referat hiperbilirubinemia indirek

34
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Referat yang berjudul Hiperbilirubinemia yang berlangsung pada tanggal 11 November 2013 – 18 Januari 2014 dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UKRIDA di RS Imanuel Lampung. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada . dr. Arya A.Purba, Sp.A selaku pembimbing dari RS Imanuel Lampung yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk serta sarannya selama pelaksanaan kepaniteraan. Penulis berharap, semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani kepaniteraan ini dapat memberikan manfaat rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan referat ini. Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan taufik dan hidayahnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan ini dan semoga laporan ini dapat bermanfaat. Bandar Lampung, Januari 2014 1

Upload: anathasiachristine

Post on 22-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hiperbilirubinemia indirek

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Hiperbilirubinemia indirek

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Referat yang berjudul Hiperbilirubinemia yang

berlangsung pada tanggal 11 November 2013 – 18 Januari 2014 dalam rangka memenuhi tugas

kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UKRIDA di RS Imanuel Lampung.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada . dr. Arya

A.Purba, Sp.A selaku pembimbing dari RS Imanuel Lampung yang telah memberikan bimbingan

dan petunjuk serta sarannya selama pelaksanaan kepaniteraan.

Penulis berharap, semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani

kepaniteraan ini dapat memberikan manfaat rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan

referat ini.

Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan taufik dan hidayahnya kepada semua

pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan ini dan semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Januari 2014

Penulis

1

Page 2: Referat Hiperbilirubinemia indirek

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIPERBILIRUBINEMIA

2.1. Definisi.................................................................................................................... 4

2.2. Etiologi.................................................................................................................... 4

2.3. Metabolisme Bilirubin............................................................................................. 5

2.4. Hiperbilirubinemia................................................................................................... 7

2.5. Penyebab Ikterus

2.5.1. Ikterus Prahepatik............................................................................................... 8

2.5.2. Ikterus Intrahepatik............................................................................................ 9

2.5.3. Ikterus Pascahepatik.......................................................................................... 10

2.6. Klasifikasi................................................................................................................ 11

2.7. Manifestasi Klinis.................................................................................................... 12

2.8. Penatalaksaan

2.8.1. Pencegahan......................................................................................................... 13

2.8.2. Foto terapi........................................................................................................... 14

2.8.3. Komplikasi Foto terapi........................................................................................ 17

2.8.4. Transfusi Tukar....................................................................................................18

BAB III PENUTUP

Kesimpulan................................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................. 23

2

Page 3: Referat Hiperbilirubinemia indirek

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) merupakan masalah yang sering

dijumpai pada minggu pertama kehidupan. Keadaan ini dapat merupakan kejadian sesaat yang

dapat hilang spontan. Sebaliknya, hiperbilirubinemia dapat juga merupakan hal yang serius, bahkan

mengancam jiwa. Sebagian besar bayi cukup bulan yang kembali ke rumah sakit dalam minggu

pertama kehidupan berhubungan dengan keadaan hiperbilirubinemia. Dengan kondisi perawatan

yang memulangkan neonatus secara dini, dapat meningkatkan resiko terjadinya kern ikterus pada

bayi cukup bulan apabila dipulangkan dalam 48 jam setelah lahir. Alpay dan kawan-kawan

melaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penurunan lama tinggal dan resiko

kembali ke rumah sakit, dan penyebab utama kembalinya ke rumah sakit selama periode awal

neonatus adalah hiperbilirubinemia. Terlepas dari penyebabnya, peningkatan kadar bilirubin serum

dapat bersifat toksik terhadap bayi baru lahir.1

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang definisi,

etiologi, patofisiologi, diagnosis, pencegahan, dan penatalaksanaan hiperbilirubinemia, serta

memahami proses metabolisme dan ekskresi dari bilirubin.

