nata de coco_agnes faradita_12.70.0085_e5

12
1. HASIL PENGAMATAN 1.1. Lapisan Nata de coco Hasil pengamatan lapisan nata de coco yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco Kelompo k Tinggi media awal (cm) Ketebalan (cm) Persentase Lapisan (%) H H! H1" H H! H1" #1 $& " " 1" $' 1" $' #$ $ " 1' $* 1 *& #* 1* $ *& " 1 *& #" * " 1* ** $ # $ * * 1$ 1$ +apat dilihat pada Tabel 1 tinggi media awal untuk masing,masing kelompok ber karena penggunaan wadah yang berbeda. Tinggi media awal tiap kelompok beragam yaitu pada #1 memiliki tinggi $ & cm #$ memiliki tinggi $ cm #* memiliki t 1 * cm #" memiliki tinggi * cm dan # memiliki tinggi $ cm. Ketebalan l pada hari ke, adalah cm dengan persentase % untuk semua kelomp pengamatan hari ke,! dan ke,1" sudah terdapat penambahan ketebalan l Pada kelompok #1 ketebalan lapisan nata pada hari ke,! dan ke,1" sama yaitu te penambahan tinggi " cm dengan persentase sebesar 1" $'%. Pada kelo ketebalan lapisan nata pada hari ke,! mengalami penambahan sebesar cm nam pada hari ke,1" mengalami penurunan men-adi " cm sehingga persenta yang diperoleh untuk hari ke,! dan ke,1" adalah 1' $*% dan 1 *&%. Pada kelompok # sama dengan kelompok #$ yaitu ketebalan lapisan berkurang dari cm pada ha men-adi $ cm pada hari ke,1" dengan persentase *& " % dan 1 *&%. Pada kelo #" ketebalan lapisan nata semakin bertambah dari " cm pada hari ke,! men-adi pada hari ke,1" dengan persentase 1* **% dan $%. Pada kelompok # ketebalan tidak mengalami penambahan pada hari ke,! dan ke,1" dengan ketebalan sebesar cm dan persentase 1$%.

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata de coco merupakan produk fermentasi yang dibuat air kelapa dan memiliki manfaat bagi kesehatan. Nata yang baik memiliki aroma yang tidak asam, warna putih transparan, dan tekstur kenyal.

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. Lapisan Nata de cocoHasil pengamatan lapisan nata de coco yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKelompokTinggi media awal (cm)Ketebalan (cm)Persentase Lapisan (%)

H0H7H14H0H7H14

E12,800,40,4014,2914,29

E22,600,50,4019,2315,38

E31,300,50,2038,4615,38

E43,000,40,6013,3320

E52,500,30,301212

Dapat dilihat pada Tabel 1, tinggi media awal untuk masing-masing kelompok berbeda karena penggunaan wadah yang berbeda. Tinggi media awal tiap kelompok beragam yaitu pada E1 memiliki tinggi 2,8 cm, E2 memiliki tinggi 2,6 cm, E3 memiliki tinggi 1,3 cm, E4 memiliki tinggi 3,0 cm, dan E5 memiliki tinggi 2,5 cm. Ketebalan lapisan pada hari ke-0 adalah 0 cm dengan persentase 0% untuk semua kelompok. Pada pengamatan hari ke-7 dan ke-14 sudah terdapat penambahan ketebalan lapisan nata. Pada kelompok E1 ketebalan lapisan nata pada hari ke-7 dan ke-14 sama yaitu terdapat penambahan tinggi 0,4 cm dengan persentase sebesar 14,29%. Pada kelompok E2 ketebalan lapisan nata pada hari ke-7 mengalami penambahan sebesar 0,5 cm namun pada hari ke-14 mengalami penurunan menjadi 0,4 cm sehingga persentase yang diperoleh untuk hari ke-7 dan ke-14 adalah 19,23% dan 15,38%. Pada kelompok E3 sama dengan kelompok E2 yaitu ketebalan lapisan berkurang dari 0,5 cm pada hari ke-7 menjadi 0,2 cm pada hari ke-14 dengan persentase 38,46% dan 15,38%. Pada kelompok E4 ketebalan lapisan nata semakin bertambah dari 0,4 cm pada hari ke-7 menjadi 0,6 cm pada hari ke-14 dengan persentase 13,33% dan 20%. Pada kelompok E5 ketebalan nata tidak mengalami penambahan pada hari ke-7 dan ke-14 dengan ketebalan sebesar 0,3 cm dan persentase 12%.

