nata de coco_defillya anindita_12.70.0077_b4

17
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Defillya Anindia K! NIM : "#!$%!%%$$ Kelom&o' () PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI*ERSITAS KATOLIK SOEGI+APRANATA SEMARANG #%",

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nata de coco merupakan salah satu produk fermentasi yang terbuat dari air kelapa dan menggunakan Acetobacter xylinum.

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO

laporan resmi praktikum TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama : Defillya Anindita K.NIM : 12.70.0077Kelompok B4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

20151. HASIL PENGAMATAN

Hasil pembuatan nata de coco dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Lapisan NataKelTinggi media awal (cm)Ketebalan (cm)Persentase Lapisan (%)

07140714

B1200,30,801540

B21,500,50,6033,3340

B32,900,30,5010,3417,24

B4200,40,502025

B51,500,50,803353

Dari hasil pengamatan diatas dapat dilihat bahwa tinggi media awal pada smeua kelompok berbeda-beda. Pada semua kelompok, ketebalan pada hari ke-0 sama, yaitu 0. Pada hari ke-7, yang membentuk ketebalan paling tinggi adalah kelompok B2 dan B5 yaitu 0,5 cm, sedangkan pada hari ke-14 yang memiliki ketebalan paling tinggi adalah kelompok B1 dan B5 yaitu 0,8 cm. Persentase lapisan paling tinggi pada hari ke-7 adalah kelompok B5 yaitu 33%, sedangkan persentase lapisan paling tinggi pada hari ke-14 adalah kelompok B5 yaitu 53%.

2. PEMBAHASAN

Dalam praktikum fermentasi Nata de coco ini, bahan yang digunakan adalah air kelapa. Menurut Mesomya et al (2006) didalam jurnal yang berjudul Effect Of Health Food from Cereal and Nata de Coco on Serum Lipids in Human dijelaskan bahwa nata de coco merupakan bahan pangan yang banyak mengandung serat pangan dan dihasilkan dari proses fermentasi yang melibatkan bakteri pada media air kelapa. Nata de coco ini memiliki selulosa yang tinggi, kandungan lemak yang rendah serta tidak mengandung kolesterol. Oleh sebab itu nata de coco dapat digunakan untuk mengendalikan berat padan, dan juga bermanfaat untuk mencegah kanker usus besar serta rektum. Santosa et al (2012) juga menjelaskan bahwa nata de coco adalah salah satu produk fermentasi yang tersusun atas selulosa, dan terbuat dari air kelapa dengan menggunakan mikroorganisme Acetobacter xylinum.

Hakimi dan Daddy (2006) didalam jurnal yang berjudul Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada Industri Nata de Coco menjelaskan bahwa nata de coco berasal dari Filipina dan merupakan selulosa bakterial yang mengandung air sebanyak 98%. Didalam 100 gram nata terdapat 146 kalori dengan kandungan karbohidrat 36,1 mg, lemak sebanyak 0,2%, fosfor 2 mg, kalsium 12 mg, dan Fe 0,5 mg. Air kelapa yang digunakan sebagai bahan baku atau media fermentasi harus berasal dari kelapa yang sudah tua. Air kelapa ini harus dijaga supaya tidak terkena atau tercampur dengan air. Jika air kelapa tercampur dengan air maka kualitas dari nata de coco yang dihasilkan akan tidak baik.

