nata de coco 5

35
Laporan Praktikum Hari, tanggal : Rabu, 27 Maret 2015 Teknologi Fermentasi Dosen : Ir. CC. Nurwitri, DAA Asisten Dosen : Embun Novita A.Md PENGOLAHAN PRODUK FERMENTASI NATA DE COCO Kelompok 5/ SJMP BP2 1. Dewi Mitalina J3E113081 2. Nur Andini Putriningtyas J3E113032 3. Putri Balkhis J3E213109 4. Sklolastika Marina J3E113025

Upload: putri-balkhis

Post on 20-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pembahasan

TRANSCRIPT

Laporan Praktikum Hari, tanggal : Rabu, 27 Maret 2015Teknologi Fermentasi Dosen : Ir. CC. Nurwitri, DAA

Asisten Dosen : Embun Novita A.Md

PENGOLAHAN PRODUK FERMENTASI

NATA DE COCO

Kelompok 5/ SJMP BP2

1. Dewi Mitalina J3E113081

2. Nur Andini Putriningtyas J3E113032

3. Putri Balkhis J3E213109

4. Sklolastika Marina J3E113025

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nata adalah selulosa bakteri hasil sintesis gula oleh bakteri pembentuk

nata, yaitu Acetobacter xylinum. Beberapa galur Acetobacter menghasilkan

membran bergelatin yang dinamakan pellicle pada permukaan suatu kultur cair.

Membran ini sama dengan “Nata de Coco”, jenis makanan hasil fermentasi

tradisional di Filipina yang sangat dikenal sebagai makanan penutup di Jepang.

Ananas comosus, nanas dan air kelapa merupakan substrat yang umum digunakan

untuk pembentukan nata. Hal tersebut ditinjau dari komposisinya yang terdiri atas

sebagian besar air, mengandung gula, vitamin serta mineral penting.

Sebagai negara kepulauan, di sepanjang pesisir pantai Indonesia banyak

ditumbuhi pohon kelapa. Pohon kelapa memberikan banyak hasil bagi manusia

mulai dari batang, daun, air kelapa, buah dll. Air kelapa dalam jumlah besar

merupakan hasil samping industri pembuatan kopra dan desiccated coconut yang

terbuang begitu saja. Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat

minuman fermentasi karena kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap,

sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba (Astawan, 2004).

Di Filipina air kelapa telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan

nata de coco (Saragih Y, 2004). Produk ini mulai diperkenalkan di Indonesia

sekitar tahun 1987. Nata de coco merupakan jenis minuman yang terdiri dari

senyawa selulosa (dietry fiber) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses

fermentasi, melibatkan jasad renik bakteri, yang selanjutnya dikenal sebagai bibit

nata (starter). Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat

membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya

dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi

demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat

gula menjadi ribuan rantai serat dan menjadi benang-benang selulosa yang

akhirnya tampak padat berwarna putih hingga transparan, kokoh, kuat dan kenyal

dengan rasa mirip kolang-kaling, yang disebut sebagai nata.

Produk nata de coco banyak diminati konsumen karena rasanya yang enak

dan kaya serat, selain itu pembuatannya tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan

tidak banyak. Produk ini banyak digunakan sebagai pencampur es krim, coktail

buah, sirup, dan makanan ringan lainnya. Nata de coco dapat dipakai sebagai

sumber makan rendah energi untuk keperluan diet. Produk ini dapat membantu

penderita diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam tubuh

1.2 Tujuan

Memahami dan mengetahui bahan baku serta bahan tambahan dalam

pembuatan nata de coco,

Untuk mempelajari cara pembuatan starter nata de coco,

Untuk mempelajari cara membuat nata de coco,

Untuk melatih kreatifitas mahasiswa mengolah suatu produk berbahan

baku nata de coco,

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu nata de coco.

BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan Pembuatan Kultur Starter Nata De Coco

2.1.1 Alat

Panci Botol sirup bekas

(bersih) Penyaring Gelas Ukur Termometer Spatula Gelas Jar

Bunsen Gelas kimia Timbangan Mangkuk Sendok Indikator pH Gegep

2.1.2 Bahan Air Kelapa 10 L Starter nata de coco 10% Gula pasir 10% Urea 0.5%

2.2 Alat dan Bahan Pembuatan Nata De Coco

2.2.1 Alat

Panci

Kain saring

Sendok

Pengaduk

Timbangan

Indikator pH

Baki plastik

Gelas Ukur

Termometer

Gelas Jar

Bunsen

Gelas kimia

Mangkuk

Kertas koran

Setrika

Karet

Gegep

2.2.2 Bahan Air Kelapa 12 L Kultur Starter Acetobacter xylinum 10% Gula pasir 10% Asam asetat glasial (cuka biang) 1% Urea (Amonium sulfat) 0.5%

2.3 Alat dan Bahan Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco (Minuman

nata de coco berperisa leci dan melon)

2.3.1 Alat

Panci

Gelas ukur

Timbangan

Sendok

Mangkuk

Baskom

Piring plastik kecil

Penyaring

Pengaduk

Kemasan Cup plastik

Mesin Sealer

Termometer

Indikator pH

Refrigerator

Gegep

2.3.2 Bahan

Nata de coco

Gula 15% Campuran A

Air

Gula 0.1%

Asam Sitrat 0.08%

Natrium Sitrat 0.025%

CMC 0.03% Campuran B

Flavor leci 0.1%

Flavor melon 0.1%

2.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Kultur Starter Nata De Coco (Metode Perebusan

Lakukan sterilisasi pada botol sirup bekas, gelas jar, dan semua peralatan yang akan digunakan (kontak langsung dgn bahan).