1.2. Uji Sensori Nata de cocoHasil pengamatan uji sensori nata de coco dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de CocoKelompokAromaWarna Tekstur Rasa

E1++--

E2++--

E3++++++++-

E4++--

E5++--

Keterangan:AromaWarnaTeksturRasa++++:tidak asam++++:putih++++:sangat kenyal++++:tidak manis+++:agak asam+++:putih agak bening+++:kenyal+++:agak manis++:asam++:putih bening++:agak kenyal++:manis+:sangat asam+:kuning+:tidak kenyal+:sangat manis

Berdasarkan Tabel 2, uji sensori terhadap aroma nata de coco yaitu aroma sangat asam untuk kelompok E1, E2, E4, dan E5, sedangkan aroma tidak asam terdapat pada kelompok E3. Uji sensori terhadap warna nata de coco yaitu kuning untuk semua kelompok. Uji sensori terhadap tekstur nata de coco yaitu tidak kenyal untuk kelompok E1, E2, E4, dan E5, sedangkan kelompok E3 memiliki tekstur kenyal.

2. 3. PEMBAHASAN

Menurut Wanichapichart et al (2002) nata disebut sebagai bacterial cellulose yang merupakan polisakarida dan diproduksi oleh Acetobacter xylinum yang tumbuh dipermukaan media. Media yang digunakan dalam pembuatan nata harus mengandung gula seperti glukosa ataupun fruktosa untuk mendukung pembentukkan nata. Gula yang digunakan untuk mendukung aktivitas metabolisme Acetobacter xylinum adalah gula sederhana. Hasil dari aktivitas metabolisme akan diperoleh produk metabolit berupa selulosa ekstraseluler. Oleh karena itu, yang disebut sebagai nata atau bacterial cellulose adalah selulosa yang dihasilkan.

Pembuatan nata sendiri memerlukan suatu media dan biasanya menggunakan media cair. Media cair yang digunakan harus memiliki kandungan gula dan nitrogen yang cukup untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa media yang dapat digunakan dalam pembuatan nata antara lain air kelapa yang sering disebut nata de coco dan sari buah nanas yang sering disebut nata de pina (Kamarudin et al, 2013). Selain kedua media itu, terdapat media lain yang dapat digunakan dalam pembuatan nata yaitu sari buah melon dan sari buah pepaya. Menurut Afreen & Lokeshappa (2014) dari kedua sari buah yang digunakan, nata terbaik diperoleh dari sari buah pepaya. Pada umumnya, pembuatan nata menggunakan media air kelapa sehingga dipasaran banyak ditemui produk nata de coco.

3.1. Pembuatan Media FermentasiPada praktikum fermentasi nata de coco media yang digunakan adalah air kelapa. Beberapa bahan lain yang ditambahkan yaitu gula pasir, asam asetat glasial 95%, ammonium sulfat, dan starter nata de coco. Mula-mula air kelapa yang akan digunakan disaring untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada air kelapa. Setelah itu air kelapa yang telah dihilangkan kotorannya direbus atau dipanaskan. Penggunaan air kelapa sebagai media fermentasi dikarenakan adanya kandungan gula sederhana serta mineral yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Penyaringan air kelapa sebagai media fermentasi berguna untuk memisahkan atau menghilangkan kotoran dan debu yang terdapat pada air kelapa. Penyaringan juga berpengaruh pada warna nata yang dihasilkan. Apabila tidak dilakukan penyaringan maka warna nata akan cenderung cokelat dan keruh. Oleh karena itu, selain untuk menghilangkan kotoran, penyaringan juga dapat memberikan hasil yang baik untuk warna nata menjadi putih transparan (Astawan, 1991). Proses perebusan air kelapa dilakukan untuk menghilangkan kontaminan yang terkandung dalam air kelapa, sehingga pertumbuhan Acetobacter xylinum tidak dihambat oleh adanya kontaminan atau mikroorganisme lainnya (Pambayun, 2002).