Menurut Astawan dan Astawan (1991), nata de coco dengan kualitas yang baik memiliki tekstur kenyal, padat, kuat, serta kokoh, berwarna putih transparan, dan memiliki rasa seperti kolang kaling. Terdapat 6 jenis nata, yaitu nata de coco yang berasal dari air kelapa, nata de pina yang berasal dari sari buah nanas, nata de soya yang berasal dari limbah tahu, nata de chasew yang berasal dari sari buah jambu, nata de larry yang berasal dari limbah air cucian beras, dan nata de cassava yang berasal dari air singkong. Dan dalam pembuatan semua jenis nata ini membutuhkan bakteri Acetobacter xylinum (Palungkun, 1996).Faktor-faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan nata menurut Effendi (2009) adalah:1. Kebersihan peralatan yang digunakanSemua peralatan harus dalam kondisi bersih dan sudah disterilkan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan supaya pertumbuhan Acetobacter xylinum tidak terhambat.2. Kualitas starterStarter yang digunakan harus berkualitas baik. Kualitas starter yang baik dapat diketahui dengan tidak adanya kontaminan, terletak pada bagian atas permukaan media, serta nata yang dihasilkan tidak terlalu tebal. Apabila starter berkualitas baik, maka akan dihasilkan nata dengan kualitas yang baik pula.3. Temperatur ruang inkubasiTemperatur dari tempat inkubasi harus tetap dijaga supaya sesuai dengan temperatur pertumbuhan Acetobacter xylinum. Pada umumnya, temperatur optimum untuk fermentasi pembuatan nata adalah 28 atau suhu ruang. Jika temperatur terlalu rendah maka nata yang dihasilkan akan tidak sempurna, sedangkan jika temperatur terlalu tinggi maka akan mengganggu pertumbuhan Acetobacter xylinum.4. Jenis dan konsentrasi mediaMedia yang digunakan harus mengandung gula atau glukosa yang banyak, dan akan diubah menjadi selulosa.5. Tempat fermentasiTempat yang sesuai untuk fermentasi nata adalah tempat yang tidak terkena sinar matahari, tidak kontak langsung dengan tanah, dan tidak ditempat yang terkontaminasi6. Waktu fermentasiWaktu yang dibutuhkan untuk fermentasi nata adalah 2-4 minggu7. pHpH optimum untuk fermentasi nata adalah 3-5

Pertama-tama dilakukan pembuatan media yang mengunakan bahan air kelapa. Menurut Volk and Wheeler (1993), pembuatan media ini bertujuan untuk menunjang kondisi lingkungan selama pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, memberikan makanan pada organisme yang akan ditumbuhkan, serta supaya mendapatkan biakan yang murni. Air kelapa yang digunakan harus air kelapa murni yang tidak ada bahan campurannya serta berasal dari kelapa tua. Dengan menggunakan 1 liter air kelapa maka akan menghasilkan 1 kg nata de coco (Hakimi dan Daddy, 2006). Penggunaan air kelapa ini dilakukan karena didalam air kelapa terkandung gula, protein, asam amino, dan juga beberapa vitamin dan mineral. Gula yang terkandung dalam jenis polisakarida dekstrosa dengan kadar 7-10% (Widayati et al, 2002). Air kelapa merupakan cairan atau minuman yang berasal dari bagian dalam buah kelapa. Didalam air kelapa terdapat gula yang berupa sukrosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, galaktosa xilosa, dan manosa. Terdapat juga mineral sebanyak 0,4-1% dari air kelapa. Mineral-mineral tersebut meliputi klorida, sulfur, zat besi, dan juga potassium. Dan didalam air kelapa juga terdapat asam amino, seperti sistein, alanin, arginin, dan serin (Prades et al., 2011).

Air kelapa yang digunakan dalam praktikum adalah 1 L. Air kelapa tersebut harus disaring terlebih dahulu dengan menggunakan kain saring. Astawan dan Astawan (1991) menjelaskan bahwa proses penyaringan ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat didalam air kelapa tersebut. Setelah itu dilakukan pemasakan pada air kelapa hingga mendidih. Pemasakan yang dilakukan ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan yang terdapat didalam air kelapa. Mikroorganisme kontaminan ini harus dihilangkan atau dibunuh sebelum proses fermentasi berlangsung karena jika pada saat proses fermentasi berlangsung tetapi masih terdapat mikroorganisme kontaminan maka akan mengganggu jalannya proses fermentasi yang dilakukan (Tortora et al, 1995). Setelah mendidih, ditambahkan gula sebanyak 10%. Gula yang ditambahkan ini berfungsi untuk menghasilkan nata de coco dengan tekstur yang baik, memberikan flavor pada nata de coco, sebagai bahan pengawet, dan supaya memberikan penampakan nata de coco yang sempurna (Hayati, 2003). Jumlah gula yang ditambahkan dalam praktikum ini sudah sesuai dnegan teori dari (Sunarso, 1982) yang mengatakan bahwa dalam pembuatan nata de coco, konsentrasi penambahan gula yang optimum adalah 10% karena pada konsentrasi ini akan memacu proses fermentasi yang optimum pada air kelapa oleh Acetobacter xylinum dan akan dihasilkan nata de coco yang tebal dan liat.

