang

larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.

Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati,

serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).

Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan

menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin

tidak mencapai tingkat patologis.

2. Epidemiologi

a. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir minggu I

b. Kejadian ikterus 60 % bayi cukup bulan & 80 % kurang bulan

Perhatian utama ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl

dalam 24 jam.

c. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :

- Proses hemolisis darah

- Infeksi berat

3. Etiologi

a. Peningkatan produksi :

- Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian

golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.

- Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.

- Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang

terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .

- Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).

- Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol

(steroid).

- Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek

meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.

- Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya’pada

Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.

c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin

yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,

Toksoplasmosis, Siphilis.

d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.

e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

Pathway

Globin Heme

Hemoglobin

Biliverdin Zat besi

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/ gangguan transport bilirubin/ peningkatan siklus enterohepatik) Hb dan eritrosit abnormal

Kadar protein Y dan Z

Suplay bilirubin pada sel hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Peningkatan bilirubin unconjugned (indirek) dalam darah

Sel darah merah

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan albumin

Bayi Hipoksia, Asidosis

Neonatus yang mengalami

gangguan ekskresi misalnya sumbatan

saluran empedu

Ggn. metabolisme

Ikatan bilirubinn dg protein tergangu

Enzim Glukoronil Transferase <<

PK Anemia

BBLR

Letargi

Reflek hisap bayi menurun

Ikterus pada sclera leher dan badan peningkatan bilirubin indirek >12mg/dl

Pengeluaran mekonium terlambat/ obstruksi

usus

Tinja berwarna pucat

Ggn. Integritas kulit

Indikasi Fototerapi

Sinar dengan Intensitas tinggi

Risti cederaakibat efek

samping tindakan fototerapi

Risiko terjadi gangguan

regulasi suhu tubuh

Risti kekurangan

volume cairan

Bersifat toksik thd otak

Risti cedera thd

keterlibatan SSP

Indikasi Tranfusi Pengganti /

Tukar

Risti cederaakibat

komplikasi tindakan

transfusi tukar

Hospitalisasi

Kuramg paparan Informasi

Kuramg pengetahuan

keluarga

4. Klasifikasi

a. Ikterus prehepatik

Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah

merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada

disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.

b. Ikterus hepatik

Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati

maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta

gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam

doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.

c. Ikterus kolestatik

Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin

terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah

peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi

tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.

d. Ikterus neonatus fisiologi

Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.

penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin

e. Ikterus neonatus patologis

Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang

tinggi dan berat badan tidak bertambah.

f. Kern Ikterus

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak

terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,

Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

5. Manifestasi klinis

- Kulit berwarna kuning sampe jingga

- Pasien tampak lemah

- Nafsu makan berkurang

- Reflek hisap kurang

- Urine pekat

- Perut buncit

- Pembesaran lien dan hati

- Gangguan neurologic

- Feses seperti dempul

- Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

- Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi

baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.

- Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 -4

dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

6. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum lemah, Tanda-tanda tidak stabil terutama suhu tubuh

(hipo/hipertemi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot

(kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan

mengelupas ( skin resh ) bronze bayi syndrome, sclera mara kuning ( kadang – kadang

terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses.

Penentuan derajat ikterus menurut pembagian zona tubuh ( menurut KRAMER )

  Kramer I. Daerah kepala

(Bilirubin total ± 5 – 7 mg%).

  Kramer II daerah dada – pusat

(Bilirubin total ± 7 – 10 mg%)

  Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut

(Bilirubin total ± 10 – 13 mg%)

  Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d pergelangan kaki

(Bilirubin total ± 13 – 17 mg%)

  Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki

(Bilirubin total >17 mg%).

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium.

- Test Coomb pada tali pusat BBL

Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-

A, anti-B dalam darah ibu.

Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif,

anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.

- Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.

- Bilirubin total.

Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin

dihubungkan dengan sepsis.

Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam

atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada

bayi praterm tegantung pada berat badan.

- Protein serum total

Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama

pada bayi praterm.

- Hitung darah lengkap

Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.

Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%)

dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

- Glukosa

Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test

glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai

menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

- Daya ikat karbon dioksida

Penurunan kadar menunjukkan hemolisis

- Meter ikterik transkutan

Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.

- Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari

setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.

Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7

hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis

- Smear darah perifer

Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH

atau sperositis pada incompabilitas ABO

- Test Betke-Kleihauer

Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.

b. Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma

kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma

c. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.

d. Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti

untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga

untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

8. Terapi

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang

meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan

pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.

Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek

sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya

lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

9. Penatalaksanaan Medis

Tindakan umum

a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma

lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan

ikhterus, infeksi dan dehidrasi.

b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan

kebutuhan bayi baru lahir.

c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan

Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari

Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :

a. Menghilangkan Anemia

b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi

c. Meningkatkan Badan Serum Albumin

d. Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,

Infus Albumin dan Therapi Obat.

a. Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti

untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang

tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin

dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika

cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer

yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui

mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke

Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum

untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,

tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan

Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.

Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi

dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan

Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir

Rendah.

b. Tranfusi Pengganti / Tukar

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.

4. Tes Coombs Positif.

5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.

9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :

1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah

merah terhadap Antibodi Maternal.

2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)

3. Menghilangkan Serum Bilirubin

4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan

Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2

hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen

B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa

setiap hari sampai stabil.

10. Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

- Pengawasan antenatal yang baik

- Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan

kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.

- Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

- Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

- Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir

- Pemberian makanan yang dini.

- Pencegahan infeksi.

11. Komplikasi

- Retardasi mental - Kerusakan neurologist

- Gangguan pendengaran dan penglihatan

- Kematian dan kernikterus.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Identitas pasien dan keluarga

b. Riwayat Keperawatan

1) Riwayat Kehamilan

Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan

ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi

sebelum ibu partus.

2) Riwayat Persalinan

Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter.

Atau data obyektif ; lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan,

hipoksia dan asfiksia

3) Riwayat Post natal

Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan

hati ( hepatitis )

5) Riwayat Pikososial

Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua

6) Pengetahuan Keluarga

Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.

Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia

1. Aktivitas / Istirahat

Letargi, malas.

2. Sirkulasi

Mungkin pucat menandakan anemia.

3. Eliminasi

Bising usus hipoaktif.

Fases mekonium mungkin lambat. Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama

pengeluaran bilirubin.Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)

4. Makanan / Cairan

Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada menyusu

botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah

sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan

pembesaran limfa, hepar

5. Neuro sensori

Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang

berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum,

hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh

berat.Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat. Opistotonus dengan kekakuan

lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)

6. Pernafasan

Riwayat asfiksia

7. Keamanan

Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie,

perdarahan intracranial.Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan

berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze)

sebagai efek samping fototerapi.

8. Seksualitas

Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi

pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma kelahiran

dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.

Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.

9. Penyuluhan / Pembelajaran

Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.Faktor

keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit

hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias

darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase. Faktor ibu, seperti

diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan

akhir atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi

(misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis). Faktor penunjang intrapartum,

seperti persalinan praterm, kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin,

perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek

dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.

2. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan

berhubungan dengan kurangnya paparan informasi

3. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan

bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.

4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan

dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.

5. Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping fototerapi berhubungan

dengan efek mekanisme regulasi tubuh.

6. Risiko tinggi cedera akibat efek samping tindakan fototerapi berhubugan dengan

pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.

7. Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan

prosdur invasif, profil darah abnormal.