Lakukan sterilisasi pada botol sirup bekas, gelas jar, dan semua peralatan yang akan digunakan (kontak langsung dgn bahan).

Lakukan penyaringan pada air kelapa beberapa kali hingga air kelapa bersih dari

kotoran.

Lakukan penyaringan pada air kelapa beberapa kali hingga air kelapa bersih dari

kotoran.

Kemudian tiriskan peralatan dalam posisi terbalik.

Kemudian tiriskan peralatan dalam posisi terbalik.

Cek pH awal

Bagan 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Kultur Strater Nata De Coco

2.5 Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco

Timbang gula 10% dan urea 0.5 % dari total air kelapa yang digunakan.

Timbang gula 10% dan urea 0.5 % dari total air kelapa yang digunakan.

Rebus air kelapa, tambahkan gula dan urea. Rebus hingga mendidih

selama 15 menit.

Rebus air kelapa, tambahkan gula dan urea. Rebus hingga mendidih

selama 15 menit.

Masukan media yang telah didihkan ke dalam botol sirup

yang telah steril.

Masukan media yang telah didihkan ke dalam botol sirup

yang telah steril.

Cek suhu

Tambahkan starter nata de coco (Acetobacter xylinum) sebanyak

10% secara aseptik.

Tambahkan starter nata de coco (Acetobacter xylinum) sebanyak

10% secara aseptik.

Lakukan inkubasi selama 1 minggu pada suhu kamar sampai terbentuk

lapisan putih (film) pada media.

Lakukan inkubasi selama 1 minggu pada suhu kamar sampai terbentuk

lapisan putih (film) pada media.

Cek pH

Lakukan sterilisasi pada botol sirup bekas, gelas jar, dan semua

peralatan yang akan digunakan (kontak langsung dgn bahan).

Lakukan sterilisasi pada botol sirup bekas, gelas jar, dan semua

peralatan yang akan digunakan (kontak langsung dgn bahan).

Kemudian tiriskan peralatan dalam posisi terbalik.

Kemudian tiriskan peralatan dalam posisi terbalik.

Saring air kelapa menggunakan kain saring hingga bersih dari

kotoran.

Saring air kelapa menggunakan kain saring hingga bersih dari

kotoran.

Cek pH awal

Timbang gula 10% dan urea 0.5 % dari total air kelapa yang digunakan.

Timbang gula 10% dan urea 0.5 % dari total air kelapa yang digunakan.

Tambahkan gula sebanyak 10% lalu aduk. Kemudian tambahkan

urea sebanyak 5% lalu aduk.

Masukkan air kelapa ke dalam panci perebus , panaskan sampai

mendidih sambil diaduk.

Masukkan air kelapa ke dalam panci perebus , panaskan sampai

mendidih sambil diaduk.

Biarkan mendidih selama 15 menit (sambil terus diaduk).

Biarkan mendidih selama 15 menit (sambil terus diaduk).

Matikan api, biarkan suhunya turun sampai 40oC.

Matikan api, biarkan suhunya turun sampai 40oC.

Tambahkan asam asetat (tetes demi tetes) hingga nilai pH-nya turun menjadi <4.3

(gunakan kertas indikator pH).

Tambahkan asam asetat (tetes demi tetes) hingga nilai pH-nya turun menjadi <4.3

(gunakan kertas indikator pH).

Tentukan volume asam asetat yang digunakan.

Tentukan volume asam asetat yang digunakan.

Tunggu suhu campuran hingga mencapai suhu kamar.

Tunggu suhu campuran hingga mencapai suhu kamar.

Tambahkan kultur starter sebanyak 10% (lakukan secara aseptik), aduk

hingga homogen.

Tambahkan kultur starter sebanyak 10% (lakukan secara aseptik), aduk

hingga homogen.

Tuang campuran ke dalam baki plastik yang sudah disterilisasi (sebelumnya lakukan simulasi, yaitu tentukan volume air yang

diperlukan untuk membentuk ketebalan nata sekitar 1.3-1.5 cm.

Tuang campuran ke dalam baki plastik yang sudah disterilisasi (sebelumnya lakukan simulasi, yaitu tentukan volume air yang

diperlukan untuk membentuk ketebalan nata sekitar 1.3-1.5 cm.

Tutup bagian atas baki dengan kertas koran yang telah disetrika.