Kemudian ditambahkan ammonium sulfat 0,5%. Penambahan ammonium sulfat ini bertujuan untuk menambahkan nitrogen kedalam media yang dibutuhkan oleh Acetobacter xylinum. Salah satu syarat untuk medium fermentasi adalah harus mengandung nitrogen. Nitrogen akan membantu pertumbuhan dari Acetobacter xylinum sebagai agen dalam pembuatan nata de coco (Awang, 1991). Penambahan sumber nitrogen dapat dilakukan dengan penambahan urea, ammonium fosfat, ammonium sulfat, maupun dari protein atau ekstrak yeast. Penggunaan ammonium fostat memiliki manfaat yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri pesaing dari Acetobacter xylinum yaitu Acetobacter acesi (Pambayun, 2002). Setelah itu ditambahkan asam cuka glasial hingga pH menjadi 4-5 dengan menggunakan pH meter. Menurut Wijayanti et al (2010), penambahan asam bertujuan untuk mengatur tingkat keasaman supaya tercapai kondisi pH yang diinginkan. pH optimum untuk pembuatan nata adalah 4, sedangkan pembentukan nata akan terjadi pada pH 3,5. Didalam jurnal yang berjudul Minerals Consumption by Acetobacter xylinum on Cultivation Medium on Coconut Water (Almeida et al, 2012) dijelaskan bahwa sebagai media fermentasi tidak hanya butuh sumber karbon dan nitrogen saja, tetapi juga dibutuhkan nutrisi lain seperti protein, lemak, karbohidrat, garam-garam organik, Fe, Ca, Na, K, dan juga Mg.

Didalam jurnal yang berjudul The Effect of pH, Sucrose, and Ammonium Sulphat Concentrations on the Production of Bacterial Cellulose (Nata de coco) by Acetobacter xylinum (Jagannath et al, 2008) didapatkan hasil bahwa nata de coco yang baik dan tebal dapat dibuat dengan menambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,4-0,5%, sukrosa 10%, dan pH 4-4,2. Setelah pH sesuai, dilakukan pemanasan kembali hingga semua bahan larut, kemudian dilakukan penyaringan kembali dengan menggunakan kain saring. Menurut Pato & Dwiloted (1994), pemanasan kembali ini untuk memastikan bahwa didalam air kelapa yang akan digunakan sebagai media sudah tidak terdapat mikroorganisme kontaminan, dan penyaringan kembali dilakukan untuk memisahkan air kelapa yang akan digunakan sebagai media dengan kotoran-kotoran sisa dari seluruh proses dalam pembuatan media. Gambar pembuatan media dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.Gambar 1. Penyaringan AwalGambar 2. Pemanasan AwalGambar 3. Penambahan GulaGambar 4. Pengadukan

Gambar 5. Penambahan Ammonium Sulfat Gambar 6. Penambahan Asam Cuka

Gambar 7. Pengukuran pHGambar 8. Pemanasan kedua Gambar 9. Penyaringan

Gambar 10. Pengukuran 200 mlGambar 11. Penuangan ke wadah

Setelah prose penyaringan selesai, maka masuk kedalam tahap fermentasi. Dari media yang sudah dibuat tadi, masing-masing kelompok menggunakan media sebanyak 200 ml. Sebanyak 200 ml media tadi dimasukkan kedalam wadah bersih dan ditutup rapat. Kedalam wadah yang sudah berisi media tadi, ditambahkan starter sebanyak 10% dengan cara aseptis. Jumlah starter yang ditambahkan sudah sesuai dengan teori dari Rahayu et al (1993) yang menjelaskan bahwa proses fermentasi nata de coco dapat berjalan dengan optimum jika starter yang ditambahkan sebanyak 1-10%. Penambahan starter dilakukan secara aseptis untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme kontaminan (Dwijoseputro, 1994). Jika starter sudah ditambahkan, dilakukan pengadukan secara perlahan dan kemudian ditutup dengan kertas coklat. Gambar pemberian starter dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Penambahan starter secara aspetis

Starter yang digunakan adalah Acetobacter xylinum. Halib et al (2012) dalam jurnal yang berjudul Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose dijelaskan bahwa Acetobacter xylinum termasuk kedalam bakteri asam asetat yang dapat mengubah alkohol dan gula menjadi asam asetat, serta termasuk kedalam kelompok bakteri gram negatif yang tumbuh optimum pada kondisi aerobik. Selama proses produksi nata de coco, akan memetabolisme glukosa yang terdapat pada air kelapa yang berperan sebagai sumber karbon menjadi selulosa.

