nata de coco_erdina maya_12.70.0008_c1

25
Acara III FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Erdina Maya Puspita 12.70.0008 Kelompok C1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Upload: james-gomez

Post on 13-Sep-2015

32 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Fermentasi nata de coco

TRANSCRIPT

15

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Erdina Maya Puspita12.70.0008Kelompok C1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Acara III

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan ketebalan lapisan pada Nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

C11,0000,300,50030,0050,00

C21,0000,250,70025,0070,00

C32,0000,300,40015,0020,00

C42,0000,300,90015,0045,00

C52,5000,300,30012,0012,00

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tinggi serta persentase lapisan nata pada hari ke-0 belum terbentuk lapisan nata. Sedangkan pada hari-hari berikutnya tinggi serta persentase lapisan nata meningkat kecuali pada kelompok C5 pada hari ke 7 dan ke 14 tidak mengalami perbedaan yaitu tinggi 0,30 cm dan persentase lapisan nata sebesar 12%. Pada kelompok C1 diperoleh tinggi nata pada hari ke 7 0,30cm dan meningkat pada hari ke 14 menjadi 0,50 cm, dengan persentasi lapisan nata pada hari ke 7 sebesar 30% dan pada hari ke 14 sebesar 50%. Pada kelompok C2 diperoleh tinggi nata pada hari ke 7 0,25cm dan meningkat pada hari ke 14 menjadi 0,70 cm, dengan persentasi lapisan nata pada hari ke 7 sebesar 25% dan pada hari ke 14 sebesar 70%. Kelompok C3 diperoleh tinggi nata pada hari ke 7 0,30cm dan meningkat pada hari ke 14 menjadi 0,40 cm, dengan persentasi lapisan nata pada hari ke 7 sebesar 15% dan pada hari ke 14 sebesar 20%. Pada kelompok C4 diperoleh tinggi nata pada hari ke 7 0,30cm dan meningkat pada hari ke 14 menjadi 0,90 cm, dengan persentasi lapisan nata pada hari ke 7 sebesar 15% dan pada hari ke 14 sebesar 45%.

1

Untuk mempermudah memahami peningkatan ketinggian dan persentase nata, maka ketinggian nata tersaji dalam grafik 1 dan persentase lapisan nata tersaji pada grafik 2.

Grafik 1. Peningkatan Ketinggian pada Nata selama 14 hariDari grafik diatas terlihat jelas bahwa ketinggian nata setiap kelompok meningkat pada hari ke-7 dan ke-14 kecuali untuk kelompok C5.

Grafik 2. Persentase Peningkatan Lapisan pada Nata selama 14 hariSama halnya dengan grafik peningkatan ketinggian pada nata selama 14 hari, grafik 2 juga menjelaskan peningkatan lapisan nata pada setiap kelompok di hari ke-7 dan ke-14 kecuali untuk kelompok C5 yang tidak mengalami peningkatan maupun penurunan lapisan nata di hari ke- 7 dan ke-14. 2

2. PEMBAHASAN

Nata de coco merupakan krim yang terbuat dari dari air kelapa (Palungkun, 1996). Dalam proses pembuatannya, air kelapa ditambahkan dengan biakan murni Acetobacter xylinum untuk dapat menjadi nata de coco. Nata de coco memiliki bentuk yang padat, kokoh, kuat, putih, serta transpara. Pembuatan nata de coco sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi pH, suhu, serta kandungan gula yang terdapat substrat. Nata terbentuk karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula atau dalam gula yang terdapat pada bahan baku air kelapa oleh sel-sel dari Acetobacter xylinum, kemudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor (penciri nata) pada membran sel (Rahman, 1992). Berdasarkan pendapat Halib et al. (2012), Acetobacter xylinum merupakan bakteri asam asetat yang memiliki kemampuan dalam mengoksidasi alkohol serta gula. Dalam jurnalnya dinyatakan bahwa nata de coco dihasilkan dari fermentasi air kelapa dengan menggunaka gula atau glukosa sebagai sumber karbonnya. Nata de coco memiliki tekstur kenyal serta rasa seperti produk kolang-kaling (Santosa et al, 2012).

