case hiperbilirubinemia neonatus (tasha)
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : By. Fahri
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : Bekasi, 01 Desember 2013
Agama : Islam
Alamat Rumah : Bantar Gebang RT 02/02 Bekasi
Umur : 10 hari
Berat Badan : 3600 gr
Usia Gestasi : 36 minggu
Anak : G1P1A0
Lahir : Seksio Sesarea atas indikasi BK SC
ORANG TUA / WALI
Ayah : Nama / umur : Tn. N / 34 thn
Agama : Islam
Alamat : Bantar Gebang RT 02/02 Bekasi
Ibu : Nama / umur : Ny. S / 23 thn
Agama : Islam
Alamat : Bantar Gebang RT 02/02 Bekasi
Hubungan dengan orang tua : Anak Kandung
II. ANAMNESA
Alloanamnesa dengan ibu pasien, dilakukan pada tanggal 13 Desember 2013
a. Keluhan Utama
Demam sejak pagi
b. Keluhan Tambahan
Mencret sering, muntah
c. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien lahir dengan berat badan normal yaitu 3600 gram. Hamil cukup bulan
(36 minggu). Ibu melahirkan secara seksio di RSUD Bekasi.
Lahir dari ibu G1P1A0, usia ibu 23 tahun, ANC teratur, ANB (-), Penyakit
kehamilan (-), Trauma Kehamilan (-).
1
Apgar score: 4/5, Jenis kelamin: laki-laki.
Plasenta kotiledon lengkap, infark (-), hematom (-).
Pasien kuning sejak hari keempat. Kulit kuning seluruh tubuh.
Awalnya pasien ada demam, kemudian disusul adanya mencret >4x/hari,
konsistensi cair, berlendir dan berampas, warna kuning kehijauan. Tidak
ditemukan tanda-tanda dehidrasi masih aktif dan mau minum susu.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
-
e. Riwayat Kelahiran dan Kehamilan
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan
sekali dan sudah mendapat
imunisasi vaksin TT 2 kali
KELAHIRAN Tempat kelahiran RSUD Bekasi
Penolong persalinan Dokter Spesialis Obsgyn
Cara persalinan Seksio Sesarea
Keadaan bayi - Berat lahir : 3600 gr
- Panjang badan : 50 cm
- Lingkar Kepala : 30 cm
- Langsung menangis
- Pucat : -
- Biru : -
- Kuning : +
- Kelainan bawaan : -
- Cacat : -
- A/S : 8/9
- Anus (+)
Kesan : Riwayat kehamilan dan kelahiran cukup baik
f. Riwayat Makanan dan Gizi
-
g. Riwayat Imunisasi
Hep B
h. Riwayat Penyakit Keluarga
2
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit kuning saat lahir.
III. PEMERIKSAAN FISIK
dilakukan pada tanggal 13/12/2013
Status Generalis
Uk/up : 4/4
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Nadi : 160 x / menit
Suhu : 38,7 oC
Pernafasan : 20x / menit
Status Antropometri
Berat Badan : 3600 gr
Panjang Badan : 50 cm
Lingkar Kepala : 30 cm
Pemeriksaan Sistematis
Kulit Turgor : baik
Warna : ikterik -
Kramer : 5
Kepala : Normocephali
Wajah : Simetris, sianosis (-), ikterik (+), pucat (-)
Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Pupil bulat isokor, RCL + / +, RCTL + / +
Conjungtiva anemis - / -
Sclera ikterik + / +
Telinga : Normotia
Serumen - / -
Sekret - / -
Hidung : Tidak ada deviasi septum
Nafas cuping hidung (-)
Sekret - / -
Mulut : Bibir kering (-), pecah-pecah,
3
sianosis (-)
Leher : -
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Retraksi sela iga (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama kuat
Perkusi : Sonor di kedua paru
Auskultasi : Ronki -/-, wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V
Perkusi : Batas jantung sukar ditentukan
Auskultasi : S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, warna kulit perut ikterik
Palpasi : Supel, hepar dan lien teraba tidak membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), ikterik (+)
Bawah : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), ikterik (+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rencana pemeriksaan
1. Kadar Bilirubin serum berkala
2. Pemeriksaan Darah Lengkap
3. SADT
4. Golongan darah Ibu dan Bayi
5. Uji Coombs
6. Pemeriksaan penyaring enzim G6PD
V. RESUME
Pasien, bayi laki-laki, 10 hari, 3600 gr dirawat di RS karena demam.