Acetobacter xylinum adalah bakteri yang dapat tumbuh dan juga berkembang pada medium gula. Bakteri ini akan mengubah gula menjadi glukosa. Suhu pertumbuhan bakteri ini adalah 28. Suhu yang terlalu tinggi ataupun yang terlalu rendah dapat mengganggu pertumbuhan dari bakteri ini Bakteri ini adalah starter yang lebih produktif dibandingkan dengan starter lain dengan konsentrasi idealnya adalah 5-10% (Budiyanto, 2002). Menurut Fardiaz (1992), Acetobacter sp. dapat digunakan sebagai starter dalam pembuatan nata de coco karena jenis bakteri ini dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. Jenis bakteri ini juga akan mengoksidasi asam amino menjadi CO2 dan H2 dengan cara membebaskan ammonia, dan terkadang juga akan melepas H2S jika asam amino yang dioksidasi mengandung sulfidril.

Jika wadah sudah ditutup dengan kertas coklat, maka dilakukan inkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7, dan hari ke-14. Pengamatan yang dilakukan adalah diukur tinggi media pada hari ke-0, sedangkan pada hari ke-7 dan hari ke-14 dilakukan pengukuran ketebalan lapisan nata dan dihitung persentase lapisan nata dengan menggunakan rumus:

Persentase Lapisan Nata = Pada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa tinggi awal media pada masing-masing berbeda. Hal ini disebabkan karena wadah yang digunakan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Kelompok B3 memiliki tinggi awal media yang paling tinggi yaitu 2,9 cm, sedangkan yang paling rendah adalah kelompok B2 dan B5 yaitu 1,5 cm. Pada tinggi ketebalan nata hari ke-0 belum terbentuk nata karena masih pada hari pertama pembuatan nata. Lalu pengamatan yang dilakukan pada hari ke-7 sudah terbentuk nata. Tinggi nata yang diukur adalah lapisan berwarna putih yang terletak pada bagian atas media. Hal ini sesuai dengan teori Rahman (1992) yang menjelaskan bahwa aktivitas dari Acetobacter xylinum dapat dilihat dengan ada tidaknya lapisan berwarna putih yang semakin lama waktu fermentasi maka akan semakin memadat dan melebar sampai waktu inkubasi selesai (14 hari).

Yang memiliki ketebalan nata paling tinggi adalah kelompok B2 dan B5 yaitu 0,5 cm. Sedangkan pada kelompok B1 dan B3 memiliki ketebalan yang sama pula yaitu 0,3 cm. Dapat dilihat bahwa kelompok B1 dan B3 pada tinggi awal media memiliki nilai yang berbeda, tetapi pada pengamatan hari ke-7 nata yang terbentuk memiliki tinggi yang sama. Hal ini disebabkan karena pada kelompok B3 tidak melakukan langkah aseptis dengan benar sehingga nata yang terbentuk tidak bisa maksimal karena aktivitas Acetobacter xylinum terhambat oleh mikroorganisme lain yang terdapat didalam media. Tranggono & Sutardi (1990) menjelaskan bahwa semakin aseptis langkah kerja yang dilakukan maka aktivitas Acetobacter xylinum akan menjadi lebih maksimum dan nata yang dihasilkan juga baik.

Sedangkan pada hasil pengamatan hari ke-14, ketinggian nata yang terbentuk semakin tinggi, dan yang menghasilkan nata paling tinggi adalah kelompok B1 dan B5 yaitu 0,8 cm. Dari hal ini dapat diketahui bahwa langkah aseptis yang dilakukan oleh kelompok B1 dan B5 sudah benar sehingga nata dapat dihasilkan dengan maksimal. Kemudian dapat diketahui juga bahwa semakin besar ketebalan nata yang terbentuk maka akan semakin besar pula % lapisan nata yang didapatkan. Sehingga pada hari ke-7 yang memiliki % lapisan nata paling tinggi adalah kelompok B2 yaitu 33,33%, sedangkan pada hari ke-14 yang memiliki % lapisan nata paling tinggi adalah kelompok B5 yaitu 53%. Gambar nata pada hari ke-7 dan hari ke-14 dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.Gambar 13. Nata hari ke-7Gambar 14. Nata hari ke-14

