neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan dengan hiperbilirubinemia

29
Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan Hiperbilirubinemia Stanley Timotius 102012320 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Bayi baru lahir yang sehat adalah bayi yang memenuhi beberapa kriteria fisiologis bayi pada umumnya, yang pertama adalah dari masa gestasi yang normal, yaitu tidak kurang dari 37 bulan dan tidak lebih dari 42 bulan. Kedua, bayi baru lahir memiliki berat badan yang ideal yaitu tidak kurang dari 2500 gram. Dari kedua poin ini dapat kita tentukan status bayi baru lahir tersebut, apakah bayi tersebut cukup bulan dan sesuai masa kehamilannya. Pada neonatus yang kurang bulan ataupun kurang masa kehamilan dan mengalami prematuritas, dapat terjadi keadaan-keadaan patologik, seperti hipoksia, hipotermia, kejang, respiratory distress syndrome, dan lain-lain. Salah satu keadaan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu adalah hiperbilirubinemia atau kelebihan kadar bilirubin dalam sistem sirkulasi darah. 1 Hiperbilirubinemia merupakan salah satu kejadian klinis paling sering ditemukan pada bayi yang baru lahir dan sekitar 85% lebih bayi cukup bulan kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan karena keadaan ini. Penyakit ini adalah kondisi paling umum yang memerlukan perhatian medis pada bayi baru lahir. Pewarnaan kuning pada kulit dan sklera ikterik adalah hasil dari akumulasi bilirubin tak terkonjugasi. Pada sebagian besar bayi, hiperbilirubinemia tak

Upload: stanley-timotius

Post on 05-Feb-2016

58 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

NKB SMK bilirubinemia

TRANSCRIPT

Page 1: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan

Hiperbilirubinemia

Stanley Timotius

102012320

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Bayi baru lahir yang sehat adalah bayi yang memenuhi beberapa kriteria fisiologis bayi pada

umumnya, yang pertama adalah dari masa gestasi yang normal, yaitu tidak kurang dari 37 bulan dan

tidak lebih dari 42 bulan. Kedua, bayi baru lahir memiliki berat badan yang ideal yaitu tidak kurang

dari 2500 gram. Dari kedua poin ini dapat kita tentukan status bayi baru lahir tersebut, apakah bayi

tersebut cukup bulan dan sesuai masa kehamilannya. Pada neonatus yang kurang bulan ataupun

kurang masa kehamilan dan mengalami prematuritas, dapat terjadi keadaan-keadaan patologik, seperti

hipoksia, hipotermia, kejang, respiratory distress syndrome, dan lain-lain. Salah satu keadaan yang

akan dibahas dalam makalah ini yaitu adalah hiperbilirubinemia atau kelebihan kadar bilirubin dalam

sistem sirkulasi darah.1

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu kejadian klinis paling sering ditemukan pada bayi

yang baru lahir dan sekitar 85% lebih bayi cukup bulan kembali dirawat dalam minggu pertama

kehidupan karena keadaan ini. Penyakit ini adalah kondisi paling umum yang memerlukan perhatian

medis pada bayi baru lahir. Pewarnaan kuning pada kulit dan sklera ikterik adalah hasil dari

akumulasi bilirubin tak terkonjugasi. Pada sebagian besar bayi, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

mencerminkan fenomena transisi normal. Namun, dalam beberapa bayi, kadar bilirubin serum akan

naik berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin

darah 5-7mg/dL. Hal ini menjadi perhatian penting karena bilirubin tak terkonjugasi adalah

neurotoksik dan dapat menyebabkan kematian pada bayi baru lahir atau bayi bisa hidup dengan gejala

sisa neurologis.

Terapi pada keadaan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (indirek) terdapat 2 cara, yaitu

fototerapi dan transfusi tukar. Fototerapi adalah metode efektif dan aman untuk mengurangi kadar

bilirubin indirek, terutama jika dimulai sebelum tinggi dan menyebabkan kernikterus. Pada bayi

cukup bulan, fototerapi dimulai bila kadar bilirubin indirek berada antara 16 dan 18 mg/dL. Apabila

kadar bilirubin indirek lebih tinggi atau sebesar 20mg/dL, maka sudah terindikasi untuk dilakukannya

transfusi tukar pada bayi yang mengalami hemolisis dengan berat badan lebih dari 2000 gram.

Page 2: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Transfusi tukar adalah prosedur medis dimana darah pasien diambil melalui keteter dan diganti

dengan transfusi IV plasma atau darah. Komplikasi transfusi tukar adalah semua kelainan yang

berhubungan dengan darah (reaksi transfusi, gangguan metabolik, atau infeksi).