Tutup bagian atas baki dengan kertas koran yang telah disetrika.

Bagan 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco

2.6 Diagram Alir Proses Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco

(Minuman Berperisa Leci dan Melon)

Bersihkan permukaan nata dari lapisan/selaput yang menempel pada

bagian atas dan bawah nata.

Bersihkan permukaan nata dari lapisan/selaput yang menempel pada

bagian atas dan bawah nata.

Potong-potong nata dalam bentuk yang diinginkan, kemudian timbang kembali.

Potong-potong nata dalam bentuk yang diinginkan, kemudian timbang kembali.

Cek pH nata dan timbang

bobot nata awal.

Cuci nata lalu rebus potongan nata sampai menddih selama 5 menit, ukur nilai pH air perebuannya, lalu buang air rebusannya.

Cuci nata lalu rebus potongan nata sampai menddih selama 5 menit, ukur nilai pH air perebuannya, lalu buang air rebusannya.

Rendam potongan nata dalam air, lakukan perebusan dan perendaman ± 5 kali, setiap kali air perebus diganti, hingga nata terasa tawar atau tidak lagi tercium bau asam (pH

nata netral =7).

Rendam potongan nata dalam air, lakukan perebusan dan perendaman ± 5 kali, setiap kali air perebus diganti, hingga nata terasa tawar atau tidak lagi tercium bau asam (pH

nata netral =7).

Tiriskan potongan nata.Tiriskan potongan nata.

Ikat pinggiran baki dengan karet.Ikat pinggiran baki dengan karet.

Sebagai kontrol (untuk melihat ketebalan lapisan yang terbentuk), tuangkan juga campuran tadi ke

dalam gelas jar steril.

Sebagai kontrol (untuk melihat ketebalan lapisan yang terbentuk), tuangkan juga campuran tadi ke

dalam gelas jar steril.

Simpan pada suhu ruang selama 1 minggu, dan lakukan pengamatan

setiap 2 hari.

Simpan pada suhu ruang selama 1 minggu, dan lakukan pengamatan

setiap 2 hari.

Bagan 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco

Buat campuran A dan campuran B.Buat campuran A dan campuran B.

Timbang bahan-bahan yang diperlukan seperti gula 15% (campuran A), dan

asam sitrat, natrium nitrat, CMC, flavor (Campuran kering = B).

Timbang bahan-bahan yang diperlukan seperti gula 15% (campuran A), dan

asam sitrat, natrium nitrat, CMC, flavor (Campuran kering = B).

Buat larutan gula 15%.Buat larutan gula 15%.Campuran A

Masukkan nata pada wadah cup plastik dan lakukan secara hot filling ke wadah cup plastik.

Masukkan nata pada wadah cup plastik dan lakukan secara hot filling ke wadah cup plastik.

Tutup cup dengan mesin sealer.Tutup cup dengan mesin sealer.

Lakukan pasteurisasi 80oC, selama 15 menit.

Lakukan pasteurisasi 80oC, selama 15 menit.

Lakukan cooling shock.Lakukan cooling shock.

Simpan nata selama sehari agar larutan gula terserap.

Simpan nata selama sehari agar larutan gula terserap.

Nata siap dikonsumsi.Nata siap dikonsumsi.

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Propagasi kultur

Tabel 1.Formulasi Propagasi Kultur Starter

No Nama Bahan Formulasi Hasil perhitungan

1 Air kelapa 5 L -

2 Kultur starter 10% 10/100 x 5 L= 0,5 L

3 Gula 10% 10/100 x 5 L= 0,5 kg

4 Urea 0,6% 0,6/100 x 5 L= 30 g

5 Asam asetat 30 L -

3.1.2 Pembuatan nata de coco

Tabel 2.Formulasi Pembuatan Nata de coco

No Nama Bahan Formulasi Hasil perhitungan

1 Air kelapa 12 L -

2 Kultur starter 12,5 % 12,5/100 x 12 L= 1,5 L

3 Gula 10% 10/100 x 12 L= 1,2 kg

4 Urea 0,6% 0,6/100 x 12 L= 72 g

5 Asam asetat 100 -

3.1.3 Pembuatan cocktail nata dalam sirup

Tabel 3.Formulasi Pembuatan Olahan Nata

No Nama Bahan Formulasi Hasil perhitungan

1 Nata Lempeng 7,983 kg -

2 Air 20,8 L 160 cupx@130 ml=20,8 L

3 Gula untuk sirup 15% 15/100 x 20,8 L= 3,12 kg

4 Campuran kering

Asam sitrat 0,08% 0,08/100 x 20,8 L = 16,64 g

Natrium sitrat 0,025% 0,025/100 x 20,8 L= 5,2 g

CMC 0,03 % 0,03/100 x 20,8 L= 6,24 g

Essence (lechi dan melon) 0,1% 0,1/100 x 20,8 L= 20,8 g

Gula 0,1 % 0,1/100 x 20,8 L= 20,8 g

5 Biji selasih Secukupnya -

6 Cup plastik ukuran 150 ml 160 buah 7,983 kg/0,05 kg= 160 cup

7 Plastik seal cup 160 lembar -

Tabel 4. Hasil Data Organoleptik

Pengamatan Data OrlepHari ke-1 (Setelah Perebusan) Nata tidak dapat di gigit dan rasa

hambarHari ke-2 (Penyimpanan dengan air gula) Nata dapat di gigit dan manis, tetapi

untuk air gula tidak terasa manis)