3. KESIMPULAN

Nata de coco adalah salah satu produk fermentasi yang tersusun atas selulosa, dan terbuat dari air kelapa dengan menggunakan mikroorganisme Acetobacter xylinum. Air kelapa yang digunakan sebagai media fermentasi harus berasal dari kelapa yang sudah tua. Faktor yang memperngaruhi kualitas nata adalah kebersihan peralatan yang digunakan, kualitas starter, temperatur ruang inkubasi, jenis dan konsentrasi media, tempat fermentasi, waktu fermentasi, dan pH. Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat didalam air kelapa. Pemasakan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan yang terdapat didalam air kelapa. Konsentrasi gula optimum untuk pembuatan nata de coco adalah 10%. Pada konsentrasi gula 10%, proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum akan optimum dan akan dihasilkan nata de coco yang tebal dan liat. Ammonium sulfat berfungsi untuk menambahkan nitrogen kedalam media yang dibutuhkan oleh Acetobacter xylinum. Penambahan asam bertujuan untuk mengatur tingkat keasaman supaya tercapai kondisi pH yang diinginkan. pH pembentukan nata adalah 3,5, sedangkan pH optimum pembuatan nata adalah 4. Jumlah starter yang optimum untuk pembuatan nata de coco adalah 1-10%. Penambahan starter dilakukan secara aseptis untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme kontaminan. Acetobacter xylinum adalah bakteri yang dapat tumbuh dan juga berkembang pada medium gula Aktivitas Acetobacter xylinum dapat dilihat dengan ada tidaknya lapisan berwarna putih yang semakin lama waktu fermentasi maka akan semakin memadat dan melebar sampai waktu inkubasi selesai (14 hari).

Semarang, 8 Juli 2015Asisten Dosen,

Defillya Anindita K.Nies Mayang12.70.0077Wulan Apriliana Dewi

4. DAFTAR PUSTAKA

Almeida, D.M., Prestes, R.A., Da Fonseca, A.F., Woiciechowski, A.L., & Wosiacki, G. 2012. Minerals Consumption by Acetobacter xylinum on Cultivation Medium on Coconut Water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1): 197-206.

Astawan, M. & M. W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Awang, S. A. 1991. Kelapa: Kajian SosialEkonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Budiyanto, Moch. A.K. 2002. Mikrobiologi Terapan. UMM Press. Malang.

Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Effendi, Nurul Huda. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa pati (Soluble Starch) Pada Pembuatan Nata de Coco Dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum. Medan.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Hakimi, R dan Daddy B. 2006. Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.

Halib, N., Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin, and I. Ahmad. 2012. Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.

Hayati, M. 2003. Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Jagannath, Kalaiselvan S. S, Manjunatha P. S, Raju A. S. Bawa. 2008. The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.

Mesomya, W; Varapat P; Surat K.; Preeya L.; Yaovadee C.; Duangchan H.; Pramote T.; and Plernchai T. 2006. Effects of Health Food from Cereal and Nata De Coco on Serum Lipids in Human. J. Sci. Technol., 28(Suppl. 1) : 23-28.

Palungkun, R. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. & Dwiloka, B. 1994. Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.

Prades, A., M. Dornier, N. Diop, and J. P. Pain. 2011. Coconut Water Uses, Composition and Properties: a Review. Fruits Journal vol. 67, p. 87-107.

Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Santosa B; Ahmadi K; dan Teque D. 2012. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Beverage from Nata de Coco. International Journal of Science and Technology (IJSTE) 1(1) : 6-11.

Sunarso. 1982. Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. 1995. Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.

Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar.Erlangga. Jakarta.

Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. 2002. Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.

Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. 2010. Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industria 1(2) : 86-93.

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan Rumus:

Persentase Lapisan Nata =

Kelompok B1

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40 %Kelompok B2

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33,33 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40 %Kelompok B3

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 10,34 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 17,24 %Kelompok B4

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 20 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 25 %Kelompok B5

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 53 %

5.2. Laporan Sementara

5.3. Jurnal