nata de coco_elim yuyana_12.70.0074_b4

17
1 1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan ketebalan lapisan nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata De Coco Kel Tinggi media awal (cm) Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata 0 7 14 0 7 14 B1 2 0 0,3 cm 0,8 cm 0 15 40 B2 1,5 0 0,5 cm 0,6 cm 0 33,33 40 B3 2,9 0 0,3 cm 0,5 cm 0 10,34 17,24 B4 2 0 0,4 cm 0,5 cm 0 20 25 B5 1,5 0 0,5 cm 0,8 cm 0 33,33 53 Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa nata de coco pada semua kelompok di hari ke-0 belum terbentuk maka tinggi ketebalan nata dan persentase lapisanya adalah 0; untuk tinggi dan persentase lapisan nata de coco pada semua mulai hari ke-7 sampai hari ke- 14 mengalami peningkatan.

Upload: james-gomez

Post on 16-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Nata de coco merupakan produk fermentasi yang menggunakan media dari air kelapa dengan bantuan starter nata yaitu Acetobacter xylinum.

TRANSCRIPT

  • 1

    1. HASIL PENGAMATAN

    Hasil pengamatan ketebalan lapisan nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata De Coco

    Kel Tinggi media awal

    (cm)

    Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata

    0 7 14 0 7 14

    B1 2 0 0,3 cm 0,8 cm 0 15 40

    B2 1,5 0 0,5 cm 0,6 cm 0 33,33 40

    B3 2,9 0 0,3 cm 0,5 cm 0 10,34 17,24

    B4 2 0 0,4 cm 0,5 cm 0 20 25

    B5 1,5 0 0,5 cm 0,8 cm 0 33,33 53

    Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa nata de coco pada semua kelompok di hari ke-0

    belum terbentuk maka tinggi ketebalan nata dan persentase lapisanya adalah 0; untuk

    tinggi dan persentase lapisan nata de coco pada semua mulai hari ke-7 sampai hari ke-

    14 mengalami peningkatan.

  • 2

    2. PEMBAHASAN

    Praktikum kali ini akan membahas tentang pembuatan fermentasi substrat cair, yaitu

    fermentasi nata de coco. Praktikum ini bertujuan untuk memmahami prinsip dalam

    pembuatan nata de coco, mengetahui pemanfaatan limbah air kelapa untuk pembuatan

    nata de coco, dan dapat mengetahui proses pembuatan dalam fermentasi nata de coco.

    Nata de coco menurut Santosa et al (2012) merupakan produk fermentasi yang

    menggunakan media dari air kelapa dengan bantuan starter nata yaitu Acetobacter

    xylinum. Bakteri ini akan akan mengubah kandungan dari komponen gula pada air

    kelapa menjadi selulosa. Selulosa itulah yang merupakan nata de coco. Menurut Czaja

    et al (2004) selulosa merupakan bipolimer yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

    Adapun selulosa yang memiliki kualitas terbaik yang terdiri dari banyak miofibril

    dihasilkan oleh bakteri golongan Acetobacter, yang akan menghasilkan selulosa yang

    memiliki karakteristik yang baik seperti kemampuan dalam mengikat air tinggi,

    kekenyalan cukup tinggi, memiliki kemampuan mengkristal yang baik, dan memiliki

    rongga yang besar.

    Menurut Wijayanti et al (2010) nata de coco digunakan sebagai sumber makanan yang

    cocok dikonsumsi untuk orang yang sedang menjalani program diet maupun bagi

    penderita diabetes, karena memiliki kandungan energi yang tergolong rendah. Selain

    itu, nata memiliki serat yang tinggi yang berfungsi untuk memperlancar proses

    pencernaan dalam tubuh. Komposisi nilai gizi dalam 100 gr nata de coco menurut

    Hakimi & Daddy (2006), yaitu kalori sebesar 146 dengan lemak sebesar 0,2%,

    karbohidrat sebesar 36,1 mg, kalsium sebesar 12 mg, fosfor sebesar 2 mg, dan Fe

    sebesar 0,5 mg. Adapun karakteristik nata de coco yang baik menurut Astawan &

    Astawan (1991) seperti berwarna putih transparan, tekstur yang kenyal, serta bertekstur

    kokoh, kuat, dan padat. Adapun manfaat kesehatan dari nata de coco menurut Mesomya

    et al (2006) sebagai pangan fungsional untuk menjaga berat badan dan mencegah

    penyakit kanker kolon. Dapat menjaga berat badan karena nata mengandung serat kasar

    yang dapat melancarkan pencernaan.

