nata de coco_lavernchy jovanska_12.70.0142_d2

27
1. HASIL PENGAMATAN 1.1. Tabel Pengamatan Lapisan Nata de Coco Kelompo k Tinggi awal media (cm) Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata (%) 0 7 14 0 7 14 D1 2 - 0,5 0,7 - 25 35 D2 1,2 - 0,5 0,6 - 41,67 50 D3 1,5 - 0,4 0,5 - 30,77 38,46 D4 1 - 0,4 0,5 - 40 50 D5 2,5 - 0,6 0,6 - 24 24 Dari tabel di atas, terlihat bahwa nata belum terbentuk pada hari ke 0 dan mulai terlihat pada hari ke 7. Tinggi lapisan nata meningkat dengan lamanya fermentasi, tinggi dan persentase lapisan nata pada hari ke 14 lebih tinggi dari hari ke 7. 1

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

232 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Laporan ini membahas tentang pembuatan nata dalam skala laboratorium. Sumber substrat yang digunakan adalah air kelapa.

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. Tabel Pengamatan Lapisan Nata de Coco

KelompokTinggi awal media (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata (%)

07140714

D12-0,50,7-2535

D21,2-0,50,6-41,6750

D31,5-0,40,5-30,7738,46

D41-0,40,5-4050

D52,5-0,60,6-2424

Dari tabel di atas, terlihat bahwa nata belum terbentuk pada hari ke 0 dan mulai terlihat pada hari ke 7. Tinggi lapisan nata meningkat dengan lamanya fermentasi, tinggi dan persentase lapisan nata pada hari ke 14 lebih tinggi dari hari ke 7.

1.2 Tabel Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoKelompokAromaWarnaTekstur

D1++++

D2++++++

D3+++++++

D4+++++

D5++++

KeteranganAromaWarnaTekstur+= sangat asam+= kuning+= tidak kenyal++= asam++= putih bening++= agak kenyal+++= agak asam+++= putih agak bening+++= kenyal++++= tidak asam++++= putih++++= sangat kenyal

Dari tabel di atas, terlihat bahwa nata de coco kelompok D2 dan D4 sama persis, dimana keduanya beraroma asam, berwarna kuning, dan teksturnya kenyal. Nata de coco kelompok D1 memiliki aroma dan warna yang sama dengan nata de coco kelompok D2 dan D4, namun teksturnya tidak kenyal. Nata de coco kelompok D3 beraroma sangat asam, warnanya putih bening, dan teksturnya agak kenyal. Nata de coco kelompok D5 beraroma asam, warnanya kuning dan teskturnya tidak kenyal.

20

1

2. PEMBAHASAN

Nata adalah selulosa berbentuk padat, berwarna putih transparan dengan tekstur kenyal, memiliki kandungan air sekitar 98%, dan umumnya dikonsumsi sebagai makanan ringan (Anastasia et al., 2008). Menurut Pambayun (2002), nata merupakan sumber makanan rendah energi dan nilai gizi sehingga dapat digunakan untuk diet. Hidayat et et al (2006) menambahkan bahwa nata mengandung serat yang sangat dibutuhkan dalam proses fisiologis sehingga memperlancar pencernaan. Menurut Palungkun (1996), nata dibuat dengan fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Selulosa yang ada dalam nata de coco adalah golongan biopolimer yang disintesa oleh bakteri prokariotik non-fotosintetik seperti Acetobacter. Nata dapat dibuat dari berbagai-bagai substrat / bahan yang mengandung gula, protein, dan mineral, contohnya adalah air kelapa, kedelai, kacang-kacangan, sari buah mangga / nanas, dll. Nata de coco merupakan produk nata yang dibuat dari fermentasi air kelapa (coconut milk). Nata de coco memiliki kadar selulosa yang tinggi seperti halnya nata pada umumnya, selain itu nata de coco juga rendah lemak dan kalori, serta tidak mengandung kolesterol (Mesomya et al, 2006). Menurut Palungkur (1996), nata de coco terbentuk dari pengambilan glukosa dalam air kelapa oleh Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak untuk membentuk prekusor (penciri nata) pada membran sel. Prekusor kemudian dikeluarkan dan bakteri Acetobacter xylinum bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel.