Gambar 1. Penyaringan Air Kelapa

Dalam perebusan air kelapa selanjutnya ditambah dengan gula pasir sebanyak 10% dari volume air kelapa yang digunakan. Setelah gula pasir ditambahkan lalu dilakukan pengadukan hingga larut. Penambahan gula sebanyak 10% sesuai dengan teori Sunarso (1982) yaitu penambahan gula yang optimal untuk fermentasi nata de coco sebesar 10%. Penambahan gula pasir ke dalam air kelapa dapat meningkatkan jumlah gula yang berfungsi sebagai substrat untuk mendukung pertumbuhan Acetobacter xylinum karena gula berperan sebagai sumber karbon saat proses fermentasi berlangsung. Gula yang terkandung dalam media atau air kelapa akan dimetabolisme oleh bakteri. Gula sederhana yang terkandung pada media akan diubah menjadi selulosa dan asam asetat. Selulosa dan asam asetat yang terbentuk akan berpengaruh pada lapisan nata yang dihasilkan. Penambahan gula juga memiliki fungsi sebagai pengawet, berpengaruh pada tekstur & flavor, serta memberikan penampakan yang baik untuk nata de coco (Hayati, 2003).

Gambar 2. Pemanasan Air KelapaGambar 3. Penambahan Gula & Pengadukan

Setelah dilakukan penambahan gula, selanjutnya dilakukan penambahan ammonium sulfat 0,5% dari volume air kelapa dan diaduk sampai larut. Penambahan ammonium sulfat memiliki fungsi sebagai sumber nitrogen (Awang, 1991). Selain berfungsi sebagai sumber nitrogen, penambahan ammonium sulfat juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter acesi yang dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum. Selanjutnya air kelapa yang didinginkan lalu ditambah dengan asam cuka glasial sampai pH air kelapa berkisar 4-5. Penambahan asam cuka glasial dilakukan untuk mengontrol media fermentasi sehingga sesuai untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Dengan adanya lingkungan tumbuh yang sesuai maka hasil atau produksi selulosa akan meningkat dan nata yang terbentuk akan semakin banyak (Pambayun, 2002).Gambar 4. Penambahan Ammonium Sulfat 0,5%Gambar 5. Penambahan Asam Cuka Glasial & Pengukuran pH

Setelah dilakukan pengukuran pH, selanjutnya dilakukan perebusan kembali untuk selanjutnya disaring dengan kain saring. Dilakukannya perebusan kedua untuk menjamin bahwa media fermentasi yang digunakan tidak mengandung kontaminan. Penyaringan kedua dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada selama dilakukannya proses pembuatan media. Oleh karena itu, media yang digunakan dalam fermentasi menjadi steril dan sesuai untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum (Pato & Dwiloted, 1994). 3.2. FermentasiSetelah pembuatan media fermentasi selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses fermentasi. Mula-mula wadah plastik disiapkan dan disterilkan. Selanjutnya 200 ml media steril yang telah dibuat dimasukkan ke dalam wadah plastik dan diberi tutup (tutup harus sedikit terbuka agar media yang masih panas tidak menghasilkan embun pada tutup). Lalu starter nata ditambahkan ke dalam media secara aseptis dan digojog perlahan sampai semua tercampur. Setelah itu wadah ditutup dengan kertas cokelat yang memiliki pori-pori sehingga pertukaran oksigen masih dapat terjadi dan menunjang pembentukkan nata. Dalam pertumbuhannya, Acetobacter xylinum memerlukan oksigen karena sifatnya anaerob obligat. Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif yang sangat efektif dalam menghasilkan bacterial cellulose atau nata. Selain itu, Acetobacter xylinum merupakan mikroorganisme mesofilik yang memiliki suhu pertumbuhan optimal pada suhu kamar yaitu kisaran suhu 25-300C (Mohanty et al, 2015).

Gambar 6. Penuangan Media Steril ke dalam WadahGambar 7. Penambahan Starter Nata

Proses inokulasi merupakan proses memasukkan kultur atau starter ke dalam media. Proses inokulasi dalam fermentasi nata de coco harus dilakukan secara aseptis agar media tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Kontaminasi dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu udara yang ada dilingkungan sekitar dan diri praktikan sendiri. Oleh karena itu, untuk menjaga kondisi lingkungan maka dalam melakukan proses inokulasi tangan praktikan dan meja disemprot dulu menggunakan alkohol. Selain itu, selama proses inokulasi praktikan harus menggunakan masker. Untuk peralatan yang digunakan harus steril dan selama proses inokulasi semua peralatan harus berada dekat dengan pemanas (Hadioetomo, 1993).