3

Page 4: Referat Hiperbilirubinemia indirek

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERBILIRUBINEMIA

2.1 Definisi

Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa, mukosa, dan sklera akibat

peningkatan kadar bilirubin darah. Orang dewasa tampak kuning bila kadar bilirubin serum

>2mg/dl, sedangkan pada neonatus bila kadar bilirubin serum >5mg/dl. Hiperbilirubinemia adalah

ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau

ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus lebih mengacu pada gambaran

klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada

gambaran kadar bilirubin serum total. 1

Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis

sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia

patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95%

(menurut Normogram Bhutani).1

2.2 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh

beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi : 1. Produksi yang

berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis

4

Page 5: Referat Hiperbilirubinemia indirek

yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim

G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2. Gangguan dalam proses uptake dan

konjugasi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk

konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak

terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler- Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi

protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar. 3. Gangguan

transportasi bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat. Defisiensi albumin

menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah

melekat ke sel otak. 4. Gangguan dalam eksresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam

hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.

Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.1

2.3 Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari

pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal dari

katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase

dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin,

asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,2

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim

heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin

yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.

Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 3

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke

sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini

tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada

albumin bersifat nontoksik.1,3

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat

ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan

dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya

kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap

pembentukan ikterus fisiologis.1,3

Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

· Analgetik, antipiretik (Natrium salisilat, fenilbutazon)

5

Page 6: Referat Hiperbilirubinemia indirek

· Antiseptik, desinfektan (metal, isopropyl)

· Antibiotik dengan kandungan sulfa (Sulfadiazin, dll.)

· Penicilin (propicilin, cloxacillin)

· Lain – lain ( novabiosin, triptophan, kontras x – ray )

.

Gambar 2.2. Metabolisme bilirubin pada neonatus

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air

di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase

(UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu

molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi

berikutnya.1,4

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu,

kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah berada dalam usus

halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali

menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus.

Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut

sirkulasi enterohepatik.1,4

Kecepatan produksi bilirubin adalah 6-8 mg/kgBB per 24 jam pada neonatus cukup bulan

sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang dewasa sehat. Sekitar 80% bilirubin yang diproduksi

6

Page 7: Referat Hiperbilirubinemia indirek

tiap hari berasal dari hemoglobin. Bayi memproduksi bilirubin lebih besar per kilogram berat badan

karena massa eritrosit lebih besar dan umur eritrositnya lebih pendek.

Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu mekanisme terlibat, misalnya kelebihan bilirubin

akibat hemolisis dapat menyebabkan kerusakan sel hati atau kerusakan duktus biliaris, yang

kemudian dapat mengganggu transpor, sekresi dan ekskresi bilirubin. Di pihak lain, gangguan

ekskresi bilirubin dapat menggangu ambilan dan transpor bilirubin. Selain itu, kerusakan

hepatoseluler memperpendek umur eritrosit, sehngga menmbah hiperbilirubinemia dan gangguan

proses ambilan bilirubin olah hepatosit. 1

2.4 Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya.

Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan, dan bayi

yang mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau

penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur. 1,5

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena

peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic

clearance jarang memproduksi bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran

hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat.

Pada hiperbilirubinemia fisiologis bayi baru lahir, terjadi peningkatan bilirubin tidak

terkonjugasi >2 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu

biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dl pada umur 3 hari dan akan mengalami penurunan.

Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai 12

mg/dl pada umur 5 hari.1

Dikatakan hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan

kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl setiap jam, ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan

atau 14 hari pada bayi kurang bulan, dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, letargi,

penurunan berat badan yang berlebihan, apnu, asupan kurang).

Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi : pembentukan

bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati, gangguan

konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra -

hepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat

terutama mengakibatkan terkonjugasi. 1,5

7

Page 8: Referat Hiperbilirubinemia indirek

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan : penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan

destruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang

berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen

empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan.

Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S

pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum

(Rh atau autoimun), pemberian beberapa jenis obat-obatan, dan beberapa limfoma atau

pembesaran (limpa dan peningkatan hemolisis). Sebagaian kasus ikterus hemolitik dapat di

akibatkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang

(talasemia, anemia pernisiosa, porfiria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif.