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
4
Anamnesis :
- Kuning di seluruh tubuh setelah demam
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Suhu : 38,7oC
Wajah, sklera, kulit, ekstremitas ikterik (Kramer 5)
Thorax : Warna kulit ikterik
Abdomen : Warna perut ikterik
Extremitas : Ikterik
Skala Kramer : 5 perkiraan Bilirubin (16 mg/dl )
V. DIAGNOSA BANDING
Ikterik Prehepatal
Ikterik Hepatal
Ikterik Ekstrahepatal
VI. DIAGNOSA KERJA
1. Diare akut
2. Obs ikterik
VII. PENATALAKSANAAN
o Blue light
o IVFD Tridex 27A 8gtt/menit
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
PERINA – 1 PERINA - 2 PERINA - 3
S- Sesak - Sesak (-)
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Sianosis (-)
5
O
- KU: TSS dan Compos
mentis
- Nadi: 160x/menit
- Napas 44x/menit
- Suhu: 37o C
- CA -/- SI -/-
- Thorax:
Retraksi minimal, BJ I-
II reg m (-) g (-)
Sn ves wh -/- rh -/-
- Abdomen:
Supel, datar, hepar &
lien tidak teraba, BU
(+)
- Ekstrimitas:
Akral hangat dan tidak
oedem
- KU: TSS dan Compos
mentis
- Nadi: 166x/menit
- Napas 46x/menit
- Suhu: 37,3o C
- CA -/- SI -/-
- Thorax:
Retraksi minimal, BJ I-II
reg m (-) g (-)
Sn ves wh -/- rh -/-
- Abdomen:
Supel, datar, hepar &
lien tidak teraba, BU (+)
- Ekstrimitas:
Akral hangat dan tidak
oedem
- KU: TSS dan Compos
mentis
- Nadi: 167x/menit
- Napas 44x/menit
- Suhu: 36,8o C
- CA -/- SI -/-
- Thorax:
Retraksi minimal, BJ I-II
reg m (-) g (-)
Sn ves wh -/- rh -/-
- Abdomen:
Supel, datar, hepar & lien
tidak teraba, BU (+)
- Ekstrimitas:
Akral hangat dan tidak
oedem
AAsfiksia Sedang e.c
Aspirasi mekonium
Asfiksia Sedang e.c Aspirasi
mekonium
Asfiksia Sedang e.c Aspirasi
mekonium
P
- N5 (Dextrose 5% : NS
= 4:1) 13 tpm (mikro)
- Cefotaxime 2 x 160 mg
- Amikasin 2 x 24 mg
- N5 (Dextrose 5% : NS =
4:1) 13 tpm (mikro)
- Cefotaxime 2 x 160 mg
- Amikasin 2 x 24 mg
- Sanmol drop 0,5 ml 3x1
- N5 (Dextrose 5% : NS =
4:1) 13 tpm (mikro)
- Cefotaxime 2 x 160 mg
- Amikasin 2 x 24 mg
- Sanmol drop 0,5 ml 3x1
PERINA – 4
S
- Sesak
- Ikterik (+) wajah, dada,
perut dan punggung.
O - KU: TSS dan Compos
mentis
- Nadi: 162x/menit
- Napas 42x/menit
6
- Suhu: 37o C
- Kulit:Turgor: baik
Warna: ikterik +
Kramer: 2
- Thorax:
Retraksi minimal, BJ I-
II reg m (-) g (-)
Sn ves wh -/- rh -/-
- Abdomen:
Supel, datar, hepar &
lien tidak teraba, BU
(+)
- Ekstrimitas:
Akral hangat dan tidak
oedem
A
Asfiksia Sedang e.c
Aspirasi mekonium dengan
hiperbilurbinemia
P
- N5 (Dextrose 5% : NS
= 4:1) 13 tpm (mikro)
- Cefotaxime 2 x 160 mg
- Amikasin 2 x 24 mg
- Sanmol drop 0,5 ml 3x1
- Blue light 1x24jam
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka diagnosa
yang ditegakkan pada pasien ini :
Diare Akut dengan Observasi Ikterik
7
Diagnosis Diare Akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Pada anamnesis ditemukan mencret >4x/hari, cair, berlendir dan berampas
serta warnanya kuning kehijauan. Namun kemungkinan infeksi dari faktor ibu dapat
disingkirkan karena terjadi pada saat usia 10 hari, jadi kemungkinan infeksi berasal dari
lingkungan. Pada pasien juga ditemukan wajah, kulit, sklera, ekstremitas ikterik,
sehingga perlu dilakukan juga observasi ikterik pada pasien ini.