Anamnesis

Hal paling utama yang harus dilakukan oleh seorang dokter adalah anamnesis. Yaitu

menyanyakan keadaan pasien sebelum datang ke rumah sakit (RS). Apa saja keluhan yang

dirasakannya dan dapat menempatkan rasa empati dengan benar, serta mendapatkan kepercayaan

pasien sehingga pasien dapat menceritakan semua yang dirasakannya tanpa menutup-nutupi apa yang

dia alami.2

Apabila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diajak berbicara mengenai penyakitnya, maka

anamnesis ini dapat dilakukan oleh orang terdekat atau orang yang mengantarkan pasien ke tempat

praktek atau unit gawat darurat (UGD) yang disebut dengan allo anamnesis. Sangat penting untuk

mendapatkan anamnesis yang akurat, karena dari anamnesis, dokter dapat mengetahui gejala-gejala

yang dialami pasien sehingga dapat mengenali lebih lagi penyakit apa yang dialami oleh pasien.

Anamnesis meliputi:

Identitas pasien : Nama pasien, Nama suami atau keluarga terdekat, Alamat, Agama,

Pendidikan terakhir, Suku bangsa.

Keluhan utama :

Keluhan tambahan

Tentang haid

Tentang kehamilan

Berapa kali hamil

Adakah komplikasi pada kehamilan terdahulu

Apakah pernah keguguran, berapa kali, umur kehamilan

Tentang persalinan

Apakah masa kehamilan cukup?

Berapa berat badan bayi waktu lahir?

Riwayat perkawinan

Riwayat penyakit pasien

Adakah penyakit berat yg pernah diderita pasien?

Operasi di daerah perut dan alat kandungan

Riwayat penyakit keluarga

Adakah riwayat penyakit menurun?

Apakah ada riwayat penyakit autoimmune, hemolitik, dll?

Riwayat sosial

Apakah saat ini sedang menggunakan obat-obatan?

Page 3: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Apakah merokok atau minum alkohol?

Pembahasan

Masa Gestasi normal pada ibu hamil adalah 37-42 bulan yaitu dari sejak konsepsi sampai

kelahiran. Pada masa gestasi tersebut, berat badan bayi normal adalah 2500-4000gram yang diukur

segera dalam 1 jam seusai partus. Dari kedua variabel ini dan grafik LubChenco dapat ditentukan 6

keadaan yaitu

1. Bayi berat lahir rendah(BBLR), dengan berat bayi <2500gram.

2. Bayi berat lahir cukup, dengan berat bayi 2500-4000gram.

3. Bayi berat lahir lebih, diatas 4000gram.

4. Bayi kurang bulan, masa gestasi <37 minggu.

5. Bayi cukup bulan, masa gestasi 37-42 minggu.

6. Bayi lebih bulan, masa gestasi >42 minggu.

Gambar 1. Grafik hubungan berat badan dan masa gestasi.3

Pemeriksaan Fisik pada saat bayi lahir

Pemeriksaan pertama pada bayi baru lahir harus dilakukan di kamar bersalin. Perlu mengetahui

riwayat keluarga, riwayat kehamilan sekarang dan sebelumnya dan riwayat persalinan.Pemeriksaan

dilakukan bayi dalam  keadaan telanjang dan dibawah  lampu yang terang. Tangan serta alat yang

digunakan harus bersih dan hangat.

Page 4: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Tujuan pemeriksaan ini adalah :

1.      Menilai gangguan adaptasi bayi baru lahir dari kehidupan dalam uterus ke luar uterus yang

memerlukan resusitasi.

2.      Untuk menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu tindakan segera.

3.      Menentukan apakah bayi baru lahir dapat dirawat bersama ibu (rawat gabung) atau tempat

perawatan khusus.

1. APGAR Score

Virginia Apgar menemukan sistem pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajat stres

intrapartum saat lahir. Kegunaan utama sistem skor ini adalah untuk memaksa pemeriksa memeriksa

anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai faktor yang mungkin berkaitan dengan

masalah kardiopulmonal.Skor 0, 1, atau 2 diberikan pada masing-masing dari kelima variabel, 1 dan 5

menit setelah lahir . Skor 10 berarti bahwa seluruh tubuh bayi berwarna merah muda dan memiliki

tanda vital normal, sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi apnea dan tidak memiliki denyut jantung.