Kadar  bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg/100 ml pada bayi dapat mengakibatkan

Kern Ikterus.1

2. Gangguan pengambilan bilirubin : Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat

albumin oleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada

protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap

pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (dipakai untuk mengobati cacing pita),

nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan

Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu ikterus

neonatorum dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan

gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di

temukan defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat

konjugasi bilirubin.1

3. Gangguan konjugasi bilirubin : Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan (< 12,9/100

ml) yang mulai terjadi pada hari ke-dua sampai ke-lima setelah lahir disebut ikterus fisiologis

pada neonatus. Ikterus neonatorum yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim

glukoronik transferase. Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah

lahir sampai sekitar minggu ke-dua, dan setelah itu ikterus akan menghilang. Kern ikterus atau

bilirubin ensefalopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal

ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak segera ditangani maka akan terjadi kematian

atau kerusakan neorologik berat. Tindakan pengobatan saat ini dilakukan pada neonatus dengan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi. Fototerapi berupa pemberian sinar

biru atau sinar fluoresen (gelombang yang panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit

bayi yang telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural bilirubin (foto

isomerisasi) menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan

8

Page 9: Referat Hiperbilirubinemia indirek

cepat ke dalam empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu. Fenobarbital (luminal) yang

meningkatkan aktivitas glukoroniltransferase seringkali dapat menghilang ikterus pada penderita

ini.1

4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi : Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan

oleh faktor-faktor fungsional maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia

terkonjugasi. Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat diekskresi ke

dalam kemih, sehingga menimbulkan urin berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen

kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di

sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatasealkali dalam

serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam

darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia

terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.

Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi

obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang

merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel

hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada

kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang sama.1

Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah : a. Produksi

bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur sel darah merah,

peningkatan pemecahan sel darah merah (inkompatibilitas golongan darah dan Rh), defek sel darah

merah pada defisiensi G6PD atau sferositosis, polisitemia, sekuester darah, infeksi.; b. Penurunan

konjugasi bilirubin, prematuritas, ASI, defek kongenital yang jarang.; c. Peningkatan reabsorpsi

bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia, pemberianASI yang terlambat, obstruksi saluran

cerna.; d. Kegagalan eksresi cairan empedu : infeksi intrauterine, sepsis, hepatitis, sindrom

kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik.1,2,5

2.5 Penyebab Ikterus

2.5.1 Ikterus pra-hepatik

Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis eritrosit

(ikterus hemolitik). Kapasitas sel hati ntuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila disertai oleh

adanya disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin indirek akan meningkat. Dalam batas tertentu

bilirubin direk juga meningkat. Dalam batas tertentu bilirubin direk jga meningkat dan akan segera

diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar

urobilinogen di dalam tinja.1,3

9

Page 10: Referat Hiperbilirubinemia indirek

Peningkatan kadar bilirubin dapat disebabkan oleh :

1. Kelainan pada sel darah merah.

2. Infeksi seperti malaria, sepsis, dan lain-lain.

3. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam

tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfusi dan eritroblastosis fetalis.

2.5.2 Ikterus intra-hepatik

Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehngga bilirubin direk

akan meningkat. Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga

bilirubin darah akan menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.

Bilirubin direk larut dalam air sehingga mudah diekskresikan ginjal ke dalam urin. Adanya

sumbatan intra-hepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi biliruin dalam saluran pencernaan

yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena sterkobilinogen menurun.

Kerusakan sel hati dapat terjadi pada :

1. Hepatitis (oleh virus, bakteri, parasit).

2. Sirosis hepatis

3. Tumor

4. Bahan kimia seperti : fosfor, arsen.

5. Penyakit lain seperti : hemokromatosis, hipertiroid, dan penyakit Nieman Pick.2

2.5.3 Ikterus pasca-hepatik (obstruktif)

Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut

dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali ke dalam sel

hati dan terus memasuki sirkulasi. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan diekskresikan oleh ginjal

sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan, maka

pengeluaran bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang, maka pengeluarann bilirubin ke

dalam saluran pencernaan berkurang, sehingga tinja akan berwarna dempul akibat berkurangnya

sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan dalam urin akan menurun. Akibat penimbunan bilirubin

direk, maka kulit dan sklera akan berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal. Penyumbatan

empedu (kolestasis) dibagi dua, yaitu intra-hepatik apabila penyumbatan terjadi di antara hepatosit

dan duktus koledokus, dan ekstra-hepatik bila sumbatan terjadi di dalam duktus koledokus.2,3