  • 3

    Cara kerja yang dilakukan dalam pembuatan nata de coco dalam praktikum ini,

    pertama-tama dengan membuat media dengan menggunakan 1,2 L air kelapa.

    Pembuatan nata mengguanakan air kelapa karena merupakan media yang baik untuk

    mendukung pertumbuhan starter nata yang akan digunakan. Menurut Awang (1991)

    komponen gizi yang ada di dalam air kelapa, yaitu air sekitar 91,23 %, karbohidrat 7,27

    %, abu 1,06 %, protein 0,29 %, dan lemak 0,15 %. Selain komponen-komponen tersebut

    air kelapa juga mengandung sukrosa, fruktosa, dekstrosa, serta vitamin B kompleks.

    Kandungan komponen dalam air kelapa tersebutlah yang akan mendukung pertumbuhan

    Acetobacter xylinum sehingga diharapkan hasil akhir akan didapat produk nata de coco.

    Air kelapa kemudian disaring dengan menggunakan kain saring. Proses penyaringan

    disini bertujuan untuk memisahkan kotoran dan ampas-ampas dari air kelapa sehingga

    didapat air kelapa yang bersih hasil dari penyaringan. Proses penyaringan air kelapa

    dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Proses Penyaringan Air Kelapa

    Lalu air kelapa hasil saringan dimasak sebentar dan ditambahkan gula pasir sebanyak

    10% sambil diaduk hingga larut. Adapun penambahan gula pasir ke dalam media air

    kelapa karena memiliki beberapa tujuan yang penting. Seperti yang dikatakan oleh

    Wijayanti et al (2010) gula pasir digunakan dalam pembuatan media nata merupakan

    sumber karbon yang paling berpotensi pada fermentasi nata Nata de Coco dalam

    menghasilkan selulosa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Adapun tambahan tujuan dari

    penggunaan gula menurut Hayati (2003) bahwa gula dalam pembuatan nata akan

    mengawetkan, menghasilkan tekstur serta penampakan nata de coco yang baik, dan

    juga akan memberi flavor nata yang ideal. Jumlah gula yang digunakan juga sesuai

    dengan penelitian oleh Jagannath et al (2008) konsentrasi gula 10% akan memacu

  • 4

    proses fermentasi yang optimum oleh bakteri Acetobacter xylinum sehingga akan

    diharapkan menghasilkan nata de coco yang baik dan tebal. Penggunaan gula dalam

    praktikum ini menggunakan gula pasir yang merupakan sukrosa dengan alasan bahwa

    sukrosa memiliki harga yang terjangkau serta tersedia dalam jumlah yang banyak.

    Penambahan gula pasir ke dalam air kelapa dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Penambahan Gula Pasir ke Dalam Air Kelapa

    Adapun proses pemasakkan yang dilakukan juga memiliki fungsi yang khususnya

    berhubungan dalam pengurangan jumlah kontaminan mikroorganisme yang tidak

    diinginkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Tortora et al (1995) bahwa

    pemasakkan dilakukan untuk membunuh mikroorganisme kontaminasi yang terdapat di

    dalam air kelapa. Sehingga akan diharapkan akan menghasilkan produk nata de coco

    yang berkualitas baik sesuai dengan keinginan. Proses pengadukkan gula pasir hingga

    larut dapat dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3. Proses Pengadukkan Gula Pasir Hingga Larut