Tinjauan Pustaka
PENDAHULUAN
Hiperbilirubinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilirubin total pada minggu
pertama kelahiran. Kadar normal maksimum adalah 12-13 mg% (205-220 µmol/l).
Banyak bayi yang mengalami hiperbilirubinemia ini dalam satu minggu pertama
kehidupannya, terutama pada bayi kecil (berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <
37 minggu). Bila bayi mengalami masalaah ini maka risiko atau komplikasi yang harus
dipertimbangkan adalah ensefalopati bilirubin. Keadaan ini dapat merupakan gejala awal
dari penyakit utama yang berat pada neonatusndan bila timbul pada hari pertama (kurang
dari 24 jam) merupakan keadaan bahaya yang harus segera ditangani.
Meskipun demikian, sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak
membahayakan dan tidak memerlukan pengobatan.
DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah, sedangkan
ikterus merupakan suatu diskolorasi kuning pada kulit, mukosa, dan sclera akibat
penumpukan dari bilirubin. Perubahan warna tersebut terutama diakibatkan oleh bilirubin
unconjugated, nonpolar, bilirubin tidak larut dalam air yang dihasilkan dari metabolisme
hemoglobin dan produk lainnya termasuk mioglobin.
EPIDEMIOLOGI
8
Pada sebagian besar neontus, ikterus akan ditemukan pada minggu pertama
kehidupannya. Kejadian ini lebih kurang 60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi
kurang bulan. Di Jakarta sendiri dilaporkan sekitar 32,19% bayi baru lahir menderita
ikterus. Ikterus tersebut dapat dalam keadaan fisiologis maupun patologis. Untuk itu
setiap byi dengan keadaan ikterus perlu mendapat perhatian terutama jika ikterus
dihadapkan dengan keadaan patologis.
ETIOLOGI
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Disini akan
dibagi 4 penyebab utama dari keadaan ini, yaitu :
1. Meningkatnya produksi bilirubin yang harus di metabolisme di dalam hati
(anemia hemolitik, pendeknya usia eritrosit yang berkaitan dengan imaturitas atau
transfusi darah, peningkatan sirkulasi enterohepatik, dan infeksi)
2. Hipoalbuminemia, sehingga kadar bilirubin bebas dalam darah meningkat
(melnutrisi, adanya zat-zat yang berkompetitif dengan bilirubin dalam berikatan
dengan albumin seperti sulfisoxazole, moxalactam, dsb)
3. Keadaan yang menyebabkan rusak atau menurunnya aktifitas enzim glukoronil
transferase (hipoksia, infeksi, hipotermia, hipotiroidism, dan bila adanya zat atau
substansi yang menghambat kerja enzim)
4. Berkurangnya jumlah enzim yang dibutuhkan untuk mereduksi bilirubin yang
diambil kedalam hepar (efek genetic, prematuritas, dsb)
Resiko terjadinya efek toksik yang ditimbulkan oleh tingginya kadar bilirubin
indirect akan mengalami peningkatan jika terdapat factor-faktor yang menurunkan retensi
bilirubin dalam aliran darah (hipoproteinemia, asidosis, peningkatan asam lemak bebas
yang disebabkan oleh hipoglikemia, kelaparan dan hipotermia) atau oleh karena
peningkatan permeabilitas sawar darah otak atau membrane sel saraf terhadap masuknya
bilirubin (asfiksia, premature, hiperosmolaritas, dan infeksi).