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik/ normal dengankriteria hasil :- Kadar bilirubin dalam batas

normal- Kulit tidak berwarna

kuning/ warna kuning mulai berkurang

- Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama

Mandiria. Monitor warna dan keadaan kulit

setiap 4-8 jam

b. Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek

c. Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit

d. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit

a. Warna kulit kekuningan sampai jingga yang semakin pekat menandakan konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tinggi.

b. Kadar bilirubin indirek merupakan indikator berat ringan joundice yang diderita.

c. Menghindari adanya penekanan pada kulit yang terlalu lama sehingga mencegah terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit bayi.

d. Kulit yang bersih dan lembab membantu memberi rasa nyaman dan menghindari kulit bayi meengelupas atau bersisik.

2 Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan keluarga bertambah dengan kriteria hasil :- Mengungkapkan

pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia

Mandiri a. Berikan informasi tentang tipe-

tipe ikterik dan factor-faktor patofisiologis dan implikasi masa datang dari hiperbilirubinemia. Tegaskan atau jelaskan informasi sesuai kebutuhan.

b. Tinjau ulang maksud dari

a. Memperbaiki kesalahan konsep, meningkatkan pemahaman, dan menurunkan rasa takut dan perasaan bersalah. Ikterik neonates mungkin fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan protocol perawatan tergantung pada penyebab dan factor pemberat.

b. Memungkinkan orangtua mengenali tanda-

- Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat.

mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin ( mis., mengobservasi pemucatan kulit di atas tonjolan tulang atau perubahan perilaku ) khususnya bila bayi pulang dini.

c. Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologi ringan atau sedang, termasuk peningkatan pemberian makan, pemajanan langsung pada sinar matahari dan program tindak lanjut tes serum.

d. Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI melalui penggunaan pompa payudara dan tentang kembali menyusui ASI bila ikterik memerlukan pemutusan menyusui.

e. Kaji situasi keluarga dan system pendukung.berikan orangtua penjelasan tertulis yang tepat tentang fototerapi di rumah, daftarkan teknik dan potensial masalah.

f. Buat pengaturan yang tepat untuk tes tindak lanjut dari bilirubin serum pada fasilitas laboratorium.

g. Diskusikan kemungkinan efek-

tanda peningkatan kadar bilirubin dan mencari evaluasi medis tepat waktu.

c. Pemahaman orangtua membantu mengembangkan kerja sama mereka bila bila bayi dipulangkan. Informasi membantu orangtua melaksanakan penatalaksanaan dengan aman dan dengan tepat serta mengenali pentingnya aspek program penatalaksanaan.

d. Membantu ibu untuk mempertahankan pemahaman pentingnya terapi. Mempertahankan supaya orangtua tetap mendapatkan informasi tentang keadaan bayi. Meningkatkan keputusan berdasarkan informasi.

e. Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama kehidupan, dimana kadar bilirubin serum antara 14 – 18 mg/dl tanpa peningkatan konsentrasi bilirubin reaksi langsung.

f. Tindakan dihentikan bila konsentrasi bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl, tetapi kadar serum harus diperiksa ulang dalam 12-24 jam untuk mendeteksi kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.

g. Kerusakan neurologis dihubungkan dengan

efek jangka panjang dari hiperbilirubinemia dan kebutuhan terhadap pengkajian lanjut dan intervensi dini.

kernikterus meliputi kematian, palsi serebral, retardasi mental, kesulitan sensori, pelambatan bicara, koordinasi buruk, kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail atau warna gigi hijau kekuningan

3 Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kadar bilirubin menurun dengan kriteria hasil:- Kadar bilirubin indirek

dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari

- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan

- Bebas dari keterlibatan SSP

Mandiria. Perhatikan kelompok dan

golongan darah ibu/bayi

b. Tinjau catatan intrapartum terhadap factor resiko yg khusus, seperti berat badan lahir rendah (BBLR) atau IUGR, prematuritas, proses metabolic abnormal, cedera vaskuler, sirkulasi abnormal, sepsis, atau polisitemia

c. Perhatikan penggunaan ekstrator vakum untuk kelahiran. Kaji bayi terhadap adanya sefalohematoma dan ekimosis atau petekie yang berlebihan