Tabel 5. Hasil Penjualan Nata

Harga Penjualan/cup Pemasukan/cup Jumlah Pemasukan5000/3cup Rp. 75.000 Rp. 75.0002000/cup Rp. 226.000 Rp. 226.000

Total Rp. 301.000

3.2 Pembahasan

3.2.1 Pembuatan Starter Nata De Coco

3.2.2 Pembuatan Nata De Coco

Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada

substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan

memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktifitasnya. Glukosa substrat sebagian akan

digunakan bakteri untuk aktifitas metabolisme dan sebagian lagi diuraikan

menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan extracelluler selulose berbentuk

gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata (Suarsini.2010).

Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dalam sari buah

yang mengandung glukosa yang kemudian diubah menjadi asam asetat dan

benang-benang selulosa. Lama-kelamaan akan terbentuk suatu massa yang kokoh

dan mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam

media itu berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida

berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata. Bakteri

Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air

kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses

yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan

enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau

selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan

jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna

putih hingga transparan (Novrischa.2010).

Air kelapa yang digunakan dalam praktikum pembuatan nata de coco ini

yaitu sebanyak 12 liter. Air kelapa disaring terlebih dahulu dengan menggunakan

kain saring hingga bersih dari kotoran. Air kelapa yang digunakan dalam

pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua

atau terlalu muda. Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh

Acetobacter  xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk

membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk nata

de coco.

Pengecekan pH air kelapa dilakukan sebagai pH awal. Kemudian gula dan

urea ditimbang, masing-masing sebanyak 10% dan 0.5% dari total air kelapa yang

digunakan. Air kelapa yang sudah di cek pH-nya kemudian di panaskan sampai

mendidih. Selama pemanasan harus sambil diaduk. Pengadukan harus dilakukan

dengan konstan. Gula dan urea kemudian ditambahkan.

Gula ditambahkan sebanyak 10% dari bobot air kelapa yaitu 1.2 kg. Gula

ditambahkan untuk dijadikan sebagai sumber karbon dan glukosa untuk

pertumbuhan Acetobacter xylinum. Menurut Sutarminingsih (2004),

Acetobacter xylinum akan menguraikan gula yang kemudian

membentuk lapisan nata. Acetobacter akan menghasilkan asam

asetat yang dapat menurunkan pH lingkungannya yang dalam

hal ini adalah nata. Semakin banyak penambahan gula dan

konsentrasi starter dalam pembuatan nata, maka pH yang

dihasilkan semakin kecil atau semakin asam.

Sedangkan untuk urea ditambahkan sebanyak 0.6% dari bobot air

kelapa yaitu 72 gram. Urea ditambahkan untuk dijadikan sebagai sumber nitrogen

untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Adanya penambahan urea yang

merupakan sumber nitrogen dapat menstimulasi aktivitas dari

Acetobacter xylinum menjadi lebih sempurna sehingga ketebalan

lapisan meningkat, namun penambahan sumber nitrogen yang

terlalu banyak akan menurunkan kembali rendemen nata.

Setelah mendidih, pemanasan dihentikan. Api dimatikan, dan air kelapa

yang sudah mendidih dibiarkan suhunya turun sampai 40oC. Asam asetat

ditambahkan tetes demi tetes hingga pH-nya turun menjadi <4,3. Untuk

pengukuran pH dilakukan menggunakan kertas indikator pH. Asam asetat

digunakan untuk menurunkan pH karena Acetobacter xylinum akan tumbuh

optimum pada pH asam tersebut.

Kultur stater ditambahkan sebanyak 12.5% (sebanyak 1.5 liter) dari bobot

air kelapa. Penambahan kultur stater ini dilakukan secara aseptik agar tidak terjadi

kontaminasi mikroba. Setelah penambahan kultur stater kemudian campuran

larutan tersebut diaduk hingga homogen. Campuran larutan tersebut kemudian

dituang kedalam baki plastik yang sudah disterilisasi dengan air panas. Ketebalan

campuran larutan yang dituang yaitu sekitar 1.3-1.5 cm. Bagian atas baki ditutup

dengan koran yang sebelumnya sudah disterilisasi dengan menggunakan setrika.

Koran yang dibutuhkan adalah koran bekas yang bersih, tidak bolong, rapuh, tidak

tercemar kotoran seperti minyak, pestisida, tepung dan lain-lain. Karet gelang

digunakan untuk mengikat koran di baki fermentasi. Setiap baki diikat dengan dua

karet gelang, yang berfungsi untuk menahan agar permukaan koran penutup tidak

kendor dan menghindari menempelnya cairan di koran selama fermentasi.