Terdapat hubungan terbalik antara skor Apgar dengan derajat asidosis serta hipoksia. Skor 4 atau

kurang pada usia 1 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi asidosis, sedangkan skor 8-10

biasanya berhubungan dengan ketahanan hidup yang normal. Skor 4 atau kurang pada 5 menit

berhubungan dengan peningkatan insidensi asidosis, distres pernapasan, serta kematian. Meskipun

demikian, banyak neonatus yang lahir dengan skor Apgar rendah ternyata tidak asidotik. Pada

beberapa kasus, asfiksia terjadi sedemikian akutnya sampai tidak dicerminkan dalam pH darah. Selain

itu, proses lain selain asfiksia (prematuritas ekstrem sendiri, anestesi atau sedasi ibu, dan patologi

sistem saraf pusat) dapat menghasilkan skor yang rendah. Terlepas dari faktor penyebabnya, skor

Apgar yang tetap rendah memerlukan resusitasi. Penentuan skor Apgar harus diteruskan setiap 5

menit, sampai skor mencapai nilai 7.4

Frekuensi Denyut Jantung

Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120 dan 160 denyut per menit. Denyutan di

atas 100 per menit biasanya menunjukkan asfuksua dan penurunan curah jantung

Upaya Bernapas

Bayi normal akan megap-megap saat lahir, menciptakan upaya bernapas dalam 30 detik, dan

mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali per menit pada usia 2 sampai 3 menit.

Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis

berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan sistem saraf pusat, atau pemberian obat pada ibu (bar-biturat,

narkotik, dan trankuilizer).

Page 5: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Tonus Otot

Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera setelah

lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus otot yang lemah biasanya

asfiksia, mengalami depresi akibat obat, atau menderita kerusakan sistem saraf pusat.

Kepekaan Refleks

Respons normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung

adalah menyeringai, batuk, atau bersin.

Warna Kulit

Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda setelah

tercapai ventilasi yang efektif. Hampir semua bayi memiliki tubuh serta bibir yang berwarna merah

muda, tetapi sianotik pada tangan serta kakinya (akrosianosis) 90 detik setelah lahir.Sianosis

menyeluruh setelah 90 detik terjadi pada curah jantung yang rendah, methemoglobinemia,

polisitemia, penyakit jantungTcongenital jenis sianotik, perdarahan intrakranial, penyakit membran

hialin, aspirasi darah atau mekonium, obstruksi jalan napas, paru-paru hipoplastik, hernia

diafragmatika, dan hipertensi pulmonal persisten. Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami

vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi biasanya disebabkan oleh asfiksia, hipovolemia, atau asidosis

berat. Alkalosis respiratorik (misal, akibat ventilasi bantuan yang terlalu kuat), penghangatan

berlebihan, hipermagnesemia, atau konsumsi alkohol akut pada ibu dapat menyebabkan vasodilatasi

nyata serta plétora perifer yang mencolok. Plétora juga terjadi bila bayi menerima transfusi darah per

plasenta dalam jumlah besar dan hipervolemik.

Pengikatan Tali Pusat

Kapan tali pusat diikat bergantung pada status respirasi bayi, usia gestasi, volume

intravaskular, dan adanya distres intrapartum. Hipovolemia terjadi jika tali pusat dijepit sebelum

sejumlah darah yang cukup dipindahkan dari plasenta ke bayi. Derajat hipovolemia dapat diperburuk

oleh hipotensi ibu, asfiksia janin pada akhir persalinan, dan penjepitan tali pusat sebelum janin mulai

menarik napas pertama. Sebaliknya, penjepitan tali pusat yang terlambat atau pengosongan darah dari

tali pusat ke dalam sirkulasi bayi dapat menyebabkan hipervolemia, dan hal ini bisa menyebabkan

takipnea, keterlambatan absorpsi cairan paru, edema pulmonal, meningkatnya kerja pernapasan, dan

polisitemia. Bayi yang lahir dari kehamilan, persalinan, serta kelahiran tanpa komplikasi yang tampak

baik saat lahir, harus dipegang setinggi plasenta sampai bayi tersebut menangis dan arteri umbilikalis

berhenti berdenyut. Kemudian, tali pusat bayi harus dijepit. Jika bayi tampak lemah dan tidak ada

usaha bernapas, hidung serta mulut bayi harus segera diisap, tali pusat dijepit tanpa mengurutnya, dan

bayi diserahkan pada tim resusitasi.

Skor Apgar 8-10 pada Usia 1 Menit

Kebanyakan bayi yang lahir hidup mempunyai skor Apgar 8-10 pada usia 1 menit dan jarang

memerlukan tindakan resusitasi kecuali pengisapan jalan napas. Neonatus yang sangat prematur atau

Page 6: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

yang mengalami stres intrauterin yang tidak lazim, pada awalnya dapat tampak sehat, tetapi

memerlukan resusitasi beberapa menit setelah lahir. Oleh karena itu, semua bayi harus dievaluasi

ulang secara cermat pada usia 5 menit, setelah stimulasi kelahiran berhenti. Terlepas dari skor Apgar

5 menit, semua bayi harus diobservasi secara cermat selama 12 jam pertama setelah lahir untuk

memastikan bahwa mereka telah beradaptasi dengan baik pada kehidupan ekstrauterin.