  • 5

    Kemudian air kelapa ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5%. Penambahan

    ammonium sulfat untuk membersihkan air kelapa dari campuran kotoran maupun

    mikroba yang tidak diinginkan dalam pembuatan nata de coco sehingga diharapkan

    bahwa yang akan tumbuh pada media hanya starter nata, yaitu Acetobacter xylinum. Hal

    ini sesuai dengan pernyataan menurut Pambayun (2002) dalam pembuatan nata de coco

    penggunaan ammonium sulfat merupakan sumber nitrogen yang mendukung

    pertumbuhan Acetobacter xylinum serta dapat pula menghambat pertumbuhan

    Acetobacter acesi yang merupakan bakteri yang tidak diinginkan dalam pembuatan nata

    de coco. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Almeida et al (2012) bahwa media

    yang digunakan untuk fermentasi harus mengandung sumber karbon dan nitrogen, serta

    nutrisi-nutrisi lainnya seperti protein, lemak, karbohidrat, garam-garam anorganik yaitu

    Na, K, Ca, Mg, dan Fe. Senyawa-senyawa tersebut merupakan kofaktor enzimatis pada

    produksi polisakarida. Penambahan ammonium sulfat 0,5% juga telah sesuai dengan

    penelitian oleh Jagannath et al (2008) bahwa penambahan ammonium sulfat sebanyak

    0,4-0,5% akan menghasilkan produk nata de coco yang memiliki karakteristik baik dan

    tebal. Penambahan ammonium sulfat ke dalam air kelapa dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4. Penambahan Ammonium Sulfat ke Dalam Air Kelapa

    Setelah itu, matikan api dan dilakukan pengontrolan pH menjadi 4-5 dengan

    menambahkan asam cuka glasial. Dengan menciptakan pH yang rendah pada media

    nata akan mendukung aktivitas yang optimal pada bakteri Acetobacter xylinum dalam

    proses fermentasi menjadi nata de coco. Hal ini dijelaskan menurut Atlas (1984) bahwa

    pH media nata tidak boleh lebih atau rendah dari 4 5. Jika pH tidak sesuai maka akan

    menyebabkan bakteri Acetobacter xylinum menggunakan banyak energi yang berasal

    dari metabolisme gula untuk mengatasi timbulnya stress akibat pH lingkungan yang

  • 6

    tidak sesuai. Hal itulah akan mengakibatkan aktivitas Acetobacter xylinum menjadi

    terhenti karena seluruh energi yang diperoleh telah habis. Pengontrolan pH pada media

    nata menjadi 4-5 juga telah sesuai dengan penelitian oleh Jagannath et al (2008) bahwa

    pada pH antara 4 - 4,2 akan menghasilkan produk nata de coco yang memiliki

    karakteristik baik dan tebal. Penambahan asam cuka glasial ke dalam media nata dapat

    dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Penambahan Asam Cuka Glasial ke Dalam Media Nata

    Untuk mengukur apakah pH mencapai 4-5 dilakukan pengukuran dengan menggunakan

    pH meter. Menurut Basset (1994) prinsip kerja dari pH meter didasarkan pada potensial

    elektro kimia yang terjadi antara larutan diluar elektroda gelas yang tidak diketahui

    dengan larutan dalam elektroda gelas yang telah diketahui. Hal ini karena lapisan tipis

    pada gelembung kaca berinteraksi dengan ion H yang berukuran kecil dan aktif,

    elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial ion H. Untuk melengkapi sirkuit

    elektrik tersebut maka dibutuhkan suatu elektroda pembanding. Sebagai catatan, pH

    meter tidak mengukur arus akan tetapi hanya mengukur tegangan. Cara kerja pH meter

    harus sering dikalibrasi sampai pH mencapai netral pada aquades. Lalu setelah itu alat

    pengukur pH dimasukkan ke dalam media larutan kemudian didiamkan tunggu sampai

    angka tidak berubah. Pengukuran pH media nata dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6. Pengukuran pH Media Nata

  • 7

    Selanjutnya dilakukan pemanasan kembali hingga larut dan setelahnya dilakukan

    penyaringan kembali dengan kain saring. Proses pemasakkan pada bagian ini memiliki

    fungsi yang hampir sama pada pemasakkan sebelumnya, yaitu untuk mengurangi

    jumlah kontaminan mikroorganisme yang terbentu selama proses yang dilakukan dan

    juga berfungsi dalam menghomogenkan bahan-bahan yang telah ditambahkan ke dalam

    media. Adapun proses penyaringan disini bertujuan untuk memisahkan kotoran yang

    terbentuk selama proses sehingga didapat media yang bersih hasil dari penyaringan.