Pembuatan nata de coco yang dilaksanakan dalam praktikum ini merupakan air kelapa yang diproses melalui tahapan fermentasi, dalam proses tersebut dilakukan dengan penambahan gula serta urea. Tujuan dari diberikannya penambahan gula ke dalam substrat berupa air kelapa berperan sebagai salah satu sumber C organik (karbon) yang dibutuhkan bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum dalam prosesnya mengahasilkan tenunan selulosa. Penambahan urea atau amonium fosfat digunakan sebagai salah satu sumber N (nitrogen) organik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Selain itu juga dalam pembuatan nata de coco pada praktikum ini ditambahkan asam asetat glasial yang mempunyai fungsi untuk mencapai pH optimum bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum yaitu antara 4-4,5 ( Awang , 1991 ).

Air kelapa adalah bahan yang umum digunakan dalam pembuatan nata. Hal ini disebabkan oleh kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh air kelapa yang meliputi; harga terjangkau, potensi kontaminasi minimal, serta ketersediaannya melimpah (Rahman, 1992). Hal ini didukung oleh Almeida et al.,(2012) mengatakan bahwa nutrisi yang 3

terkandung dalam air kelapa terbukti membuat produksi bakteri selulosa Acetobacter menjadi optimal.

Langkah pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan nata de coco pada praktikum kali ini adalah menyaring air kelapa sebanyak 1000 ml dengan kain saring yang telah dilakukan sterilisasi untuk memisahkan dari kotoran. Proses penyaringan tersebut telah tersaji dalam gambar1. Setelah itu, air kelapa yang sudah disaring dilakukan pemanasan. Salah satu tujuan pemanasan air kelapa sampai mendidih adalah untuk membunuh mikroba yang mungkin akan mencemari nata yang akan dihasilkan. Dengan tidak adanya pemanasan, maka dapat dimungkinkan adanya mikroba lain yang hidup yang secara langsung / tidak langsung dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum dalam mengkonversi gula menjadi selulosa (Palungkun, 1992). Kemudian ditambahkan gula pasir sebanyak 10 % dari total substrat dan diaduk hingga larut. Jagannath et al.,(2008) mengatakan bahwa gula yang ditambahkan pada pembuatan media perlu dilakukan dalam kondisi lingkungan yang bersih karena penggunaan sukrosa atau gula pasir rentan terkontaminasi dengan yeast.

Konsentrasi optimun gula yang digunakan untuk 100 ml substrat adalah 10 gram (Sunarso, 1982).Menurut Astawan & Astawan (1991) pemanasan selain bertujuan untuk membunuh mikroba yang tidak dikehendaki juga berfungsi untuk melarutkan gula. Hal ini akan mempengaruhi keberhasilan pembentukan nata, dimana pada prinsipnya dengan kelarutan gula yang rendah (gula tidak terlarut secara sempurna) akan menyebabkan gula sulit diserap oleh Acetobacter xylinum sehingga tidak dapat menghasilkan selaput tebal di permukaan larutan. Proses pemasakan air kelapa dengan ditambah gula pasir dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Penyaringan Air kelapa