Skor Apgar 5-7 pada Usia 1 Menit

Bayi-bayi ini mengalami asfiksia ringan, tetapi biasanya berespons terhadap pemberian

oksigen dan pengeringan dengan handuk. Mereka tidak boleh dirangsang dengan memberi tepukan

pada kaki atau bokong. Jika bayi tersebut gagal mempertahankan pernapasan yang ritmis saat

rangsangan dihentikan, ulangi pemberian rangsangan dan teruskan pemberian oksigen melalui hidung

serta mulut. Tentukan obat apa yang telah diterima ibu dan kapan ia memakan obat itu. Jika ibu

menerima narkotik 30-60 menit sebelum kelahiran, pertimbangkan pemberian nalokson intramuskulär

(0,1 mg/kg) kepada bayinya jika ventilasi tidak adekuat.

Skor Apgar 3-4 pada Usia 1 Menit

Bayi-bayi ini biasanya berespons terhadap ventilasi kantong serta sungkup. Jika tidak, bayi

harus ditangani sebagai bayi dengan skor 0-2. Selain itu, pertimbangkan juga pemberian nalokson jika

ibu meminum narkotik.

Skor Apgar 0-2 pada Usia 1 Menit

Bayi-bayi ini mengalami asfiksia berat, memerlukan ventilasi segera, dan mungkin

memerlukan pemijatan jantung serta bantuan sirkulasi. Jika ventilasi menggunakan sungkup serta

kantong tidak segera berhasil, lakukan intubasi trakea dan kembangkan serta ventilasikan paru dengan

oksigen yang cukup (biasanya 80-100%) untuk mempertahankan Pa02 atau saturasi oksigen yang

normal (87-92% untuk bayi prematur dan 92-97% untuk neonatus cukup bulan). Pengembangan yang

sama di antara kedua apeks dada saat inspirasi menunjukkan ventilasi kedua paru; ini merupakan

tanda yang lebih baik daripada auskultasi. Bunyi napas bilateral tidak memastikan bahwa kedua paru

mendapat ventilasi karena bunyi napas dihantarkan dengan baik pada dada yang kecil, bahkan bila ada

atelektasis atau pneumotoraks. Bila ventilasi adekuat, frekuensi denyut jantung meningkat dan

sianosis menghilang, kecuali terdapat asidosis metabolik yang berat. Pengukuran pH arteri, PaC02 dan

Pa02 adalah satu-satunya cara yang handal dalam menilai ventilasi yang adekuat.

2.    Mencari Kelainan Kongenital

Pemeriksaan di kamar bersalin juga menentukan adanya kelainan kongenital pada bayi

terutama yang memerlukan penanganan segera pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu

menggunakan obat-obat teratogenik, terkena radiasi atau infeksi virus pada trimester pertama.

Juga  ditanyakan adakah  kelainan bawaan keluarga disamping itu perlu diketahui apakah ibu

menderita penyakit yang dapat menggangu pertumbuhan janin seperti diabetes mellitus, asma

broinkial dan sebagainya.

Page 7: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

3.       Memeriksa cairan amnion

Pada pemeriksaan cairan amnion perlu diukur volume. Hidramnion ( volume > 2000 ml ) sering

dihubungkan dengan  obstruksi traktus intestinal bagian atas,   ibu dengan diabetes atau eklamsi.

Sedangkan oligohidramnion (volume < 500 ml) dihubungkan dengan agenesis ginjal bilateral. Selain

itu perlu diperhatikan adanya konsekuensi oligohidramnion seperti  kontraktur sendi dan hipoplasi

paru.

4.       Memeriksa tali pusat

Pada pemeriksaan tali pusat perlu diperhatikan kesegaranya, ada tidaknya simpul dan apakah

terdapat dua arteri dan satu vena. Kurang lebih 1 % dari bayi baru lahir  hanya mempunyai satu arteri

umbilikalis dan 15 % dari pada mempunyai satu atau lebih kelainan konginetal terutama pada sistem

pencernaan, urogenital, respiratorik atau kardiovaskuler.

5.       Memeriksa plasenta

Pada pemeriksaan plasenta, plasenta perlu ditimbang dan perhatikan apakah ada perkapuran,

nekrosis dan sebagainya. Pada bayi kembar harus diteliti apakah terdapat satu atau dua korion (untuk

menentukan kembar identik atau tidak). Juga perlu diperhatikan adanya anastomosis vascular antara

kedua amnion, bila ada perlu dipikirkan kemungkinan terjadi tranfusi feto-fetal.

6.       Menimbang berat badan dan membandingkan dengan  masa gestasi.

Kejadian kelainan congenital pada bayi kurang bulan 2 kali lebih banyak dibanding bayi cukup

bulan, sedangkan pada bayi kecil untuk masa kehamilan kejadian tersebut sampai 10 kali lebih besar.

7.       Pemeriksaan mulut

Pada pemeriksaan mulut perhatikan apakah terdapat labio-palatoskisis harus diperhatikan juga

apakah terdapat hipersalivasi yang mungkin disebabkan oleh adanya atresia esofagus.

