nata de coco_shellanoviaw_12.70.0096_e3

17
  Acara II FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI ` Disusun oleh:  Nama: Shella Novia Wulandari  NIM: 12.70.009 6 Kelompok: E3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: james-gomez

Post on 05-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata de coco merupakan produk hasil fermentasi dengan menggunakan substrat cair dari air kelapa.

TRANSCRIPT

  • Acara II

    FERMENTASI SUBSTRAT CAIR

    FERMENTASI NATA DE COCO

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

    TEKNOLOGI FERMENTASI

    ` Disusun oleh:

    Nama: Shella Novia Wulandari

    NIM: 12.70.0096

    Kelompok: E3

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2015

  • 2

    1. HASIL PENGAMATAN

    Hasil pengamatan nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

    Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de Coco

    Kel Tinggi media awal (cm) Ketebalan Persentase Lapisan (%)

    H0 H7 H14 H0 H7 H14

    E1 2,8 0 0,4 cm 0,4 cm 0 14,29 14,29

    E2 2,6 0 0,5 cm 0,4 cm 0 19,23 15,38

    E3 1,3 0 0,5 cm 0,8 cm 0 38,46 61,54

    E4 3 0 0,4 cm 0,6 cm 0 13,33 20

    E5 2,5 0 0,3 cm 0,3 cm 0 12 12

    Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat hasil pengamatan lapisan nata de coco dari segi

    tinggi ketebalan media awal, ketebalan dan presentasi masing-masing kelompok

    memberikan hasil yang berbeda-beda. Pada tinggi media awal yang diperoleh kelompok

    E1 adalah 2,8 cm, pada hari ke-0 ketebalannya 0 cm dengan presentasi lapisan 0%,

    kemudian pada hari ke-7 ketebalannya 0,4 cm dengan presentasi lapisan 14,29%, dan

    pada hari ke 14 ketebalannya 0,4 cm dengan presentasi lapisan 14,29%. Pada tinggi

    media awal yang diperoleh kelompok E2 adalah 2,6 cm, pada hari ke-0 ketebalannya 0

    cm dengan presentasi lapisan 0%, kemudian pada hari ke-7 ketebalannya 0,5 cm dengan

    presentasi lapisan 19,23%, dan pada hari ke 14 ketebalannya 0,4 cm dengan presentasi

    lapisan 15,38%. Pada tinggi media awal yang diperoleh kelompok E3 adalah 1,3 cm,

    pada hari ke-0 ketebalannya 0 cm dengan presentasi lapisan 0%, kemudian pada hari ke-

    7 ketebalannya 0,5 cm dengan presentasi lapisan 38,46%, dan pada hari ke 14

    ketebalannya 0,8 cm dengan presentasi lapisan 61,54%. Pada tinggi media awal yang

    diperoleh kelompok E4 adalah 3 cm, pada hari ke-0 ketebalannya 0 cm dengan

    presentasi lapisan 0%, kemudian pada hari ke-7 ketebalannya 0,4 cm dengan presentasi

    lapisan 13,33%, dan pada hari ke 14 ketebalannya 0,6 cm dengan presentasi lapisan

    20%. Pada tinggi media awal yang diperoleh kelompok E5 adalah 2,5 cm, pada hari ke-

    0 ketebalannya 0 cm dengan presentasi lapisan 0%, kemudian pada hari ke-7

    ketebalannya 0,3 cm dengan presentasi lapisan 12%, dan pada hari ke 14 ketebalannya

    0,3 cm dengan presentasi lapisan 12%.

  • 3

    Tabel 2.Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de Coco

    Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa

    E1 + + - -

    E2 + + - -

    E3 ++++ + +++ -

    E4 + + - -

    E5 + + - - Keterangan:

    Aroma Warna Tekstur Rasa

    ++++ : tidak asam ++++ : putih ++++ : sangat kenyal ++++ : tidak manis

    +++ : agak asam +++ : putih bening +++ : kenyal +++ : agak manis

    ++ : asam ++ : putih agak bening ++ : agak kenyal ++ : manis

    + : sangat asam + : bening + : tidak kenyal ++ : sangat manis

    Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat hasil pengamatan uji sensori nata de coco

    mempunyai hasil yang rata-rata sama. Pada aspek aroma dari nata de coco, kelompok

    E1,E2,E4, dan E5 memiliki aroma sangat asam sedangkan kelompok E3 memiliki

    aroma tidak asam. Pada aspek warna dari nata de coco, semua kelompok mempunyai

    warna yang sama yaitu bening. Pada aspek tekstur dari nata de coco, kelompok

    E1,E2,E4, dan E5 memiliki tekstur cair (-) sedangkan kelompok E3 memiliki tekstur

    kenyal. Pada aspek rasa tidak dilakukan pengujian sehingga tidak diperoleh hasil (-).