Sebagai kontrol, campuran larutan tadi juga dituangkan kedalam gelas jar

steril. Baki dan gelas jar yang berisi campuran larutan tersebut disimpan pada

suhu ruang selama 1 minggu dan dilakukan pengamatan setiap 2 hari untuk

mengetahui perkembangan pembentukan lapisan film.

Selama pemanenan nata, koran dipisahkan tersendiri dan diusahakan tidak

basah karena sisa cairan nata yang tumpah, dan sobek sewaktu membuka karet.

Tindakan yang perlu dilakukan saat dilakukan fermentasi antara lain :

- Menjaga ruang fermentasi kering dan bersih

- Suhu ruangan dipertahankan konstan 32° C

- Mengurangi cahaya sinar matahari masuk langsung diruang fermentasi

- Ruang fermentasi terpisah dari ruang pengolahan

Keberhasilan dalam pembuatan nata de coco dipengaruhi oleh

viabilitas (kemampuan hidup) bakteri, kandungan nutrisi media air kelapa dan

lingkungannya. Viabilitas bakteri yang baik akan menghasilkan nata yang baik

dan cepat. Kandungan nutrisi yang cukup terutama gula sebagai sumber karbon

untuk bahan baku pembentukan nata sangat diperlukan. Demikian pula

ketersediaan sumber nitrogen dan mineral, walaupun tidak digunakan langsung

pembentuk nata, sangat diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter

xylinum.

Kriteria keberhasilan dalam pembuatan lempeng nata de coco yaitu

terbentuknya nata berwarna putih kekuningan, tidak terdapat jamur dan noda

dengan ketebalan 1,5-2 cm, permukaan sempurna/ tidak cacat, cairan dalam

loyang hampir tidak ada /kering.

3.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nata

Untuk menghasilkan produksi nata yang maksimal perlu diperhatikan

faktor-faktor sebagai berikut :

1. Temperatur ruang inkubasi

Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan

pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum dapat tumbuh dan berkembang

secara optimal. Pada umumnya suhu fermentasi untuk pembuatan nata

adalah pada suhu kamar (280C). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu

tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang

akhirnya juga menghambat produksi nata.

2. Jenis dan konsentrasi Medium

Medium fermentasi ini harus banyak mengandung karbohidrat (gula)

di samping vitamin dan mineral, karena pada hakekatnya nata tersebut

adalah slime (menyerupai lendir) dari sel bakteri yang kaya selulosa yang

diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter Xylinum. Bakteri ini

dalam kondisi yang optimum memiliki kemampuan yang luar biasa untuk

memproduksi slime sehingga slime tersebut terlepas dari sel vegetatif

bakteri dan terapung-apung di permukaan medium. Pembentukan nata

terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula yang

kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor (penciri

nata) pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam

bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi

selulosa yang merupakan bahan dasar pembentukan slime. Kadar

karbohidrat optimum untuk berlangsungnya produksi nata adalah 10%

(Palungkun, 1992).

3. Jenis dan konsentrasi stater

Pada umumnya Acetobacter Xylinum merupakan stater yang lebih

produktif dari jenis stater lainnya, sedang konsentrasi 5-10% merupakan

konsentrasi yang ideal.

4. Kebersihan alat

Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Acetobacter Xylinum. Sedangkan alat-alat yang steril dapat mendukung

pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum.

5. Waktu fermentasi

Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 2-

4 minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu yang

maksimal produksi nata, yang berarti lebih dari 4 minggu, maka kualitas

nata yang diproduksi akan menurun.

6. pH fermentasi

Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5

atau dalam suasana asam. Pada kedua kondisi pH optimum, aktifitas enzim

seringkali menurun tajam. Suatu perubahan  kecil pada pH dapat

menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis

yang amat penting bagi organisme.

7. Tempat fermentasi

Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah

korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk

nata. Di samping itu tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya

matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam

kondisi steril. Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan

bahwa selama proses pembentukan nata langsung harus dihindari gerakan

atau goncangan ini akan menenggelamkan lapisan nata yang telah

terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan nata yang baru yang

terpisah dari nata yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi

nata tidak standar.

3.2.4 Pembuatan Produk Olahan Nata De Coco

Serat nata terbentuk setelah proses inkubasi selama ±14 hari yang akan

tampak padat, berwarna putih hingga transparan, kokoh, kuat dan kenyal. Hasil

pemanenan tersebut, diperoleh nata de coco yang mentah, rasa asam dan dalam

bentuk lempengan dengan ketebalan ±1cm.

Nata de coco yang akan diperdagangkan dan dikonsumsi perlu dilakukan

berbagai tahapan agar layak berada di tangan konsumen. Pengolahan lanjutan nata

berupa penambahan gula, pewarna, berbagai macam essence, penambahan bahan

pengawet dan pengemasan. Jenis produk olahan nata antara lain puding, nata de

coco dalam agar, koktail, manisan basah dan lain-lain. Pada praktikum kali ini

nata diolah menjadi minuman sirup nata de coco yang dicampur dengan biji

selasih.