    Proses pemanasan dan penyaringan media nata dapat dilihat pada Gambar 7.

    Gambar 7. Proses Pemanasan dan Penyaringan Media Nata

    Setelah dilakukan pembuatan media, maka dilanjutkan proses fermentasi. Pertama-tama

    media yang telah dibuat diambil masing-masing 200 ml per kelompok dan dimasukkan

    ke dalam wadah (tepak). Proses pemasukkan media nata ke dalam wadah dapat dilihat

    pada Gambar 8.

    Gambar 8. Proses Pemasukkan Media Nata ke Dalam Wadah

    Lalu ditambahkan biang nata (starter) sebanyak 10% (20 ml) ke dalam media yang telah

    hangat secara aseptis di dalam LAF. Penambahan starter disini menggunakan bakteri

    Acetobacter xylinum yang akan membentuk lapisan nata selama fermentasi. Menurut

  • 8

    Wijayanti et al (2010) Acetobacter xylinum akan membentu lapisan yang menyerupai

    gel akibat adanya gula yang diubah di dalam media. Halib et al (2012) juga

    menambahkan bahwa Acetobacter xylinum merupakan jenis bakteri asam asetat yang

    berperan untuk mengoksidasi alkohol dan gula menjadi asam asetat. Adapun ciri-ciri

    bakteri bakteri Acetobacter xylinum menurut Pelczar dan Chan (1988), yaitu selnya

    bersifat gram negatif, bentuk sel batang atau bulat panjang, bernafas secara aerob, tidak

    memiliki endospora, mampu mengoksidasi alkohol menjudi senyawa asam asetat.

    Penambahan starter yang digunakan juga telah sesuai dengan penelitian yang dilakukan

    Pato & Dwiloka (1994) bahwa bahwa jumlah starter nata yang digunakan ke dalam

    media berkisar antara 4% - 10%. Jika penambahan starter terlalu banyak ataupun terlalu

    sedikit maka akan menyebabkan karakteristik nata yang dihasilkan menjadi tidak begitu

    sempurna atau tidak akan terbentuk lapisan nata. Proses penambahan starter nata ke

    dalam media dapat dilihat pada Gambar 9.

    Gambar 9. Proses Penambahan Starter Nata ke Dalam Media

    Adapun teknik aseptis yang dilakukan dalam melakukan penuangan kultur nata, yaitu

    meja dan tangan disemprot dengan menggunakan alkohol, tidak lupa menggunakan

    masker, dan seluruh rangkaian penambahan starter nata ke media dilakukan didekat api

    bunsen. Tujuan dilakukan proses aseptis menurut Hadioetomo (1993) untuk mencegah

    kontaminasi dari mikroorganisme yang ada di telapak tangan maupun lingkungan ke

    dalam bahan, alat, serta media yang digunakan. Sehingga diharapkan akan mendukung

    keberhasilan proses penuangan starter dengan mencegah mikroorganisme yang tidak

    dinginkan masuk ke dalam media.

    Kemudian diaduk perlahan agar inokulum dan media menjadi homogen. Selanjutnya

    ditutup dengan 2 lembar kertas coklat serta diikat. Setelahnya dilakukan pengukuran

  • 9

    ketinggian media hari ke-0 dalam wadah dengan penggaris. Selanjutnya diinkubasi

    selama 2 minggu pada suhu ruang. Inkubasi ini untuk memberi kesempatan pada bakteri

    Acetobacter xylinum untuk beradaptasi, tumbuh, dan beraktivitas pada media sehingga

    dapat membentuk lapisan nata sesuai dengan keinginan. Penggunaan suhu dan waktu

    inkubasi telah sesuai pernyataan menurut Rahayu et al (1993) bahwa suhu dan waktu

    optimum pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, yaitu suhu ruang sekitar 28-32C

    selama 10-14 hari sehingga diharapkan mendapatkan nata de coco yang optimal.