Setelah proses pemindahan kultur selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses inkubasi pada suhu ruang selama 14 hari. Telah dituliskan sebelumnya bahwa Acetobacter xylinum adalah mikroorganisme mesofilik yang memiliki suhu pertumbuhan optimal pada 25-300 sehingga inkubasi pada suhu ruang sangat cocok untuk pertumbuhannya (Mohanty et al, 2015). Nata yang terbentuk biasanya dihasilkan pada hari ke-5 sampai ke-7 selama proses inkubasi. Dalam jurnal yang dibuat oleh Lestari et al (2014) dalam proses inkubasi, setelah hari ke-12 penggunaan substrat yang terkandung dalam media telah mencapai tahap stasioner sehingga produksi nata sudah maksimal. Sesuai dengan teori itu, maka proses inkubasi yang dilakukan saat praktikum telah sesuai karena dilakukan selama 14 hari.

Gambar 8. Penambahan Starter NataGambar 9. Inkubasi Nata de Coco

Selama proses inkubasi berjalan, wadah plastik tidak boleh digoyang-goyang. Hal itu bertujuan untuk menghasilkan lapisan nata yang utuh. Apabila digoyang-goyang maka lapisan yang terbentuk akan terpisah-pisah sehingga nata yang dihasilkan tidak bagus (Warisno, 2004). Selama proses inkubasi dilakukan pengamatan sebanyak 3 kali yaitu pada hari ke-0, ke-7, dan ke-14. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi media awal, lapisan nata yang terbentuk, dan ketebalan lapisan nata de coco. Selanjutnya persentase ketebalan lapisan yang terbentuk dihitung menggunakan rumus dan hasil pengamatan yang didapat dicatat.

Rumus % lapisan nata = x 100%

Gambar 8. Pengamatan Nata de Coco Hari ke-0 Inkubasi

Setelah proses inkubasi selesai maka akan diperoleh lapisan nata yang telah jadi. Nata yang telah jadi selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dimasak dengan air gula. Selanjutnya dilakukan uji sensori terhadap nata meliputi rasa, aroma, tekstur, dan warna nata. Dalam jurnal yang dibuat oleh Hamad et al (2011) nata de coco adalah produk nata yang berasal dari bahan baku air kelapa. Pembuatan nata de coco menggunakan bantuan bakteri Acetobacter xylinum yang menghasilkan nata atau bacterial cellulose. Nata yang dihasilkan adalah lapisan polisakarida ekstraseluler yang memiliki tekstur kenyal, berwarna putih transparan, dan terdapat dipermukaan media. Dalam jurnal yang dibuat oleh Afreen & Lokeshappa (2014) dalam pembuatan nata terdapat penambahan asam asetat glasial sehingga nata yang terbentuk akan memiliki aroma yang asam. Aroma asam ini dapat dihilangkan dengan pencucian. Hal lain yang dapat dilakukan adalah memberi atau menambah flavor lain sesuai dengan keinginan sehingga aroma asam dapat tersamarkan.

3.3. Hasil Pengamatan Nata de Coco Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, diketahui bahwa tinggi media awal masing-masing kelompok berbeda karena wadah yang digunakan juga berbeda. Dalam hal ini semakin lebar dan panjang suatu wadah yang digunakan maka tinggi media awal akan semakin rendah. Dapat dilihat pada hasil pengamatan ketebalan nata pada hari ke-0 adalah 0 cm dan persentase lapisan juga 0 cm. Hal itu sesuai dengan teori Afreen & Lokeshappa (2014) yang menyatakan bahwa nata akan terbentuk pada hari ke-5 atau ke-7 inkubasi. Menurut jurnal yang dibuat oleh Jagannath et al (2008) dalam waktu inkubasi 2-3 hari lapisan nata belum terbentuk. Dalam waktu itu hanya terbentuk kekeruhan yang menandakan adanya pertumbuhan biomassa sel pada media.