  • 4

    2. PEMBAHASAN

    Pada praktikum fermentasi ini, dilakukan pembuatan nata de coco dengan menggunakan

    media cair. Hal ini sesuai dengan Rahman (1992), bahwa fermentasi dapat dilakukan

    dengan menggunakan media cair maupun media padat. Penggunaan media cair dalam

    pembuatan nata de coco ini mempunnyai kelebihan dibandingkan dengan media padat

    yaitu jenis dan konsentrasinya dapat diatur sesuai yang diinginkan, memberikan kondisi

    optimum untuk pertumbuhan, dan penggunaan medium lebih efisien. Menurut

    Anastasia et al. (2008), nata merupakan selulosa yang berbentuk padat, teksturnya

    kenyal, berwarna putih, dan mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Nata

    biasanya dikonsumsi sebagai makanan ringan.

    Menurut Santosa et al. (2012), nata de coco merupakan produk fermentasi bakteri

    Acetobacter xylinum dengan menggunakan substrat cair dari air kelapa. Nata de coco

    berbentuk padar, kuat, putih, transparan, teksturnya kenyal dengan rasa seperti kolang-

    kaling. Menurut Hernaman (2007), nata de coco mempunyai manfaat bagi tubuh karena

    mengandung serta pangan yang baik bagi tubuh. Nata de coco tidak mengganggu

    kandungan lemak dan mineral yang perlu diserap oleh tubuh. Oleh karena itu nata de

    coco sering digunakan sebagai bahan pangan untuk diet. Hal ini didukung oleh

    Mesomya et al (2006) bahwa nata de coco yang dikonsumsi bermanfaat untuk menjaga

    berat badan atau untuk diet, dan mencegah kanker kolon dan rektum. Hal ini dapat

    terjadi karena nata de coco kaya akan selulosa, namun rendah lemak dan kalori serta

    tidak mengandung kolesterol. Halib et al (2012) menambahkan bahwa nata de coco

    berpotensi sebagai sumber selulosa murni yang dimanfaatkan untuk keperluan industri

    karena kandungan selulosa dari nata de coco yang tinggi.

    Praktikum nata de coco menggunakan bahan baku air kelapa sebagai substrat cair, dan

    starter nata de coco adalah bakteri Acetobacter xylinum. Menurut Rahayu et al (1993),

    bahwa bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada media yang mengandung gula.

    Gula yang berasal dari media ini akan diubah menjadi selulosa yang diakumulasikan

    secara ekstraseluler ke dalam bentuk pelikel.

  • 5

    Air kelapa digunakan sebagai substrat dalam pembentukan nata de coco karena di dalam

    air kelapa mengandung nutrisi-nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan dari bakteri

    Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata de coco. Hal ini sesuai dengan Palungkun

    (1996) yang mengatakan bahwa di dalam air kelapa mengandung sukrosa, fruktosa,

    dekstrosa, dan vitamin B sehingga pertumbuhan dapapt terangsang. Menurut Widayati

    et al. (2002), air kelapa mempunyai kelebihan sebagai substrat dalam pembuatan nata

    de coco yaitu harganya murah, lebih efisien karena tidak membutuhkan tempat,

    kontaminan rendah, dan ketersediaannya melimpah. Sedangkan kekurangan

    penggunaan air kelapa sebagai media dalam pembuatan nata de coco menurut (Rahman,

    1992) adalah menyebabkan kerusakan lingkungan karena limbah air kelapa dapat

    menjadi sumber isolate dalam proses fermentais nata de coco. Menurut Awang (1991),

    penggunaan Acetobacter xylinum sebagai kultur karena memiliki kemampuan untuk

    membentuk selaput tebal pada permukaan substrat cair dan memberikan karakteristik

    dari nata de coco itu sendiri..