Untuk mengolah lempengan nata sampai menjadi produk siap dikonsumsi

perlu melalui tahapan proses berikut ini :

a. Pembersihan dan Pemotongan

Lempengan nata de coco yang baru dipanen terdapat lapisan tipis yang

ada dibagian bawah. Lapisan ini dibuang dengan cara mengerok dengan pisau.

Lempengan yang sudah bersih dipotong sesuai bentuk yang diinginkan, dapat

dilakukan pemotongan membentuk kubus maupun slice. Setelah pemotongan,

nata dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang melekat.

Peralatan pemotongan antara lain pisau, telenan plastik dan bak plastik

untuk penampungan. Pisau yang digunakan harus tajam, agar hasil potongan

bagus dan pinggirannya rata.

b. Netralisasi

Nata dadu yang baru dipotong rasanya sangat asam. Untuk itu perlu

dilakukan netralisasi dengan cara menghilangkan kandungan airnya hingga

pHnya normal. Netralisasi dilakukan dengan cara pencucian, perebusan dan

perendaman secara berulang kali dengan air bersih. Perendaman dihentikan

setelah nata dapat digigit, kembali kebentuk semula dan terasa hambar. Selain itu

juga terjadi perubahan penampakan nata yang menjadi lebih bersih dan warna

putih transparan. Berdasarkan pelaksanaan praktikum, nata baru dapat digigit dan

netral setelah perebusan sebanyak 7 kali yang disertai perendaman dan pencucian

setelahnya.

c. Pengolahan

Produk nata de coco dipasarkan dalam bentuk kemasan dan siap

dikonsumsi maka nata netral diolah lebih lanjut dengan menambahkan bahan-

bahan lain seperti gula, air, essense, dan food additives (bahan tambahan

makanan).

Gula yang digunakan adalah sukrosa yang berasal dari tebu atau bit gula.

Fungsi gula terutama sebagai pemanis (sweeteners), pengawet, penambah

flavor dan memperbaiki tekstur. Efek pengawet gula adalah menurunkan

aw (water activity) dari bahan makanan sampai suatu keadaan dimana

pertumbuhan mikroba tidak memungkinkan lagi. Untuk membuat nata

dalam sirup diperlukan gula pasir yang berkualitas baik, terutama

keputihan dan bebas dari kotoran. Gula yang kotor akan mengakibatkan

nata berwarna kusam dan tidak transparan. Endapan kotoran susah

disaring dan berpengaruh pada warna cairan sirup. Konsentrasi gula makin

tinggi akan menyebabkan manisan nata renyah, tidak liat dan awet. Untuk

produk yang langsung dikonsumsi perlu diperhatikan konsentrasi

kemanisan yang disukai oleh konsumen.

Asam Sitrat ditambahkan pada produk nata de coco untuk memperkuat

dan mempertahankan flavor serta menghambat pertumbuhan bakteri,

kapang dan khamir. Asam sitrat mempunyai rasa asam yang tajam, flavor

asam dan pH rendah.

CMC (Carboxy Methyl Celullose) ditambahkan untuk menstabilkan

larutan dan mengentalkan. CMC merupakan turunan selullosa yang mudah

larut air dan sering diaplikasikan dalam industri makanan maupun

minuman untuk mendapatkan tekstur dan penampakan yang baik dari

produk berkadar gula tinggi serta mencegah terjadinya pengendapan

terhadap bahan-bahan yang telah ditambahkan. Sebagai pengental CMC

mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam

struktur gel yang dibentuk CMC.

Essen atau flavor ditambahkan untuk memperoleh cita rasa dan aroma

tertentu. Flavor yang ditambahkan mempunyai sifat-sifat berikut, yaitu :

kelarutan cukup tinggi, mudah bercampur dengan komponen lain, tahan

terhadap asam, kemurnian cukup tinggi, tahan terhadap panas dan stabil

terhadap cahaya. Flavor yang digunakan merupakan golongan flavor

sintetik kerena dibuat dari bahan organik atau bahan kimia yang identik

dengan flavor alami. Flavor yang digunakan pada produk nata de coco

berupa flavor buah leci dan melon.

Air digunakan untuk membuat larutan sirup dan melarutkan BTM (bahan

tambahan makanan). Fungsi lain air dalam pembuatan nata de coco

berperan dalam segala aspek, dimulai dari membersihkan bahan mentah,

merendam dan merebus potongan nata, hingga sterilisasi produk dan

sanitasi.