8.       Pemeriksaan anus

Perhatikan adanya adanya anus imperforatus dengan memasukkan thermometer ke dalam anus.

Walaupun seringkali atresia yang tinggi tidak dapat dideteksi dengan cara ini. Bila ada atresia

perhatikan apakah ada fistula rekto-vaginal.

9.   Pemeriksaan jenis kelamin

Bila terdapat keraguan misalnya pembesaran klitoris pada bayi perempuan atau terdapat

hipospadia atau epispadia pada bayi lelaki, sebaiknya pemberitahuan  jenis kelamin ditunda sampai

dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kromosom.

Page 8: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir

Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam 24 jam dan dilakukan setelah bayi berada di ruang

perawatan. Tujuan pemeriksaan untuk mendeteksi kelainan yang mungkin terabaikan pada

pemeriksaan di kamar bersalin.

Pemeriksaan ini meliputi :

1. Aktifitas fisik

Inspeksi

Ekstremitas dalam keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan

simetris.

2. Pemeriksaan suhu

Suhu diukur di aksila dengan nilai normal 36,5 0C– 37 0C.

3. Kulit

Inspeksi

Warna tubuh kemerahan dan tidak ikterus.

Palpasi

Lembab, hangat dan tidak ada pengelupasan.

4. Kepala

5. WajahInspeksi

Mata segaris dengan  telinga, hidung di garis tengah, mulut garis tengah wajah dan simetris.

6. Mata Kelompak mata tanpa petosis atau udem. Skelera tidak ikterik, cunjungtiva tidak merah muda, iris berwarna merata dan bilateral.

Pupil beraksi bila ada cahaya, reflek mengedip ada.7. Telinga

Posisi telinga berada garis lurus dengan mata, kulit tidak kendur, pembentukkan tulang rawan yaitu pinna terbentuk dengan baik kokoh.

8. Hidung Posisi di garis tengah, nares utuh dan bilateral, bernafas melalui hidung.

9. Mulut Bentuk dan ukuran proporsional dengan wajah, bibir berbentuk penuh berwarna merah

muda  dan lembab, membran mekosa lembab dan berwarna merah muda, palatom  utuh, lidah dan uvula di  garis tengah, reflek gag dan reflek menghisap serta reflek rooting ada.

10.   Leher Rentang pergerakan sendi bebas, bentuk simestris dan pendek. Triorid di garis tengah, nodus limfe dan massa tidak ada.5

Page 9: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Ballard Score

Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan kriteria

neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih dapat

diandalkan selama beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah dengan

menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan

maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian pula kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor

pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan

menggunakan tabel nilai kematangan dicari masa gestasinya.

1. Kulit

Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya bersamaan dengan

hilangnya lapisan pelindung secara bertahap. Oleh karena itu, kulit akan mengering dan

menjadi kusut dan mungkin akan timbul ruam.Pada jangka panjang, janin dapat

mengalihkan mekonium ke dalam cairan ketuban. Hal ini dapat menambahkan efek untuk

mempercepat proses pengeringan, menyebabkan kulit mengelupas, menjadi retak seperti

dehidrasi, kemudian menjadi kasar.

2. Lanugo

Lanugo adalah rambut halus menutupi tubuh janin. Pada orang dewasa, kulit tidak

memiliki lanugo. Hal ini mulai muncul di sekitar minggu 24 sampai 25 dan biasanya

muncul terutama di bahu dan punggung atas, pada minggu 28 kehamilan. Penipisan terjadi

pertama di atas punggung bawah, karena posisi janin yang tertekuk. Daerah kebotakan

muncul dan menjadi lebih besar pada daerah lumbo-sakral.

3. Garis Telapak Kaki

Bagian ini berhubungan dengan lipatan di telapak kaki. Penampilan pertama dari lipatan

muncul di telapak anterior kaki. ini mungkin berhubungan dengan fleksi kaki di rahim,

tetapi bisa juga karena dehidrasi kulit. Bayi non-kulit putih telah dilaporkan memiliki

lipatan kaki sedikit pada saat lahir.

4. Payudara

Tunas payudara terdiri dari jaringan payudara yang dirangsang untuk tumbuh dengan

estrogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung pada status gizi janin. pemeriksa catatan

ukuran areola dan ada atau tidak adanya stippling (perkembangan papila dari

Montgomery). Palpasi jaringan payudara di bawah kulit dengan memegangnya dengan ibu

jari dan telunjuk, memperkirakan diameter dalam milimeter, dan memilih yang sesuai pada

lembar skor. Kurang dan lebih gizi janin dapat mempengaruhi variasi ukuran payudara

pada usia kehamilan tertentu.