    2.1. Cara Kerja

    Proses pembuatan nata de coco pada praktikum ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu

    pembuatan media dan fermentasi.

    2.1.1. Pembuatan Media

    Tahapan pertama yang dilakukan dalam pembuatan media adalah air kelapa (1,2 liter)

    yang digunakan sebagai media ini disaring lalu ditambahkan dengan gula pasir

    sebanyak 10% dari total volume air kelapa dan di aduk hingga agak larut kemudian

    ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% dari total volume air kelapa. Media

    diukur pHnya dengan ditambahkan asam cuku hingga pHnya berada pada kisaran 4-5.

    Selanjutnya media direbus agar gulanya dapat mudah larut sampai agak mendidih dan

    lalu disaring dan dibagikan kepada masing-masing kelompok untuk dimasukkan ke

    dalam wadah plastik yang ditutup dengan menggunakan kertas coklat.

    Tahapan pembuatan media dalam pembuatan nata de coco bertujuan untuk menunjang

    kondisi lingkungan untuk organisme dalan jumlah yang besar, memberikan makanan,

    membuat biakan penyuburan, dan mendapatkan biakan yang murni (Volk & Wheeler,

  • 6

    1993). Media yang digunakan dalam pembuatan nata de coco ini bermanfaat untuk

    memberikan nutrisi bagi bakteri Acetobacter xylinum. Pada proses pembuatan media

    harus berlangsung secara aseptis agar tidak terjadi kontaminasi. Hal ini sesuai dengan

    Dwidjoseputro (1994) bahwa perlakuan secara aseptis bertujuan untuk mencegah

    terjadinya pencemaran biakan dan mencegah kontaminasi dari bakteri yang merugikan.

    Proses penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran agar nata de coco yang

    dihasilkan dapat higienis dan terbebas dari kontaminan. Hal ini sesuai pernyataan Pato

    & Dwiloka (1994) bahwa penyaringan air kelapa bertujuan untuk memperoleh media

    yang bersih,steril, dan bebas dari kotoran serta kontaminan. Media disaring dan

    ditambahkan gula pasir sebanyak 10%. Hal ini sesuai dengan Pambayun (2002) yang

    menyatakan bahwa sumber karbon yang biasa digunakan dalam proses fermentasi

    adalah monosakarida dan disakarida. Disakarida yang paling banyak digunakan dalam

    proses fermentasi adalah sukrosa dalam bentuk gula pasir karena sederhana dan mudah

    ditemukan. Awang (1991) menambahkan bahwa gula pasir yang ditambahkan

    bermanfaat untuk memberikan sumber unsur karbon organik (C) bagi pertumbuhan

    bakteri Acetobacter xylinum sehingga dapat menghasilkan tenunan selulosa. Gula pasir

    yang ditambahkan 10% ini sesuai dengan penyataan Sunarso (1982) yang menyatakan

    bahwa konsentrasi optimum gula yang ditambahkan dalam pembuatan nata de coco

    adalah sebesar 10%. Pada konsentrasi ini, bakteri Acetobacter xylinum mampu

    menghasilkan lapisan nata yang tebal, namun apabila konsentrasi gula kurang atau lebih

    dari 10%, maka bakteri Acetobacter xylinum tidak dapat memanfaatkannya secara

    optimal. Hayati (2003) menambahkan bahwa penambahan gula dalam pembuatan nata

    juga memiliki tujuan untuk penampakan, flavor yang ideal, membentuk tekstur, serta

    berfungsi sebagai pengawet.

    Gambar 1. Proses Penyaringan Air Kelapa

  • 7

    Selain penambahan gula pasir, media ditambahkan pula ammonium sulfat sebanyak

    0,5% yang berperan sebangai sumber nitrogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan

    Awang (1991) bahwa tujuan dari penambahan sumber nitrogen dalam proses fermentasi

    nata de coco adalah untuk mendukung aktivitas bakteri pembentuk nata. Selain

    ammonium sulfat, sumber nitrogen lain yang dapat digunakan adalah protein atau

    ekstrak yeast, ammonium fostat (ZA), dan urea (Pambayun, 2002).