Air kelapa mengandung sejumlah mineral (potasium, klorida, zat besi, dan sulfur), gula (sukrosa, sorbitol, glukosa, fruktosa, galaktosa, xylosa, dan mannosa) sejumlah 7,27%, dan asam amino (alanin, arginin, sistein, dan serin) sejumlah 0,29%. Selain itu air kelapa mengandung lemak 0,15%, abu 1,06%, air 91,23%, nutrisi pendukung lainnya seperti dekstrase, vitamin C, vitamin B kompleks (nikotinat 0,01 , asam patrotenat 0,52g, biotin 0,02g, riboflavin 0,01g, dan asam folat 0,003g per ml). Karena kandungannya cukup lengkap, air kelapa banyak digunakan sebagai minuman isotonik untuk manusia. Namun, kandungan yang lengkap tersebut juga membuat air kelapa cocok digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri seperti Acetobacter xylinum. Menurut Rachman (1989), Pato & Dwiloted (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri dan pembentukan nata adalah tingkat keasaman, suhu, sumber karbon, sumber nitrogen, dan umur kelapa.

2.1 Cara KerjaPada praktikum ini, terdapat 2 tahap yakni pembuatan media dan fermentasi. Pembuatan media bertujuan memberikan makanan, menunjang kondisi lingkungan untuk pembiakan mikroorganisme dalam jumlah besar, membuat biakan penyuburan, dan agar diperoleh biakan murni. Pada pembuatan media, pertama-tama air kelapa disaring kemudian ditambahkan gula pasir 10% dan diaduk. Tujuan penyaringan adalah menghilangkan kotoran dalam air kelapa seperti sabut, pecahan tempurung, daging buah kelapa, dan lain-lain. Penambahan gula bertujuan untuk menambahkan sumber karbon dalam media. Menurut Sunarso (1982), konsentrasi optimum gula dalam 100 ml substrat pembuatan nata de coco adalah 10 gram agar diperoleh serat-serat selulosa yang tebal, liat, dan kokoh. Jika jumlah gula yang ditambahkan tidak sesuai maka bakteri tidak dapat memanfaatkannya secara optimal. Gula juga berperan membentuk tekstur, penampakan, dan flavor nata de coco (Hayati, 2003). Gula juga meningkatkan nilai nutrisi produk dan berfungsi sebagai pengawet. Tujuan dari pemanasasn adalah membunuh mikroorganisme pencemar (Astawan & Astawan, 1991).

Kemudian, ditambahkan ammonium sulfat 0,5%. Ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen. Nitrogen digunakan untuk membentuk asam nukleat dan protein yang mengoptimalkan pertumbuhan bakteri (Rahayu, 1993). Ammonium sulfat digunakan karena murah dan mudah didapat. Selain ammonium sulfat, dapat juga digunakan ammonium fosfat (ZA) atau urea. Apabila digunakan ammonium fosfat, makan pertumbuhan Acetobacter acesi yang merupakan pesaing Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Tari et al juga menyatakan dalam jurnal Pembuatan Nata de Coco: Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap Sifat Fisiko-Kimianya bahwa penambahan sumber nitrogen ZA (Zwavelzuur Ammonia) / ammonium sulfat dapat membentuk nata de coco paling baik dengan ketebalan 7,23 mm, derajat keputihan 48,07%, tekstur 5,43 N/m2, kadar air 98,2%, kadar protein 1,63%, dan kadar serat kasar 2,04%. Menurut Hamad & Kristiono (2013) dalam jurnal Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen terhadap Hasil Fermentasi Nata de Coco, pemakaian urea juga menghasilkan nata de coco paling baik berdasarkan sifat fisiknya. Menurut jurnal tersebut, urea dan ZA tidak menunjukkan perbedaan yield produk akhir yang signifikan. Namun, urea dapat membentuk produk yang lebih baik dengan yield sebesar 87,36% dan ketebalan 8,6 mm dengan komposisi 5 gram dalam 500 ml air kelapa.