Page 10: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

5. Mata/Telinga

Perubahan pinna dari telinga janin dapat dijadikan penilaian konfigurasi dan peningkatan

konten tulang rawan sebagai kemajuan pematangan. Penilaian meliputi palpasi untuk

ketebalan tulang rawan, kemudian melipat pinna maju ke arah wajah dan melepaskannya.

Pemeriksa mencatat kecepatan pinna dilipat dan kembali menjauh dari wajah ketika

dilepas, kemudian memilih yang paling dekat menggambarkan tingkat perkembangan

cartilago.

6. Genitalia pria

Testis janin mulai turun dari rongga peritoneum ke dalam kantong skrotum pada sekitar

minggu 30 kehamilan. Testis kiri mendahului testis kanan yang biasanya baru memasuki

skrotum pada minggu ke-32. Pada saat testis turun, kulit skrotum mengental dan

membentuk rugae lebih banyak. Testis ditemukan di dalam zona rugated dianggap turun.  

7. Genitalia wanita

Untuk memeriksa bayi perempuan, pinggul harus dinaikan sedikit, sekitar 45 ° dari

horizontal dengan bayi berbaring telentang. hal ini menyebabkan klitoris dan labia minora

menonjol. Dalam prematuritas ekstrim, labia dan klitoris yang datar sangat menonjol dan

mungkin menyerupai kelamin laki-laki. Pematangan berlangsung jika ditemukan klitoris

kurang menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Lama-kelamaan, baik klitoris

dan labia minora surut dan akhirnya diselimuti oleh labia majora yang makin besar.6

Gambar 2. Ballard score maturitas fisik.7

Maturitas Neuromuskular

Page 11: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

1. Postur

Otot tubuh total tercermin dalam sikap yang disukai bayi saat istirahat dan ketahanan

untuk meregangkan kelompok otot. Saat pematangan berlangsung, gerak otot meningkat

secara bertahap mulai dari fleksor pasif yang berlangsung dalam arah sentripetal, dengan

ekstremitas bawah sedikit di depan ekstremitas atas. Untuk mendapatkan item postur, bayi

ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu sampai bayi mengendap dalam posisi

santai atau disukai. Jika bayi ditemukan telentang santai, manipulasi lembut dari

ekstremitas akan memungkinkan bayi untuk mencari posisi dasar kenyamanan. bentuk

yang paling dekat menggambarkan postur yang disukai bayi.

2. Jendela pergelangan tangan

Fleksibilitas pergelangan dan / atau resistensi terhadap peregangan ekstensor bertanggung

jawab untuk sudut yang dihasilkan dari fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa

meluruskan jari-jari bayi dan berikan tekanan lembut pada dorsum tangan, dekat jari-jari.

Sudut yang dihasilkan antara telapak tangan dan lengan bawah bayi diperkirakan; > 90 °,

90 °, 60 °, 45 °, 30 °, dan 0 °. 

3. Gerakan lengan membalik

Manuver ini berfokus pada gerakan fleksor pasif otot bisep dimana akan diukur sudut dari

ekstremitas atas. Dengan bayi berbaring telentang, pemeriksa menempatkan satu tangan di

bawah siku bayi. Kemudian, ambil tangan bayi dan pemeriksa membuat lengan bayi dalm

posisi fleksi, sesaat kemudian lepaskan. Sudut mundur lengan saat kembali dicatat, dan

dipilih pada lembar skor. Bayi yang sangat prematur tidak akan menunjukkan

pengembalian lengan.

4. Sudut popliteal

Manuver ini menilai pematangan gerakan fleksor pasif sendi lutut dengan pengujian untuk

ketahanan terhadap perpanjangan ekstremitas bawah. Dengan posisi bayi berbaring

telentang, kemudian paha ditempatkan lembut pada perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.

Setelah bayi telah rileks dalam posisi ini, pemeriksa menggenggam kaki dengan satu tangan

sementara mendukung sisi paha dengan tangan lainnya. Jangan berikan tekanan pada paha

belakang. Kaki diperpanjang sampai resistensi pasti untuk ekstensi. Pada beberapa bayi,

kontraksi hamstring dapat digambarkan selama manuver ini. Pada titik ini terbentuk pada

sudut lutut oleh atas dan kaki bagian bawah diukur.

5. Scarf Sign (Tanda selendang)

Manuver ini dilakukan dengan mengukur gerakan pasif fleksor bahu. Bayi dalam posisi

berbaring terlentang, pemeriksa menyesuaikan kepala bayi untuk garis tengah dan

meletakan tangan bayi di dada bagian atas dengan satu tangan. Ibu jari tangan lain

pemeriksa ditempatkan pada siku bayi. Pemeriksa kemudian mendorong siku ke arah dada.

Page 12: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Titik pada dada saat siku bergerak dengan mudah sebelum resistensi yang signifikan,

dicatat. Batasnya adalah: leher (-1); aksila kontralateral (0); papila mamae kontralateral (1);

prosesus xyphoid (2); papila mamae ipsilateral (3), dan aksila ipsilateral (4).