    Proses penambahan asam cuka ini bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan pH

    yang sesuai bagi bakteri Acetobacter xylinum. Hal ini sesuai dengan Anastasia &

    Afrianto (2008) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan pH media yang sesuai

    dengan kebutuhan Acetobacter xylinum, maka perlu ditambahkan acidulan (asam) ke

    dalam media. Penambahan asam cuka ini hingga pH 4-5 yang didukung oleh Pambayun

    (2002) yang menyatakan bahwa penambahan asam asetat glacial bertujuan untuk

    menciptakan kondisi pH media yang optimal, serta bertujuan untuk menciptakan

    suasana asam karena Acetobacter xylinum dapat tumbuh optimal pada pH 4-4,5.

    Gambar 2. Proses Penambahan asam cuka hingga pH yang diinginkan

    Proses pemanasan ini bertujuan agar gula dan ammonium sulfat dapat mudah larut serta

    untuk membunuh mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan Tortora et al (1995) yang

    menyatakan bahwa air kelapa dimasak hingga mendidih agar mikroba kontaminan yang

    ada di dalam air kelapa dapat terbunuh. Menurut Astawan & Astawan (1991) bahwa

    proses pemanasan dapat melarutkan gula pasir karena bila gula pasir tidak larut

    menyebabkan gula akan sulit diserap oleh bakteri Acetobacter xylinum sehingga proses

    fermentasi terhambat dan tidak dihasilkan selaput tebal.

  • 8

    Gambar 3. Proses Pemanasan Air Kelapa

    2.1.2. Fermentasi

    Dalam tahap fermentasi ini, media sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam wadah

    plastik bersih. Kemudian starter (biang nata) sebanyak 10% dimasukkan ke dalam

    media secara aseptis sambil digojog perlahan hingga starter homogeny, lalu wadah

    ditutup dengan menggunakan kertas coklat. Media yang telah ditutup dengan kertas

    coklat diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Wadah ini selama penyimpanan

    tidak boleh digoyang agar lapisan nata yang terbentuk tidak terpisah. Pengamatan nata

    de coco dilakukan ketika mulai terbentuk lapisan di permukaan, serta pengukuran

    ketebalan lapisan nata de coco pada hari ke-7 dan hari ke -14. Persentase kenaikan

    ketebalan pada nata juga dihitung dengan menggunakan rumus:

    Setelah 2 minggu, wadah dibuka dan dilakukan uji sensori pada nata de coco yang

    meliputi aroma, warna, tekstur, dan rasa.

    Penambahan starter sebanyak 10% dalam proses fermentasi nata de coco ini sesuai

    dengan pernyataan Pato & Dwiloka (1994) bahwa jumlah starter yang ditambahkan

    dalam pembuatan nata berkisar antara 4-10%. Menurut Misgiyarta (2007) apabila

    jumlah starter tidak tepat akan menyebabkan karakteristik nata yang dihasilkan tidak

    baik. Wadah yang akan diinkubasi harus ditutup dengan menggunakan kertas coklat

    yang berttujuan untuk menghindari kontaminasi namun tidak menghalangi oksigen

    untuk masuk ke dalam wadah. Hal ini sesuai dengan Pambayun (2002) yang

    menyatakan bahwa penutupan dengan kertas bertujuan untuk melindungi nata dari

    kontaminasi lingkungan sekitar namun penutup harus memiliki ventilasi yang baik agar

    oksigen tetap dapat masuk ke dalam substrat, namun oksigen tidak boleh bersentuhan

  • 9

    langsung dengan substrat. Proses fermentasi ini tetap membutuhkan oksigen karena

    Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerob.

    Gambar 4. Wadah Ditutup Kertas Coklat Selama Inkubasi

    Inkubasi ini dilakukan selama 2 minggu pada suhu ruang. Hal ini sesuai dengan Rahayu

    et al (1993) yang menyatakan bahwa Acetobacter xylinum membutuhkan suhu ruang

    yaaitu pada suhu 28-32C dan dilakukan selama 10-14 hari. Acetobacter xylinum dapat

    mati apabila suhu inkubasi terlalu tinggi (>40C), sedangkan bila suhu terlalu rendah

    maka pertumbuhan akan terhambat. Wadah plastik ini tidak boleh digoyang-goyang

    selama proses inkubasi berlangsung agar nata yang dihasilkan tidak pecah (Palungkun,

    1996).