Disamping itu mekonium yang mengandung sekitar 1 mg/dl bilirubin dapat
menimbulkan ikterus mellui siklus enterohepatik pada keadaan seperti obstruksi saluran
cerna. Obat-obatan seperti oksitosin dan zat kimia seperti detergen phenolik juga dapat
menimbulkan keadaan hiperbilirubinemia unconjugated.
Pendekatan untuk mengetahui penyebab ikterus pada neonatus
9
Etiologi ikterus pada neonatus terkadang sangat sulit untuk ditegakkan dan tidak
jarang pula etiologinya terdiri dari baberapa jenis. Untuk itu dapat digunakan pendekatan
menurut saat atau waktu terjadinya ikterus.
A.ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Inkompatibilitas golongan darah ABO,Rh,atau golngan darah lainya.
Infeksi intrauterin (rubella, toxoplasmosis, sitomegalovirus, sifilis, dan sepsis
bakterialis)
Kadang – kadang oleh defisiensi enzim G6PD.
B. ikterus yang timbul pada 24-72 jam sesudah lahir.
Biasanya ikterus fisiologik
Ada kemungkinan inkompatibilitas golongan darah (delayed)
Defisiensi enzim G6PD.
Polisitemia
Hemolisis peradarahan tertutup(hemtom kepala, perdarahan hepar, kapsula, dll)
Dehidrasi, hipoksia, dan asidosis.
Sferositosis, eliptosis, dsb.
C.ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai pada akhir minggu pertama
Infeksi (sepsis)
Dehidrasi, asidosis.
Defisiensi G6Pd
Pengaruh obat – obatan
Sindroma criggler najjar
Sindroma Gilbert
D. ikterus yang timbul sesudah minggu pertama dan selanjutnya
Biasanya karena ikterus obstruktif
Hipotiroidism
Breast milk jaundice
Infeksi
Hepatitis neonatal
Galaktosemia
Dll
PATOLOGI
10
IKTERUS FISIOLOGIK DAN PATOLOGIK
Ikterus Fisiologik
Pada keadaan normal, kadar bilirubin indirect dalam darah plasenta sekitar 1-3 mg
% dan meningkat hingga kurang dari 5 mg/dl/24 jam. Oleh karena itu, keadaan ikterik
akan tampak pada usia hari ke-2 dan ke-3, sering mencapai puncaknya pada usia hari ke-2
– 4 dengan kadar 5-6 mg/dl. Kadar ini akan menurun dibawah 2 mg/dl antara hari ke-5 –
7. Adapun proses tersebut disebabkan peningkatan produksi bilirubin indirect akibat
pemecahan sel darah merah fetus yang kaya akan hemoglobin F dengan usia eritrosit
yang lebih pendek (80-90 hari), tingginya kadar eritrosit neonatus dan akibat fungsi hepar
yang belum maksimal dalam pembentukan enzim-enzim termasuk glukoronil transferase.
Diperkirakan 6-7% bayi cukup bulan memiliki kadar bilirubin indirect diatas 12,9
mg/dl dan kurang dari 3 % dengan kadar diatas 15 mg/dl. Adapun factor-faktor yang
menyebabkan tingginya kadar bilirubin tersebut diantaranya diabetes pada kehamilan, ras
(cina, jepang, korea dan penduduk asli amerika), obat-obatan (vit K3, novobiosin),
ketinggian, polisitemia, jenis kelamin (laki-laki), trisomi 21, cephal hematom, induksi
oksitosin, hari pertama pemberian asi, penurunan bert badan (dehidrasi atau malnutrisi),
defekasi yang lambat terjadi sejak lahir, saudara kandung dengan kadar bilirubin tinggi.
Kriteria diagnosis yang digunakan dalam penentuan neonatus dengan ikterus
fisiologis adalah :
1. timbul pada hari ke2 – 3 dan menghilang pada hari ke7-10.
2. bilirubin indirect <10 mg/dl pa bayi cukup bulan dan <12,5 mg/dl pada bayi
kurang bulan.
3. bilirubin direct <1 mg/dl
4. kenaikan bilirubin <5 mg/dl
5. tidak ditemukan gejala dan tanda keadaan patologi.