    Adapun akibat dari penggunaan suhu inkubasi terlalu tinggi dari yang seharusnya yang

    akan menyebabkan bakteri nata mati. Jika penggunaan suhu inkubasi terlalu rendah

    akan menghasilkan nata de coco yang lunak atau gagal membentuk lapisan selulosa.

    Lalu dilakukan pengamatan dengan mengukur lapisan nata de coco yang terbentuk

    dengan penggaris pada hari ke-7 dan ke-14. Setelahnya dilakukan perhitungan

    persentase lapisan nata de coco dengan menggunakan rumus. Lapisan nata de coco

    yang terbentuk pada kelompok B1, B2, B3, B4, dan B5 dapat dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10. Lapisan Nata De Coco yang Terbentuk Pada Kelompok B1, B2, B3, B4,

    dan B5

    B1 B2

    B3 B4

    B5

  • 10

    Hasil pengamatan nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1. Dapat dilihat bahwa nata de

    coco pada semua kelompok di hari ke-0 belum terbentuk maka tinggi ketebalan nata

    dan persentase lapisanya adalah 0. Untuk tinggi dan persentase lapisan nata de coco

    pada semua mulai hari ke-7 sampai hari ke-14 mengalami peningkatan. Dapat dilihat

    ketebalan nata akan memberikan pengaruh terhadap persentase lapisan nata atau biasa

    disebut dengan rendemen nata. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Wijayanti et

    al (2010) ketebalan nata akan berbanding lurus dengan rendemen nata. Semakin tebal

    nata yang tebentuk maka rendemen nata juga akan semakain besar, begitu pula

    sebaliknya. Wijayanti et al (2010) juga menjelaskan bahwa apabila rendemen nata

    semakin besar, hal ini dikarenakan adanya oksigen dalam jumlah banyak pada media.

    Oksigen ini sangat dibutuhkan dalam pembentukan pelikel nata dan proses metabolism

    oleh bakteri Acetobacter xylinum. Sehingga oksigen yang tersedia dalam jumlah banyak

    tersebut maka bakteri Acetobacter xylinum akan mengalami pertumbuhan yang pesat

    dan nata yang dihasilkan memiliki memiliki ketinggian yang maksimal.

    Nata de coco dapat terbentuk selama inkubasi karena adanya peran dari bakteri

    Acetobacter xylinum selama waktu inkubasi. Menurut Pambayun (2002) bakteri

    Acetobacter xylinum selama inkubasi dalam pembuatan nata de coco akan

    menghasilkan enzim ekstraseluler. Enzim tersebut akan mempolimerisasikan gula

    dalam media menjadi rantai selulosa yang jumlahnya ribuan dan juga akan membentuk

    jaringan mikrofibril yang panjang pada cairan media yang nantinya akan berbentuk

    lembaran-lembaran yang berwarna putih transparan, yang dikenal dengan nama nata.

    Dapat dilihat pada Gambar 10, nata de coco yang terbentuk berada di atas permukaan

    media. Hal ini dikarenakan adanya gas karbondioksida yang dihasilkan oleh bakteri

    Acetobacter xylinum. Hal ini dijelaskan oleh Palungkun (1996) bahwa pada proses

    fermentasi nata de coco bakteri Acetobacter xylinum akan menghasilkan gas CO2 yang

    akan melekat pada jaringan selulosa. Sehingga jaringan selulosa ini akan mengapung ke

    atas permukaan cairan media.

    Dalam pembuatan nata de coco dalam praktikum ini juga tidak dilakukan uji sensori,

    karena nata de coco yang dihasilkan gagal yang ditandai dengan tidak terbentuknya

  • 11

    lapisan lembaran nata dan memiliki ketebalan yang tipis. Hal ini dapat terjadi karena

    adanya guncangan saat melakukan pengamatan pengukuran ketebalan nata de coco.