6. Tumit ke Telinga

Manuver ini mengukur gerakan fleksor pasif panggul dengan tes fleksi pasif atau resistensi

terhadap perpanjangan otot fleksor pinggul posterior. Bayi ditempatkan terlentang dan

tekuk ekstremitas bawahnya. Pemeriksa mendukung paha bayi lateral samping tubuh

dengan satu telapak tangan. Sisi lain digunakan untuk menangkap kaki bayi dan tarik ke

arah telinga ipsilateral.6

Gambar 3. Maturitas neurologis.7

Diagnosis kerja

Berdasarkan tanda dan gejala yang timbul pada bayi, maka diagnosis yang paling mendekati

adalah Neonatus kurang Bulan – Sesuai masa Kehamilan dengan ikterus fisiologis, yang dapat

dilihat hasil pemeriksaan yaitu:

Berat bayi baru lahir 2000 gram (<2500 gram) – Berat lahir rendah

Masa gestasi 34 minggu (<37 minggu) – Kurang bulan

Masa gestasi kurang namun sesuai dengan grafik lubchenco – Sesuai masa kehamilan

Timbul Ikterus setelah 48 jam (>1 hari) – Ikterus fisiologis

Adapun definisi ikterus, adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit

dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara

klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL. Pada

Page 13: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2mg/dL. Ikterus lebih mengacu

pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia

lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

Klasifikasi Ikterus ada dua, yaitu;

1. Ikterus fisiologis

Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Timbul pada hari kedua-ketiga.

b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada

neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.

d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.

e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.

f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.8

2. Ikterus Patologis

Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:

a Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.

b Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup bulan

dan 10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.

c Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.

d Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.

e Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau

keadaan patologis lain yang telah diketahui.

f Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.

Etiologi

Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:

1. Ikterus Prahepatik

Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.

Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:

Kelainan sel darah merah

Infeksi seperti malaria, sepsis.

Page 14: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang

berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan

eritroblastosis fetalis.

2. Ikterus Pascahepatik

Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi

yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi

kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan

di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya

karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang

sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.

3. Ikterus Hepatoseluler

Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin

direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga

bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian

menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah.

Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan

kimia, dll.

Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang

sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang

berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,

polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan

kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau

pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin

adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami

gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini

akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada

bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini

memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus

sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya

dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar

Page 15: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak

apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia, dan hipoglikemia.9

Gejala Klinis

1. Gejala akut

Lethargi (lemas)

Tidak ingin mengisap

Feses berwarna seperti dempul

Urin berwarna gelap

2. Gejala kronik

Tangisan yang melengking (high pitch cry)

Kejang

Perut membuncit dan pembesaran hati

Diagnosis Banding

Inkompatibilitas ABO

Inkompatibilitas ABO adalah ketidak sesuaian golongan darah antara ibu dan bayi.

Inkompatibilitas ABO dapat meyebabkan reaksi isoimun berupa hemolisis yang terjadi apabila

antibodi anti-A dan anti-B pada ibu dengan golongan darah O, A, atau B dapat melewati plasenta dan

mensensitisasi sel darah merah dengan antigen A, B, atau AB pada janin 

Diagnosis hemolitik akibat inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir ditegakkan apabila

terdapat keadaan hemolisis yang diindikasikan dengan:

- Ikterus yang dengan early onset yang signifikan.

- Bayi baru lahir dengan golongan darah A, B, AB dari ibu dengan golongan darah ibu

O.

- Terdapat satu atau lebih kriteria hemolitik (tanpa penyebab hemolisis dan anemia

yang lain) antara lain: menurunnya hemoglobin dan hematokrit, meningkatnya

bilirubin indirek >0,5-1 mg/dL/jam, pada hapusan darah tepi terdapat retikulositosis

>7% dan sferositosis, tes coombs positif 

Inkompatibilitas Rhesus

Inkompatibilitas Rh adalah suatu kondisi yang terjadi ketika seorang wanita hamil

memilikidarah Rh-negatif dan bayi dalam rahimnya memiliki darah Rh-positif. Selama kehamilan, sel

darah merah dari bayi yang belum lahir dapat menyeberang ke aliran darah ibu melalui plasenta. Jika

ibu memiliki Rh-negatif, sistem kekebalan tubuhnya memperlakukan sel-sel Rh-positif janin seolah-

olah mereka adalah substansi asing dan membuat antibodi terhadap sel-sel darah janin. Antibodi anti-

Page 16: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

Rh ini dapat menyeberang kembali melalui plasenta ke bayi yang sedang berkembang dan

menghancurkan sel-sel darah merah bayi. Sel-sel darah merah yang dipecah menghasilkan bilirubin.