6. umumnya disebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonatus, usia eritrosit
neonatus yang relatif lebih pendek dan defisiensi enzim glukoronil transferase
akibat belum maksimlnya fungsi hati.5
Bahkan ada beberapa refrensi yang menulis bahwa jika kadar bilirubin indirect pada bayi
cukup bulan <12 mg/dl dan pada bayi kurang bulan <10-14 mg/dl masih tergolong
fisiologis.
11
Di samping itu tanda-tanda yang jika ditemukan akan menunjukkan keadaan
nonfisiologis seperti : riwayat penyakit hemolitik dalam keluarga, pucat, hepatomegali,
splenomegali, gagalnya penurunan kadar bilirubin setelah fototherapi, muntah-muntah,
lemas, tidak mau makan, penurunan berat badan yang eksesif, apnoe, bradikardi,
hipotermia, feses berwarna terang, urin berwarna gelap, dan tanda-tanda kern-ikterus
perlu diperhatikan untuk memastikan jenis ikterus pada neonatus.
Ikterus Patologik
Kadar bilirubin yang dapt menimbulkan keadaan patologi disebut dengan
hiperbilirubinemia. Hal ini dikaitkan dengan waktu dan lama terjadinya peningkatan
kadar bilirubin dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat
menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya sel otak yang akan mengakibatkan
gejala sisa dikemudian hari. Karena itu bayi dengan ikterus baru dianggap fisiologik jika
telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologik.
Kriteria diagnosa untuk hiperbilirubinemia patologik adalah :
1. timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. kadar bilirubin darah total >12,9 mg/dl pada bayi cukup bulan, dan >15 mg/dl
pada bayi kurang bulan.
3. peningkatan kadar bilirubin darah >5 mg/dl/hari
4. kadar bilirubin direct >1,5-2 mg/dl
5. ikterus menetap > 1 minggu pada bayi cukup bulan dan >2 minggu pada bayi
kurang bulan.
Umumnya kadar billirubin dalam darah yang menimbulkan keadaan patologik
tidak selalu sama pada tiap bayi, untuk itu disetiap center terkadang mempunyai patokan
tersendiri, misalnya di RSCM, bayi yang dinyatakan menderita hiperbilirubinemia apabila
kadar bilirubin total mencapai 12 mg/dl pada bayi cukup bulan dan >10 mg/dl pada bayi
kurang bulan.
METABOLISME BILIRUBIN
Sebagian besar (70-80 %) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak.
Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan
albumin dibawa ke hepar. Didalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada
reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi)
disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada
12
bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi.
Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis
bilirubin glukuronid menjadi bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui
sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.
Fase pre- ikterik
Keluhan yang disebabkan infeksi oleh virus yang berlangsung sekitar 2-7 hari.
Yang diawali dengan gejala awal anoreksia, kemudian disusul dengan nause,
kadang-kadang disertai rasa vomitus, dan perut kanan atas atau di daerah ulu hati
dirasakan sakit.
Demam : plasmodium falciparum yang berkembang di dalam hati akan
melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoid yang dilepaskan
akan masuk kedalam RES di limfa dan mengalami fagositosis serta filtrasi ,
merozoit yang yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi
eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit
bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Eritrosis yang terus berkembang
inilah yang akan masuk kedalam darah yang disebut parasetemia yang akan
menyebabkan demam.
Hubungan diare berlendir dengan keluhan mata dan kulit kekuningan
• Diare terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi tinja sepanjang usus
besar.
• Beragam definisi , mekanisme, penyebab dan klasifikasi
• Diare akut dan kronik
• Diare osmotik,diare sekretorik, diare akibat gangguan (hambatan) terhadap
absorbsi elektrolit,diare akibat peninggian motilitas (peristaltis), dan diare
akibat eksudasi cairan,elektrolit dan mucus
• Riwayat diare dapat terjadi jika pasien pernah mengalami infeksi parasit.