Gambar 2. Pemasakan air kelapa yang sudah ditambahkan gula pasir sebanyak 10%

Setelah itu, ditambahkan amonium sulfat sebanyak 0,5% diaduk sampai larut. Penambahan amonium sulfat bertujuan sebagai sumber nitrogen yang dapat mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata. Sumber nitrogen akan lebih baik bila menggunakan ammoniun fosfat (ZA) sebab dibandingkan dengan urea, ZA dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang merupakan pesaing Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Penambahan urea juga berfungsi agar pH awal medium tercapai, pH optimum untuk pertumbuhan bakteri nata berkisar 4-5 (Atlas, 1984). Penambahan urea yang lebih banyak menyebabkan larutan menjadi lebih asam dan kondisi pH cairan berkisar pada angka 4. Bila kedua unsur ini telah terpenuhi sebagai substrat, aktivitas bakteri dapat lebih optimal dalam memfermentasikan air kelapa menjadi nata. Penambahan amonium sulfat sebanyak 0,5 % dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Ammonium sulfat ditambahkan sebanyak 0,5%

Sebelum diinokulasi, media air kelapa ini diatur pH-nya hingga 4,5 dengan cara penambahan asam asetat glasial. Pengaturan tingkat keasaman ini terkait dengan sifat dan karakteristik bakteri Acetobacter xylinum yang hanya dapat tumbuh optimal pada kondisi asam terutama pada pH 4,3 dan untuk medium yang digunakan biasanya berkisar antara pH 4 sampai 5 (Rahman, 1992). Dalam pengaturan suhu tersebut digunakan pH meter untuk mempermudah pengukuran pH substrat. Proses pengaturan pH tersaji dalam gambar 4.

Gambar 4. Pengaturan pH menggunakan pH meter

Sebanyak 200 ml media steril dimasukkan pada masing-masing wadah lalu ditutup rapat. Kemudian biang nata (starter) sebanyak 10% dari media dimasukkan ke dalam wadah plastik secara aseptis dan diaduk perlahan hingga seluruh starter tercampur secara homogen serta ditutup kembali. Pemberian starter dilakukan secara aseptis. Menurut Hadioetomo (1993) teknik aseptik bertujuan untuk mencegah tercemarnya biakan murni atau biakan yang hanya terdiri dari satu spesies tunggal. Terjadinya kontaminasi dapat melalui dari udara lingkungan sekitar maupun dari praktikan.

Gambar 5. Proses inokulasi dilakukan diruang LAFBakteri yang digunakan untuk membuat nata tergantung pada jumlah dan umur inokulum. Jumlah inokulum yang ditambahkan untuk membuat nata berkisar 1 10%. Volume inokulum yang digunakan pada percobaan sudah tepat, sebab sudah berada pada kisaran yang ditentukan. Umur inokulum yang digunakan untuk proses fermentasi, umur mikroba harus optimum (tidak terlalu tua). Acetobacter xylinum bila ditumbuhkan pada media yang mengandung gula akan mengubah gula tersebut menjadi selulosa yang kemudian diakumulasikan secara ekstraseluler dalam bentuk polikel yang liat selama proses fermentasi berlangsung (Rahayu et al., 1993). Langkah selanjutnya adalah diinkubasi pada suhu ruang selama 2 minggu. Selama dalam masa inkubasi, wadah jangan digoyang agar lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Perlakuan pada suhu ruang dimaksudkan untuk menciptakan temperatur yang optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, dimana suhu rata-rata yang diperlukan sebesar 28 C, bila di atas ataupun di bawah suhu ini pertumbuhan bakteri menjadi terhambat (Pambayun, 2002). Penutupan wadah bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak langsung udara dengan permukaan nata dan oksigen yang berlebih karena dapat menghambat pembentukan nata oleh peran bakteri.