Dalam proses pengolahan nata menjadi produk siap santap langkah awal

yang dilakukan setelah nata terasa netral yaitu menyiapkan air yang volumenya

telah ditentukan dari pendapatan total nata dan disesuaikan dengan pembagian

nata sebanyak 7983 gram ke 50 gram setiap kemasan, sehingga dihasilkan ±160

kemasan/cup. Volume setiap kemasan yaitu 180 ml, maka volume untuk sirup

hanya 130 ml/cup. Dengan perhitungan seperti ini didapatkan total air sirup yang

akan dibuat yaitu ±20,8 L. Air yang telah disiapkan volumenya, dididihkan

kemudian ditambahkan gula 15%. Dibagian lain dibuat larutan yang terdiri dari

berbagai BTM berupa asam sitrat 0,08 %, CMC 0,03%, flavor 0,1% dan

penambahan gula sebanyak 0,1%. Seluruh BTM ini merupakan bahan padat

kecuali flavor dalam keadaan cair. Maka diperlukan pelarutan awal dengan sedikit

air. Larutan ini kemudian dicampurkan ke dalam sirup gula sambil diaduk merata

dan terakhir ditambahkan flavor. Sambil mempersiapkan larutan sirup,

dipersiapkan pula biji selasih (kemanggi) yang direndam air hangat agar

mengembang. Larutan sirup, potongan nata dan biji selasih kemudian

digabungkan dan dikemas kedalam cup yang berkapasitas 180 ml. Untuk

mengabungkannya maka penambahan potongan nata sebanyak 50 gram, larutan

sirup 130 ml dan biji selasih ±1/2 sdt. Pengisian komponen olahan tersebut

dilakukan secara hot filling kemudian penutupan kemasan dengan mesin sealer

dan langsung dilakukan pasteurisasi pada suhu 800C untuk menjaga keawetan

produk, kerena pasteurisasi merupakan suatu proses untuk memperlambat

pertumbuhan mikroba dan mengurangi jumlah bakteri pathogen dalam makanan

(Hariyadi, 2007). Setelah pasteurisasi segera dilakukan cold shock untuk

mengurangi jumlah bekteri yang tergolong thermofilik. Tahapan cold shock

dilakukan dengan perendaman air dingin dan penyimpanan langsung dalam

refrigerator.

Sebelum produk minuman nata de coco dipasarkan, dilakukan

penyimpanan dalam refrigerator selama 2 hari. Hal ini bertujuan agar larutan

sirup yang manis dan telah memiliki flavor dapat meresap ke potongan nata serta

biji selasih dapat mengembang sempurna karena berada dalam kondisi basah

secara lama. Hasil akhir minuman nata de coco diperoleh sebanyak 158 cup.

Dalam pembuatannya terdapat beberapa produk reject akibat sealer yang tidak

teratur dan merusak kemasan. Minuman nata de coco dijual seharga Rp 2000/cup.

Perolehan hasil penjualan didapatkan Rp 301.000,- yang nantinya akan dikurangi

dengan dana pemenuhan bahan baku sehingga akan didapatkan keuntungan bersih

hasil penjualan produk nata de coco.

3.2.4 Uji Organoleptik Nata De Coco

Uji organoleptik dilakukan semenjak diperoleh lembaran nata yang telah

dipotong hingga hasil produk olahan nata de coco. Pada dasarnya uji organoleptik

nata bertujuan untuk mengetahui apakah produk nata de coco dapat diterima oleh

konsumen atau tidak. Uji organoleptik ini dapat diketahui dengan merasakan dan

mengamati secara visual (Rossi, dkk. 2008). Parameter yang diamati terhadap

mutu nata yaitu :

a. Tekstur

Awal pengamatan dilakukan terhadap nata setelah dipotong. Hasil

pengamatan menujukkan bahwa larutan air kelapa yang ditambahan urea

dan gula dengan adanya pemberian starter Acetobacter xylinum terjadi

proses fermentasi sehingga dihasilkan lembaran benang-benang selulosa

seperti agar yang memiliki tekstur kenyal, licin, dan kokoh. Tekstur nata

yang terbentuk erat, sangat berkaitan dengan persentase ketebalan nata

yang dihasilkan. Semakin tinggi ketebalan nata maka semakin padat dan

kenyal nata yang dihasilkan. Kekenyalan yang ditimbulkan berasal dari

banyaknya serat yang terbentuk. Berhubung sangat kenyalnya nata yang

dihasilkan, saat di gigit terasa sangat alot sehingga belum layak jika akan

dikonsumsi begitu saja. Perlu perebusan dan pencucian berulang kali agar

nata menjadi layak untuk dikonsumsi. Setelah perebusan dan pencucian

tekstur nata berubah, tingkat kekenyalannya menurun, lebih lembek,

mudah untuk digigit dan dikunyah walupun masih sedikit susah terputus.

Pelakuan selanjutnya nata direndam dan di campur dengan larutan gula

dan sirup. Pada perlakuan ini tekstur kembali berubah. Tekstur nata yang

dihasilkan kekenyalannya semakin munurun, sehingga sangat mudah

digigit dan dikunyah. Hal ini disebabkan selama proses perebusan, air gula

akan masuk ke dalam jaringan selulosa (jaringan antar serat) yang

menyebabkan susunannya lebih longgar dan lebih mudah putus.