    Dalam teori menurut Budiyanto (2004) menjelaskan bahwa selama inkubasi dalam

    pembuatan nata dilakukan pencegahan wadah inkubasi jangan sampai terkena

    guncangan atau digoyang. Hal ini mencegah agar lapisan nata yang terbentuk menjadi

    tidak terpisah-pisah dan mencegah lapisan nata menjadi tenggelam. Apabila hal ini

    terjadi akan menyebabkan hasil dari ketebalan produksi nata menjadi tidak sesuai

    dengan standar. Hal ini juga sesuai dengan hasil yang didapat bahwa ketebalan nata

    yang didapat hanya berkisar 0,3 0,8 cm. Karena menurut Seumahu et al. (2007) ciri-

    ciri dari nata yang baik adalah memiliki ketebalan 1,5-2 cm, memiliki transparansi yang

    tinggi, dan memiliki selulosa gel yang homogen.

    Adapun kegagalan lainnya dalam pembuatan nata de coco dalam praktikum ini, yaitu

    kurang terciptanya kondisi yang aseptis sehingga terkontaminasi mikroba yang tidak

    diinginkan yang akan mempengaruhi nata de coco yang dihasilkan menjadi gagal. Hal

    ini dijelaskan oleh Tranggono & Sutardi (1990) bahwa semakin aseptis proses yang

    dilakukan dalam pembuatan nata de coco maka aktivitas dari bakteri Acetobacter

    xylinum menjadi lebih optimal yang akan menghasilkan nata de coco yang berkualitas

    baik. Jika adanya kontaminasi dari mikroorganisme perusak selain Acetobacter xylinum

    akan mengakibatkan konsentrasi glukosa menjadi menurun sehingga nata de coco yang

    dihasilkan menjadi kurang maksimal atau dapat mengalami kegagalan.

    Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan nata

    menurut Effendi (2009) adalah sebagai berikut:

    1. Kualitas starter

    Starter yang digunakan harus berkualitas baik yang ditandai dengan tidak adanya

    kontaminasi pada starter dan bersifat aerob sehingga akan tumbuh di permukaan atas

    media.

    2. Suhu inkubasi

    Suhu inkubasi harus sesuai dengan kondisi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum

    yang dibutuhkan sehingga dapat tumbuh secara optimal, umumnya pada suhu ruang.

  • 12

    3. Jenis dan konsentrasi media

    Media fermentasi untuk pertumbuhan starter nata harus memiliki kandungan gula

    (glukosa) sehingga akan membentuk lapisan nata.

    4. Derajat keasaman (pH)

    Biasanya pH optimum untuk starter nata adalah 3 - 5.

    5. Waktu fermentasi

    Waktu fermentasi yang dibutuhkan biasanya 2 4 minggu.

    6. Tempat fermentasi

    Tempat fermentasi harus tidak terkontaminasi dan tidak tembus sinar matahari.

    7. Kebersihan peralatan yang digunakan

    Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nata de coco sebelum harus dibersihkan

    dahulu dan disterilkan sehingga pertumbuhan bakteri menjadi tidak terhambat.

  • 13

    3. KESIMPULAN

    Limbah air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai media dalam pembuatan nata de

    coco, karena mengandung gula yang dibutuhkan oleh starter nata.

    Penambahan gula pasir dalam pembuatan nata de coco sebagai sumber karbon

    untuk mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

    Proses pemasakkan dalam pembuatan nata de coco untuk menghomogenkan

    bahan yang digunakan dan juga untuk membunuh mikroba kontaminan pada

    media.

    Penambahan ammonium sulfat dalam pembuatan nata de coco sebagai sumber

    nitrogen untuk mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

    pH media dalam pembuatan nata de coco yang baik sekitar 4 5.

    Bakteri Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata akan mengubah gula

    menjadi rantai selulosa yang lama kelamaan akan menghasilkan lapisan nata dan

    juga akan menghasilkan karbondioksida sehingga lapisan nata akan berada pada

    permukaan atas media.

    Semakin tebal nata yang tebentuk maka rendemen nata juga akan semakain

    besar, begitu pula sebaliknya.