Lalu, ditambahkan asam cuka glasial hingga pH nya 4-5. Menurut Nisa (2002), asam asetat berfungsi mengatur keasaman. pH 4-5 merupakan pH yang optimum untuk membentuk nata ditinjau dari kualitas dan jumlah terbanyak (Muchtadi, 1997). Pada pH 4.5 selulosa akan terbentuk melalui senyawa 2,5,-asam ketoglukonat. Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 7,5 namun pH optimum untuk pertumbuhannya kurang lebih 4,3. Jika pH media terlalu rendah, maka A. xylinum akan menggunakan energi berlebih untuk mengatasi stres akibat perbedaan pH yang terlalu besar sehingga lama kelamaan pertumbuhannya berhenti karena energi yang tersedia sudah habis (Pambayun, 2002). Sementara pada kondisi basa Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh (Pambayun, 2002). Larutan lalu dipanaskan dan disaring. Tujuan dari pemanasan adalah mensterilkan media karena proses penambahan gula, ammonium sulfat, dan asam asetat glasial tidak dapat dilakukan secara aseptis, sehingga dilakukan pemanasan ulang untuk menghilangkan mikroorganisme pencemar yang dapat mengganggu aktivitas Acetobacter xylinum.

Pada tahap kedua yakni fermentasi, pertama-tama 100 ml media steril dimasukkan dalam wadah plastik kemudian ditutup rapat. Lalu, ditambahkan biang nata (starter) sebanyak 10% dari media ke dalam wadah plastik secara aseptis. Menurut Pambayun (2002), starter yang baik harus sehat dan aktif, mempunyai sifat yang sesuai, dapat digunakan dalam konsentrasi rendah, mudah didapat, tidak terkontaminasi / termutasi, dapat membatasi kemampuannya untuk memproduksi produk akhir untuk memproduksi sel setinggi-tingginya. Starter yang digunakan adalah Acetobacter xylinum yang bersifat aerob sehingga membutuhkan oksigen untuk mensintesis selulosa (Pambayun, 2002). Konsentrasi starter sebesar 10% sesuai dengan pernyataan Rahayu et al. (1993) bahwa jumlah inokulum untuk membuat nata berkisar 1 10%.

Setelah itu, larutan digojog perlahan hingga homogen lalu ditutup dengan kertas coklat dan diikat dengan karet. Tujuan penutupan adalah menyediakan oksigen dalam jumlah yang terbatas untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Meskipun Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerob, namun oksigen tidak boleh bersentuhan langsung dengan permukaan substrat. Selain itu, penutupan juga mencegah kontaminasi dari lingkungan. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu ruang selama 14 hari, dengan pengamatan setiap 7 hari. Menurut Hayati (2003), 30oC merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Pada suhu di rendah, maka pertumbuhan bakteri akan terhambat. Sementara pada suhu tinggi (di atas 40oC), bakteri akan mati. Inkubasi selama 14 hari sesuai dengan pernyataan Santosa et al (2012) dalam jurnal Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulose in Making of Fiber Rich Instant Beverage from Nata de Coco bahwa waktu fermentasi optimal untuk pembuatan nata adalah 10 14 hari.

Selama inkubasi, wadah tidak boleh digoyangkan agar lapisan (selulosa) yang terbentuk tidak terpisah-pisah dan ketebalan antar sisi menjadi tidak rata. Goncangan juga dapat membunuh Acetobacter xylinum. Pada umumnya, lapisan akan mulai terbentuk setelah inkubasi selama 36-48 jam. Menurut Palungkun (1996), Acetobacter xylinum menghasilkan CO2 selama fermentasi. Hal ini ditandai dengan munculnya gelembung-gelembung. Gelembung-gelembung CO2 cenderung melekat pada jaringan selulosa yang juga dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum dan menyebabkan jaringan selulosa terangkat ke permukaan media cair karena terisi oleh CO2. Menurut Czaja et al (2004), terdapat 2 metode untuk menghasilkan selulosa yakni dengan kultur stasioner dan kultur teragitasi. Pada kultur stasioner, selulosa berkumpul di permukaan medium, sementara pada kultur teragitasi selulosa disintesa di dalam media dalam bentuk suspensi berserat, pelet, atau massa yang tidak beraturan. Dari teori tersebut, diketahui bahwa nata de coco pada praktikum ini dibuat dengan kultur stasioner. Lalu dihitung persentase kenaikkan ketebalan lapisan nata dengan rumus:

Dalam jurnal Kajian Variasi Kadar Glukosa dan Derajat Keasaman (pH) pada pembuatan Nata de Citrus Dari Jeruk Asam (Citrus Limon. L) yang ditulis oleh Ratnawati (2007), berat dan ketebalan nata merupakan parameter untuk mengetahui pertumbuhan bakteri. Apabila diinkubasi kurang lebih 1 bulan, maka dapat terbentuk lapisan dengan ketebalan lebih dari 5 cm (Lapuz et al, 1976). Nata yang telah terbentuk kemudian dicuci dengan air mengalir dan dimasak dengan air gula. Proses pemasakkan bertujuan menghilangkan rasa dan bau masam karena lapisan selulosa mengandung sisa media yang sangat masam (Misgiyarta, 2007). Menurut Pujimulyani (2009), air gula menurunkan aktivitas air, memberi rasa manis, dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga memperpanjang umur simpan produk.

Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa nata de coco kelompok D2 dan D4 sama persis, dimana keduanya beraroma asam, berwarna kuning, dan teksturnya kenyal. Nata de coco kelompok D1 memiliki aroma dan warna yang sama dengan nata de coco kelompok D2 dan D4, namun teksturnya tidak kenyal. Nata de coco kelompok D3 beraroma sangat asam, warnanya putih bening, dan teksturnya agak kenyal. Nata de coco kelompok D5 beraroma asam, warnanya kuning dan teskturnya tidak kenyal. Menurut Halib et al (2012) dalam jurnal Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose hal ini karena bakteri Acetobacter xylinum mengubah gula tidak hanya menjadi selulosa tapi juga dapat menjadi asam asetat.

Pada hari ke 0, belum terbentuk lapisan nata, namun terlihat bahwa ketebalan media berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh bentuk dan ukuran dari wadah yang digunakan. Pada hari ke 7, mulai terlihat lapisan nata de coco pada semua kelompok. Menurut Schramm & Hestrin (1954), terbentuknya pelikel (polisakarida / sukrosa kokoh) mulai terlihat di permukaan medium cair setelah inkubasi selama 24 jam bersamaan dengan terjadinya proses penjernihan cairan di bawahnya. Pada hari ke 14, lapisan nata de coco yang terbentuk semakin tebal. Menurut Lapuz et al (1967), semakin lama waktu inkubasi maka semakin tebal lapisan yang terbentuk. Menurut Collado (1986), lapisan nata merupakan hasil akumulasi polisakarida ekstraseluler. Mekanisme pengubahan sukrosa menjadi selulosa diawali dengan pemecahan sukrosa ekstraseluler menjadi glukosa dan fruktosa. Bakteri Acetobacter xylinum merombak gula untuk memperoleh energi dan mengeluarkan enzim yang mampu mempolimerisasi senyawa glukosa menjadi polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler.

Meskipun ketebalan media cair berbeda-beda, namun ketebalan produk akhir nata yang terbentuk sama. Hal ini menunjukkan tingkat pembentukkan nata yang berbeda-beda pada setiap kelompok. Menurut Thiaman & Kenneth (1955), pembentukan nata tergantung dari kemampuan bakteri dalam mensintesa selulosa. Pada kelompok D5, ketebalan nata pada hari ke 7 sama dengan ketebalan nata pada hari ke 14. Hal ini dapat terjadi karena aktivitas bakteri yang sudah berhenti / terhambat, kesalahan pengukuran oleh praktikan, rendahnya kebersihan alat yang digunakan, pH fermentasi yang tidak sesuai, atau adanya produk nata yang ikut tercuci / terbuang pada saat nata dicuci dengan air mengalir.

3. KESIMPULAN

Nata adalah produk hasil fermentasi yang mengandung selulosa, dengan kandungan air tinggi. Nata dapat dibuat dari berbagai bahan yang mengandung gula, protein, dan mineral. Bakteri Acetobacter xylinum mengubah glukosa menjadi selulosa dan asam asetat. Penyaringan berfungsi menghilangkan kotoran pada air kelapa. Penambahan gula pasir optimum adalah 10 %. Penambahan ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen Penambahan asam cuka glasial berfungsi mengatur pH media agar optimum yakni antara 4 5. Pemanasan air kelapa bertujuan membunuh mikroorganisme kontaminan. Penutupan dengan kertas coklat berfungsi menyediakan oksigen yang cukup namun tidak terlalu banyak. Penambahan starter yang optimum adalah 10 % dari total volume media. Inkubasi yang baik pada suhu 30 C selama 10 14 hari. Nata terbentuk di lapisan permukaan karena CO2 cenderung menempel di selulosa sehingga lapisan terangkat ke atas. Nata de coco pada praktikum ini menggunakan sistem kultur stasioner dimana nata berkumpul di permukaan medium air kelapa. Pencucian dan perendaman dengan akuades berfungsi untuk menghilangkan asam asetat yang terbentuk selama proses fermentasi Perebusan dengan gula berfungsi memberi rasa manis pada nata de coco Nata yang baik beraroma tidak asam, berwarna putih transparan, dan kenyal (kandungan selulosa banyak)Semarang, 8 Juli 2015Praktikan,Asisten Dosen- Wulan AprilianaLavernchy Jovanska- Nies Mayangsari12.70.0142

4. DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, N. & Eddy, A. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Padjajaran. Bandung.

Collado, L.S. (1986). Nata: Processing and Problems of the Industry in the Philippines. Di dalam Proceeding Seminar on Traditional Food and Their Processing in Asia. Tokyo, Japan.

Halib, N; M. Cairul & I. Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Malaysiana Journal. Malaysia.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Hidayat, N., M.C. Padaga, dan S. Suhartini. (2006). Mikrobiologi Industri. Andi Offset. Yogyakarta.

Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. dan Palo, M.A. (1967). The Nata Organism Cultural. Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.

Mesomya, W.; Varapat P.; Surat K.; Preeya L.; Yaovadee C.; Duangchan H.; Pramote T.; dan Plernchai T. (2006). Effects of health food from cereal and nata de coco on serum lipids in human. http://rdo.psu.ac.th/sjst/journal/28_suppl1_pdf/04_nata_de_coco.pdf .

Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de Coco. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/berita/misgiyarta-natadeCoco.pdf.

Muchtadi T.R. (1997). Pangan : Nata de Pina. Swadaya. Jakarta.

Nisa, F.C., R.H. Hani, T. Wastono, B. Baskoro, Moestijanto. (2001). Produksi Nata dari Limbah Cair Tahu (Whey): Kajian Penambahan Sukrosa dan Ekstrak Kecambah. Jurnal Teknologi Pertanian. Jakarta.

Palungkun R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70 77.

Pujimulyani, D. (2009). Teknologi Pengolahan Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Ratnawati, Dewi. (2007). Kajian Variasi Kadar Glukosa dan Derajat Keasaman (pH) pada Pembuatan Nata de Citrus dari Jeruk Asam (Citrus Limon. L). Jurnal Gradien 3 (2): 257-261

Santosa, B.; K. Ahmadi & D. Taeque. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulose in Making of Fiber Rich Instant Beverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar. 2012, 6 -11. ISSN : 2252 5297.

Schram, M. dan Hestrin. (1954). Factors affecting production of cellulose at the air/liquid interface of culture A.xylinum. J.Gen. Microbiol. 11: 123-129.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Tari, Intan Niken A., Catur Budi Handayani, dan Sri Hartati. (2010). Pembuatan Nata de Coco: Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap sifat Fisiko-Kimianya. Majalah Ilmiah Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo 2 (19): 107-117

Thimann dan V. Kenneth. (1955). The life of bacteria. Machmillan Co. New York.

5. LAMPIRAN

5.1. PerhitunganRumus perhitungan % lapisan nata:

Hari ke 7 Kelompok D1

= 25% Kelompok D2

= 41,67% Kelompok D3

= 30,77% Kelompok D4

= 40% Kelompok D5

= 24%

Hari ke 14 Kelompok D1

= 35% Kelompok D2

= 50% Kelompok D3

= 38,46% Kelompok D4

= 50% Kelompok D5

= 24%

5.2. Jurnal

KARAKTERISTIK NATA DE SEAWEED (Eucheuma cottonii) DENGAN PERBEDAANKONSENTRASI RUMPUT LAUT DAN GULA ARENCharacteristic of Nata de Seaweed (Eucheuma cottonii) with Different Concentration Assessment of Seaweed and Palm Sugar Ikbal Syukroni1, Kiki Yuliati2, Ace Baehaki3Program Studi Teknologi Hasil PerikananFakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya 30662Telp (0711) 580934ABSTRACTThe objective of this research was to determine the effect of concentration of seaweed and palm sugar to the quality of nata de seaweed. This research used factorial randomized block design with two treatments and 3 replications. The treatmens were different concentration of seaweed at 1%, 2%, and 3% and different amount of palm sugar at 7.5%, 10%, and 12.5%. The parameters observed were yield, thickness, elasticity, water content and insoluble dietary fiber of the nata. The treatment of seaweed and palm sugar with increased concentrate tended to decrease the water content of nata de seaweed, while the insoluble dietary fiber content of nata de seaweed tended to increase with treatment of seaweed and palm sugar with increased concentrate. The best treatment in this research was the treatment of 10% palm sugar and 3% seaweed (G2R3) resulting nata with insoluble dietary fiber of 1.89%.Keyword: nata de seaweed, palm sugar, seaweed

Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco fromLocal Food Industries as a Source of Cellulose (Sifat Fizikokimia dan Pencirian Nata de Coco daripada Industri Makanan Tempatan Sebagai Sumber Selulosa)NADIA HALIB, MOHD CAIRUL IQBAL MOHD AMIN* & ISHAK AHMADABSTRACTNata de coco, a dessert originally from the Philippines is produced by fermentation of coconut water with a culture of Acetobacter xylinum, a gram negative bacterium. Acetobacter xylinum metabolizes glucose in coconut juice and converts it into bacterial cellulose that has unique properties including high purity, crystallinity and mechanical strength. Because the main component of nata de coco is bacterial cellulose, nata de coco was purified, extracted and characterized to determine whether pure cellulose could be isolated from it. The FTIR spectra of bacterial cellulose from nata de coco showed distinguish peaks of 3440 cm-1, 2926 cm-1, 1300 cm-1, 1440 cm-1, 1163 cm-1 and 1040 cm-1, which correspond to O-H stretching, C-H stretching, C-H bending, CH2 bending, C-O-C stretching and C-O stretching, respectively, and represent the fingerprints of pure cellulose component. Moreover, the FTIR curve showed a pattern similar to other bacterial cellulose spectra reported by report. Thermal analysis showed a DTG peak at 342C, which falls in the range of cellulose degradation peaks (330C - 370C). On the other hand, the TGA curve showed 1 step of degradation, and this finding confirmed the purity of nata de coco. Bacterial cellulose powder produced from nata de coco was found to be soluble only in cupriethylenediamine, a well known solvent for cellulose; thus, it was confirmed that nata de coco is a good source of bacterial cellulose. The purity of bacterial cellulose produced from nata de coco renders it suitable for research that uses pure cellulose.Keywords: Acetobacter xylinum; bacterial cellulose; FTIR; nata de coco ABSTRAKNata de coco merupakan hidangan pencuci mulut tempatan yang berasal dari Filipina. Ia dihasilkan melalui proses fermentasi air kelapa bersama kultur bakteria Acetobacter xylinum yang merupakan bakteria Gram negatif. Acetobacter xylinum memetabolismekan glukosa dalam air kelapa kepada selulosa bakteria yang mempunyai ciri-ciri unik seperti ketulenan yang tinggi, kehabluran dan kekuatan mekanikal yang tinggi. Memandangkan kandungan utama nata de coco adalah selulosa bakteria, ia ditulenkan, diekstrak dan seterusnya dilakukan pencirian untuk memastikan kandungan selulosanya. Hasil analisis FTIR nata de coco menunjukkan kehadiran puncak-puncak pada 3440 cm-1, 2926 cm-1, 1300 cm-1, 1440 cm-1, 1163 cm-1 dan 1040 cm-1 yang masing-masing merujuk kepada regangan O-H, regangan C-H, bengkokan C-H, bengkokan CH2, regangan C-O-C dan regangan C-O yang merupakan cap jari bagi sebatian selulosa tulen. Selain itu corak lengkukan spektra FTIR nata de coco juga menepati corak lengkukan spektra selulosa bakteria yang telah dilaporkan oleh penyelidik terdahulu. Kajian termal pula mendapati puncak pada graf DTG adalah 342C, menepati julat suhu penguraian termal selulosa (330C - 370C) sebagaimana yang dilaporkan sebelum ini. Graf TGA pula menunjukkan nata de coco hanya mempunyai satu langkah penguraian dan membuktikan ianya terdiri daripada satu sebatian tulen. Serbuk nata de coco yang dihasilkan juga didapati hanya larut dalam kuprum (II) etilenadiamina, iaitu pelarut bagi selulosa seterusnya membuktikan bahawa nata de coco adalah sumber selulosa bakteria yang baik. Ketulenan selulosa bakteria yang dihasilkan menjadikan ia bahan yang sesuai di dalam penyelidikan yang menggunakan selulosa tulen.Kata kunci: Acetobacter xylinum; FTIR; nata de coco; selulosa bakteria