d. Tinjau ulang kondisi bayi pada kelahiran, perhatikan kebutuhan

a. Inkompatibilitas ABO mempengaruhi 20% dari semua kehamilan dan paling umum terjadi pada ibu dengan golongan darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B melewati sirkulasi janin, menyebabkan aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu melewati plasenta dan bergabung pada SDM janin, menyebabkan hemolisis lambat atau segera

b. Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah-otak, memungkinkan ikatan bilirubin terpisah pada tingkat membrane sel atau dalam sel itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap keterlibatan SSP

c. Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan kulit kepala janin dan hemolisis yang berlebihan dapat meningkatkan jumlah bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan ikterik

d. Asfiksia dan siadosis menurunkan afinitas bilirubin terhadap albumin.

terhadap resusitasi atau petunjuk adanya ekimosis atau petekie yang berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau asidosis

e. Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu inti dengan sering

f. Mulai memberikan makan oral awal dengan 4 sampai 6 jam setelah kelahiran, khusus bila bayi diberi ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda hipoglikemia. Dapatkan kadar Dextrostix, sesuai indikasi.

g. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan prenatal; perhatikan kemungkinan hipoproteinemia neonates, khususnya pada bayi praterm.

h. Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik; bedakan tipe ikterik (mis,

e. Stress dingin berpotensi melepaskan asam lemak. Yang bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas (tidak berikatan)

f. Keberadaan flora usus yang sesuai untuk pengurangan bilirubin terhadap urobilinogen; turunkan sirkulasi enterohepatik bilirubinHipoglikemia memerlukan penggunaan simpanan lemak untuk asam lemak pelepas-energi, yang bersaing dengan bilirubin untuk bagian ikatan pada albumin.

g. Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapa mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin membawa 16 mg bilirubin tidak terkonjugasi. Kekurangan albumin yang cukup meningkatkan jumlah sirkulasi bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat melewati barier darah otak.

h. Ikterik fisiologis biasanya tampak antara hari pertama dan kedua dari kehidupan

fisiologis, akibat ASI, atau patologis)

i. Gunakan meter ikterik transkutaneus.

j. Kaji bayi terhadap kemajuan tanda-tanda dan perubahan perilaku; tahap I meliputi neurodepresan (mis., letargi, hipotonia, atau penurunan/tidak adanya reflek). Tahap II meliputi neurohiperefleksia (mis,. Kedutan,kacau mental, opistotonus, atau demam). Tahap III ditandai dengan tidak adanya manifestasi klinis. Tahap IV meliputi gejala sisa seperti palsi serebra atau retardasi mental

KolaborasiPantau pemeriksaan laboratorium,

Ikterik karena ASI biasanya tampak antara hari keempat dan keenam kehidupan, mempengaruhi hanya 1%-2% bayi menyusui. Ikterik patologis tampak dalam 24 jam pertama kehidupan dan lebih mungkin menimbulkan perkembangan kernikterus/ensefalopati bilirubin.

i. Memberikan skrining noninvasif terhadap ikterik, menghitung warna kulit dalam hubungannya dengan bilirubin serum total.

j. Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan (dihubungkan dengan ikterik patologis) mempunyai afinitas terhadap jaringan ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal jaringan otak. Perubahan prilaku berhubungan dengan kernikterus biasanya terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan dan jarang terjadi sebelum 36 jam kehidupan.

sesuai indikasi.a. Bilirubin direk dan indirek.

b. Tes Coombs darah tali pusat direk/indirek

c. Kekuatan combinasi karbondioksida (CO2)

d. Jumlah retikulosit dan smear perifer.