    Kegagalan dalam pembuata nata diakibatkan adanya guncangan selama inkubasi

    dan adanya kontaminasi mikroba yang tidak diinginkan ke dalam media.

    Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan nata

    adalah kualitas starter, suhu inkubasi, jenis dan konsentrasi media, derajat

    keasaman (pH), waktu fermentasi, tempat fermentasi, dan kebersihan peralatan

    yang digunakan.

    Semarang, 8 Juli 2015

    Praktikan, Asisten Dosen :

    - Nies Mayangsari

    - Wulan Aprilianan Dewi

    Elim Yuyana

    12.70.0074

  • 14

    4. DAFTAR PUSTAKA

    A. Jagannath; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju & A. S. Bawa. 2008. The

    effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production

    of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol

    Biotechnol (2008) 24:25932599.

    Almeida, D.M., Prestes, R.A., Da Fonseca, A.F., Woiciechowski, A.L., & Wosiacki, G.

    (2012). Minerals Consumption by Acetobacter xylinum on Cultivation Medium

    on Coconut Water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1): 197-206.

    Astawan, M. & M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat

    Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

    Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland

    Publishing Company. New York.

    Awang, S. A. 1991. Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.

    Bassett,J. 1994. Buku Ajaran Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi

    Keempat Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.

    Budiyanto. K.A. 2004. Mikrobiologi Terapan. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. UMM

    Press. Malang.

    Czaja, W., Romanovicz, D. and Brown R.M. 2004. Structural Investigations of

    Microbial Cellulose Produced in Stationary and Agitated Culture. Journal

    Cellulose, Springer in Netherlands. Volume 11, p: 403411

    Effendi, Nurul Huda. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa pati (Soluble Starch)

    Pada Pembuatan Nata de Coco Dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter

    xylinum. Medan.

    Hadioetomo, R, S., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka.

    Jakarta.

    Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada

    Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.

    Halib, N.; Mohd C. I. M. A.; and Ishak A. (2012). Physicochemical Properties and

    Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of

    Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.

  • 15

    Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

    Mesomya, W; Varapat P; Surat K.; Preeya L.; Yaovadee C.; Duangchan H.; Pramote T.;

    and Plernchai T. (2006).Effects of Health Food from Cereal and Nata De Coco

    on Serum Lipids in Human. J. Sci. Technol., 28(Suppl. 1) : 23-28.

    Palungkun. R. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

    Pato, U. & Dwiloka, B. 1994. Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi

    Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.

    Pelczar dan Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Cetakan pertama. Penerbit

    UI-Press. Jakarta.

    Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. 1993. Bahan

    Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

    Santosa et al., 2012. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in

    Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de coco. IEESE International

    Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11ISSN :

    2252-5297.

    Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan Maggy

    Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities

    During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia,

    August 2007, p 65-68.

    Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case.(1995). Microbiology.The Benjamin / Cummings

    Publishing Company, Inc. USA.

    Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi

    UGM. Yogyakarta.

    Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa.

    Jurnal Industria 1(2) : 86-93.

  • 16

    5. LAMPIRAN

    5.1. Perhitungan

    Rumus:

    Persentase Lapisan Nata = 100%x Awal Media Tinggi

    NataKetebalan Tinggi

    Jawab:

    Kelompok B1

    H0 Persentase Lapisan Nata =

    x 100% = 0%

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2

    0,3 = 15%

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2

    0,8= 40%

    Kelompok B2

    H0 Persentase Lapisan Nata =

    x 100% = 0%

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,5

    0.5= 33,33%

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,5

    0,6 = 40%

    Kelompok B3

    H0 Persentase Lapisan Nata =

    x 100% = 0%

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,9

    0,3 = 10,34%

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,9

    0,5= 17,24%

    Kelompok B4

    H0 Persentase Lapisan Nata =

    x 100% = 0%

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2

    0,4 = 20 %

  • 17

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2

    0,5 = 25%

    Kelompok B5

    H0 Persentase Lapisan Nata =

    x 100% = 0%

    H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,5

    0,5 = 33,33%

    H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,5

    0,8 = 53%

    5.2. Laporan Sementara

    5.3. Jurnal