    Proses akhir fermentasi ditandai dengan terbentuknya lapisan nata pada permukaan

    substrat. Menurut Rahman (1992) Pada akhir fermetasi akan terbentuk lapisan putih

    yang berarti fermentasi nata de coco berhasil. Lapisan ini dapat terbentuk dari proses

    pembentukan myofibril yang panjang dari glukosa yang ada di dalam cairan fermentasi

    (Gunsalus & Staines, 1962). Menurut Hamad et al (2011), reaksi pembentukan lapisan

    nata dapat digambarkan seperti berikut: Glukosa (Glukokinase) Glukosa-6-fosfat

    (Fosfoglukomutase) Glukosa-1-fosfat (UDP-Glukosa Pirofosforilase) UDP-

    Glukosa (Sintesis selulosa) Selulosa.

    Berdasarkan tabel hasil pengamatan lapisan dari nata de coco, dapat dilihat bahwa

    setiap kelompok mempunyai tinggi ketebalan dan presentase lapisan nata yang berbeda-

    beda. Pada tinggi media awal kelompok E1 sebesar 2,8 cm, kelompok E2 sebesar 2,6

    cm, kelompok E3 sebesar 1,3 cm, kelompok E4 sebesar 3 cm, dan kelompok E5 sebesar

    2,5 cm. Tinggi ketebalan nata hari ke-0 setiiap kelompok sebesar 0 cm dan presentase

    lapisan nata sebesar 0% karena belum terbentuk lapisan nata. Hasil pengujian ketebalan

  • 10

    dan presentase lapisan pada hari ke-7 setiap kelompok mengalami peningkatan

    dibandingkan dengan hari ke-0. Sedangkan hasil pengujian ketebalan dan presentasi

    lapisan pada hari ke-14 kelompok E2 mengalami penurunan, kelompok E1 dan E5 tetap,

    dan kelompok E3 dan E4 mengalami peningkatan dibandingkan hasil pengamatan hari

    ke-7. Terjadinya penurunan tinggi ketebalan dan presentase lapisan ini tidak sesuai

    dengan Lapuz et al (1967) bahwa semakin lama waktu inkubasi akan menyebabkan

    peningkatan tinggi ketebalan dan presentase lapisan sehingga nata yang terbentuk akan

    semakin tebal. .

    Gambar 5. Hasil Pengamatan Hari ke-14

    Perbedaan ketebalan nata setiap kelompok berbeda-beda yang disebabkan oleh

    perbedaan jenis dan ukuran wadah yang tidak sama. Kelompok E3 mempunyai bentuk

    wadah yang lebih panjang sehingga ketinggiannya lebih kecil dibandingkan kelompok

    yang lain yaitu sebesar 1,3 cm. Hal ini sesuai dengan Mashudi (1993), bahwa ketinggian

    media di dalam wadah dalam pembentukan nata akan mempengaruhi ketebalan lapisan

    nata. Wadah dengan luas permukaan yang luas dan tidak tinggi (dangkal) akan

    menyebabkan ketebalannya semakin besar. Hal ini terjadi karena supply oksigen akan

    lebih mudah sehingga ketebalan semakin akan tinggi. Hasil pengujian yang kurang

    sesuai dengan teori disebabkan karena terjadinya beberapa kesalahan misalnya dalam

    proses penimbangan, proses pembuatan media, penambahan pH, dan selama fermentasi.

    Menurut Rahman (1992) terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembuatan

    nata de coco adalah suhu, pH, kandungan gula dalam substrat.

    Pada tabel hasil pengujian sesnori dari aspek aroma, diperoleh hasil pada kelompok E1

    aroma sangat asam, kelompok E2 aroma sangat asam, kelompok E3 aroma tidak asam,

    kelompok E4 aroma sangat asam, dan kelompok E5 aroma sangat asam. Pada kelompok

  • 11

    E3 mempunyai aroma yang tidak asam karena lapisan nata terbentuk. Aroma asam pada

    nata disebabkan karena pengaruh dari asam cuka yang ditambahkan masih tersisa

    (Anastasia & Afrianto, 2008). Aroma asam cuka pada nata mengindentifikasi substrat

    yang digunakan mempunyai pH yang asam dan mengidentifikasi bahwa proses

    fermentasi sedang berlangsung (Astawan & Astawan, 1991).