Perendaman dengan air gula maupun sirup juga menyebabkan tekstur nata

menjadi gurih.

b. Rasa

Rasa yang dihasilkan dari awal nata dipanen yaitu asam. Hal ini

disebabkan karena adanya perombakan komponen oleh bakteri

Acetobacter xylinum menjadi asam asetat. Rasa yang asam tidak disukai

oleh para konsumen sehingga perlu penanganan lebih lanjut untuk

menghilangkan rasa asam ini diantaranya perebusan dan pencucian.

Dengan metode ini rasa asam akan sedikit demi sedikit pudar karena larut

air dan menguap saat perebusan sehingga dihasilkan nata dengan rasa yang

hambar. Nata yang hambar juga tidak disukai konsumen karena tidak

memiliki rasa yang khas. Untuk menciptakan rasa yang khas maka

dilakukan pengolahan dengan penambahan sirup manis yang telah diberi

flavor (essesnse). Flavor yang ditambahkan berupa rasa buah lechi dan

melon. Nata yang telah dicampur dengan larutan gula maupun flavor

memiliki rasa yang lebih enak. Nata dapat tercipta rasa sesuai flavor

karena jaringan antar serat longgar sehingga berpotensi menyerap

komponen flavor dalam larutan.

c. Warna

Warna yang terbentuk setelah proses fermentasi disebabkan karena

adanya enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat

dan menjadi benang-benang selulosa berwarna putih memadat yang

disebut nata. Semakin tebal nata yang terbentuk maka warnanya akan

semakin putih keruh. Berbanding terbalik dengan nata yang terbentuk

tipis, maka dihasilkan warna yang lebih transparan. Selain itu warna nata

yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Air

kelapa yang jernih akan menghasilkan nata yang baik. Begitu pula dengan

penggunaan bahan tambahan lain terutama gula. Gula dengan kemurnian

dan kebersihan yang rendah akan menyebabkan nata terbentuk warna

cenderung putih kekuningan. Pada dasarnya selama proses pembentukan

nata terjadi interaksi gula pasir dan kandungan-kandungan yang terdapat

di dalam media air kelapa yang nantinya memberi efek pada warna yang

dihasilkan.

Nata setelah fermentasi diperlakukan dalam berbagai tahapan

diantaranya perebusan dan pencucian. Proses lanjutan tersebut

menyebabkan warna nata yang dihasilkan semakin memudar. Hingga hasil

akhirnya, warna nata tampak lebih transparan. Hal ini disebabkan kerena

terjadinya kerenggangan serat dan masuknya air yang mengisi rongga

serat nata.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa nata adalah produk

yang berbahan baku air kelapa, dicampur dengan bahan-bahan lain yang

mengandung glukosa dan difermentasi oleh bakteri Acetobacter xilynum.

Penambahan gula pada proses pembuatan nata adalah sebagai sumber karbon dan

nutrisi untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Penambahan urea/ZA merupakan

sumber nitrogen untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Sedangkan

penambahan cuka untuk mengasamkan bahan dasar asam karena bakteri

Acetobacter xylinum tumbuh optimum pada pH asam. Acetobacter xylinum

menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan

rantai serat atau selulosa sehingga menjadi nata. Nata dapat diolah ke berbagai

produk olahan, diantaranya minuman koktail dalam sirup dengan campuran biji

selasih. Kontaminasi dapat terjadi karena mikroorganisme yang berada diudara

dan lingkungan sekitar maupun peralatan, kemudian masuk ke larutan dan tumbuh

berkembang pada larutan tersebut sehingga mengakibatkan nata yang tidak

terbentuk.

4.2 Saran

Dalam pembuatan nata de coco perlu dijaga kondisi sanitasi lingkungan,

alat dan wadah yang digunakan. Selain itu higiene praktikan juga perlu di

perhatikan karena pengolahan nata perlu kondisi yang aseptik agar bakteri

Acetobacter xylinum dapat bekerja optimal tanpa gangguan kontaminan.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan M, 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas: 10 (klm 7‐8)

Hariyadi, 2007. Prinsip dan Tahapan Proses Pasteurisasi dan Sterilisasi.

http://files.wordpress.com/2007/10/blanching.pdf [16 April 2015]

Novrischa, Dinda. 2010. Nata. http://dindan.blogspot.com/nata/2010.html[16

April 2015]

Palungkun, R. 1992. Aneka Produk Oolahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rossi,dkk. 2008. Optimalisasi Uji Organoleptik pada Produk Nata de Coco.

Jakarta: Ardy Agency.

Saragih Y. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta: Puspa Swara.

Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air kelapa Sebagai Bahan Baku

Pembuatan Nata De coco. Malang. FMIPA UM

Sutarminingsih, Ch. L. 2004. Peluang Usaha Nata De Coco. Kanisius,

Yogyakarta.

LAMPIRAN

Gambar 1. Kultur starter nata de coco

Gambar 2. Lembaran Nata Gambar 3. Pemotongan Nata

Gambar 4. Produk Nata Setelah Pasteurisasi Gambar 4. Penyimpanan di Refrigerator