Hal ini menyebabkan bayi menjadi kuning (ikterus). Tingkat bilirubin dalam aliran darah bayi bisa

berkisar dari ringan sampai sangat tinggi.

Karena butuh waktu bagi ibu untuk mengembangkan antibodi, bayi sulung jarang yang

mengalami kondisi ini, kecuali ibu mengalami keguguran di masa lalu atau aborsi yang membuat peka

sistem kekebalan tubuhnya. Namun, semua anak-anaknya telah setelah itu yang memiliki Rh-positif

dapat terpengaruh. Inkompatibilitas Rh berkembang hanya bila ibu memiliki Rh-negatif dan bayi Rh-

positif. Berkat penggunaan globulin kekebalan khusus yang disebut RhoGHAM, masalah ini telah

menjadi semakin jarang.

Penatalaksanaan

1) Ikterus Fisiologis

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif,

minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya

kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan

beberapa cara berikut:

- Minum ASI dini dan sering

- Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

- Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol

lebih cepat (terutama bila tampak kuning). Bilirubin serum total 24 jam pertama >

4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi

cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat

diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup

besar.

A) Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO):

- Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat

- Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir <2,5kg lahir

sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis

- Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan

golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:

i) Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan

terapi sinar.

ii) Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi

sinar, lakukan terapi sinar

Page 17: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

iii) Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab

hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring

G6PD bila memungkinkan.

B) Mengatasi hiperbilirubinemia

1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini

bekerja sebagai “enzyme inducer” sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan

dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi

penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu

kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.

2. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi.

Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin

dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya

diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat

keluarnya bilirubin dariekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya

lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk

konjugasi hepar sebagai sumber energi.

3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat

menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan

transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra

dan pasca transfusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah:

a. bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin

>10mg/dL.

b. bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL. Lama terapi sinar

adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat

diberikan dosis kedua selama 24 jam.

4. Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:

a. Kadar bilirubin tidak langsung >20mg/dL

b. Kadar bilirubin tali pusat >4mg/dL dan Hb 10mg/dL

c. Peningkatan bilirubin >1mg/dL

Page 18: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

2) Monitoring

Monitoring yang dilakukan antara lain:

1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak

dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama

bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.

2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,

atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS.

Komplikasi

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau ensefalopati bilirubin

adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak terkonjugasi

(bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak.

Patogenesis kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin

indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan melewati

sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak,

asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern

icterus.

Pencegahan

1. Pencegahan Primer

- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk

beberapa hari pertama.

- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

Page 19: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

2. Pencegahan Sekunder

- Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum

untuk antibody isoimun yang tidak biasa.

- Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan

menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda

- Tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.

Prognosis

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar

darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris.

Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah

beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya

memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik

dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai

gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas,

maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam

hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.10 

Kesimpulan

Bayi pada kasus diatas menderita ikterus fisiologis yang ditandai dengan munculnya kulit yang

ikterik pada 48 jam pertama setelah lahir. Hal tersebut merupakan hal fisiologis oleh karena hepar

yang belum berfungsi dengan sempurna serta kondisi tubuh bayi yang menyesuaikan dengan

lingkungan baru.

Beberapa terapi dapat dilakukan untuk mengatasi ikterus fisiologis, jika gejalanya bertambah

berat. Pencegahan dapat diberikan fenobarbital untuk mempercepat induksi hati sehingga enzim dapat

dikeluarkan dengan segera. Terapi definitif lain yaitu dengan melakukan terapi sinar, dan jika terapi

tidak dapat berjalan dengan efektif dan penurunan bilirubin refrakter dapat dilakukan transfusi tukar.

Daftar Pustaka

1. Arvin BK. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC. 2000; 584.

2. Manuaba IBG. Penuntun kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC. 2004; 29-

32.

3. Blood sugar and developing brain [Internet] 2012. [Diakses 9 Juni 2015]. Diunduh dari

https://drclintonb.wordpress.com/2012/04/22/blood-sugar-and-the-developing-brain/.

4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri williams

volume 1. Edisi ke-23. Jakarta: EGC, 2012; 283-4.

Page 20: Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan Dengan Hiperbilirubinemia

5. Alimul AA. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta: Salemba.

2008; 64-74.

6. Hertz DE. Care of the newborn. Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia; 2005; 35-9.

7. Ballard score. Diunduh dari http://irapanussa.blogspot.com/2012/06/ballard-score.html.

Diakses tanggal 9 Juni 2015.

8. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Perinatologi dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak

FKUI, Buku 3, edisi 7, Bab 32, Infomedia, Jakarta, 1997; 1101-15.

9. Asil A. Ikterus dan hiperbilirubinemia pada neonatus dalam A.H. Markum (ed), Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001; 313-7.

10. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed). Icterus Neonatorum in

Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia,

Pennsylvania 19106, 2000; 641-7.