• Parasit masuk kedalam saluran cerna
1) Sel-sel antibodi mensekresi IgG, IgE, dan (Antibody Dependent Cell
Cytotoxity) = Respon inflamasi
13
2) Sel T mensekresi sitokin, merangsang proliferasi sel goblet dan
merangsang sekresi bahan mukus
3) Sel mast mensekresi LTD4 (Leukotrien D4) = induksi hipermotilitas
usus, Histamin dan PG = mencegah absorpsi natrium (eksudasi air dan
elektrolit_
↓
Diare Berlendir/Sekretorik
Patomekanisme Gejala
a. Ikterus dapat terjadi karena adanya gangguan pada sistem bilier
(obstruksi) , juga dapat disebabkan akibat adanya proses inaktivasi
eritropoesis yang berlebihan serta proses Hemolisis. Adanya Demam
diakibatkan adanya reaksi radang. Rasa Mual akibat adanya
gangguan peristaltik. Riwayat Diare berlendir dapat terjadi jika
pasien pernah terkena infeksi parasit atau kelainan intestinal.
Diare berlendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.
Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada
dinding usus. Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi
iritasi itu mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir
bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus.
Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa
tinja
MANIFESTASI KLINIS
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya matahari. Bayi baru
lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100
mikro mol/L (1mg/dl = 17, 1 mikromol / L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning
pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan Penilaian menurut Kramer
(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan
14
tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut
disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus
subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis
pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap,
malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat
terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat
ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.
Derajat Ikterus pada neonatus menurut Kramer
Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin indirek (µmol/L)
1
2
3
4
5
Kepala dan leher
Pusat – leher
Pusat – paha
Lengan + tungkai
Tanga + kaki
100
150
200
250
> 250
DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat ibu melahirkan bayi yang lalu dengan ikterus.
Golongan darah ibu dan ayah
Riwayat ikterus hemolitik, G6PD atau inkompatibilitas faktor Rhesus atau
golongan darah ABO pada kelahiran sebelumnya.
Riwayat anemia, pembesaran hati atau limpa pada keluarga.
15
Pemeriksaan Fisik
Bayi tampak berwarna kuning. Amati ikterus pada siang hari dengan sinar lampu
yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan lampu dan bisa tidak
terlihat dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai jari tangan
untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan :
Pada hari pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi.
Pada hari ke-2, tekan pada lengan dan tungkai
Pada hari ke-3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Kadar bilirubun total, direk, indirek
Preparat apusan darah
Kadar G6PD
Golongan darah ibu dan bayi : ABO dan Rhesus
Uji Coombs
DIAGNOSIS BANDING
Ikterus hemolitik
Ikterus pada prematuritas
Ikterus karena sepsis
Ensefalopati bilirubin (kern ikterus)
Ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice)
PENATALAKSANAAN / TERAPI
16
1. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab.
Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan
pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus
untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan
itu ialah menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan
Yoon (1974), yaitu :
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebabnya menurut besar kemungkinan :
1. Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues, dan kadang-kadang
bakteri).
3. Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah :
o Kadar bilirubin serum berkala
o Darah tepi lengkap
o Golongan darah ibu dan bayi
o Uji Coombs
o Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD, biakan darah atau biopsi
hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
1. Biasanya ikterus fisiologis
2. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau RH atau
golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin
cepat, misalnya melebihi 5 mg% / 24 jam
3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin
4. Polisitemia
5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub aponeurosis, perdaraha
hepar subkapsuler dan lain-lain).
6. Hipoksia
7. Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain
8. Dehidrasi asidosis
9. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
17
Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan
pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan
penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
1. Biasanya karena infeksi 9sepsis)
2. Dehidrasi asidosis
3. Defisiensi enzim G6PD
4. Pengaruh obat
5. Sindrom Criggler-Najjar
6. Sindrom Gilbert
d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
1. Biasanya karena obstruksi
2. Hipotiroidisme
3. Breast milk jaundice
4. Infeksi
5. Neonatal hepatitits
6. Galaktosemia
7. Lain-lain
Pemeriksaan yang perlu dilakukan
1. Pemeriksaan bilirubin (direk dan Indirek) berkala
2. Pemeriksaan darah tepi
3. Pemeriksaan penyaring G6PD
4. Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi
5. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.
Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis
sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar
patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kernikterus.
Ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis ialah :
1. Ikterus yeng terjadi pada 24 jam pertama
2. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 10mg% pada neonatus kurang bulan
3. Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg% / hari
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
18
5. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui
6. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
II. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin
dan lain-lain.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
6. Pemberian makanan yang dini
7. Pencegahan infeksi
III. Mengatasi hiperbilirubinemia
1.Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini
bekerja sebagai enzym inducer sehingga konjugasi dapata dipercepat.
Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam
baru terjadi penurunan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.
2. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau onjugasi. Contohnya
ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat
diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgbb. Albumin biasanya
diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan
mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga
bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar.
Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan
transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk
pra dan pasca-transfusi tukar.
4. Transfusi tukar.
Pada umumnya transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut a.
Pada semua keadaan denga kadar bilirubin indirek ≤ 20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3 – 1 mg% / jam.
19
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.
d. Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji Coombs
direk positif.
Sesudah transfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan seperti
asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar
protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari
1500 g dan tanda-tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati
seperti pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.
IV. Pengobatan Umum
Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan perawatan
yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah pemberian makanan yang dini
dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi kamar bersalin dan bangsal bayi yang
baik.
V. Tindak Lanjut
Bahaya hiperbilirubinemia ialah kernikterus. Oleh karena itu terhadap bayi yang
menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan.
2. Penilaian berkala pendengaran.
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.
Pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin
(Modifikasi dari MAISELS 1972)
PEMANTAUAN
20
Bilirubin (mg
%)
< 24 jam 24-48 jam 49 -72 jam > 72 jam
< 5 Pemberian makanan yang dini
5-9 Terapi sinar
Bila hemolisis
Phenobarbital + kalori cikup
10-14 TransfusiTukar
Bila hemolisis
Terapi Sinar
14-19 TransfusiTukar Transfusi Tukar Terapi sinar +
> 20 Transfusi Tukar
Terapi
Bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar . Warna
kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin
serum selama bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan
baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit.
Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada ibu untuk kembali bila
terjadi ikterus lagi.
Tumbuh Kembang
Pasca perawatan hiperbilirubinemia bayi perlu pemantauan tumbuh kembang
dengan penilaian periodik, bila diperlukan konsultasi ke sub bagian neurologi
anak dan sub bagian tumbuh kembang.
Bila terjadi gangguan penglihatan, konsultasi ke bagian penyakit mata.
Bila terjadi gangguan pendengaran, konsultasi ke bagian THT.
Terapi Sinar
Usia (jam) BL < 1.500 g
Kadar bilirubin
(mg/dl)
BL 1.500–2.000 g
Kadar bilirubin
(mg/dl)
BL > 2.000 g
Kadar bilirubin
(mg/l)
< 24 RT : > 4,1 RT : > 4,1 > 5
25-48 > 5 > 7 > 8,2
49-72 > 7 > 9,1 > 11,8
>72 >8,2 > 10 > 14,1
Transfusi Tukar
Usia (jam) BL < 1.500 g
Kadar bilirubin
(mg/dl)
BL 1.500–2.000 g
Kadar bilirubin
(mg/dl)
BL > 2.000 g
Kadar
bilirubin(mg/l)
< 24 > 10 - 15 > 15 > 15,9 – 18,2
25-48 > 10 - 15 > 15 > 15,9 – 18,2
49-72 > 10 - 15 > 15,9 > 17, 0 – 18,8
>72 > 15 > 17 > 18,2 – 20,0
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku kuliah :Ilmu Kesehatan Anak : jilid 3: Balai Penerbit FKUI, Jakarta Cetakan
2007 : 1102-1110
2. Standar Peiayanan Medis Departemen Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit
Tropis,Demam Tifoid Ikatan Dokter Anak Indonesia, Edisi 1- 2004, 296-299
3. Mansjoer Arief, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, Setiowulan Wiwiek, Kapita
Selekta Kedokteran : Edisi ketiga jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius, 2008, 503-
507
4. http://naya.web.id/2007/01/25/hiperbilirubinemia/
5. http://www.indonesiaindonesia.com/f/12829-hiperbilirubinemia/
6. http://albadroe.multiply.com/journal/item/86/Hiperbilirubinemia
7. http://www.medicastore.com/cybermed/detail_pyk.php?idktg=19&iddtl=392
22
23