10

Page 11: Referat Hiperbilirubinemia indirek

2.6 Klasifikasi

Ikterus fisiologis: terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan nilai puncak 6-8 mg/dL

biasanya tercapai pada hari ke 3-5. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-12 mg/dL, bahkan sampai

15 mg/dL. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dL/hr.1,6

Ikterus patologis: terjadi dalam 24 jam pertama. Peningkatan akumulasi bilirubin serum> 5

mg/dL/hr. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin total serum >17mg/dL. Ikterus menetap setelah

8 hari pada bayi cukup bulan dan setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Bilirubin direk >2

mg/dL.1,6

Pembagian derajat hiperbilirubinemia menurut Kramer :

Berdasarkan Kramer dapat dibagi : 1,6

Derajat ikterus

Daerah ikterus Perkiraan kadar bilirubin

I

II

III

IV

V

Kepala dan leher

Sampai badan atas (diatas umbilicus)

Sampai badan bawah (dibawah umbilicuks hingga tungkai atas diatas lutut)

Sampai lengan, tungkai bawah lutut

Sampai telapak tangan dan kaki

5,0 mg%

9,0mg%

11,4mg%

12,4mg%

16,0mg%

11

Page 12: Referat Hiperbilirubinemia indirek

2.7 Manifestasi Klinis 6

· Pada permulaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar

· Letargi

· Kejang

· Tidak mau menghisap

· Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental

· Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang disertai

ketegangan otot

· Perut membuncit

· Pembesaran pada hati

· Feses berwarna seperti dempul

· Muntah, anoreksia, fatigue,

· Warna urin gelap.

Ensefalopati Bilirubin dan Kern Icterus

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang mungkin

timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai

nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai

oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons, dan

serebelum. Manifestasi klinis akut ensefalopati bilirubin :

· Pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik, dan reflek hisap

buruk.

· Pada fase intermediate dan moderate, bayi akan mrngalami stupor, iritabilitas dan hipertoni.

· Selanjutnya bayi akan demam, high – pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan

hipotoni.

Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi

bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, displasia dental – enamel,

paralysis upward gaze.6

12

Page 13: Referat Hiperbilirubinemia indirek

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1. Pencegahan

a. Pencegahan Primer1,6

• Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk beberapa

hari pertama.

• Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat

ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan Sekunder1,6

• Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu serta penyaringan

serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.

• Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan

menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda –

tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.

2.8.2. Penggunaan Farmakoterapi 1

a. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi – bayi dengan rhesus yang berat dan

inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi

tukar.

b. Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG – T dan ligandin serta dapat

meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin sehingga konjugasi bilirubin berlangsung lebih

cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan hiperbilirubenemia pada neonatus selama

tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak

memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8

mg/kg berat badan perhari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan

pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaanya lebih

murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk

mendapat hasil yang berarti.

c. Metalloprotoprophyrin adalah analog sintesis heme.

d. Tin – Protoporphyrin ( Sn – Pp ) dan Tin – Mesoporphyrin ( Sn – Mp ) dapat menurunkan

kadar bilirubin serum.

13

Page 14: Referat Hiperbilirubinemia indirek

e. Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L – aspartikdan kasein holdolisat dalam

jumlah kecil ( 5 ml/dosis – 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI dan

meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan

bayi kontrol.

2.8.3. Fototerapi

Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat

di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi – bayi yang mendapat sinar

matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi–bayi lainnya.

Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai

pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping

pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar

bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.1,7

Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial dan

ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme

lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan

obat perkutan.3 Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama

halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama

dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.1,7

Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi fotokimia yang

relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan

bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E

yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk

yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa

mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer

ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum. Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-

sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu

fotooksidasi melalui proses yang cepat. Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin

ini mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum.

Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin. Lumirubin bersifat larut dalam air.

14

Page 15: Referat Hiperbilirubinemia indirek

Gambar 2.4. Mekanisme fototerapi. 6,7

Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus kurang bulan

menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi. Fototerapi

diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan

atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan rekomendasi American

Academy of Pediatrics (AAP).