    Pada aspek warna, semua kelompok menghasilkan warna dari nata de coco adalah

    kuning. Hal ini sesuai dengan Astawan & Astawan (1991) bahwa air kelapa yang

    bercampur dengan biakan Acetobacter xylinum akan menghasilkan warna keruh karena

    terjadi proses fermentasi. Menurut Mashudi (1993) mengatakan bahwa warna kuning

    pada nata disebabkan karena penggunaan gula ysng menyebablan terjadinya browning..

    Hal ini sesuai dengan Arsatmodjo (1996) bahwa proses perebusan dengan air gul dan

    komponen gula yang masuk ke jaringan selulosa sehingga dapat mempengaruhi warna

    dari nata de coco.

    Pada aspek tekstur, semua kelompok kecuali E3 belum terbentuk nata sehingga

    teksturnya (-) karena bentuknya masih berupa cairan. Sedangkan tekstur nata kelompok

    E5 adalah kenyal. Menurut Astawan & Astawan (1991), perubahan tekstur menjadi

    kenyal ini disebabkan karena kandungan gula di dalam nata. Nata akan menurun tingkat

    kekenyalannya sehinnga dapat diputuskan dengan dimasukkan ke dalam air gula dan

    direbus. Hal ini disebabkan karena selama proses perebusan air gula masuk ke dalam

    jaringan selulosa yang terdapat di dalam nata. Jumlah komponen serat (selulosa) di

    dalam nata berbeda-beda, semakin banyak akan semakin kenyal dan ketebalannya

    meningkat (Arsatmodjo,1996).

    Setiap kelompok tidak melakukan uji sensori pada aspek rasa, hal ini terjadi karena

    hampir semua kelompok di dapatkan pembuatan nata tidak berhasil. Masing-masing

    kelompok tidak dapat dibandingkan rasanya. Rasa manis dari nata biasanya dihasilkan

    dari kandungan gula yang diberikan dalam pembuatan gula, semakin banyak gula maka

    rasa akan semakin manis.

  • 12

    Ketidakberhasilan dalam pembuatan nata pada kelompok E1,E2,E3,E4, dan E5 dapat

    disebabkan karena proses yang kurang aseptis, produk digoyang-goyang, dan

    penggunaan wadah yang terlalu tinggi. Menurut Dwidjoseputro (1994) perlakuan secara

    aseptis bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran biakan dan mencegah

    kontaminasi dari bakteri yang merugikan. Dalam proses fermentasi, apabila nata

    digoyang-goyang akan menyebabkan nata pecah sehingga tidak terbentuk lapisan putih

    di atas permukaan. Selain itu wadah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya

    kontaminasi dari luar. Hal ini terjadi karena wadah yang tinggi tidak seluruh bagiannya

    tertutup oleh kertas coklat. Penggunaan kertas coklat ini bertujuan untuk menghindari

    kontaminasi (Pambayun, 2002).

  • 13

    3. KESIMPULAN

    Nata de coco adalah produk fermentasi bakteri Acetobacter xylinum pada substrat

    cair air kelapa.

    Nata de coco umumnya berbentuk padat, berwarna putih transparan, dan bertekstur

    kenyal.

    Air kelapa mengandung nutrisi-nutrisi yang dapat menunjang pertumbuhan bakteri

    Acetobacter xylinum.

    Pembuatan nata dibagi 2 tahap, yaitu pembuatan media dan proses fermentasi.

    Penyaringan air kelapa bertujuan untuk memisahkan kotoran.

    Penambahan gula pasir sebanyak 10% berfungsi untuk memberikan sumber karbon

    (C) bagi bakteri Acetobacter xylinum.

    Penambahan ammonium sulfat sebanyak 0,5% berfungsi untuk memberikan sumber

    nitrogen (N) bagi bakteri Acetobacter xylinum.

    Penambahan asam cuka bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan pH yang

    sesuai.

    Pemanasan bertujuan untuk melarutkan gula pasir dan untuk membunuh mikroba.

    Jumlah starter yang ditambahkan dalam pembuatan nata sebanyak 10%.

    Penutupan wadah plastik dengan kertas coklat bertujuan untuk menghindari

    kontaminasi dan oksigen dapat masuk ke dalam substrat.

    Proses inkubasi fermentasi nata dilakukan pada suhu ruang selama 2 minggu.

    Aroma pada nata yang berhasil adalah tidak asam.

    Semua kelompok mempunyai warna nata yang sama.