Gambar 6. Proses Inkubasi Nata de cocoSelanjutnya dilakukan pengamatan terhadap nata yang dihasilkan meliputi terbentuknya lapisan di permukaan cairan dan ketebalan lapisan nata pada hari ke-0, 7, dan 14 serta dihitung juga persentase kenaikan ketebalan nata. Persentase lapisan nata dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Setelah diinkubasi dalam kurun waktu 2 minggu, akan terbentuk lapisan yang disebut nata. Menurut Gunsalus & Staines (1962) terbentuknya lapisan ini karena komponen selulosa yang terbentuk dari glukosa akan membentuk mikrofibril yang panjang dalam cairan fermentasi. Gelembung-gelembung gas CO2 yang dihasilkan selama fermentasi mempunyai kecenderungan melekat pada selulosa, sehingga menyebabkan jaringan tersebut terangkat ke cairan. Hamad et al.(2011) mengatakan hal serupa, setelah proses fermentasi berlangsung maka akan tumbuh jutaan mikroorganisme pada media tersebut dan membentuk lembaran benang-benang selulosa. Lembaran-lembaran benang selulosa tersebut akan memadat dan berwarna putih atau transparan (Pambayun, 2002). Hal ini didukung oleh Rahman (1992) bahwa Nata de coco merupakan produk hasil proses fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini bila ditumbuhkan pada media yang mengandung gula, dan akan merubah gula menjadi selulosa.

Menurut Palungkun (1996) beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembuatan nata de coco antara lain pH, suhu, serta kandungan gula dalam substrat.

Menurut Seumahu et al., (2007) nata memiliki tinggi yang optimal sebesar 1,5-2 cm dengan kandungan gel selulosa dan tingkat transparansi yang tinggi. Apabila tinggi atau ketabalan nata dibawah dari 0,5 cm dan warnanya putih pucat atau tingkat transparasinya rendah maka kualitas dari nata tersebut kurang baik. Dapat dilihat pada tabel maupun grafik hasil pengamatan peningkatan ketebalan pada nata yang diperoleh dalam praktikum ini, dalam kurun waktu inkubasi selama 2 minggu, tinggi ketebalan nata tidak mencapai 1,5-2 cm, sehingga dapat disimpulkan bahwa nata yang dihasilkan dari praktikum tidak tidak memiliki kualitas yang baik. Akan tetapi hasil nata dari kelompok C1 hingga C4 telah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Lapuz et al.(1967) yaitu semakin lama waktu inkubasi yang diterapkan dalam pembuatan nata de coco, maka akan dihasilkan lapisan nata yang semakin tebal. Sedangkan nata yang dihasilkan kelompok C5 tidak mengalami pegembangan.

Dalam praktikum ini seharusnya dilakukan uji sensoris terhadap nata de coco yang dihasilkan, akan tetapi hasil dari praktikum ini dinilai gagal sehingga uji tersebut tidak dilakukan. Kegagalan dalam pembuatan nata dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Rahman (1992), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegagalan dalam pembuatan nata de coco yaitu media yang digunakan kurang sesuai, proses inkubasi terganggu, serta kurang suplai oksigen dan nutrien.

Uji sensoris yang seharusnya dilakukan dalam praktikum ini meliputi aroma, warna tekstur, serta rasa dari nata de coco. Dalam teori Fardiaz (1992) menyatakan, bahwa aroma dari nata de coco seharusnya asam karena terdapat penambahan asam cuka glasial dalam media. Pada warna nata de coco menurut teori dari Rahman (1992) menyatakan bahwa warna nata yang baik dan tidak terkontaminasi adalah putih transparan. Menurut Ochaikul., et. al. (2006), warna nata de coco yang putih dapat diberi pewarna lain. Salah satunya adalah dengan menggunakan Monascus purpureus. Pewarnaan menggunakan kapang ini sangat aman untuk kesehatan (foodgrade). Tekstur dari nata de coco yang baik menurut Halib et al, (2012) adalah lunak yang menunjukan keberadaan serat kasar pada nata. Serat kasar tersebut dipengaruhi aktivitas bakteri Acetobacter xylinum selama proses metabolisme glukosa menjadi selulosa.

Santosa et al. (2012), produk nata de coco bisa diolah lebih lanjut menjadi minuman serbuk instan yang kaya akan kandungan serat. Nata de coco ini dapat diolah lebih lanjut dengan cara pengeringan. Dalam pengolahan lebih lanjut tersebut dibutuhkan bahan tambahan seperti dekstrin yang berfungsi sebagai bahan pengisi untuk meningkatkan volume bahan serta dapat mempercepat pengeringan. CMC juga diperlukan sebagai penstabil produk.