e. Hb/Ht

a. Bilirubin tampak dalam 2 bentuk: bilirubin direk; yang di konjugasi oleh enzim hepar glukoronil transferase, dan bilirubin indirek, yang di konjugasi dan tampak dalam bentuk bebas dalam darah atau terikat pada albumin. Bayi potensial terhadap kernikterus diprediksi paling baik melalui peningkatan kadar bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek 18-20 mg/dl pada bayi cupup bulan, atau lebih besar dari 13-15 mg/dl pada bayi praterm atau bayi sakit, adalah bermakna

b. Hasil positif dari tes Coombs indirek menandakan adanya antibody (Rh-positif atau anti-A atau anti-B) pada darah ibu dan bayi baru lahir; hasil positif tes Coombs indirek menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, Anti-A, atau Anti-B) SDM pada neonates

c. Penurunan konsisten dengan hemolisis

d. Hemolisis berlebihan menyebabkan jumlah retikulosit meningkat. Smear mengidentifikasi SDM abnormal atau imatur

e. Peningkatan kadar Hb/Ht ( Hb lebih besar dari pada 22 g/dl; Ht lbih besar dari 65%)

f. Protein serum total

g. Hitung kapasitas ikatan plasma bilirubin-albumin

h. Hentikan menyusui ASI selama 24-48 jam, sesuai indikasi. Bantu

menandakan polisitemia, kemungkinan disebabkan oleh pelambatan pengkleman tali pusat, transfusi maternal-ibu transfuse kembaran-kembaran, ibu diabetes, atau stress intrauterus kronis pada hipoksia, seperti trlihat pada bayi BLR atau bayi dengan penurunan sirkulasi plasenta. Hemolisis kelebihan SDM menyebabkan peningkatan kadar bilirubi dengan 1 g Hb menghasilkan 35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14 mg/dl) mungkin dihubungkan dengan hidrops fetalis atau dengan inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam uterus serta menyebabkan hemolisis, edema, dan pucat.

f. Kadar rendah protein serum (kurang dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan kapasitas ikatan terhadap bilirubin.

g. Membantu dalam menentukan risiko kernikterus dalam kebutuhan tindakan. Bila nilai bilirubin total dibagi dengan kadar protein total serum kurang dari 3,7 bahaya kernikterus sangat rendah. Namun, resiko cedera tergantung pada derajat prematuritas, adanya hipoksia atau asidosis, dan aturan obat (mis. Sulfonamide, kloramfenikol).

h. Pendapat bervariasi apakah menghentikan menyusui ASI perlu bila terjadi ikterus.

ibu sesuai kebutuhan dengan pemompaan panyudara dan memulai lagi menyusui

i. Berikan agens indikasi enzim (fenobarbital, etanol) bila dibutuhkan.

Namun, mencerna formula meningkatkan motilitas. Gastrointestinal dan ekskresi feses dan pigmen empedu, dan kadar bilirubin serum mulai tun dalam 48 jam setelah penghentian menyusui.

i. Merangsang enzim hepatic untuk meningkatkan bersihan bilirubin

4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.

Setelah diberikan asuhan keperawatan cairan tubuh neonatus adekuat dengan kriteria hasil:- Tugor kulit baik- Membran mukosa lembab- Intake dan output cairan

seimbang- Nadi, respirasi dalam batas

normal ( N: 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )

Mandiria. Pantau masukan dan haluan

cairan; timbang berat badan bayi 2 kali sehari.

b. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi(mis: penurunan haluaran urine, fontanel tertekan, kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).

c. Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine.

d. Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air

a. Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.

b. Bayi dapat tidur lebih lama dalam hubungannya dengan fototerapi, meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal pemberian makan yang sering tidak di pertahankan.)

c. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta urine kehijauan menandakan keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi bilirubin.Feces yang encer meningkatkatkan risiko kekurangan volume cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.

d. Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi pengeluaran feces yang encer

diantara menyusui atau memberi susu botol.

e. Pantau turgor kulit

f. Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi

sehingga mengurangi risiko bayi kekurangan cairan.

e. Turgor kult yang buruk, tidak elastis merupakan indikator adanya kekurangan volume cairan dalam tubuh bayi.

f. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat.

5. Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan suhu tubuh dengan kriteria hasil :- Suhu tubuh dalam rentang

normal (36,50C-370C )- Nadi dan respirasi dalam

batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )

- Membran mukosa lembab

Mandiria. Pantau kulit neonates dan suhu

inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai setabil( mis; suhu aksila). Atur suhu incubator dengan tepat

b. Monitor nadi, dan respirasi

c. Monitor intake dan output

d. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C jika demam lakukan kompres/ axilia

e. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sesuai yang dibutuhkan

f. Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam.

a. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respon terhadap pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.

b. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena dehidrasi akibat paparan sinar dengan intensitas tinggi sehingga akan mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga peningkatan nadi dan respirasi merupakan aspek penting yang harus di waspadai.

c. Intake yang cukup dan output yang seimbang dengan intake cairan dapat membantu mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.

d. Suhu dalam batas normal mencegah terjadinya cold/ heat stress

e. Untuk mengetahui keadaan umum bayi sehingga memungkinkan pengambilan tindakan yang cepat ketika terjadi suatu keabnormalan dalam tanda-tanda vital.

f. Antipiretik cepat membantu menurunkan demam bayi.

6. Risiko tinggi cedera akibat efek samping tindakan fototerapi berhubugan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.

Setelah diberikan asuhan keperawatan risiko cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil:- Bebas dari cedera kulit/

jaringan- Mendemonstrasikan pola

interaksi yang diharapkan- Menunjukkan penurunan

bilirubin serum.

Mandiria. Perhatikan adanya/ perkembangan

bilier atau obstruksi usus.

b. Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluoresen (sinar putih atau biru) dengan menggunakan fotometer.

c. Dokumentasikan tipe lampu fluoresen, jumlah jam total sejak bola lampu ditempatkan, dan pengukuran jarak antara permukaan lampu dengan bayi

d. Berikan tameng untuk menutupi mata; inspeksi mata setiap 2 jam

a. Fototerapi dikontraindikasikan pada kondisi ini karena fotoisomer bilirubin yang diproduksi dalam kulit dan jaringan subkutan dengan pemajanan pada terapi sinar tidak dapat siap diekskresikan.

b. Intensitas sinar menembus permukaan kulit dari spectrum biru ( sinar biru) menentukan seberapa dekat bayi ditempatkan terhadap sinar. Sinar biru dan biru khas dipertimbangkan lebih efektif dari sinar putih dalam peningkatan pemecahan biliruin, tetapi hal ini membuat kesulitan dalam mengevaluasi bayi baru lahir terhadap sianosis.

c. Emisi sinar dapt berkurang dengan berjalannya aktu. Bayi harus di tempatkan kira-kira 18-20 inci dari sumber lampu untuk mendapatkan keuntungan semaksimal.( catatan: penggunaan selimut feberopikyang disambungkan ke illuminator(sumber sinar) memungkinkan bayi terbungkus dalam sinar terapeutik tanpa resiko pada kornea. Selain itu bayi dapat di gendong dan di beri makan tampa penghentian terapi)

d. Mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva dari sinar intensitas tinggi.

bila tameng dilepaskan untuk pemberian makan. Sering pantau posisi tameng.

e. Tutup testis dan penis pria

f. Pasang lapisan plexiglas diantara bayi dan sinar.

g. Ubah posisi bayi setiap 2 jam

h. Perhatikan perubahan prilaku atau tanda-tanda penyimpangan kondisi( mis: letargi, hipotonia, hipertonisitas, atau tanda-tanda ekstrapiramidal).

i. Evaluasi penampilan kulit dan urine, perhatikan warna hitam kecoklatan.