    Semakin tinggi kandungan selulosa-nya, maka nata akan semakin kenyal dan

    ketebalannya meningkat.

    Semarang, 10 Juli 2015 Asisten dosen:

    - Wulan Apriliana - Nies Mayangsari

    Shella Novia Wulandari

    12.70.0096

  • 14

    4. DAFTAR PUSTAKA

    Anastasia; Nadia; dan Afrianto Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai

    Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II.

    Universitas Lampung.

    Anastasia, N. dan Afrianto, E. 2008. Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai

    Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II.

    Universitas Lampung.

    Arsatmodjo, E. 1996. Formulasi Pembuatan Nata de Pina. Skripsi Fateta. IPB. Bogor.

    Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi

    Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

    Awang, S.A. 1991. Kelapa: Kajian SosialEkonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

    Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan.

    Gunsalus, I.C. and Staines, R.Y. 1962. The Bacteria A Treatise On Structure &

    Function. Academic Press. New York.

    Halib, N.; Mohd, C.I.M.A. and Ishak, A. 2012. Physicochemical Properties and

    Characterization of Nata de Coco fromLocal Food Industries as a Source of Cellulose.

    Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211

    Hamad, A.; Andriyani, N.A.; Wibisono, H. dan Sutopo, H. 2011. Pengaruh

    Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco. Jurnal Teknik

    Kimia. Vol 12 (2): 74-77.

    Hayati, M. 2003. Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

    Hernaman, I.; Kamil, K.A.; Mayasari, N. dan Salim, M.A. 2007. Dampak Nata De

    Coco dalam Ransum Mencit (Mus muculus) Terhadap Metabolism Lemak dan

    Penyerapan Mineral. Jurnal Peternakan Universitas Padjadjaran Fakultas Sains dan

    Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati.

    Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. and Palo, M.A. 1967. The Nata Organism Cultural.

    Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.

  • 15

    Mashudi. 1993. Mempelajari Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat dan Waktu

    Penundaan Bahan Baku Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan dan Struktur Gel Nata de

    coco. Skripsi. Jurusan Teknologi Pandan dan Gizi, Fateta. IPB. Bogor.

    Mesomya, W.; Varapat, P.; Surat, K.; Preeya, L.; Yaovadee, C.; Duangchan, H.;

    Pramote, T. and Plernchai, T. 2006. Effects of Health Food from Cereal and Nata De

    Coco on Serum Lipids in Human. Journal Science Technology 28(Suppl. 1): 23-28.

    Misgiyarta. 2007. Teknologi Pembuatan Nata de Coco. Balai Besar Penelitian dan

    Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

    Palungkun, R. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

    Pato, U. dan Dwiloka, B. 1994. Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan

    Nata de Coco. Sains Teks I (A): 70 77.

    Rahayu, E.S.; Indriati, R.; Utami, T.; Harmayanti, E. dan Cahyanto, M.N. 1993. Bahan

    Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

    Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan

    Gizi IPB. Bandung.

    Santosa, B.; Ahmad, K.; and Domingus, T. 2012. Dextrin Concentration and Carboxy

    Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco.

    IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1:6-11.

    Sunarso. 1982. Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada

    Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

    Tortora, G.J., Funke, R. and Case, C.L. 1995. Microbiology. The Benjamin / Cummings

    Publishing Company, Inc. USA.

    Volk, W.A. and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

    Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk

    Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var.

    rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.

  • 16

    5. LAMPIRAN

    5.1. Perhitungan

    Rumus:

    Persentase Lapisan Nata = 100%x Awal Media Tinggi

    NataKetebalan Tinggi

    Kelompok E1

    H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,8

    0 = 0 %

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,8

    0,4 = 14,29 %

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,8

    0.4

    = 14,29 %

    Kelompok E2

    H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,6

    0 = 0 %

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,6

    0,5 = 19,23 %

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,6

    0,4

    = 15,38 %

    Kelompok E3

    H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,3

    0 = 0 %

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,3

    0,5 = 38,46 %

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,3

    0,8

    = 61,54 %

    Kelompok E4

    H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 3

    0 = 0 %

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 3

    0,4 = 13,33 %

  • 17

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 3

    0,6

    = 20 %

    Kelompok E5

    H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,5

    0 = 0 %

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,5

    0,3 = 12 %

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,5

    0,3

    = 12 %

    5.2. Laporan Sementara

    5.3. Abstrak Jurnal