Sinar Fototerapi 1,7

Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan suatu

gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan

panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini

terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki

panjang gelombang yang berbeda beda.

Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin adalah sinar biru

dengan panjang gelombang 425-475 nm.Sinar biru lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin

dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan sinar hijau. Intensitas sinar adalah jumlah

foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang

diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat

penurunan kadar bilirubin serum. Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai W/cm2/nm.

15

Page 16: Referat Hiperbilirubinemia indirek

Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas sinar diukur

dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.28,36 Intensitas sinar ≥ 30 μW/cm2/nm

cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk intensif fototerapi. Intensitas sinar yang

diharapkan adalah 10 – 40 μW/cm2/nm. Intensitas sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah

30 – 50 μW/cm2/nm. Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang

gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus yang

disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.

Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Cara mudah

untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada bayi.

Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan menggunakan

sinar halogen. Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan terlalu dekat dengan

bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas

permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di

mana intensitas sinar paling tinggi.

Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin

direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.

Usia ( jam ) Pertimbangan

terapi sinar

Terapi sinar Transfusi tukar Transfusi tukar

dan terapi sinar

25-48 >12mg/dl

(>200 µmol/L)

>15 mg/dl

( >250 µmol/L)

>20 mg/dl

(>340 µmol/L)

>25 mg/dl

(425 µmol/L)

49-72 >15mg/dl

(>250 µmol/L)

>18 mg/dl

(>300µmol/L)

>25mg/dl

(425 µmol/L)

>30 mg/dl

(510µmol/L)

>72 >17 mg/dl

(>290 µmol/L)

>20mg/dl

(>340µmol/L

>25mg/dl

(>425 µmol/L)

>30mg/dl

(>510 µmol/L)

Tabel 2.2.Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan cukup bulan.1

16

Page 17: Referat Hiperbilirubinemia indirek

Neontaus kurang bulan sehat :

Kadar Total Bilirubin Serum

(mg/dl)

Neontaus kurang bulan sakit :

Kadar Total Bilirubin Serum

(mg/dl)

Berat Terapi sinar Transfusi tukar Terapi sinar Transfusi tukar

Hingga 1000 g 5-7 10 4-6 8-10

1001-1500 g 7-10 10-15 6-8 10-12

1501-2000 g 10 17 8-10 15

>2000 g 10-12 18 10 17

Tabel 2.3. Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan Sakit ( >37

minggu ) 1

2.8.3. Komplikasi Foto terapi 1,6

Setiap cara pengobatan selalu akan disertai efek samping. Di dalam penggunaan terapi sinar,

penelitian yang dilakukan selama ini tidak memperlihatkan hal yang dapat mempengaruhi proses

tumbuh kembang bayi, baik komplikasi segaera ataupun efek lanjut yang terlihat selama ini ebrsifat

sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara pengunaan terapi

sinar yang telah dijelaskan diatas. Kelainan yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :

1. Peningkatan “insensible water loss” pada bayi : Hal ini terutama akan terlihat pada bayi

yang kurnag bulan. Oh dkk (1972) melaporkan kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali

lebih besar dari keadaan biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan terapi

sinar perlu diperhatikan dengan sebaiknya.

2. Frekuensi defekasi yang meningkat : Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini, antara

lain dikemukankan karena meningkatnya peristaltik usus (Windorfer dkk, 1975). Bakken

(1976) mengemukakan bahwa diare yang terjadi akibat efek sekunder yang terjadi pada

pembentukan enzim lactase karena meningkatnya bilirubin indirek pada usus. Pemberian

susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare. Teori ini masih belum

dapat dipertentangkan (Chung dkk, 1976)

3. Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut “flea bite rash” di daerah muka, badan dan

ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada beberapa bayi

dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome (Kopelman dkk, 1976). Hal

ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar.

Perubahan warna kulit yang bersifat sementara ini tidak mempengaruhi proses tumbuh

kembang bayi.

17

Page 18: Referat Hiperbilirubinemia indirek

4. Gangguan retina : Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percibaan (Noel

dkk 1966). Pnelitain Dobson dkk 1975 tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi

mata pada umumnya. Walaupin demikian penyelidikan selanjutnya masih diteruskan.