Gambar 9. Pengamatan Nata de Coco Hari ke-7 Inkubasi

Gambar 10. Pengamatan Nata de Coco Hari ke-14 Inkubasi

Selama waktu inkubasi dilakukan pengamatan pada lapisan nata yang terbentuk pada hari ke-7 dan hari ke-14. Pada hari ke-7 lapisan nata sudah terbentuk, namun tinggi lapisan masing-masing kelompok berbeda. Besar persentase lapisan nata yang terbentuk pada masing-masing kelompok mulai dari E1 sampai E5 yaitu 14,29%, 19,23%, 38,46%, 13,33%, dan 12%. Pada hari ke-14 inkubasi ketebalan lapisan nata ada yang mengalami peningkatan dan tidak mengalami peningkatan. Pada kelompok E4 lapisan nata mengalami peningkatan menjadi 0,6 cm dengan persentase lapisan 20%. Pada kelompok E1 dan E5 lapisan nata tidak mengalami peningkatan. Namun pada kelompok E2 dan E3 ketebalan lapisan nata mengalami penurunan menjadi 0,4 cm dan 0,2 cm dengan persentase sebesar yang sama yaitu 15,38%. Hasil yang diperoleh untuk kelompok E1, E2, E3, dan E5 tidak sesuai dengan teori Lestari et al (2014) yang menyatakan bahwa lapisan nata yang dihasilkan akan semakin meningkat akibat adanya peningkatan biomassa sel Acetobacter xylinum. Hal itu dapat terjadi karena beberapa hal antara lain substrat telah habis sehingga pembentukkan biomassa sel terhenti. Selain itu terjadi kontaminasi selama melakukan inokulasi dan inkubasi. Adanya mikroba kontaminan yang terdapat pada media akan menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum sehingga pembentukkan nata terhenti. Akibatnya nata tidak mengalami peningkatan dan bahkan mengalami penurunan ketebalan (Wanichapicart et al, 2002).

Berdasarkan uji sensori nata de coco terkait aroma yang dihasilkan terdapat 4 kelompok yang memiliki aroma nata sangat asam, sedangkan terdapat 1 kelompok yang memiliki aroma nata tidak asam. Adanya aroma asam pada nata yang dihasilkan dikarenakan proses pencucian yang kurang bersih sehingga masih terdapat sisa-sisa asam asetat glasial dalm nata. Pada semua kelompok warna nata yang dihasilkan adalah kuning. Menurut Hamad et al (2011) seharusnya warna nata adalah putih transparan. Warna kuning yang terbentuk dikarenakan oleh penyaringan yang kurang sempurna sehingga masih terdapat sisa-sisa kotoran. Tekstur nata yang terbentuk pada kelompok E3 kenyal, namun pada kelompok lainnya tekstur nata tidak kenyal. Menurut Hamad et al (2011) tesktur nata yang dihasilkan seharusnya kenyal. Rasa nata de coco seharusnya manis karena dalam pembuatannya ditambah dengan gula. Namun pengaplikasiannya dapat ditambah dengan rasa lainnya sesuai dengan keinginan.

Pembuatan nata de coco sangat dipengaruhi keadaan lingkungan. Ketebalan lapisan nata yang terbentuk dipangaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu inkubasi, pH, ketersediaan substrat seperti karbon, nitrogen, protein, & mineral, serta ada tidaknya mikroorganisme kontaminan (Mohanty et al, 2015). Pembuatan nata de coco akan menghasilkan ketebalan yang berbeda apabila selama pembuatan media tidak dilakukan dengan baik. Dalam hal ini pengadukan harus dilakukan secara benar sehingga bahan-bahan yang ditambahkan pada media dapat tercampur sempurna. Selain itu, keberadaan substrat harus cukup untuk mikroorganisme selama masa inkubasi sehingga dapat dihasilkan biomassa sel Acetibacter xylinum yang tebal. Setiap proses yang dilakukan harus dipastikan semuanya dilakukan secara aseptis sehingga mikroba kontaminan tidak muncul (Mohanty et al, 2015).

4. 5. KESIMPULAN

Nata de coco adalah hasil fermentasi dengan media air kelapa yang dibantu oleh Acetobacter xylinum. Selama masa inkubasi ketebalan lapisan nata meningkat karena terjadi peningkatan biomassa sel Acetobacter xylinum. Dalam praktikum terdapat ketebalan lapisan nata de coco yang tidak meningkat dan mengalami penurunan, dimana hal itu disebabkan oleh substrat yang telah habis dan kontaminasi. Aroma nata yang dihasilkan asam karena proses pencucian kurang sempurna. Warna nata de coco yang dihasilkan kuning karena proses penyaringan kurang sempurna. Tekstur nata de coco yang bagus adalah kenyal. Selama proses fermentasi, bakteri Acetobacter xylinum menghasilkan selulisa, asam asetat, dan CO2. Hasil nata de coco yang kurang sempurna dapat terjadi karena ada goncangan selama inkubasi. Pembuatan nata de coco perlu penambahan gula sebagai substrat, ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen, dan asam cuka glasial untuk mengatur pH media sehingga menunjang pertumbuhan Acetobacter xylinum.

Semarang, 7 Juli 2015Asisten Dosen, Wulan Apriliana Dewi Nies Mayangsari

Agnes Faradita D. P.12.70.0085