Pembuatan Nata de Coco : Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap Sifat Fisiko-KimianyaA. Intan Niken Tari, Catur Budi Handayani dan Sri HartatiFakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen S. Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp (0271) 593156, fax (0271) 591065AbstrakPenelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh sumber nitrogen pada pembuatan nata de coco terhadap sifat fisika dan kimianya. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola satu arah dengan 3 perlakuan sumber nitrogen yang berbeda, yaitu NPK, Urea dan ZA . Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Parameter pengamatan yang dilakukan meliputi : sifat fisika : ketebalan, derajat keputihan (Hunter) dan Tekstur (Lloyd) serta sifat kimianya : kadar air (Thermogravimetri), kadar protein (Kjeldahl) dan kadar serat kasar (Sudarmadji, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beda sangat nyata antar perlakuan terhadap sifat fisika maupun kimia nata de coco. Perlakuan dengan sumber nitrogen ZA merupakan perlakuan terpilih. Perlakuan tersebut menghasilkan sifat fisika berupa ketebalan 7,23 mm, derajat keputihan 48,07% dan tekstur 5,43 N/m2 dan sifat kimia berupa kadar air 98,2%, kadar protein 1,63% dan kadar serat kasar 2,04%Kata-kata kunci : sifat fisika, sifat kimia, sumber nitrogen, nata de coco

PENGARUH PENAMBAHAN SUMBER NITROGEN TERHADAP HASIL FERMENTASINATA DE COCOAlwani Hamad* dan KristionoProgram Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl Raya dukuh waluh PO BOX 202 Purwokerto 53182*Email : [email protected] de coco adalah makanan yang berasal dari hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Nata ini dapat digunakan sebagai dessert dan kaya akan serat. Pembentukan nata sangat membutuhkan nutrisi nitrogen. Hal ini perlunya mengetahui jenis sumber nitrogen dan komposisi yang tepat dalam fermentasinya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perbedaan sumber nirogen (urea, ZA, amonium sulfat,dan yeast ekstrak) serta mencari komposisi agar diperoleh nata dengan sifat fisik terbaik. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu mencari sumber nitrogen dan dilanjutkan mencari komposisi yang tepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urea memberikan hasil terbaik dalam menghasilkan nata de coco dengan yield sebanyak 87,36 %, tebal 8,6 mm dengan komposisi sebanyak 5 gr dalam 500 ml air kelapa. Penelitian ini dharapkan mampu memberikan informasi sumber ntrogen dan komposisi yang tepat agar memperoleh hasil terbaik nata de coco.Kata Kunci: fermentasi, nata de coco, nitrogen, urea

Kajian Variasi Kadar Glukosa Dan Derajat Keasaman (Ph) PadaPembuatan Nata De Citrus Dari Jeruk Asam (Citrus Limon. L)Devi RatnawatiJurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, IndonesiaDiterima 11 Mei 2007; Disetujui 22 Juni 2007Abstrak - Telah dilakukan pembuatan Nata de Citrus dari bahan dasar sari jeruk asam menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pH optimum pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum agar dapat menghasilkan nata dengan rendemen yang tinggi dan berkualitas baik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan sari jeruk asam sebagai medium fermentasinya. Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan metode titrasi Iod dan penentuan kadar glukosa menggunakan metode Luff Schroll. Variasi pH dilakukan pada rentang 3,5-5,5 menggunakan asam asetat glasial dan amonia. Sari jeruk kemudian diolah menjadi Nata de Citrus menggunakan sukrosa (7,5%) sebagai sumber karbon dan ammonium sulfat (0,5%) sebagai sumber nitrogen. Hasil penelitian dengan waktu inkubasi 8 hari menunjukkan bahwa sari jeruk asam dapat terfermentasi membentuk nata de citrus. Kualitas terbaik dihasilkan pada pH 5,0 dan kadar glukosa 78 mg/100 mL dengan tebal nata 6,5 mm, berat 10,48 g, rendemen selulosa 2,53% dan berwarna putih bersih.Kata kunci : Nata de Citrus

5.3 Laporan Sementara