5. Gangguan pertumbuhan : Pada binatang percobaan ditemukan gangguan pertumbuhan

(Ballowics 1970). Lucey (1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat

menemukan gangguan tumbuh kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar. Meskipun

demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi yang tepat selama

waktu yang diperlukan.

6. Kenaikan suhu : Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan

kenaikan suhu, Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan dengan mematikan

sebagian lampu yang dipergunakan.

7. Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang-kadang

ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan menghilang

dengan sendirinya.

8. Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belim diketahui secara pasti adalah

kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.

Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada bayi. Komplikasi

segera juga bersifat ringan dan tidak berarti dibandingkan dengan manfaat penggunaannya.

Mengingat hal ini, adalah wajar bila terapi sinar mempunyai tempat tersendiri dalam

penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. 1,7

2.8.4. Transfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan

dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang

sampai sebagian besar darah penderita tertukar. 1,6

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin

dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi

tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi

bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia. Darah Donor Untuk

Tranfusi Tukar :

1. Darah yang digunakan golongan O.

18

Page 19: Referat Hiperbilirubinemia indirek

2. Gunakan darah baru (whole blood). Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah

adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O

dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan

juga crossmatched terhadap bayi.

4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama

dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi

anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk

memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen

tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.

6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap

plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) - 160 mL/kgBB,

sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.

2.8.4.1. Teknik Transfusi Tukar 1,6

a. Simple Double Volume

Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena

magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.

b. Isovolumetric

Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan

dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.

c. Partial Exchange Transfusion

Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O

rhesus positif.

19

Page 20: Referat Hiperbilirubinemia indirek

2.8.4.2. Indikasi Transfusi Tukar 1,6

Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi tukar pada hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar berdasarkan keputusan WHO tercantum dalam tabel di bawah ini.

UsiaBayi Cukup Bulan

SehatDengan Faktor Risiko

Hari mg/dL mg/Dl

Hari ke-1 15 13

Hari ke-2 25 15

Hari ke-3 30 20

Hari ke-4 dan

seterusnya

30 20

Tabel 2.4 Indikasi transfusi tukar berdasarkan kadar bilirubin serum

Berat badan (gram) KadKadar Bilirubin

(mg/dL)

< 1000 Bervariasi

1000-1500 Bervariasi

1500-2000 Bervariasi

2000-2500 18-20

Tabel 2.5 Indikasi transfusi tukar pada bayi berat badan lahir rendah

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:

a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb <>

b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar

c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13 gr/dL

d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara adekuat

dengan terapi sinar.

20

Page 21: Referat Hiperbilirubinemia indirek

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

· Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

· Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

· Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

· Perforasi pembuluh darah

2.8.4.3. Komplikasi Transfusi Tukar 1,5,6

1) Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

2) Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

3) Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

4) Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

5) Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan

6) Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

21

Page 22: Referat Hiperbilirubinemia indirek

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia

gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi

yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi

secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya.1

Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning

karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan

suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi

juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus

darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain.

Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.1,5

Mempercepat proses konjugasi misalnya dengan pemberian fenobarbital, memberikan

substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, melakukan dekomposoisis bilirubin dengan

fototerapi dan tranfusi tukar. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat,

cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat

digunakan untuk pra- dan pasca –tranfusi tukar.5

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar,

panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh

neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.6

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Referat Hiperbilirubinemia indirek

1. Buku Ajar Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia edisi pertama 2008. Hal 147-168.

FKUI : Jakarta

2. Behrmand Kliegelman. Nelson Essential of Pediatrics,hal 592-98. Edisi 17. 2006. EGC:

Jakarta

3. Price, Sylvia M.Wilson Lorraine. Patofisiologi kedokteran. l994. EGC : Jakarta.

4. Murray Robert K, MD.PhD, 2001, Biokimia Harper ( Eds.25), EGC: Jakarta

5. Diagnosis dan tatalaksana penyakit anak dengan gejala kuning Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007. FKUI : Jakarta.

6. Hiperbilirubinemia. Edisi Desember 2011. Diunduh dari: www.emedicine.com/view

article/551363/2. Januari 2014.

23