KolaborasiPantau pemeriksaan laboratorium

Pemasangan yang tidak tepat atau pergeseran tameng dapt menyebabkan iritasi, abrasi kornea, dan konjungtivitis, dan penurunan pernapasan oleh obstruksi pasase nasal.

e. Mencegah kemungkinan kerusakan testis dari panas

f. Menyaring radiasi sinar ultraviolet (panjang gelombang lebih sedikit dari 380mn) dan melindungi bayi bila bola lampu pecah.

g. Memungkinkan pemajanan seimbang dari permukaan kulit terhadap sinar fluoresen, mencegah pemajanan berlebihan dari bagian tubuh individu, dan membatasi area tertekan.

h. Perubahan ini dapat bermakna deposisi pigmen empedu pada basal ganglia dan terjadinya kernikterus.

i. Efek samping tidak umum dari fototerapi meliputi perubahan pigmen menyolok ( sindrom bayi bronze), yang dapat terjadi bila kadar bilirubin terkonjugasi meningkat. Perubahan dalam warna kulit dapt berakhir selama 2-4 bulan, tetapi tidak berkenaan dengan gejala sisa berbahaya

sesuai indikasia. Kadar bilirubin setiap 12 jam

b. Kadar Hb

c. Trombosit dan sel darah putih (SDP)

a. Penurunan pada kadar bilirubin menandakan keefektifan fototerapi; peningkatan yang kontinu menandakan hemolisis yang kontinu dan dapat menandakan kebutuhan terhadap tranfusi tukar. (catatan: sampel darah yang diambil untuk penentuan bilirubin harus dilindungi dari sinar untuk mencegah fotooksidan lanjut)

b. Hemolisis lanjut dimanifestasikan oleh penurunan kontinu pada kadar Hb

c. Trombositopenia selama fototerapi telah dilaporkan pada beberapa bayi. Penurunan SDP menunjukkan kemungkinan efek pada limfosit perifer.

7 Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar dengan kriteria hasil : - Menyelesaikan transfusi

tukar tanpa komplikasi- Menunjukkan penurunan

kadar bilirubin serum.

Mandiri a. Perhatikan kondisi tali pusat bayi

sebelum transfuse bila vena umbilical digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian salin selama 30-60 menit sebelum prosedur

b. Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur atau aspirat isi lambung

c. Jamin ketersediaan alat resusitatif.

d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur. Tempatkan bayi di bawah penyebar hangat dengan

a. Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilicus sebelum transfuse untuk akses I. V dan memudahkan pasase kateter umbilical.

b. Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi dan aspirasi selama prosedur

c. Untuk memberikan dukungan segera bila perlu

d. Membantu mencegah hipotermia dan vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi ventrikel, dan menurunkan vikositas darah

servomekanisme. Hangatkan darah sebelum penginfusan dengan menempatkan di dalam incubator, hangatkan baskom berisi air ataau penghangat darah.

e. Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan darah dan factor Rh darah untuk ditukar.

f. Jamin kesegaran darah. Darah yang diberi heparin lebih disukai.

g. Pantau nadi, warna dan frekuensi pernapasan/kemudahan sebelum, selama dan setelah transfuse. Lakukan pengisapan jika diperlukan.

h. Catat tanda-tanda atau kejadian selama transfuse, pencatatan jumlah darah yang diambil dan diinjeksikan.

i. Pantau tanda-tanda keseimbangan elektrolit ( mis; gugup, aktivitas kejang, dan apnea; hiperefleksia,; bradikardia; atau diare )

j. Kaji bayi terhadap perdarahan

e. Transfuse tukar paling sering dihubungkan dengan masalah inkompatibilitas Rh.

f. Darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis, karenanya meningkatkan kadar bilirubin. Darah yang diberikan heparin selalu baru, tetapi harus dibuang bila tidak digunakan dalam 24 jam.

g. Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi tidak stabil ( mis; apnea atau disritmia/henti jantung ) dan mempertahankan jalan napas.

h. Membantu mencegah kesalahan dalam penggantian cairan. Jumlah darah ditukar kira-kira 170 ml/kg BB. Volume ganda tukar transfuse menjamin bahwa antara 75 % dan 90 % sirkulasi SDM digantikan.

i. Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan setelah transfuse tukar.

j. Penginfusan darah yang diberi heparin

bedlebihan dari lokasi I V setelah transfuse.