10

3. KESIMPULAN

Nata de coco merupakan makanan hasil fermentasi dari air kelapa dengan bakteri jenis Acetobacter xylinum. Terbentuknya lapisan dipermukaan cairan karena gelembung-gelembung gas CO2 yang dihasilkan selama fermentasi mempunyai kecenderungan melekat pada selulosa sehingga menyebakan jaringan terangkat terangkat ke cairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan fermentasi nata adalah tingkat keasaman, temperatur, gula, sumber nitrogen, pH awal medium, lama dan suhu fermentasi serta aktivitas dari mikroorganisme. Penyaringan bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada air kelapa. Penutupan wadah bertujuan untuk mencegah oksigen bersentuhan langsung dengan permukaan nata dan melindungi nata dari kontaminasi lingkungan sekitar. Penambahan gula pada media digunakan sumber karbon pada proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum. Penambahan asam asetat glasial agar pH awal medium tercapai antara 4-5. Penambahan amonium sulfat atau urea berfungsi sebagai sumber nitrogen yang dapat mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata serta meningkatkan ketebalan lapisan nata de coco. Suhu yang cocok untuk pembuatan nata atau saat inkubasi adalah 28-32 0C. Bakteri A. xylinum cocok jika tumbuh pada pH rendah yaitu 4,3.

Semarang, 27 Juni 2015Praktikan,Asisten DosenNies MayangsariWulan Apriliana

Erdina Maya Puspita 12.70.0008

12

4. DAFTAR PUSTAKA

Almeida, D. M., Prestes, R. A., Ferreira, A., Woiciechowski, A. L., Wosiacki, G., Ps-graduao, P. De, & Biotecnolgicos, P. (2013). Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water, 206, 197206.

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Awang, S.A. (1991). Kelapa : kajian sosial-ekonomi. Aditya media. Yogyakarta.

Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, JakartaGunsalus, I.

C. & R. Y. Stainer. (1962). The Bacteri A. Treatise on Structure & Function. Academic Press.New York.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Halib, Nadia dan Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin. 2012. Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.

Hamad, A., & Andriyani, N. A. (2011). FISIK NATA DE COCO Effects of Carbon Sources on the Physical Properties of Nata de Coco, 12(2), 7477.

Jagannath, Kalaiselvan S. S, Manjunatha P. S, Raju A. S. Bawa. (2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.

Lapuz, M., Gallardo, E.G., dan Palo, M.A., 1967. The Nata Organism Cultural Requirements, Characteristic, and Identity. Philippines Journal Sci., 96: 91 100

Ochaikul, Duangjai. Et al. 2006. Studies on Fermentation of Monascus purpureus TISTR 3090 with Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum TISTR 967. KMITL Sci. Tech. J.Vol.6 No. 1.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A (1992). Teknologi Fermentasi I, Penerbit Arcan, Jakarta.

Santosa, Budi., et al. 2012. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11.

Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan Maggy Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia, August 2007, p 65-68.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.13

5. LAMPIRAN5.1. PerhitunganRumus:%Lapisan Nata=Kelompok C1Hari Ke-7%Lapisan Nata=Hari Ke-14%Lapisan Nata=

Klompok C2Hari Ke-7%Lapisan Nata== 25%Hari Ke-14%Lapisan Nata=

Klompok C3Hari Ke-7 %Lapisan Nata=Hari Ke-14%Lapisan Nata=

Klompok C4Hari Ke-7%Lapisan Nata=Hari Ke-14%Lapisan Nata=

14

Klompok C5Hari Ke-7%Lapisan Nata=Hari Ke-14%Lapisan Nata=

5.2. Hasil Viper5.3. Jurnal-Jurnal terkait