Kolaborasi a. Pantau pemeriksaan laboratorium

sesuai indikasi :- Kadar Hb/Ht sebelum dan

setelah transfuse

- Kadar bilirubin serum segera setelah prosedur, kemudian setiap 4 jam

- Protein serum total

- Kalsium dan kalium serum

- Glukosa

- Kadar pH serum

mengubah koagulasi selama 4-6 jam setelah transfuse tukar dan dapat mengakibatkan perdarahan.

- Bila Ht kurang dari 40 % sebelum transfuse, pertukaran sebagian SDM kemasan dapat mendahului pertukaran penuh. Penurunan kadar setelah transfusi menadakan kebutuhan terhadap transfuse kedua.

- Kadar bilirubin dapat menurun sampai setengah segera setelah prosedur, tetapi dapat meningkat dengan cepat setelahnya, memerlukan pengulangan transfuse.

- Mengalikan kadar dengan 3,7 menetukan derajat peningkatan bilirubin yang memerlukan transfuse tukar

- Darah mengandung sitrat sebagai anti koagulan yang mengikat kalsium, sehingga menurunkan kadar kalsium serum. Selain itu, bila darah lebih dari 2 hari, destruksi SDM melepaskan kalium, menciptakan risiko hiperkalemia dan henti jantung.

- Kadar glukosa rendah mungkin dihubungkan dengan glikolisis anaerobik kontinu dalam SDM donor. Tindakan segera perlu untuk mencegah efek buruk/kerusakan SSP.

- pH serum dari darah donor secara khas 6,8

b. Berikan albumin sebelum transfuse bila diindikasikan

c. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :- Kalsium glukonat 5 %

- Natrium bikarbonat- Protamin sulfat

atau kurang. Asidosis dapat tejadi jika darah segar tidak digunakan dan hepar bayi tidak dapat memetabolisme sitrat yang digunakan antikoagulan, atau bila darah donor melanjutkan glikolisis anaerobik dengan produksi asam metabolit.

Meskipun masih kontroversial, pemberian albumin dapat meningkatkan ketersediaan albumin untuk berikatan dengan bilirubin, karenanya menurunkan kadar bilirubin serum sikulasi yang bebas.

- Dari 2 sampai 4 ml kalsium glukonat dapat diberikan setelah setiap 100 ml penginfusan darah untuk memperbaiki hipokalsemia dan meminimalkan kemungkinan iritabilitas jantung.

- Memperbaiki asidosis- Mengimbangi efek-efek antikoagulan dari

darah yang diberi heparin.

D. EVALUASI

Dx. 1 Integritas kulit kembali baik / normal,

- Kadar bilirubin dalam batas normal

- Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang

- Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama

Dx. 2 Pengetahuan keluarga bertambah,

- Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan

hasil hiperbilirubinemia

- Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat

Dx. 3 Kadar bilirubin menurun,

- Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari

- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan

- Bebas dari keterlibatan SSP

Dx. 4 Cairan tubuh neonatus adekuat,

- Tugor kulit baik

- Membran mukosa lembab

- Intake dan output cairan seimbang

- Nadi, rspirasi dalam batas normal.

Dx. 5 Tidak terjadi gangguan suhu tubuh,

- Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C )

- Nadi dan respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )

- Membran mukosa lembab

Dx. 6 Risiko cedera tidak terjadi,

- Bebas dari cedera kulit/ jaringan

- Mendemonstrasikan pola interaksi yang diharapkan

- Menunjukkan penurunan bilirubin serum.

Dx. 7 Tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar,

- Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi

- Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.